BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan daerah tropis yang kaya akan hasil sumber daya alam.
Salah satu hasilnya adalah sayuran. Seperti yang kita ketahui sayuran dan
buah-buahan merupakan salah satu sumber pangan yang begitu penting untuk dikonsumsi
oleh masyarakat, karena kandungan gizi pada sayuran dan buah-buahan sendiri sudah
terbukti berperan penting dalam menunjang kesehatan tubuh.
Makanan yang kita konsumsi harus mengandung zat gizi, seperti karbohidrat,
protein, lemak, vitamin, dan mineral. Zat gizi vitamin dan mineral banyak dikandung
oleh sayuran dan buah-buahan. Sayuran dan buah merupakan bahan pangan yang
mudah didapatkan di berbagai tempat. Hanya saja, masih banyak orang yang tidak
suka mengkonsumsinya dengan berbagai alasan. Padahal dengan kandungan vitamin
dan mineralnya yang begitu lengkap serta bervariasi, sayuran dan buah merupakan
bahan pangan yang sangat penting bagi kita. Selain kandungan vitamin dan
mineralnya, buah juga banyak mengandung serat yang melancarkan pencernaan
(Novary, 1997).
Komoditas sayuran dan buah sangat layak untuk dipertimbangkan dalam
menunjang program diversifikasi pangan. Mengingat, Indonesia sudah lama
menerapkan sistem diversifikasi pangan. Pemerintah sendiri sudah menyadari
pentingnya dilakukan diversifikasi pangan, karena program tersebut dapat
meningkatkan mutu gizi makanan yang dikonsumsi sehingga dapat meningkatkan
Buah yang mempunyai potensi untuk dikembangkan di Indonesia adalah labu
kuning. Penyebaran labu kuning telah merata di Indonesia, hampir di semua
kepulauan Nusantara terdapat tanaman buah labu kuning. Cara penanaman dan
pemeliharaannya pun mudah. Labu kuning dapat menjadi sumber pangan yang dapat
diandalkan (Anonim, 2010).
Jumlah produksi labu kuning cukup melimpah setiap tahunnya, labu kuning
mudah dijumpai baik di pasar tradisional maupun modern. Didorong oleh beberapa
faktor antara lain tanaman labu kuning dapat tumbuh dengan mudah, bahkan di lahan
kering sekalipun dan tanpa memerlukan perawatan yang khusus. Tanaman ini dapat
menghasilkan buah labu kuning sebesar 20-40 ton per hektar lahan dalam waktu yang
relatif singkat, hanya sekitar 40-60 hari (Rahmat, 1998).
Labu kuning merupakan bahan pangan yang mengandung kalori, karbohidrat,
protein, lemak, mineral (kalsium, fosfor, besi, natrium, kalium, tembaga dan seng),
ß-karoten, tiamin, niacin, serat dan vitamin C. Daging buahnya pun mengandung
antioksidan sebagai penangkal berbagai jenis kanker. Sifat labu kuning lunak dan
mudah dicerna serta dapat digunakan untuk menambah warna menarik dalam olahan
pangan lainnya, tetapi sejauh ini pemanfaatannya belum optimal.
Keunggulan manfaat pada labu kuning ini yang kaya akan β-Karoten yang
bisa dijadikan sebagai anti inflamasi. Dengan mengkonsumsi labu kuning secara
teratur dapat mencegah pengendapan kolesterol pada dinding arteri yang bisa
menurunkan resiko stroke. Senyawa β-Karoten, vitamin A dan zinc pada labu kuning
berperan sebagai obat alami untuk memperlambat proses penuaan, mencegah keriput
Kandungan seratnya yang tinggi sangat baik untuk menjaga sistem saluran
pencernaan dan mencegah terjadinya sembelit serta dapat melancarkan pencernaan.
Serat juga sangat direkomendasikan dalam diet sehat, untuk mengontrol berat badan
dan untuk diet pada penderita diabetes. Mengkonsumsi buah labu kuning secara
teratur maka otomatis fungsi pancreas akan baik dan insulin bekerja dengan baik.
Selain itu buah labu kuning juga tidak menaikkan zat gula darah dalam tubuh
sehingga sangat baik untuk mencegah diabetes.
Zinc pada labu kuning juga berperan untuk memperkuat masa tulang dan
mencegah terjadinya sel-sel tubuh yang rusak karena radikal bebas, dan juga dapat
mencegah terjadinya osteoporosis. Buah labu kuning memiliki asam folat yang cukup
baik untuk ibu hamil, kekurangan folat pada ibu hamil dapat menyebabkan bayi
mengalami caat bawaan lahir seperti spina bifina, dengan mengkonsumsi labu kuning
juga dapat member asupan yang baik untuk kesehatan bayi, tetapi seajuh ini
pemanfaatan buah labu kuning belum optimal.
Tingkat konsumsi labu kuning masih tergolong rendah kurang dari 5 kg per
kapita per tahun. Pemanfaatan labu kuning selama ini terbatas dalam ruang lingkup
olahan tradisional, misalnya sebagai sayuran, bahan dasar kolak dan aneka kue. Bagi
masyarakat Manado labu kuning digunakan dalam bentuk bubur Manado dan di
Sulawesi Selatan, labu kuning digunakan sebagai pencampuran dalam sayur bayam
(Sari, 2011).
Labu kuning termasuk pangan lokal yang mudah rusak dan busuk apabila
bahan makanan tersebut mengalami kerusakan, sehingga perlu diolah menjadi suatu
Pembuatan tepung labu kuning akan menguntungkan karena pemanfaatannya menjadi
lebih luas sebagai campuran makanan, dan mempunyai daya simpan yang tinggi serta
mudah dibentuk, diperkaya zat gizi, lebih cepat masak sesuai tuntutan kehidupan
modern yang serba praktis. Tepung labu kuning dapat digunakan pada beberapa
produk pangan misalnya pada mie, roti, es krim, biskuit, cake, dan lain-lain.
Protein juga sangat dibutuhkan oleh tubuh kita, karena protein berfungsi
sebagai salah satu sumber energi yang dibutuhkan tubuh. Selain itu pula protein juga
berperan dalam sintesis hormon dan pembentukan enzim serta antibodi. Protein
merupakan bagian penting selama masa pertumbuhan dan masa perkembangan tubuh
manusia, misalnya untuk tulang, otot dan organ tubuh lainnya. Kekurangan protein
pada masa-masa ini akan menyebabkan pembentukan otot, tulang dan organ lainnya
terganggu. Efeknya adalah keterlambatan pertumbuhan sampai dengan adanya
kekurangan gizi seperti kurus, gangguan kulit, dan lesuh (Mardhatillah, 2008).
Usaha yang dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan protein adalah
dengan cara pemanfaatan bahan alam yaitu ikan lele yang memiliki kandungan
protein yang tinggi. Lele yang memiliki nama ilmiah Clarias sp ini perkembangan
produksinya secara nasional sangat baik. Selama lima tahun terakhir produksi ikan
lele terus meningkat. Pada tahun 2008 produksi nasional ikan lele sebesar 114,371
ton, tahun 2009 terus meningkat menjadi 144,755 dan makin meningkat di tahun
2010, angka sementara yan dipublikasikan produksi ikan lele dari hasil budidaya
sebesar 273,554 ton (Ditjen Perikanan Budidaya, 2012).
Ikan lele merupakan salah satu bahan pangan bergizi yang mudah untuk
lainnya. Beberapa jenis ikan, termasuk ikan lele mengandung protein lebih tinggi dan
lebih baik dibandingkan dengan daging hewan lainnya. Nilai gizi ikan lele meningkat
apabila diolah dengan baik yang terdapat pada ikan lele segar yang belum rusak dan
busuk (Abbas, 2012).
Ikan lele mengadung karoten, vitamin A, protein, lemak, karbohidrat, fosfor,
kalsium, zat besi, vitamin B1, vitamin B6, vitamin B12, dan kaya akan asam amino.
Daging ikan lele mengandung asam lemak omega-3 yang sangat dibutuhkan untuk
membantu perkembangan sel otak pada anak dibawah usia 12 tahun sekaligus
memelihara sel otak. Kandungan komponen gizi ikan lele mudah dicerna dan diserap
oleh tubuh manusia baik pada anak-anak, dewasa, dan orang tua.
Manfaat ikan lele dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan pada
anak. Kandungan asam amino esensial sangat berguna untuk tumbuh kembang
tulang, membantu penyerapan kalsium dan menjaga keseimbangan nitrogen dalam
tubuh, dan memelihara masa tubuh anak agar tidak terlalu berlemak. Selain itu juga
ikan lele dapat menghasilkan antibody, hormon, enzim, dan pembentukan kolagen,
untuk perbaikan pada jaringan tubuh. Sehingga kandungan ikan lele pun bisa
melindungi anak dari cold sore dan virus herpes.
Ikan lele memiliki kandungan air tinggi sebesar 80% yang dapat
menyebabkan daging ikan mudah rusak. Selain itu kandungan kandungan asam
lemak tak jenuh menyebabkan daging ikan mudah mengalami proses oksidasi
sehingga menyebabkan bau tengik. Hal-hal tersebut dapat menghambat
untuh menambah nilai, baik dari segi gizi, rasa, bau, bentuk, maupun daya awetnya
(Adawyah, 2007).
Tepung ikan lele merupakan usaha pengolahan yang memerlukan banyak
bahan baku ikan segar dengan harga yang murah. Sampai saat ini penggunaan tepung
ikan belum dilakukan secara maksimal, kegunaan utama tepung ikan masih sebatas
bahan campuran pakan ternak. Pembuatan tepung ikan lele dapat menjadi suatu
bentuk alternatife bahan pangan. Selain memiliki daya simpan yang cukup lama
dibandingkan ikan segar, bentuk yang berupa tepung diharapkan menjadi tepung ikan
yang lebih fleksibel dalam pemanfaatannya.
Nilai gizi pada tepung ikan lele yang tinggi terutama kandungan proteinnya
yang kaya akan asam amino essensial, terutama lisin dan metionin. Disamping itu
tepung ikan lele juga kaya akan vitamin B, mineral, serta memiliki kandungan serat.
Tepung ikan lele merupakan sumber kalsium (Ca) dan posfor (P), serta mengandung
trace element seperti seng (Zn), yodium (I), besi (Fe), mangan (Mn) (Moeljanto,
1982).
Menurut penelitian Hervina (2009), berdasarkan pengukuran densitas kamba
menunjukan bahwa tepung kepala ikan mempunyai densitas kamba yang tebih tinggi
daripada tepung badan ikan. Densitas kamba tepung kepala ikan adalah 0,45 g/ml
sedangkan densitas kamba tepung badan ikan adalah 0,37 g/ml. Hasil pengukuran
derajat putih tepung menunjukan bahwa tepung ikan memiliki derajat putih yang
lebih rendah daripada tepung terigu. Tepung kepala ikan memiliki derajat putih yang
lebih rendah daripada tepung badan ikan. Derajat putih tepung kepala ikan adalah
sifat kimia tepung ikan lele didapat hasil, untuk tepung kepala ikan kadar air 8,72%,
kadar abu 18,10%, kadar protein 56,04 %, kadar lemak 9,39% dan kadar karbohidrat
7,84%, sedangkan hasil analisis untuk tepung badan ikan adalah kadar air 7,99%,
kadar abu 4,83% kadar protein 63,83%, kadar lemak 10,83% dan kadar karbohidrat
11,83%.
Berdasarkan penelitian Herviana, penelitian ini hanya menggunakan daging
saja pada penggunaan ikan lele dengan tujuan untuk memperkecil dentitas kamba,
mengurangi kadar air, kadar lemak pada tepung serta untuk mendapatkan derajat
keputihan tepung ikan lele. Kandungan gizi pada ikan lele juga lebih banyak terdapat
pada daging ikan lele dalam pembuatan tepung ikan lele. Dengan uraian diatas
peneliti ingin mencampurkan bahan pangan dari buah labu kuning dan ikan lele
karena keunggulan dari manfaat kandungan gizi yang terdapat pada labu kuning dan
ikan lele dengan mengolah menjadi tepung agar penggunaan bahan pangan lebih
fleksibel serta kandungan gizinya dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan
pada kalangan anak-anak, remaja, dewasa, ibu hamil, dan orang tua.
Penggunaan tepung ikan sebagai bahan subsitusi tepung terigu pada
pembuatan biskuit merupakan salah satu alternatife penggunaan yang menjanjikan,
terutama dari segi kualitas zat gizi yang dihasilkan. Biskuit merupakan salah satu kue
kering yang sampai saat ini banyak digemari oleh masyarakat sebagai makanan
jajanan atau camilan dari berbagai kelompok ekonomi dan umur. Menurut (Moehji,
2000) biskuit sering dikonsumsi oleh anak balita, anak usia sekolah, dan orang tua,
terjangkau oleh berbagai kelompok ekonomi juga menjadi satu alasan mengapa
biskuit banyak disukai oleh masyarakat.
Menurut SNI (1992), biskuit merupakan jenis kue kering yang dibuat dari
adonan keras, berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur
padat, dapat berkadar lemak tinggi atau rendah. Konsumsi rata-rata kue kering di kota
dan di pedesaan di Indonesia 0,40 kg/kapita/tahun. Secara umum bahan pembuatan
biskuit biasanya dibuat dari tepung terigu. Biskuit mengandung zat gizi makro seperti
karbohidrat, protein dan lemak dan sedikit mengandung zat gizi lainnya seperti zat
fosfor, kalsium dan zat besi. Oleh karena itu, melalui penambahan tepung labu kuning
dan ikan lele dalam pembuatan biskuit dapat mengurangi pemakaian tepung terigu
dan meningkatkan kandungan gizi.
Makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat
gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Sebaliknya, bila makanan tidak
dipilih dengan baik, tubuh akan mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu.
Masalah gizi kurang masih tersebar luas di negara-negara berkembang, termasuk di
Indonesia. Pada sisi lain, masalah gizi lebih adalah masalah gizi di negara maju, yang
juga mulai terlihat di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia sebagai dampak
keberhasilan di bidang ekonomi. Kekurangan protein banyak terdapat pada
masyarakat sosial ekonomi rendah. Kekurangan protein murni pada stadium berat
menyebabkan kwashiorkor pada anak-anak di bawah lima tahun (balita). Kekurangan
protein sering ditemukan secara bersamaan dengan kekurangan energi yang
Pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan biskuit dengan penambahan
tepung labu kuning dan tepung ikan lele dengan perbandingan 20%, 30%, 40%
dilakukan karena peneliti telah melakukan penelitian pendahuluan sebelum
melakukan penelitian ini dengan perbandingan tersebut peneliti ingin melihat
bagaimana peningkatan kandungan energi dan protein dan apabila presentase terlalu
besar akan menghasilkan biskuit yang keras dan bau langu serta aroma amis yang
tinggi dari tepung labu kuning dan ikan lele akan lebih terasa. Berdasarkan beberapa
penelitian yang telah dilakukan menunjukkan penambahan tepung ikan lele, maupun
tepung labu kuning adanya peningkatan kandungan protein.
Pada penelitian Hervina (2009), biskuit dengan subsitusi tepung ikan lele dan
isolat protein kedelai sebagai makanan tambahan balita gizi kurang, berdasarkan
analisis kontribusi zat gizinya, formula terpilih dapat dikatakan sebagai pangan tinggi
protein karena dapat memenuhi target 20% protein berdasarkan AKG balita. Untuk
memenuhi target tersebut, jumlah yang harus dikonsumsi balita setiap harinya adalah
4 keping biskuit atau 50 gram biskuit, 50 gram biskuit dapat memberikan 240 kkal
energi, 9,8 gram protein, 26,9 gram karbohidrat dan 10,6 gram lemak. Menurut hasil
penelitian Gifar (2012), pengaruh penambahan tepung labu kuning dan tepung terigu
terhadap pembuatan biskuit, berdasarkan uji analisa kadar air dan analisa kadar abu,
diperoleh perlakuan terbaik yaitu pada perlakuan penambahan tepung labu kuning 20
gr : tepung terigu 245 gr. Selain itu ada juga hasil penelitian dari Nurhidayati (2011),
kontribusi MP-ASI biskuit bayi dengan subsitusi tepung labu kuning dan ikan patin
terhadap kecukupan protein dan vitamin A berdasarkan SNI 01-7111.2-2005 sudah
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti mencoba memanfaatkan
tepung labu kuning dan tepung ikan lele dalam pembuatan biskuit dan melihat
kandungan energi dan protein yang terkandung pada biskuit tersebut. Hal ini menarik
untuk diteliti dalam sebuah penelitian yang berjudul “Analisis Energi dan Protein
serta Uji Daya Terima Biskuit Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana kandungan
energi dan protein pada biskuit tepung labu kuning dan ikan lele serta uji daya
terimanya”.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui kandungan energi dan protein serta uji daya terimanya
biskuit tepung labu kuning dan ikan lele.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Menganalisis kadar energi dan protein serta zat gizi mikro biskuit tepung labu
kuning dan ikan lele.
2. Mengetahui daya terima terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur biskuit dengan
penambahan tepung labu kuning dan ikan lele.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang penganekaragaman suatu
produk dari labu kuning yang selama ini hanya dikonsumsi sebagai sayuran
2. Memberikan informasi dan pengetahuan nilai gizi dari labu kuning dan ikan
lele sebelum dan sesudah dilakukan diversifikasi kepada masyarakat tentang
penganekaragaman suatu produk dari ikan lele yang selama ini hanya
dikonsumsi sebagai lauk.
3. Sebagai salah satu usaha penganekaragaman pengolahan pangan agar tidak
cepat rusak.
4. Sebagai alternatif untuk mengurangi pemakaian tepung terigu sebagai bahan
dasar pembuatan biskuit.