• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Pengerukan Pasir Terhadap Kelimpahan Plankton dengan Parameter Fisik Kimia di Hulu Sungai Belawan, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Dampak Pengerukan Pasir Terhadap Kelimpahan Plankton dengan Parameter Fisik Kimia di Hulu Sungai Belawan, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang."

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Sungai

Ekosistem air yang terdapat di daratan secara umum dibagi atas 2 yaitu

perairan berarus tenang (lentik), misalnya danau, rawa, waduk, dan sebagainya,

serta perairan berarus deras (lotik), misalnya sungai, kali, kanal, parit, dan

sebagainya. Perbedaan utama antara perairan lotik dan lentik adalah dalam

kecepatan arus air. Perairan lentik mempunyai kekuatan arus yang lambat serta

terjadi akumulasi massa air dalam periode waktu yang lama, sedangkan perairan

lotik umumnya mempunyai kecepatan arus yang tinggi, disertai perpindahan

massa air yang berlangsung dengan cepat (Barus, 2004).

Sungai sebagai perairan lotik mempunyai zonasi longitudinal dimana pada

aliran air dapat dijumpai tingkat yang lebih tinggi dari hulu ke hilir. Sungai bagian

hulu dicirikan dengan badan sungai yang dangkal dan sempit, tebing curam dan

tinggi, berair jernih dan mengalir cepat serta mempunyai populasi (jenis maupun

jumlah) biota air sedikit. Sungai bagian hilir umumnya lebih lebar, tebingnya

curam atau landai, badan air dalam, keruh, aliran air lambat, dan populasi biota air

didalamnya termasuk banyak, tetapi jenisnya kurang bervariasi

(Kordi dan Tancung, 2007).

Sungai menjadi satu diantara beberapa ekosistem yang mengalami

pencemaran paling berat. Semua saluran pembuangan baik perumahan, pasar,

pabrik dan kegiatan lain seperti rumah makan, rumah sakit, semuanya berakhir di

(2)

bahan organik, yang beracun maupun tidak beracun. Hal tersebut dapat

mengakibatkan turunnya kualitas air di sungai (Rahman, 2008).

Kondisi umum Sungai Belawan

Daerah Aliran Sungai (DAS) Belawan merupakan Daerah Aliran Sungai

di Provinsi Sumatera Utara dengan luas 40,789.98 Ha. Daerah aliran Sungai

Belawan terbentang antara 3o15’49,83” s/d 3o50’38,89” garis Lintang Utara dan

meridian 98o29’58,56” s/d 98o43’21,76” Bujur Timur (Bpdaswu, 2012).

Secara administrasi DAS Belawan berada pada 2 Kabupaten/Kota yaitu

Kabupaten Deli Serdang seluas 38,029.30 Ha (93.23 %) dan Kota Medan seluas

2,760.69 Ha (6.77 %). (Pada data spasial sebagian kecil terdapat di Kabupaten

Langkat, namun dengan berbagai pertimbangan dileburkan ke Kabupaten Deli

Serdang) (Bpdaswu, 2012).

Plankton

Plankton adalah organisme atau makhluk hidup yang halus dan disebut

pula sebagai jasad-jasad renik yang melayang di dalam air. Istilah plankton dari

bahasa Yunani, yang artinya drifting, yaiu plankton hanya dapat melayang di

dalam kolom air, tidak bisa bergerak, dan hanya bergantung pada kecepatan arus.

Istilah plankton pertama kali dipakai oleh Hensen pada tahun 1987 dengan

menggambarkan organisme-organisme bersifat mikroskopik (Davis, 1955; Newell

& Newell, 1963 dalam Adnan, 2003).

Fitoplankton merupakan produsen primer yang mampu membentuk zat

(3)

penting dalam ekosistem air, karena kelompok ini mengandung klorofil yang

mampu melakukan fotosintesis. Proses fotosintesis pada ekosistem air dilakukan

oleh fitoplankton (produsen), yang merupakan sumber nutrisi utama bagi

kelompok organisma air lainnya yang berperan sebagai konsumen, dimulai

dengan zooplankton dan diikuti oleh kelompok organisma air lainnya yang

membentuk rantai makanan (Barus, 2004).

Berdasarkan ukurannya, plankton diklasifikasikan dalam beberapa

kelompok ukuran yaitu megaplankton (> 2 mm), makroplankton (0,2 mm-2 mm),

mikroplankton (20 µm-0,2 mm), nanoplankton (2 µm-20 µm), dan ultraplankton

(< 2 µm). Sedangkan berdasarkan daur hidupnya dibagi menjadi dua, yaitu

holoplankton (seluruh daur hidupnya bersifat planktonik) dan meroplankton

(sebagian dari daur hidupnya bersifat planktonik) (Widodo dan Suadi, 2006).

Pengukuran fitoplankton sangat penting dalam studi produktivitas

perairan, karena fitoplankton merupakan produsen primer yang memberikan

kontribusi terbesar terhadap produksi total di dalam ekosistem perairan. Adapun

zooplankton merupakan konsumer I yang berperan besar dalam menjembatani

transfer energi dari produsen primer (fitoplankton) ke jasad hidup yang berada

pada trophic level lebih tinggi (golongan ikan dan udang). Dengan demikian

keberadaan plankton sangat menentukan stabilitas ekosistem perairan

(Asriyana dan Yuliana, 2012).

Dinamika Plankton

Komunitas organisme sangat dinamis dimana populasi-populasi yang ada

(4)

atau variasi tersebut disebabkan karena adanya pengaruh faktor-faktor lingkungan.

Demikian halnya dengan plankton, yang mengalami perubahan dari waktu ke

waktu. Perubahan tersebut akan mencerminkan perkembangan komunitas secara

keseluruhan, seperti kelimpahan, keragaman, dan disitribusi fitoplankton.

Kelimpahan Plankton

Plankton merupakan satu diantara beberapa indikator untuk menilai

kesuburan perairan. Kandungan plankton dalam suatu perairan dapat digunakan

sebagai data pendukung serta pembanding, dan juga sebagai petunjuk untuk

menduga tempat-tempat bergerombolnya ikan yang berhubungan dengan

kandungan fitoplankton serta zat hara yang tinggi. Oleh karena itu, kandungan

plankton dalam suatu perairan diharapkan dapat memperkuat peran plankton

dalam pendugaan stok ikan di perairan tersebut, menjadi petunjuk terjadinya

pencemaran suatu perairan (Adnan, 2003).

Pertumbuhan, kelangsungan hidup dan produktivitas fitoplankton

dipengaruhi oleh berbagai faktor utama fisik dan kimia yaitu cahaya matahari dan

zat hara. Zat hara anorganik utama yang diperlukan fitoplankton untuk tumbuh

dan berkembang adalah nitrogen (dalam bentuk nitrat), fosfor (dalam bentuk

fosfat) dan silikon dalam bentuk silikat). Ketiga unsur ini sangat penting karena

merupakan faktor pembatas bagi produktivitas dan kelimpahan fitoplankton

(Nybakken, 1992).

Struktur komunitas plankton merupakan susunan individu dari beberapa

jenis atau spesies fitoplankton dan zooplankton yang terorganisir membentuk

(5)

tentang komunitas bersangkutan seperti indeks diversitas jenis dan kelimpahan.

Struktur komunitas dan kelimpahan plankton di suatu perairan dipengaruhi oleh

beberapa parameter lingkungan dan karakteristik fisiologinya. Sedangkan struktur

komunitas plankton ditentukan oleh keragaman atau komposisi jenis plankton

(fitoplankton dan zooplankton) yang ada. Populasi plankton dijumpai di seluruh

habitat akuatik, tetapi komposisi dan kelimpahannya bervariasi dan akan berubah

sebagai respon terhadap perubahan kondisi lingkungan baik fisik, kimia maupun

biologi. Faktor penunjang pertumbuhan plankton sangat kompleks dan saling

berinteraksi antara faktor fisika-kimia perairan antara lain intensitas cahaya,

oksigen terlarut, stratifikasi suhu dan ketersediaan unsur hara nitrogen dan fosfor,

sedangkan aspek biologi meliputi aktivitas pemangsaan oleh hewan, mortalitas

alami dan dekomposisi. Perubahan ukuran, jenis dan jumlah populasi plankton di

perairan dapat menggambarkan keadaan struktur komunitas perairan (Umar,

2010).

Lima kelompok besar fitoplankton yang hidup di perairan, yaitu

Cyanophyta (alga biru), Chlorophyta (alga hijau), Chrysophyta (alga kuning),

Pyrophyta dan Euglenophyta. Masing-masing organisme tersebut memiliki

tingkat respon yang berbeda terhadap kondisi lingkungan perairan. Produktivitas

fitoplankton dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan dan apabila faktor

lingkungan tidak mendukung dapat menyebabkan jumlah individu atau

kelimpahannya menurun (Asriyana dan Yuliana, 2012).

Komposisi dan kelimpahan fitoplankton pada suatu perairan sangat

berperan sebagai makanan alami pada tropik level diatasnya, juga berperan

(6)

dan buangan lumpur dapat menyebabkan tingkat kekeruhan yang sangat tinggi,

sehingga menyebabkan ketersediaan unsur hara yang tersebar tidak merata dan

penetrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan akan berkurang dan sangat

mempengaruhi aktivitas fitoplankton dalam berfotosintesis (Wahyuni, 2010).

Penelitian tentang kandungan fitoplankton di berbagai perairan baik antar

wilayah perairan maupun antar perairan tertentu menunjukkan adanya keragaman

jumlah dan jenisnya. Meskipun lokasi relatif berdekatan dan berasal dari massa air

yang sama, namun berbagai faktor seperti angin, arus, suhu, salinitas, zat hara,

kedalaman perairan, dan pencampuran massa air menyebabkan adanya perbedaan

tersebut (Davis, 1955 dalam Yuliana dkk., 2012).

Kondisi perairan muara mempengaruhi jumlah spesies plankton yang

mendiami muara. Pada umumnya, jumlah spesies muara lebih sedikit daripada

yang mendiami habitat air tawar atau air laut dekatnya. Hal ini antara lain karena

ketidakmampuan organisme air tawar mentolerir kenaikan salinitas dan organisme

air laut mentoleriri penurunan salinitas estuaria (Rahman, 2008).

Distribusi Plankton

Berbeda dengan bentos yang hidupnya menancap atau melekat di dasar

laut dan hanya terdapat di sepanjang pantai yang dangkal, fitoplankton bisa

ditemukan di seluruh massa air mulai dari pemukaan sampai pada kedalaman

dengan intensitas cahaya yang masih memungkinkan terjadinya fotosintesis

(Nontji, 1993).

Sebaran plankton berdasarkan dimensi ruang dapat dibagi menjadi sebaran

(7)

tersebar merata melainkan hidup secara berkelompok, terutama lebih sering

dijumpai di perairan neritik (terutama perairan yang dipengaruhi oleh estuari)

daripada oseanik. Pengelompokkan fitoplankton secara garis besar dibedakan atas

pengaruh fisik dan pengaruh biologi. Pengaruh fisik dapat disebabkan oleh

turbulensi atau adveksi (pergerakan massa air yang besar yang mengandung

plankton didalamnya). Sedangkan pengaruh biologi terjadi apabila terdapat

perbedaan pertumbuhan antara laju pertumbuhan fitoplankton dan kecepatan

difusi untuk menjauhi kelompoknya.

Sebaran vertikal ditandai dengan berkumpulnya fitoplankton di zona

eufotik yaitu zona dengan intensitas cahaya yang masih memungkinkan terjadinya

fotosintesis. Dari hasil berbagai penelitian, ternyata sebaran vertikal plankton

tergantung dari berbagai faktor, antara lain intensitas cahaya, kepekaan terhadap

perubahan salinitas, arus, dan densitas air. Untuk fitoplankton, pengelompokkan

secara vertikal dipengaruhi pula oleh tersedianya nutrisi di permukaan air

(Arinardi dkk., 1997).

Penyebaran plankton di dalam air tidak sama pada kedalaman yang

berbeda. Tidak samanya penyebaran plankton dalam badan air disebabkan adanya

perbedaan suhu, kadar oksigen, intensitas cahaya, dan faktor-faktor abiotik

lainnya di kedalaman yang berbeda. Selain itu, kepadatan plankton pada suatu

badan air sering bervariasi antar lokasi. Pada lokasi bagian pinggir suatu badan air

kepadatan plankton biasanya lebih padat dibandingkan dengan bagian tengah

(Suin, 2002).

Distribusi zooplankton dan fitoplankton tidak merata karena fitoplankton

(8)

fitoplankton. Jumlah dan distribusi musiman plankton maupun zooplankton dapat

diketahui berdasarkan beberapa faktor pembatas (Barus, 2004).

Sebagaimana organisme lainnya, eksistensi dan kesuburan fitoplankton

didalam suatu ekosistem sangat ditentukan oleh interaksinya terhadap

faktor-faktor fisika, kimia, dan biologi. Tingginya kelimpahan fitoplankton pada suatu

perairan adalah akibat pemanfaatan nutrien, dan radiasi sinar matahari, disamping

suhu, dan pemangsaan oleh zooplankton. Hubungan antara komunitas

fitoplankton dengan perairan adalah positif. Bila kelimpahan fitoplankton di suatu

perairan tinggi, maka dapat diduga perairan tersebut memiliki produktivitas

perairan yang tinggi pula (Nontji, 1993).

Berubahnya fungsi perairan sering diakibatkan oleh adanya perubahan

struktur dan nilai kuantitatif plankton. Perubahan ini dapat disebabkan oleh

faktor-faktor yang berasal dari alam maupun dari aktivitas manusia seperti adanya

peningkatan signifikan konsentrasi unsur hara secara berlebihan, sehingga dapat

menimbulkan peningkatan nilai kuantitatif plankton melampaui batas normal yang

dapat ditolerir oleh organisme hidup lainnya. Kondisi ini dapat menimbulkan

dampak negatif berupa kematian massal organisme perairan akibat persaingan

penggunaan oksigen terlarut (Madinawati, 2010).

Dampak Aktivitas Manusia terhadap Kelimpahan Plankton

Perubahan iklim global berpengaruh sangat luas terhadap kondisi

ekosistem perairan. Meningkatnya suhu air sungai menyebabkan perpindahan

(9)

pergerakan zat hara dari dasar ke permukaan sehingga menimbulkan ledakan

fitoplankton yang bersifat racun (Adnan, dkk., 2010).

Perairan dikatakan blooming jika kepadatan salah satu jenis fitoplankton

mencapai jutaan individu/liter. Ambang batas dari fitoplankton dikatakan

blooming adalah 106 individu/L. Blooming atau ledakan populasi didefinisikan

sebagai suatu kejadian dimana satu atau beberapa spesies fitoplankton mencapai

suatu kepadatan tertentu yang dapat membahayakan organisme perairan, ataupun

mengakibatkan terjadinya akumulasi toksin dalam tubuh organisme, yang dapat

membahayakan organisme dalam trofik level yang lebih tinggi dan dapat

meracuni manusia sebagai konsumer (Andersen, 1996 dalam Asriyana dan

Yuliana, 2012).

Ditinjau dari aspek perikanan, plankton yang berfungsi sebagai makanan

ikan, dapat dijadikan sebagai indikator dari kesuburan suatu perairan. Semakin

tinggi kelimpahan fitoplankton maka kesuburan perairan tersebut juga semakin

tinggi sehingga dapat dikatakan bahwa, perikanan di perairan tersebut sangat

potensial. Meskipun demikian, pertumbuhan fitoplankton yang berlebihan di suatu

perairan justru dapat membahayakan sektor perikanan (Praseno dan Adnan, 1994

dalam Asriyana, dkk., 2012).

Didalam pembangunan, faktor sumber daya alam lingkungan, yaitu

sumber daya manusia dan alam tidak akan pernah lepas peranannya. Sebagai

contoh rusaknya lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan penambangan pasir di

sekitar Sungai Brantas yaitu dapat menimbulkan bahaya erosi, saluran irigasi

tidak lancar, banjir dan lain sebagainya. Penambangan pasir tersebut merupakan

(10)

Brantas menurut Instruksi Gubernur Jawa Timur No. 36 Tahun 1994 yang

tertuang dalam pasal 1 angka (1) adalah dilarang. Apabila masih ada pihak yang

melakukan penambangan pasir di sekitar Sungai Brantas, maka penambangan

pasir tersebut adalah illegal. Dari keterangan beberapa saksi, dapat disimpulkan,

bahwa penambangan pasir di sekitar Sungai Brantas sangat membahayakan

ekosistem yang ada di sekitar aliran Sungai Brantas (Yudhistira, 2008).

Selain itu, Danau Laut Tawar yang terletak di Kota Takengon Kabupaten

Aceh Tengah juga telah dimanfaatkan dengan beberapa kegiatan aktivitas

manusia. Kegiatan tersebut antara lain sebagai lokasi penangkapan, budidaya

keramba jaring apung, dan pariwisata yang telah mengindikasikan terjadinya

degradasi sumberdaya, peningkatan unsur hara yang dapat meningkatkan

kesuburan perairan, serta terjadinya penurunan kualitas sumberdaya perairan.

Beban masukan dari kegiatan-kegiatan domestik, keramba jaring apung, kegiatan

pertanian baik langsung maupun tidak langsung telah berpengaruh terhadap

keberadaan organisme perairan khususnya fitoplankton sebagai organisme yang

peka terhadap perubahan kualitas air (Nurfadillah, dkk., 2012).

Hal ini juga terlihat di aliran Sungai Juwana yang terletak di Desa

Agungmulyo Kecamatan Juwana Kabupaten Pati, dari data kualitas kimia perairan

maka bagian hulu dan muara Sungai Juwana termasuk kedalam kriteria buruk.

Nilai indeks keanekaragaman dan keseragaman plankton di Sungai Juwana cukup

tinggi, sehingga menunjukkan cukup banyak plankton (khususnya fitoplankton)

yang diperoleh dengan pola sebaran yang merata. Tetapi apabila dilihat

kelimpahannya terjadi variasi yang tidak beraturan. Faktor penting yang

(11)

tinggi. Tetapi tingginya kandungan N dan P tersebut akan menyebabkan tingginya

laju pertumbuhan fitoplankton yang akan menyebabkan timbulnya red tide. Red

tide ini sangat berbahaya karena akan menurunkan tingkat kandungan oksigen

terlarut yang sangat dibutuhkan oleh organisme laut. Akibat yang timbul adalah

migrasi atau kematian dari sumberdaya perikanan yang ada, sehingga apabila

plankton yang tumbuh tersebut adalah plankton jenis berbahaya, maka akan

membahayakan masyarakat (Harsono, 2002).

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan plankton Parameter Fisika

Suhu

Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude),

ketinggian dari permukaan laut (altitude), waktu dalam hari, sirkulasi udara,

penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Perubahan suhu

berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Suhu juga sangat

berperan mengembalikan kondisi ekosistem perairan. Organisme akuatik memiliki

kisaran suhu tertentu (batas atas dan bawah) yang disukai bagi pertumbuhannya.

Algae dari filum Chlorophyta dan diatom akan tumbuh dengan baik pada kisaran

suhu berturut-turut 30oC-35oC dan 20oC-30oC. Sedangkan filum Cyanophyta lebih

dapat bertoleransi terhadap kisaran suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan

(12)

Arus

Pada perairan lotik, arus mempunyai peranan yang sangat penting.

Umumnya kecepatan arus di perairan lotik relatif tinggi, bahkan mencapai 6 m/det

(Barus, 2004). Kecepatan arus air dari suatu badan air ikut menentukan

penyebaran organisme yang hidup di badan air tersebut. Penyebaran plankton,

baik fitoplankton maupun zooplankton, yang ditentukan oleh aliran air. Tingkah

laku hewan air juga ikut ditentukan oleh aliran air. Selain itu, aliran air juga ikut

berpengaruh terhadap kelarutan udara dan garam dalam air, sehingga secara tidak

langsung akan berpengaruh terhadap kehidupan organisme air (Suin, 2002).

Kecerahan dan kekeruhan

Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan

merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditentukan secara visual dengan

menggunakan secchi disk. Nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu

pengukuran, kekeruhan, dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang

melakukan pengukuran. Pengukuran kecerahan sebaiknya dilakukan pada saat

cuaca cerah (Effendi, 2003).

Kekeruhan perairan sangat berpengaruh terhadap proses fotosintesa

fitoplankton, sehingga dapat menghambat pertumbuhannya dan juga berpengaruh

terhadap biota lainnya karena fitoplankton merupakan produktivitas primer suatu

siklus kehidupan di lingkungan perairan (Mukhtasor, 2007). Suatu studi

menjelaskan bahwa kecerahan air berkurang sampai 30% pada permukaan air dan

menjadi kurang dari 1% pada kedalaman 12 meter, karena adanya kekeruhan yang

(13)

Parameter Kimia pH

Nilai derajat keasaman (pH) suatu perairan mencirikan keseimbangan

antara asam dan basa dalam air dan merupakan pengukuran konsentrasi ion

hidrogen dalam larutan (Effendi, 2003). Organisme air dapat hidup dalam suatu

perairan yang mempunyai nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam

lemah smpai basa lemah. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisma air pada

umumnya terdapat antara 7 sampai 8,5. Kondisi perairan yang bersifat sangat

asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisma

karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi

(Barus, 2004).

Oksigen Terlarut

Oksigen merupakan faktor yang paling penting bagi organisme air. Semua

tumbuhan dan hewan yang hidup dalam air membutuhkan oksigen yang terlarut

untuk bernafas. Oksigen yang terlarut dalam air berasal dari udara dan hasil

fotosintesis tumbuh-tumbuhan yang ada dalam air. Oksigen dari udara terlarut

masuk dalam air karena adanya difusi langsung dan agitasi permukaan air oleh

angin dan arus turbulen (Suin, 2002)

Kelarutan oksigen dalam air sangat dipengaruhi oleh faktor suhu dan

jumlah garam terlarut dalam air. Sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah

penyerapan oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan air dengan udara

(14)

dari permukaan ke atmosfer dan melalui kegiatan respirasi dari semua organisme

air (Barus, 2004).

Fosfor dan Fosfat

Di perairan, unsur fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai

elemen, melainkan dalam bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat dan

polifosfat) dan senyawa organik yang berupa partikulat. Fosfat merupakan bentuk

fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuh-tumbuhan. Karakterikstik fosfor

sangat berbeda dengan unsur-unsur utama lain yang merupakan penyusun biosfer

karena unsur ini tidak terdapat di atmosfer. Fosfor juga merupakan unsur yang

esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan algae, sehingga unsur ini menjadi faktor

pembatas bagi tumbuhan dan algae akuatik serta mempengaruhi tingkat

produktivitas perairan (Effendi, 2003)

Nitrat dan Nitrit

Nitrogen dan senyawanya tersebar secara luas dalam biosfer. Meskipun

ditemukan dalam jumlah yang melimpah di lapisan atmosfer, akan tetapi nitrogen

tidak dapat dimanfaatkan oleh makhluk hidup secara langsung. Nitrogen harus

mengalami fiksasi terlebih dahulu menjadi NH3, NH4, dan NO3. Meskupun

demikian, bakteri Azetobacter dan Clostridium serta beberapa jenis algae

hijau-biru (blue-green algae/ Cyanophyta), misalnya Anabaena, dapat memanfaatkan

gas N2 secara langsung dari udara sebagai sumber nitrogen (Effendi, 2003).

Mikroorganisme akan mengoksidasi ammonium menjadi nitirit dan

(15)

oksidasi ammonium menjadi nitrit dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas.

Selanjutnya nitrit oleh aktivitas bakteri Nitrobacter akan dirombak menjadi nitrat,

yang merupakan produk akhir dari proses penguraian senyawa protein dan

diketahui sebagai senyawa yang kurang berbahaya jika dibandingkan ammonium/

amoniak atau nitrit. Kadar nitrat yang optimal untuk pertumbuhan fitoplankton

adalah 3,9 mg/l – 15,5 mg/l. Sementara nitrit merupakan senyawa toksik yang

dapat mematikan organisme air.

Ammonium dan Amoniak

Limbah domestik dari hasil penguraian bahan organik seperti lemak dan

protein dapat menimbulkan masalah dalam perairan yaitu zat amoniak (NH3) dan

ammonium (NH4+). Dari hasil penelitian diketahui bahwa kesetimbangan antara

ammonium dan amoniak di dalam air dapat dipengaruhi oleh nilai pH air (Baur,

1987; Berneff, 1982 diacu oleh Barus, 2004). Semakin tinggi nilai pH akan

menyebabkan keseimbangan antara ammonium dengan amoniak semakin

bergeser ke arah amoniak, artinya kenaikan pH akan meningkatkan konsentrasi

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Eva Rahayu, Ridlwan Kamaluddin dan Made Sumarwati (2014), rencana tindakan yang diberikan pada keluarga dengan Penurunan Koping Keluarga dalam merawat anggota keluarga

Tingkat pengetahuan tentang SADARI dan praktik SADARI merupakan variabel dari perilaku SADARI, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh penyuluhan tentang

Sedangkan data sekunder berupa cara perhitungan energi manusia dan peralatan yang digunakan selama tahapan proses produksi, faktor emisi pada beberapa bahan bakar, serta

[r]

Peraturan Bupati Sleman Nomor 78 Tahun 2009 tentang Prosedur Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.. Peraturan Bupati Sleman Nomor 15 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua

Pokja ULP BKKBN Pusat TA.2017 akan melaksanakan pelelangan e-Seleksi Umum dengan prakualifikasi untuk paket pekerjaan pengadaan jasa konsultansi secara elektronik

Sakano et al, 2007, Nasal and paranasal sinus endoscopy, computed tomography and microbiology of upper airways and the correlations with genotype and severity of

Spesifikasi mengarah pada barang/jasa tertentu (lingkup pekerja &amp; spesifikasi barang - diikuti oleh kriteria ev yang juga tidak rasional/ menutup kemungkinan bagi semua