• Tidak ada hasil yang ditemukan

Critical Review Studi Kelayakan Penentua

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Critical Review Studi Kelayakan Penentua"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1 Critical Review

Studi Kelayakan Penentuan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPA) di Pulau

Bintan Propinsi Kepulauan Riau

Review oleh Jhon Jhohan Putra K.D. (3613100078)

Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan

Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Penulis Jurnal: Agus Bambang Irawan, Andi Renata Ade Yudono

Pendahuluan

Hampir setiap hari kita berhadapan dengan sampah yang merupakan hasil dari kegiatan manusia. Apabila sampah yang terus bertambah setiap harinya tidak dikelola dengan baik, hal tersebut dapat menjadi sumber masalah yang berakibat pada kualitas lingkungan dan kualitas hidup manusia. Oleh karena itu, manusia perlu mengelola sampah. Salah satu hal yang termasuk dalam kegiatan pengelolaah sampah adalah penyediaan lokasi tempat pemrosesan akhir sampah (TPA) yang layak. Sebelum suatu lokasi dijadikan TPA, lokasi tersebut harus dikaji terlebih dahulu kelayakannya dengan mempertimbangan berbagai faktor terkait fasilitas yang akan dibangun, kesesuaian dengan rencana tata ruang, dan standar nasional yang berlaku.

Critical review ini mengulas tentang studi kelayakan TPA di Pulau Bintan yang berada

di Provinsi Kepuluan Riau. Pulau Bintan merupakan salah satu kawasan strategis yang dimilki oleh Indonesia. Pulau ini secara geografis berada di Laut Cina Selatan, Selat Karimatan, dan Selat Malaka. Kondisi tersebut tentu membawa dampak positif dan negatif bagi Pulau Bintan. Dampak positifnya adalah pembangunan wilayah di kawasan tersebut terpacu dengan aktivitas transit kapal nasional maupun internasional sehingga turut berkontribusi dalam pembangunan nasional. Sedangkan dampak negatif yang diterima oleh Pulau Bintan adalah kawasan ini sering mendapatkan kiriman sampah dan limbah B3 dari negara lain.

Ringkasan

Metodologi Penelitian

(2)

2 Tahapan penentuan lokasi TPA yang harus dilalui, antara lain : (a) Tahap regional (b) Tahap Penyisih (c) Tahap Penetapan, dimana dalam masing-masing tahap mempunyai ketentuan yang berbeda-beda dan kriteria (parameter) menurut SNI 03-3241-1994.

Konsep Dasar Teori Lokasi

Mengacu pada SNI 03-3241-1994 tentang penentuan lokasi TPA, setidaknya ada tiga tahap yang harus dilalui untuk menyeleksi lokasi yang layak dijadikan TPA. Pada tahap regional peta yang meliputi wilayah sasaran secara keseluruhan harus diklasifikasikan menjadi zona-zona berdasarkan tingkat kelayakannya. Tahap selanjutnya adalah tahap penyisihan yang bertujuan untuk menyaring satu hingga dua lokasi yang layak. Setelah calon lokasi tersebut berhasil diidentifikasi, maka tahap penetepan oleh instansi yang berwenang dapat dilakukan.

Pembobotan untuk menyaring lokasi yang layak dilakukan dengan pada tingkat regional dengan berpedoman pada parameter berikut ini :

Tabel 1 Kriteria Pembobotan dan Pengharkatan Untuk Penentuan LokasI TPA Regional

(3)

3 Tabel 2 Kelas Kriteria Penentuan Lokasi TPA Regional

Kelas Keterangan Rentang Nilai

S-1 Sangat sesuai (memenuhi syarat tanpa hambatan) 33-40 S-2 Cukup sesuai (memenuhi syarat dengan pengunaan

teknologi ringan)

25-32

S-3 Kurang sesuai (memenuhi syarat dengan penggunaan teknologi agak berat)

(17,5-24)

N Tidak sesuai (tidak memenuhi syarat) 10-17,4

Pada tahap penyisihan digunakan parameter yang mengacu pada SNI sehingga dari hasil screening ini dapat dihasilkan peta kelayakan TPA penyisih.

Tabel 3 Kriteria-kriteria Tahap Penyisih

No. Kriteria Kelayakan Faktor Pembatas Kelayakan Keterangan

1 Pengguna lahan Lahan produktif Tidak layak

2 Permukiman <2km Tidak layak Estetika,

kesehatan

3 Jarak terhadap jalan raya <500 m Tidak layak Estetika, asap,

bau

4 Permeabilitas tanah Permeabilitas tinggi Tidak layak Dapat mencemari

air tanah

5 RTRW Kawasan industri,

pariwisata,

perkotaan, hutan

lindung dan

pertambangan

Tidak layak

Alasan dan Faktor Pemilihan Lokasi Penentuan TPA Tingkat Regional

(4)

4 dekat dengan lapangan terbang.

Tahap Penyisih

Setelah tahap regional selesai dilakukan, maka tahap selanjutnya adalah tahap penyisih. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menentukan beberapa lokasi yang akan dijadikan masukan dalam penentuan lokasi TPA di wilayah studi. Dari tahap penyisih ini kemudian didapatkan 58 lokasi yang dinyatakan layak untuk dijadikan TPA. Lokasi yang telah terpilih ini memiliki luas antara 0,02-20,53 Ha.

Lokasi Terpilih

Dari hasil analisis overlay dengan menggunakan ArcGIS kemudian didapatkan tiga lokasi calon TPA dari 58 lokasi yang terpilih pada tahap penyisih. Adapun penjabaran ketiga lokasi tersebut diurutkan berdasarkan luasan lahan TPA yang memungkinkan untuk

didirikan.

 Lokasi pertama terletak di Bintan Timur, Kabupaten Bintan. Lokasi ini memiliki

kelerengan <2%, satuan batuan granit, memiliki kedalaman muka air tanah 5-7, dan luas lahan yang tersedia diperkirakan +-20,53 Ha yang tersebar di beberapa titik. Penggunaan lahan pada kawasan ini berbatasan dengan lahan untuk kawasan industri dan dekat dengan sungai.

 Lokasi kedua masih terletak di Kecamatan Bintan Timur, Kabupaten Bintan, dan

berdekatan dengan lokasi pertama. Secara geografis lokasi ini memiliki kemiringan lereng <2%, satuan batuan granit, memiliki kedalaman muka air tanah dengan kisaran 5-7 m, dan memiliki luas lahan +- 15,06. Lokasi ini tidak berada pada daerah yang terkena faktor-faktor penyisih baik pada tahap regional maupun penyisih. Kondisi lokasi ini dikelilingi oleh lahan produktif, sungai, berbatasan dengan kawasan tambang, dan ada beberapa lokasi yang cocok untuk pengembangan TPA.

 Lokasi ketiga berada di Kecamatan Gunungkijan, Kabupaten Bintan. Kondisi geografis

(5)

5 Implikasi Lokasi

Meskipun pembangunanan TPA merupakan suatu langkah awal yang baik guna mengelola sampah sehingga tidak mencemari lingkungan, nyatanya kegiatan ini juga membawa dampak negatif sebagaimana dampak dari kegiatan pembangunan fisik lainnya. Oleh karena itu, diperlukan upaya pengendalian sehingga dampak negatif yang ditimbulkan dapat dikurangi hingga seminimal mungkin. Berdasarkan tahap pembangunanya, implikasi dari pembangunan TPA dapat diklasifikasikan sbb:

Tabel 4 Dampak Potensial Kegiatan Pembuangan Akhir

(sumber: Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah)

Tahap pembangunan Kegiatan Prakiraan Dampak

Prakonstruksi  Pemilihan lokasi TPA

 Perencanan

akurat akan menghasilkan

konstruksi yang tidak

memadai

 Meningkatkan polusi udara

 Keresahan sosial apabila

tenaga kerja setempat tidak

dimanfaatkan

 Pembuatan konstruksi yang

tidak memenuhi

persyaratan akan

menyebabkan kebocoran

lindi, gas, dll

Operasi  Pengangkutan

 Penimbunan dan

pemadatan

 Penutupan lahan

 Ventilasi lahan

 Pengangkutan sampah

dalam keadaan terbuka

dapat menyebabkan bau

(6)

6 pengolahan lindi truk

 Penimbunan sampah yang tidak beraturan dan

pemadatan yang kurang

baik menyebabkan masa

pakai TPA yang singkat

Pasca operasi  Reklamasi lahan

 Pemantauan kualitas lindi

dan gas

 Reklamasi yang tidak sesuai dengan peruntukan

lahan, terutama

perumahan, dapat

membahayakan konstruksi

bangunan dan kesehatan

masyarakat.

 Tanpa upaya pemantauan yang memadai , maka akan

menyebabkan kesulitan

pemantauan kualitas

lingkungan

Jika pada suatu lokasi akan didirkan TPA, maka infrastruktur pendukungnya pun harus disiapkan, terutama infrastruktur di bidang transportasi yang berkaitan dengan mobilitas dan aksesbilitas. Jalan masuk yang akan dilewati oleh kendaraan pengangkut sampah harus memiliki kapasitas yang cukup besar dengan mempertimbangkan beban yang akan melewati jalan tersebut dan volume antrian yang akan terjadi. Apabila volume kendaraan yang melintas ke area TPA tidak dapat ditampung oleh jalan yang tersedia, maka efektivitas pengangkutan sampah akan berkurang sehingga berimplikasi pada kelancaran kegiatan yang lain.

Lesson Learned

Penggunaan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk penentuan lokasi TPA bukanlah hal baru di Indonesia. Sistem yang terkomputerisasi dirasa sangat membantu para stakehoders dalam membuat keputusan dan menyusun rencana. Hal ini dikarenakan dalam

pengolahan limbah padat banyak aspek perencanaan dan operasi yang sangat bergantung pada data spasial (Thoso dalam Anggraini dan Rahardyan:2012).

(7)

7 di Kecamatan Gunung Kijang dengan luas lahan 40 Ha layak untuk pembangunan TPA Pulau Bintan skala regional yang dilengkapi dengan teknologi sanitary landfill.

Rekomendasi

Sejak diberlakukannya UU No.18 Tahun 2008, selambat-lambatnya satu tahun sejak UU tersebut diberlakukan setiap kota harus merencanakan TPA yang berbasis sanitary landfill atau controlled landfill. Metode controlled landfill merupakan peningkatan dari sistem open dumping yang lazim diterapkan di Indonesia. Pada metode ini sampah ditimbun dan ditutup

dengan tanah setiap tujuh hari sekali. Untuk alasan efisiensi, maka secara berkala dilakukan perawatan dan pemadatan sampah. Berbeda dengan metode controlled landfill, pada metode sanitary landfillproses penyebaran, pemadatan, dan penimbunan sampah dilakukan setiap hari.

Gambar 1 Ilustrasi Metode Sanitary Landfill

Metode sanitary landfill sendiri merupakan standar yang diterapkan di negara maju. Untuk penerapannya di Indonesia, metode ini dianjurkan untuk diterapkan di kota besar dan kota metropolitan. Meskipun biaya yang diperlukan untuk menyediakan sarana dan prasarana guna meminimalisir gangguan tergolong mahal, namun metode ini efektif untuk mengontrol gas metan dan air lindi sehingga tidak mencemari lingkungan sekitar.

Referensi

Agus Bambang Irawan, Andi Renata Ade Yudono. 2014. “Studi Kelayakan Penentuan Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPA) di Pulau Bintan Propinsi Kepulauan Riau.” Jurnal Ilmu

Lingkungan 2-11.

Anggraini, Oktasari Dyah, dan Benno Rahardyan. 2014. PEMILIHAN CALON LOKASI TPA DENGAN

METODE GIS. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Gambar

Tabel 1 Kriteria Pembobotan dan Pengharkatan Untuk Penentuan LokasI TPA Regional
Tabel 2 Kelas Kriteria Penentuan Lokasi TPA Regional
Tabel 4 Dampak Potensial Kegiatan Pembuangan Akhir
Gambar 1 Ilustrasi Metode Sanitary Landfill

Referensi

Dokumen terkait

Materi kuliah merupakan perpaduan antara teori dan terapan yang meliputi konsep dasar Ilmu pengetahuan (teori kebenaran), Paradigma Penelitian (Kuantitatif dan Kualitatif, Etika

Berdasarkan hasil wawancara dengan perwakilan mahasiswa dari masing- masing jurusan teknik dan level KAM serta hasil observasi di kelas, diperoleh temuan bahwa

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterlaksanaan model pembelajaran Kooperatif tipe STAD, keterampilan berpikir kritis siswa, dan respon siswa. Metode

Total trading in short tenor IDR government bonds reached IDR39.9 trillion last week, or accounting for 64.8% of the total transactions, whilst in the previous week, the short

kekurangannya sebagai upaya untuk meningkatkan peran istri nelayan dalam kehidupan rumah-tangganya, (b) Pemerintah Daerah: sebagai masukan bagi stakeholder dalam rangka

Salah satu produk pertanian adalah jagung yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan furfural.. Di samping itu dengan didirikannya pabrik furfural dapat membuka lapangan

Dengan demikian larutan kimia yang dibuat harus didasarkan pada pengetahuan yang baik tentang bentuk- bentuk kimia dari unsur hara di dalam tanah dan tentang sifat akar

Sebagian masyarakat pun sadar maka masyarakat akan mengikuti mekanisme dalam pembatasan sosial ini, tetapi masih ada sebagian juga yang belum berpartisipasi dalam aksi