• Tidak ada hasil yang ditemukan

EPISTEMOLOGI KURIKULUM 2013 Pasca Sarjan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "EPISTEMOLOGI KURIKULUM 2013 Pasca Sarjan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

EPISTEMOLOGI KURIKULUM 2013

Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu yang di ampu oleh Drs. Z. Sukawi. MA

Disusun Oleh :

R. Lutfi. Guefara

Pasca Sarjana Magister Pendidikan Agama Islam \

Universitas Sains Ilmu Quran UNSIQ

(2)

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pada dasarnya kurikulum adalah sebuah elemen yang juga memiliki peran penting dalam output yang akan dihasilkan dunia pendidikan nantinya. Namun, aplikasi yang benar dan perhatian yang serius akan menjadi bahan kajian serta kritikan ketika konsep kurikulum ini justru tidak seperti apa yang diharapkan. Terlebih menyimpang atau tidak sepenuhnya sesuai kebutuhan peserta didik. Dalam membuat sebuah kurikulum, kita perlu memperhatikan bagaimana kondisi peserta didik itu. Kemudian bagaimana kita menyampaikannya? Apa saja yang sesuai untuk bisa diberikan kepada siswa? Apakah sesuai ataukah tidak? Semuanya itu perlu diberikan sebuah kajian tersendiri. Pada makalah ini, akan diulas terkait dengan kurikulum 2013 di Indonesia dilihat dari sudut pandang epistemologi.

Epistemologi diperlukan dalam pendidikan antara lain dalam hubungannya dengan penyusunan dasar kurikulum. Pengetahuan apa yang harus diberikan pada anak didik, diajarkan di sekolah dan bagaimana cara memperoleh pengetahuan dan cara menyempaikannya seperti apa? Semua itu adalah epistemologinya pendidikan. Lahirnya kurikulum 2013 adalah salah satu usaha baik dari pemerintah untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Baik dari segi kognitif, afektif, dan psikomotor maupun mempurkat kartakter peserta didik.

B. Rumusan Masalah

Untuk membatasi permasalahan dalam penulisan makalah ini, penulis hanya ingin mengetengahkan dua hal dalam epistimologi pendidikan yaitu :

(3)

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Epistimologi

Pola belajar seseorang mempengaruhi kualitas dan kuantitas seseorang dalam memahami sesuatu. Boleh jadi ketika pendidik menerangkan suatu ilmu kepada 50 peserta didik, daya tangkap mereka berbeda satu dengan yang lainnya. Selain beberapa faktor yang mempengaruhi hal demikian, ada faktor yang sangat mempengaruhinya yaitu Bagaimana mereka mendapat pengetahuan itu? Mengapa berbeda tingkat kualitasnya? Hal-hal semacam ini dibicarakan di dalam epistemologi.

Istilah epistemologi untuk pertama kalinya muncul dan digunakan oleh J.F Ferier pada tahun 1854 (Runes, 1971:94). Secara etimologis epistemologi berakar kata dari bahasa Yunani episteme yang mempunyai arti pengetahuan atau ilmu pengetahuan. Logos juga berarti pengetahuan. Dari dua pengertian tersebut dapat dipahami bahwa epistemology adalah ilmu pengetahuan tentang pengetahuan. Dengan demikian dapat dipahami bahwa epistemology membicarakan dirinya sendiri, membedah lebih dalam tentang dirinya sendiri. Dengan kata lain episteme berarti Knowledge atau science, sedangkan logos berarti the theory of the nature of knowing and the means by which we know. Dengan demikian epistemology atau teori pengetahuan didefinisikan sebagai cabang filsafat yang berhubungan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, hipotesis-hipotesis dan dasar-dasarnya serta reliabilitas umum yang dapat untuk mengklaim sesuatu sebagai ilmu pengetahuan.

(4)

Ada dua teori tentang kebenaran dan hakekat pengetahuan, dua teori tersebut adalah realisme yang mempunyai pandangan bahwa gambaran atau kopi yang sebenarnya dari apa yang ada di alam nyata (dari fakta atau hakikat). Artinya apa yang digambarkan akal adalah sesuai dengan realitas di luar akal atau diri manusia. Dengan pendapat tersebut aliran realisme berpendapat bahwa pengetahuan dianggap benar ketika sesuai dengan kenyataan. Teori kedua tentang hakikat pengetahuan adalah idealisme. Idealisme meyakini bahwa untuk mendapatkan pengetahuan yang benar-benar sesuai dengan realitas adalah mustahil. Pengetahuan adalah proses mental/psikologis yang bersifat subyektif.

Hakikat dari suatu ilmu pengetahuan bila dilihat dari sudut epistemologi adalah berfokus kepada pengetahuan apa yang harus diberikan kepada anak didik?. Hal ini tentu terkait dengan pengetahuan kita akan kebutuhan yang diperlukan anak didik. Harus mengetahui dan memahami berbagai kemampuan atau kelebihan atau kecerdasan yang dimiliki anak. tidak bisa semua siswa diberlakukan sama. Sebagai contoh perlakuan antara siswa yang memiliki kemampuan intelektualitas tinggi dengan yang standart. Bagi mereka siswa yang memiliki kemampuan intelektual di atas rata-rata justru akan memilih keluar atau tidur daripada mendengarkan guru mengajar karena merasa bosan, ketika guru memberikan materi yang sebenarnya levelnya disampaikan kepada mereka yang memiliki intelektualitas rata-rata. Mereka harus difasilitasi dengan sesuatu yang lebih. Adanya kelas akselerasi yang notebenennya usaha untuk memfasilitasi anak-anak yag seperti ini teryata menuai pro kontra tersendiri pada beberapa kalangan. Adanya aspek kesenjangan sosial dan adanya pembedaan-pembedaan menyebabkan kontranya sistem ini.

(5)

memiliki kelebihan seperti itu padahal memiliki kelebihan dalam hal musik atau olahraga termasuk siswa yang bodoh? Bagaimana bentuk penghargaan atas prestasi yang mereka raih? Sejauh ini dari pemeritah terkait dengan Ujian Nasional ini bisa dibilang mereka masih bersikukuh untuk mempertahankan ini.

B. Pengertian Kurikulum

Secara etimologi, kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya berarti berlari1 dan curare yang berarti tempat berpacu. Jadi istilah kurikulum

berasal dari dunia olahraga pada zaman Romawi Kuno di Yunani, yang mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai garis

finish.2

Dalam bahasa arab, kurikulum dikenal dengan manhaj yang berarti jalan terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupannya.3 Kosakata kurikulum

telah masuk dalam kosakata bahasa indonesia, dengan arti susunan rencana pengajaran.4 Secara terminologi, para ahli mendefinisikan kurikulum diantaranya :

1. M. Arifin memandang kurikulum sebagai seluruh bahan pelajaran yang harus disajikan dalam proses kependidikan dalam suatu sistem institusional pendidikan5

2. Zakiah Daradjat memandang kurikulum sebagai suatu program yang direncanakan dalam bidang pendidikan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan-tujuan pendidikan tertentu.6

1S. Nasution, Pengembangan Kurikulum Pendidikan, (Bandung : Citra Ardiya Bakti, 1991), h. 9

2Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Kalam Mulia, 2002) h. 150

3Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Ciputat Press, 2002) h. 56

4W.J.S Perwadinata, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1991) cet. Ke-12, h. 543

5M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1991), h. 183

(6)

3. Oemar Hamalik menjelaskan bahwa kurikulum adalah suatu program pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan siswa.7

4. Syamsul Nizar menyatakan bahwa kurikulum adalah landasan yang digunakan pendidik untuk membimbing peserta didiknya kearah tujuan pendidikan melalui akumulasi sejumlah pengetahuan, keterampilan dan sikap mental.8

5. Menurut Iskandar dan Usman Mulyadi, kurikulum adalah program pendidikan yang disediakan oleh sekolah untuk siswa, melalui program yang direncanakan tersebut siswa melakukan berbagai kegiatan belajar sehingga mendorong perkembangan dan pertumbuhannya sesuai dengan pendidikan yang telah ditentukan.9

6. S. Nasution berpendapat, lazimnya kurikulum dipadang sebagai suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses belajar mengajar dibawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah atau lembaga pendidikan berserta staf pengajarnya.10

C. KURIKULUM 2013

Kurikulum 2013 menekankan pada perubahan mindset para pendidik. Hal kecil yang perlu diperhatikan dalam perubahan mindset antara lain:

1. Performance:

Pada ajaran Ki Hajar Dewantara sistem pendidikan yang lebih menekankan bada budaya timur yaitu dengan sistem among. Among dalam bahasa jawa yang artinya momong yang mengandung makna bahwa seorang pendidik dalam mendidik selalu mengontrol, mengendalikan, dan mengarahkan terdidik secara proporsional. Hal ini merupakan perubahan dari sistem pendidikan lama yaitu

7Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran ,( Jakarta : Bumi Aksara, 2010), h. 16

8Syamsul Nizar, Op cit. h. 56

9Iskandar W dan Usman Mulyadi, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Bina Aksara, 1988) hlm. 6

(7)

seorang pendidik lebih cenderung otoriter dan terkesan lebih menakutkan. Sedangkan dalam kurikulum 2013 peran pendidik diharapkan dapat menjadi pendamping yang sabar, menjadi fasilitator yang cermat dengan keunikan anak, dan melakukan fasilitasi dengan tepat dan efektif.

2. Teaching system:

Pada pendidikan pola lama sistem pendidikan lebih cenderung pada teacher center dimana guru lebih mendominasi proses pendidikan. Dalam pola lama ini siswa hanyalah bagaikan sebuah patung yang bernafas yang tidak diberi kebebasan dalam berkreatif. Dalam kurikulum 2013 ini diharapkan siswa lebih proaktif dan kreatif sehingga lebih tercipta suasana yang demokratis, jadi dengan kata lain dalam proses pembelajaran ini adalah memanusiakan manusia.

D. Epistimologi kurikulum 2013

Landasan epistimologi pada kurikulum 2013 menurut penulis tercermin secara operasional dalam metode ilmiah. Pada dasarnya metode ilmiah merupakan cara memperoleh ilmu dan menyusun tubuh pengetahuannya berdasarkan: a) kerangka pemikiran yang bersifat logis dengan argumentsi yang bersifat konsisten dengan pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil disusun., b) menjabarkan hipotesis yang merupakan deduksi dari kerangka pemikiran tersebut, c) melakukan verivikasi terhadap hipotesis termasuk untuk menguji kebenaran pernyataan secara faktual.

Kurikulum 2013 yang dikaji dari landasan Kajian Epistimologi, yakni saat Implementasi kurikulum 2013 telah selesai dilaksanakan, pemahaman masing-masing instruktur nasional, guru inti, kepala sekolah dan guru sasaran tidak semuanya sama. Beberapa persepsi yang berbeda mengalir disekolah masing-masing. Kondisi ini sedikit banyak menimbulkan beberapa pertanyaan yang tidak bertepi dan dapat menjadi resistensi berkelanjutan pada kurikulum 2013. Gambaran umum proses pelaksanaan kurikulum 2013 diantaranya:

(8)

inovatif, dan afektif melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi

2. Ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu mengapa”.

3. Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu bagaimana”.

4. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu apa.”

5. Dimana hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

Metode pembelajaran dalam kurikulum 2013 menggunakan sistem scientific approach atau dengan istilah lain pendekatan ilmiah. Materi pelajaran dalam pendekatan ilmiah berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika. Penjelasan guru, respon siswa, dan interaksi edukatif guru dan siswa terbebas dari prasangka yang serta merta, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis. Hal ini mendorong siswa berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan materi pembelajaran.

Dalam pembelajaran dengan pendekatan ilmiah menerapkan 5 Me yaitu mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan membentuk jejaring :

1. Mengamati

(9)

Guru yang efektif mampu menginspirasi peserta didik untuk meningkatkan dan mengembangkan ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuannya. Pada saat guru bertanya, pada saat itu pula dia membimbing atau memandu peserta didiknya belajar dengan baik. Ketika guru menjawab pertanyaan peserta didiknya, ketika itu pula dia mendorong asuhannya itu untuk menjadi penyimak dan pembelajar yang baik.

3. Menalar

Penalaran adalah proses berpikir logis dan sistematis atas fakta-fakta empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Ada dua cara menalar, yaitu

a. Penalaran Induktif

Penalaran induktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari fenomena atau atribut-atribut khusus untuk hal-hal yang bersifat umum. menalar secara induktif lebih banyak berpijak pada observasi inderawi atau pengalaman empirik. Contoh:

 Singa binatang berdaun telinga, berkembang biak dengan cara melahirkan.

 Harimau binatang berdaun telinga, berkembangbiak dengan cara melahirkan.

 Ikan Paus binatang berdaun telinga berkembangbiak dengan melahirkan.

 kesimpulan: Semua binatang yang berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan.

b. Penalaran deduktif merupakan cara menalar dengan menarik simpulan dari pernyataan-pernyataan atau fenomena yang bersifat umum menuju pada hal yang bersifat khusus. Contoh :

 Kamera adalah barang elektronik dan membutuhkan daya listrik untuk beroperasi

(10)

 Simpulan: semua barang elektronik membutuhkan daya listrik untuk beroperasi.

4. Mencoba

Untuk memperoleh hasil belajar yang nyata atau otentik, peserta didik harus mencoba atau melakukan percobaan, terutama untuk materi atau substansi yang sesuai. Pada mata pelajaran IPA, misalnya, peserta didik harus memahami konsep-konsep IPA dan kaitannya dengan kehidupan sehari-hari. Peserta didik pun harus memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehari¬hari.

5. Membentuk Jejaring

(11)

BAB III KESIMPULAN

(12)

Daftar Pustaka

Syamsul Nizar, 2002. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta. Ciputat Press, Ramayulis, 2002. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia,

Zakiah Daradjat, dkk, 1992. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta. Bumi Aksara,

S. Nasution, 1991. Pengembangan Kurikulum Pendidikan, Bandung. Citra Ardiya Bakti.

S. Nasution, 2010. Kurikulum dan Pengajaran Jakarta : Bumi Aksara, Oemar Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran , Jakarta : Bumi Aksara, 2010 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1991

Referensi

Dokumen terkait

Sehubungan dengan Pel el angan Umum Pekerj aan Peningkat an Jal an Dusun Pemat ang Sani Desa Pemat ang Rahim Kabupat en Tanj ung Jabung Timur Tahun Anggaran 2013, unt uk Paket

SEMESTER II TAHUN ANGGARAN 2016. N

Nilai dari level of significant yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5 persen (0,05). Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel fungsi kepemimpinan secara individual atau

Sehubungan dengan akan dilaksanakannya klarifikasi dan negosiasi dan dengan berakhirnya masa sanggah, untuk itu kami mengundang Direktur Utama/Pimpinan Perusahaan atau

Laporan Akhir ini berjudul : “Analisis Pengaruh Net Profit Margin (NPM), Total Assets To Turnover (TATO), Gross Profit Margin (GPM) Terhadap Pertumbuhan Laba Perusahaan

Jika dilihat dari penelitian yang dilakukan, alasan hipotesis ini ditolak adalah karena orientasi pasar yang dilakukan seperti memahami kebutuhan peserta didik,

Ketiga, tingkah laku manusia yang berhubungan dengan modifikasi budaya yang tidak disengaja pada masyarakat Dusun Tawang Kulon adalah penggunaan tusuk gigi.. Tusuk gigi yang

Model pengembangan desa konservasi berbasis pendayagunaan potensi lokal diarahkan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat desa di dalam kawasan hutan produksi dan