• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jurnal SANTIAJI PENDIDIKAN Diterbitkan o

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Jurnal SANTIAJI PENDIDIKAN Diterbitkan o"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

J

urnal

SANTIAJI PENDIDIKAN

Diterbitkan oleh:

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Mahasaraswati Denpasar

(2)

JURNAL SANTIAJI PENDIDIKAN (JSP)

Jilid 1, Nomor 2, Juli 2011, hlm. 111- 213

DAFTAR ISI

1 Improving students’ speaking skill through jigsaw type cooperative learning of class XI IA2 students of SMA N 1 Blahbatuh

Dewa Ayu Ari Wiryadi Joni, Ida Ayu Martini, dan Cok Istri W. Anggarini

111-120

2 Upaya meningkatkan apresiasi sastra murid kelas V SD Negeri 4 sesetan denpasar pada bacaan cerita melalui lokakarya membaca

I Ketut Adnyana Putra

121-130

3 Pengembangan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran Agama Hindu di SMA

I Nengah Dugdug

131-145

4 Peningkatan kemampuan memahami cerita dongeng melalui metode diskusi pada Siswa kelas V SD Negeri 10 Sanur Ni Luh Sukanadi dan Ida Ayu Made Wedaswari

146-157

5 Assessing the acquisition of information questions in English made by the eleventh grade students of SMK Saraswati Denpasar in Academic Year 2009/2010

Dewa Gede Agung Gana Kumara

158-169

6 Pengajaran “English for guiding” berbasis pendekatan sosiokultural

I Nengah Astawa

170-178

7 Upaya meningkatkan kemampuan berpidato dengan menggunakan metode demontrasi siswa kelas VI SD Negeri 1 Kukuh Kerambitan Tahun pelajaran 2009/2010

Ni Made Sueni, I Wayan Nardi, Ni Kadek Ria Padmadewi

179-187

8 Analisis pertanyaan guru dalam interaksi belajar-mengajar Bahasa Indonesia pada siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri 7 Susut, Bangli Tahun Pelajaran 2007/2008

I Nyoman Diarta

188-203

9 Metode homeschooling, model alternatif pendidikan anak usia dini di masyarakat

Ida Bagus Nyoman Wartha

(3)

Jurnal Santiaji Pendidikan, 2011, 1(2):121-130 ISSN 2087-9016

121

UPAYA MENINGKATKAN APRESIASI SASTRA MURID KELAS

V SD NEGERI 4 SESETAN DENPASAR PADA BACAAN CERITA

MELALUI LOKAKARYA MEMBACA

I Ketut Adnyana Putra

Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

ABSTRACT

This class action research's objective is to develop the students literature appreciation year 5, to the story reading through reading workshop which focus on the developing of emotive response to the content of the story and the developing response at the character and event in the story. This research took place at SD 4 Sesetan Denpasar in two cyclus, in every cycle hare are two meeting. This subject research is year 5 teacher. The research data is collected using observation, interview, and document analyzing technique. The data is analyzed qualitatively which refers to ongoing analysis principle. The result of the research Indicates that through reading workshop activity, rind the. procedure (1) mini lessons, that is introduction of the story book, selection of the story books based on the student’s interest, (2) continued to the silent residing, (3) making dialogue journal, and at last (4) sharing, literature appreciation students year 5 elementary school to the story reading covers emotive response to the story contents, and the response to the character and event at the story develop.

Key words: Literature appreciation, story reading, and reading workshop

PENDAHULUAN

Pembelajaran sastra, khususnya menyangkut apresiasi sastra dipermasalahkan pengamat pendidikan dan sastrawan karena dirasakan tidak memenuhi harapan (Suharianto, dalam Dadan, 1998). Keluhan dan kekurangan pembelajaran sastra tersebut karena pembelajaran sastra hanya berkisar pada sejarah dan teori sastra, bukan pada apresiasi karya sastra. Para murid kurang diajak mengakrabi dan mengapresiasi karya sastra, padahal sesuai dengan pengertian karya sastra, adalah kegiatan menggauli cipta sastra dengan sungguh-sungguh hingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap karya sastra.

(4)

Jurnal Santiaji Pendidikan, 2011, 1(2):121-130 ISSN 2087-9016

122 mengapresiasi sastra berkaitan dengan latihan mempertajam perasaan, penalaran, daya khayal, serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya dan lingkungan hidup (Depdikbud 1994:10). Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Huck dkk. (1987) bahwa pembelajaran sastra di SD harus memberikan pengalaman pada murid yang akan berkonstribusi pada 4 (empat) tujuan, (1) pencarian kesenangan pada buku (discovering delight in books), (2) menginterpretasi bacaan sastra (interpreting literature), (3) mengembangkan kesadaran bersastra (literary awarness), dan (4) mengembangkan apresiasi (developing apreciation).

Untuk tercapainya apresiasi sastra seperti yang diinginkan/disarankan Rosenblatt (dalam Gani, 1988:13) beberapa prinsip sebagai berikut.

1) Murid harus diberikan kebebasan menampilkan respon dan reaksinya terhadap bacaan.

2) Murid harus diberikan kesempatan mempribadikan dan mengkristalisasikan rasa pribadinya terhadap cerita yang dibacanya.

3) Peranan guru harus merupakan daya dorong saat murid mengadakan eksplorasi.

Apresiasi murid pada bacaan cerita di SD (terteliti) selama ini masih kurang optimal. Kesan itu diperoleh dari hasil pengamatan di kelas V SD terteliti bahwa kegiatan apresiasi masih kurang optimal. Data penelitian pendahuluan ini memperlihatkan hasil sebagai berikut.

1) Guru belum mencoba memanfaatkan bacaan otentik. Teks yang digunakan hanya terpaku pada buku ajar, disajikan berupa penggalan yang ada pada buku ajar, tidak mencoba memanfaatkan bacaan secara utuh. Padahal SD terteliti memiliki buku cerita cukup banyak.

2) Saat pembelajaran apresiasi, kurang terlihat adanya pengoptimalan keterampilan berbahasa murid secara terpadu (membaca, menyimak, berbicara, dan menulis).

(5)

Jurnal Santiaji Pendidikan, 2011, 1(2):121-130 ISSN 2087-9016

123 Pembelajaran apresiasi sebagaimana dimaksudkan Kurikulum 1994 sangatlah perlu dilakukan. Dalam konteks persekolahan terutama pendidikan dasar, apresiasi merupakan salah satu wahana yang dapat mengembangkan dan membina emosi anak-anak. Salah satu alternatif cara yang dapat diupayakan dalam meningkatkan apresiasi murid pada bacaan cerita yaitu melalui Loka Karya Membaca (Reading Workshop).

Bertolak pada latar belakang tersebut, serta atas dasar pemikiran dan alasan-alasan itu, penelitian ini dilakukan.

METODE

Rancangan Penelitian

Adapun metode penelitian diorientasikan pada metode penelitian tindakan. Penggunaan metode penelitian tindakan dilakukan dengan mengidentifikasi gagasan umum yang dispesifikasikan sesuai dengan tema penelitian. Spesifikasi gagasan tersebut selanjutnya digarap melalui dua tahapan secara berdaur mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi (perenungan, pemikiran, dan evaluasi) (Kemmis dan McTaggart dalam Tomskins, 1993).

Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 4 Sesetan Denpasar Selatan dengan subjek penelitian siswa kelas V yang berjumlah 29 orang. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama empat minggu efektif.

Rancangan Tindakan

(6)

Jurnal Santiaji Pendidikan, 2011, 1(2):121-130 ISSN 2087-9016

124 Perencanaan Tindakan Siklus I

Tujuan pembelajaran khusus pertemuan pertama lokakarya ini adalah agar siswa dapat mengungkapkan tanggapan emotif pada isi cerita,yang dapat dirinci menjadi :

1) Menyampaikan kesan tentang cerita yang telah dibacanya dalam bentuk jurnal dialog.

2) Memberikan alasan tentang kesan cerita yang telah dibacanya dalam bentuk jurnal dialog.

3) Mengungkapkan bagian cerita yang paling disukai/menarik dalam bentuk jurnal dialog.

4) Mengungkapkan alasan tentang bagian cerita paling disukai/menarik dalam bentuk jurnal dialog.

Kegiatan pembelajaran pertemuan kedua siklus I difokuskan pada tujuan pembelajaran agar siswa dapat mengungkapkan tanggapan tentang pelaku dan peristiwa dalam cerita, yang dirinci berikut ini.

1) Dapat menghubungkan peristiwa atau pelaku dalam cerita dengan pengalaman kehidupannya dalam bentuk jurnal dialog

2) Dapat mengemukakan pendapat tentang rasa simpatik pada pelaku yang paling disukainya dalam bentuk jurnal dialog.

3) Dapat memerankan pelaku pada suatu peristiwa yang ada dalam cerita.

Perencanaan Tindakan Siklus II

Perencanaan tindakan siklus II yang berbentuk satuan pelajaran tidak banyak mengalami perubahan dari perencanaan siklus I. Tujuan kelasnya tetap, yakni agar siswa mampu menyerap isi cerita serta dapat memberikan tanggapan. Demikian pula tujuan pembelajaran khususnya tetap mengacu pada dua fokus yaitu (1) agar siswa dapat memberikan tanggapan emotif pada isi cerita, dan (2) agar siswa dapat mengungkapkan tanggapan tentang pelaku dan peristiwa dalam cerita. Perubahan yang terjadi hanya pada kegiatan pembelajarannya, sebagai hasil dari refleksi siklus I.

(7)

Jurnal Santiaji Pendidikan, 2011, 1(2):121-130 ISSN 2087-9016

125 melakukan pertemuan kelompok, untuk selanjutnya mempersiapkan pemeranan, (5) siswa melakukan pemeranan tokoh cerita.

Pelaksanaan Tindakan

Siklus I dan Siklus II penelitian ini dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Proses tindakan pada pertemuan pertama siklus I dan II berupa kegiatan pembelajaran tanggapan emotif pada isi cerita, dilakukan dengan prosedur lokakarya yang telah ditetapkan pada tahap perencanaan. Demikian pula tindakan pertemuan kedua siklus I dan II yakni tanggapan siswa terhadap pelaku dan peristiwa dalam cerita juga dlakukan atas dasar perencanaan yang telah ditetapkan bersama oleh peneliti dan praktisi.

Pengamatan dan Refleksi

Kegiatan ini dilakukan secara kolaborasi antara peneliti dan praktisi. Pada kegiatan pengamatan bila yang melakukan pembelajaran adalah guru, maka peneliti bertindak sebagai pengamat demikian juga sebaliknya.

Kegiatan refleksi dilakukan setiap kegiatan pembelajaran berakhir. Pada kegiatan inilah temuan dan hasil pengamatan peneliti ditriangulasi dengan pendapat praktisi. Bila diperoleh hasil yang belum optimal, peneliti bersama praktisi mencari upaya untuk memaksimalkannya.

Teknik Pengumpulan Data

Ada empat teknik yang digunakan mengumpulkan data penelitian ini, yaitu (1) pengamatan, (2) wawancara, (3) catatan lapangan, dan (4) penggunaan dokumen.

Data dan Sumher Data

Data penelitian ini berupa (1) catatan tentang pelaksanaan atau prosedur loka karya yang terus diperbaiki sampai hasil dan prosesnya optimal, (2) deskripsi proses dan temuan selama lokakarya membaca, yaitu hasil observasi dan wawancara berupa kata verbal maupun nonverbal, (3) hasil selama lokakarya membaca yaitu jurnal dialog berupa kata verbal tulis.

(8)

Jurnal Santiaji Pendidikan, 2011, 1(2):121-130 ISSN 2087-9016

126 tercatat 25 siswa yang mengikuti tindakan secara rutin. Dengan demikian sumber data penelitian ini digunakan ke-25 siswa tersebut.

Analisis Data

Data yang telah terkumpul dalam penelitian ini dianalisis melalui kegiatan penyajian data dan penarikan kesimpulan. Proses analisa dilakukan dengan mengacu pada prinsip ongoing analysis. Sesuai dengan prinsip di atas, analisis data dilakukan sejak data awal terkumpul sampai pengumpulan data salesai dilakukan. Oleh karena itu setelah data pada siklus I terkumpul mulai tahap 1 dan 2, peneliti sudah melakukan analisis. Dan saat keseluruhan data terkumpul yakni mulai siklus I dan II maka diakukan pengkategorian dan pengkodean data untuk selanjutnya dimaknai.

Triangulasi Data

Triangulasi dilakukan dengan teknik triangulasi metodologis dengan mengacu pada penggunaan teknik wawancara, pengamatan, dan analiais hasil tulisan siswa. Terkait dengan temuan hasil, triangulasi dilakukan peneliti dalam hal ini dengan guru dan teman sejawat sehingga diperoleh penemuan hasil yang optimal.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Hasi1 Tindakan Lokakarya Membaca (LKM)

Dari ke 29 siswa kelas V SD No. 4 Sesetan Denpasar yang dijadikan subjek penelitian ini, pada kenyataannya hanya 25 siswa yang benar-benar mengikuti tindakan pada siklus I dan siklus II. Oleh karena itu paparan hasil tindakan ini juga mengacu pada hasil kerja atau data dari ke 25 siswa tersebut.

Kemampuan Memberikan Tanggapan Emotif pada Isi Cerita

(9)

Jurnal Santiaji Pendidikan, 2011, 1(2):121-130 ISSN 2087-9016

127 Kemampuan memberikan tanggapan secara emotif bila dirinci menggunakan rambu-rambu kemampuan apresiasi dapat disusun dalam tabel berikut ini.

Tabel Hasil Kemampuan Memberikan Tanggapan Emotif

Kualifikasi Siklus I Siklus II

Sangat baik

Memperhatikan tabel di atas tampak bahwa pada pelaksanaan tindakan siklus I, diperoleh hasil 16 orang siswa berkualifikasi sangat baik, 7 orang baik, 1 orang cukup, dan 1 orang lagi kurang.

Hasil tanggapan siswa secara emotif pada siklus II secara umum lebih baik dari siklus I. Siswa yang berkualifikasi sangat baik mencapai jumlah 22 siswa, sedangkan 3 siswa telah mencapai kualifikasi baik. Hal ini berarti dari 25 siswa yang dijadikan subjek penelitian ini, ke-25 siswa telah mampu memberikan tanggapan secara emotif terhadap bacaan cerita sesuai dengan isinya, dan telah mampu menunjukkan bagian cerita yang menarik serta yang kurang menarik, beserta alasan-alasannya yang terurai dengan sangat rapi, lugas, ekspresif.

Kemampuan Memberikan Tanggapan pada Pelaku dan Peristiwa Cerita

(10)

Jurnal Santiaji Pendidikan, 2011, 1(2):121-130 ISSN 2087-9016

128 Tabel Hasil Kemampuan Memberikan Tanggapan Pelaku dan

Peristiwa dalam Cerita

Kualifikasi Siklus I Siklus II

Sangat baik

Dari tabel di atas pada siklus I kegiatan LKM untuk tujuan meningkatkan kemampuan siswa memberikan tanggapan pada pelaku dan peristiwa dalam cerita rnenghasilkan 18 siswa berkualifikasi sangat baik, 3 siswa berkualifikasi baik, 3 siswa berkualifikasi cukup, dan 1 siswa berkualifikasi kurang.

Atas dasar hasil kerja siswa pada siklus I, peneilti bersama guru selaku praktisi berdiskusi untuk mencari alternatif lain sebagai upaya peningkatan pembelajaran apresiasi pada bacaan cerita. Dengan mengadakan beberapa perubahan kegiatan pembelajaran melalui lokakarya membaca tersebut, peneliti bersama praktisi kembali melakukan tindakan yaitu siklus II, yang akhirnya diperoleh hasil siswa yang berkualifikasi sangat baik meningkat menjadi 21 orang, dan 4 siswa lainnya berkualifikasi baik. Oleh karena adanya peningkatan hasil yang cukup berarti atas tindakan lokakarya membaca tersebut peneliti akhirnya mengambil kesimpulan untuk menghentikan tindakan.

Pembahasan

Lokakarya membaca yang diperkenalkan pertama kali oleh Nancie Atwell (1987) adalah suatu pendekatan whole language yang mengintegrasikan pengajaran mini, membaca dalam hati dan tanggapan tertulis terhadap bacaan dalam bentuk jurnal dialog.

(11)

Jurnal Santiaji Pendidikan, 2011, 1(2):121-130 ISSN 2087-9016

129 membaca yang menguntungkan para siswa adalah membaca dengan cara alamiah dan bahan otentik, bukan penggalan atau sinopsis cerita.

Belajar mengadakan pemilihan buku secara pribadi sesuai dengan minatnya atau siswa diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk memilih sendiri bacaannya akan menumbuhkan perkembangan pengetahuan sastra dan meningkatkan kefasihan membaca serta kebiasaan membaca. Namun demikian perlu diketahui oleh para guru, bahwa upaya membaca individu bisa berhasil bila guru benar-benar sadar akan keadaan para muridnya sebagai pembaca. Kemampuan guru dalam mengamati murid-muridnya membaca dalam hati, akan memberikan asesmen yang akan bisa mendorong guru untuk mengambil keputusan yang tepat.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Simpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini adalah:

1) Melalui kegiatan lokakarya membaca kemampuan murid membuat tanggapan isi cerita pada umumnya sangat baik.

2) Melalui kegiatan lokakarya membaca kemampuan murid membuat tanggapan pada pelaku dan peristiwa dalam cerita umumnya sangat baik. Dengan perkataan lain pembelajaran apresiasi sastra melalui kegiatan lokakarya membaca dapat membuat murid berinteraksi apresiatif pada bacaan cerita.

Saran

Berdasarkan simpulan di atas dapat diajukan saran sebagai berikut: 3) Agar murid tidak bosan karena pembelajaran membaca hanya bersumber

dari buku paket, buku cerita yang ada di perpustakaan sekolah dapat dimanfaatkan guru lewat kegiatan lokakarya membaca.

(12)

Jurnal Santiaji Pendidikan, 2011, 1(2):121-130 ISSN 2087-9016

130 DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 1996. Pengajaran Melalui Penelitian Area Isi Teks Naratif. Malang: PPS IKIP Malang.

---. 1997. Pemahaman dan Penikmatan Bacaan Sastra Bagi Anak Usia Sekolah Dasar. Malang : PPS IKIP Malang.

Atwell, Nancie. 1987. In the Middle : Writing, Reading, and Learning with Adolescents. United States: Cook Publisher Inc.

Beach, R. 1991. Teaching Literature in the Secondary School. San Diego : Harcourt Brace Inovovich.

Combs, Martha. 1996. Developing Competent Readers and Writers in the Premary Grade.Ohio: Merrill Prentice Hall.

Dadan, J. 1996. “Sastra Anak Sebagai Landas Tumpu Pembelajaran Lintas Kurikulum”. Makalah disajikan dalam Seminar Program Studi PGSD. Malang: PPS.

Depdikbud. 1994. Kurikulum Pendidikan Dasar; Landasan Program dan Pengembangan. Jakarta : Depdikbud.

Gani, Rizanur. 1988. Respon dan Analisis. Padang : Dian Dinamika Press.

Holdaway, Don. 1980. Independence in Reading. Sydney : Ashton Scholastic.

Hopkins, 1933. A Teacher’s Guide To Classroom. Philadelphia : Open University Press.

Syafi’ie, Imam. 1995. “Pendekatan Whole Language dalam Pembelajaran Bahasa. Dalam Bahasa dan Seni. Tahun 23. No. 2 Agustus 1995.

Sutherland, Z. dan M-N. Arbuthnot. 1991. Children and Books. New York : Harper Collins Publhiser.

Wasena. 1994. Wawasan dan Konsep Dasar Penelitian Tindakan Pendidikan. Makalah disampaikan dan dibahas pada Pelatihan Penelitian Tindakan yang Diselenggarakan di IKIP Yogyakarta, tanggal 9-12 Januari 1994.

(13)

Jurnal Santiaji Pendidikan, 2011, 1(2):131-145 ISSN 2087-9016

131

PENGEMBANGAN SILABUS DAN RENCANA PELAKSANAAN

PEMBELAJARAN AGAMA HINDU DI SMA

I Nengah Dugdug

SMA (SLUA) Saraswati Denpasar

ABSTRACT

The implementation of Hindu education in 1994 was still dominated by

cognitive achievement rather than affective and psychomotor ability in learning

objectives. In 2003 The National Education Department through National Education

Standard Institution comprised national competency-based curriculum for Hindu

subject. Competency-based Curriculum in Senior High School level needs further

improvement through educational unit level curriculum because it will improve

human sources quality especially teacher in developing syllabi and lesson plan.

Based on the above fact, the writer formulates three problems as follows: (1) what

are the steps of developing syllabus and lesson plan in Senior High School; (2) what

are the factors that may affect the process of developing Hindu subject syllabus and

lesson plan in Senior High School; (3) What efforts are needed in developing Hindu

subject syllabus and lesson plan in Senior High School. The steps of developing

Hindu subject syllabus and lesson plan can be independently or collaboratively in

deliberation of subject teacher. The factors that encourage the development of the

syllabus and lesson plan, that is, interest to the duties, responsibilities of the task,

learning facilities, the attention of the head master, community demand and teachers’

administrative demand. These efforts which were done in developing syllabus and

lesson plan was discussion, following seminar, workshop, and upgrading program as

well as providing facilities and infrastructures. The Hindu Subject syllabus and

lesson plan are expected to be applied in Senior High School.

Keywords: syllabus, lesson plan, Hindu.

PENDAHULUAN

(14)

Jurnal Santiaji Pendidikan, 2011, 1(2):131-145 ISSN 2087-9016

132

maka tahun 2003 disusun kurikulum nasional pendidikan Agama Hindu yang

berbasis pada kompetensi yang ditandai dengan ciri-ciri antara lain : 1) lebih

menitikberatkan target pencapaian kompetensi dari pada penguasaan materi, 2)

mengakomodasi keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia, 3)

memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pelaksana pendidikan yang

mengembangkan dan melaksanakan program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan

daerah (Depdiknas, 2003:1).

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 pasal 20

dinyatakan perencanaan proses pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya

tujuan pembelajaran, materi ajar, metode ajar, metode pengajaran, sumber belajar,

dan penilaian hasil belajar (SNP, 2007:13).

Dalam pernyataan tersebut, guru dalam proses pembelajaran Agama Hindu

hendaknya mampu mengembangkan silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Agama Hindu. Namun kenyataannya di berbagai sekolah banyak guru belum mampu

mengembangkan silabus, dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran meskipun telah

menerapkan KTSP.

Pandangan masyarakat terhadap pengembangan silabus, dan Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran Agama Hindu di sekolah, selama ini adalah belum adanya

keseimbangan dengan prilaku yang dikehendaki oleh masyarakat.

(15)

Jurnal Santiaji Pendidikan, 2011, 1(2):131-145 ISSN 2087-9016

133

Pengembangan silabus, dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Agama

Hindu adalah usaha yang dilakukan secara terencana dan berkesinambungan dalam

rangka mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memperteguh keimanan

dan bhakti kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, serta dapat meningkatkan

potensi spiritual sesuai dengan ajaran Agama.

PEMBAHASAN

Langkah-langkah Pengembangan Silabus

Pengembangan Silabus dilakukan secara sistematis, dan mencakup

komponen-komponen yang saling berkaitan untuk mencapaai kompetensi dasar

yang telah ditetapkan. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),

Silabus merupakan penjabaran standar Kompetensi dan kompetensi dasar kedalam

materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi

untuk penilaian hasil belajar(Mulyasa, 2007:190)

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) menyebutkan silabus adalah

rencana pembelajaran pada suatu dan kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang

mencakup Standar Kompetensi, Kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran,

kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, alokasi

waktu, dan sumber belajar (BSNP, 2006:14).

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Pengembangan silabus

diserahkan sepenuhnya kepada sekolah atau satuan pendidikan (Mulyasa, 2007:191).

Setiap satuan pendidikan atau sekolah diberikan kebebasan, keleluasaan dalam

mengembangkan silabus sesuai dengan kondisi dan karakteristik sekolah

masing-masing dengan mengacu pada kurikulum nasional atu standar nasional.

Langkah-langkah pengembangan silabus dalam Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) adalah sebagai berikut :

1.

Mengkaji Standar Kompetensi dan Kompetensi dasar mata

pelajaran sebagaimana tercantum pada standar isi dengan memperhatikan :

a.

Urutan berdasarkan hierarki konsep disiplin ilmu atau tingkat

kesulitan Materi.

(16)

Jurnal Santiaji Pendidikan, 2011, 1(2):131-145 ISSN 2087-9016

134

c.

Keterkaitan antara standar kompetensi dan kompetensi dasar antar

mata pelajaran.

2.

Mengidentifikasi materi pokok. pembelajaran yang menunjang

pencapaian kompetensi dasar dengan mempertimbangkan :

a.

Potensi potensi peserta didik.

b.

Relevansi dengan karakteristik daerah.

c.

Tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan

d.

spiritual peserta didik.

e.

Kebermanfaatan bagi peserta didik.

f.

Struktur keilmuwan.

g.

Aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran.

h.

Relevansi dengan kebutuhan peserta didik, tuntutan lingkungan dan,

alokasi waktu.

3.

Mengembangkan kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan

pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui

interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan

sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar.

Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud melalui penggunaan

pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik.

Pengalaman belajar memuat kecakapan hidup yang perlu dikuasai peserta

didik. Hal - hal yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kegiatan

pembelajaran adalah sebagai berikut : a) kegiatan pembelajaran disusun

untuk memberikan bantuan kepada para pendidik, khususnya guru

agar dapat melaksanakan proses pembelajaran secara professional,

b) kegiatan pembelajaran memuat rangkaian kegiatan yang harus

dilakukan oleh peserta didik secara berurutan untuk mencapai

kompetensi dasar, c) penentuan urutan kegiatan pembelajaran harus

sesuai dengan hierarki konsep materi pembelajaran, d) rumusan

pernyataan dalam kegiatan pembelajaran minimal mengandung dua unsur

yang mencerminkan pengelolaan pengalaman belajar siswa yaitu kegiatan

siswa dan materi.

(17)

Jurnal Santiaji Pendidikan, 2011, 1(2):131-145 ISSN 2087-9016

135

Indikator merupakan indikasi pencapaian kompetensi dasar. Pencapaian

kompetensi dasar ditandai dengan perubahan perilaku yang terukur yang

mencakup sikap, pengetahuan dan ketrampilan. Indikator dikembangkan

sesuai dengan karakteristik peserta didik, mata pelajaran, satuan pendidikan,

potensi daerah. Indikator dirumuskan dalam kata kerja operasionalyang

terukur dan atau dapat diobservasi. Indikator digunakan sebagai dasar untuk

menyusun alat penilaian.

5.

Penentuan jenis penilaian pencapaian kompetensi dasar peserta didik

dilakukan berdasarkan indikator.

Penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk

tertulis, lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya

berupa tugas proyek dan produk, penggunaan portopolio, dan penilaian diri.

Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis,

dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang

dilakukan secara sistematis dan berkeseinambungan. Penilaian memberi

informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Hal-hal yang perlu

diperhatikan dalam penilaian :

a.

Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi.

b.

Penilaian menggunakan acuan kriteria yaitu berdasarkan apa

yang bisa dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses

pembelajaran dan bukan menentukan posisi seseorang terhadap

kelompoknya.

c.

Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang

berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih,

kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar

yang telah dimiliki dan yang belum serta untuk mengetahui

kesulitan siswa.

(18)

Jurnal Santiaji Pendidikan, 2011, 1(2):131-145 ISSN 2087-9016

136

e.

Sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang

ditempuh dalam proses pembelajaran. Misalnya, jika

pembelajaran menggunakan pendekatan tugas observasi lapangan

maka evaluasi dalam bentuk keterampilan proses, mencari

informasi di lapangan dengan teknik wawancara atau observasi.

6.

Menentukan alokasi waktu pada setiap kompetensi dasar.

Penentuan alokasi waktu didasarkan pada jumlah minggu efektif dan waktu

yang

diperoleh

untuk

setiap

mata

pelajaran

perminggu

dengan

mempertimbangkan jumlah kompetensi dasar, keluasan, kedalaman, tingkat

kesulitan, dan tingkat kepentingan kompetensi dasar. Alokasi waktu yang

dicantumkan dalam silabus merupakan perkiraan waktu untuk kompetensi

dasar yang dibutuhkan oleh peserta didik dengan kemampuan yang beragama.

7.

Menentukan rujukan, objek, dan bahan sebagai sumber belajar dalam

Kegiatan pembelajaran.

Sumber belajar yang berupa media cetak dan elektronik, narasumber, serta

lingkungan fisik, alam, sosial dan budaya. Penentuan sumber belajar

didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar serta materi pokok/

pembelajaran dan indikator pencapaian kompetensi (BSNP, 2006:12).

Langkah-langkah Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Rencana pelaksanaan pembelajaran adalah rencana yang menggambarkan

prosedur dan manajemen pembelajaran untuk mencapai satu atau lebih kompetensi

yang ditetapkan dalam standar isi dan dijabarkan dalam silabus. Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran merupakan komponen yang paling penting dalam

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Terkait dengan pengembangan Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran tugas guru dalam kurikulum yang berbasis KTSP adalah

menjabarkan silabus ke dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang lebih

operasional dan rinci dalam pembelajaran.

Dalam pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, guru diberi

kebebasan untuk mengubah, memodifikasi, dan menyesuaikan silabus dengan

kondisi sekolah dan daerah serta karakteristik peserta didik (Mulyasa, 2007:212).

(19)

Jurnal Santiaji Pendidikan, 2011, 1(2):131-145 ISSN 2087-9016

137

mengidentifikasi dan mengelompokkan kompetensi yang ingin dicapai setelah proses

pembelajaran. Kompetensi yang dikembangkan harus mengandung muatan yang

menjadi materi standar yang dapat diidentifikasi berdasarkan kebutuhan peserta

didik,

kebutuhan

masyarakat,

ilmu

pengetahuan,

dan

filsafat.

Untuk

mengidentifikasikan kompetensi harus memperhatikan unsur proses pengatur nyata

dan mengandung pengalaman belajar yang diperlukan untuk mencapai kompetensi

tersebut. Pembentukan kompetensi sering kali membutuhkan waktu relatif lama,

realistis, dan dapat dimaknai sebagai kegiatan atau pengalaman belajar tertentu serta

komprehensif, artinya berkaitan dengan visi dan misi sekolah.

Langkah kedua adalah mengembangkan materi standar yang merupakan isi

kurikulum yang diberikan kepada peserta didik dalam proses pembelajaran dan

pembentukan kompetensi. Materi standar mencakup tiga komponen utama, yaitu

ilmu pengetahuan, proses, dan nilai-nilai. Tiga komponen utama tersebut dapat

dirinci sesuai dengan kompetensi dasar visi dan misi sekolah. Sehubungan dengan itu

guru sebagai manajer kurikulum di Sekolah dapat memilih dan mengembangkan

materi standar sesuai dengan kebutuhan, perkembangan jaman, minat, kemampuan,

dan perkembangan peserta didik.

Langkah ketiga adalah menentukan metode dalam menyusun Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Penentuan metode pembelajaran ada kaitan

dengan pemilihan strategi pembelajaran yang paling efisien dan efektif dalam

memberikan pengalaman belajar yang diperlukan untuk membentuk kompetensi

dasar. Strategi pembelajaran merupakan kegiatan guru dalam melakukan proses

pembelajaran dan pembentukan kompetensi. Strategi pembelajaran dapat

memberikan kemudahan kepada peserta didik untuk mencapai tujuan. Setiap

pembelajaran dan pembentukan kompetensi. Guru dapat menggunakan berbagai

metode, dan berbagai media untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam hal ini

guru dapat memilih dan menggunakan berbagai metode dan media pembelajaran

yang dapat menumbuhkan aktivitas dan kreatifitas peserta didik.

(20)

Jurnal Santiaji Pendidikan, 2011, 1(2):131-145 ISSN 2087-9016

138

hendaknya dilakukan berbasis kelas (PBK) dan ujian dilakukan berbasis sekolah.

Penilaian pembelajaran dilakukan untuk mengetahui tercapai tidaknya pelaksanaan

pembelajaran. Penilaian pembelajaran mencakup semua komponen pembelajaran,

yaitu baik proses maupun hasilnya. Untuk itu, kegiatan penilaian membutuhkan alat

penilaian dalam mencapai tujuan, dan guru perlu menentukan alat penilaian

sesuai dengan kompetensi yang dinilai.

Faktor-faktor Pendorong dalam Pengembangan Silabus dan Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran

Faktor-faktor yang mendorong dalam pengembangan Silabus dan Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran Agama Hindu dapat dipilih-pilih menjadi enam faktor

yaitu : minat terhadap tugas, tanggung jawab terhadap tugas, sarana dan prasarana,

perhatian dari Kepala Sekolah, tuntutan masyarakat, dan tuntutan administrasi guru.

Minat Terhadap Tugas

(21)

Jurnal Santiaji Pendidikan, 2011, 1(2):131-145 ISSN 2087-9016

139

Tanggung Jawab Terhadap Tugas

Guru memiliki tanggung jawab terhadap sejumlah tugas yang harus dilakukan

sesuai dengan profesinya. Berat ringannya beban, tugas guru akan mempengaruhi

usaha-usahanya dalam bekerja sesuai kemampuannya, serta berkaitan dengan

kuantitas dan kualitas tugas yang dikerjakannya. Pemberian tanggung jawab secara

individual, merupakan kesempatan bagi guru untuk mengoptimalkan segenap potensi

yang dimiliki dengan kegiatan pengembangan Silabus dan Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran.

Tanggung jawab merupakan tuntutan dalam melaksanakan tugas dan

kewajiban, sehingga guru yang bertanggung jawab akan berusaha melaksanakan

tugas dan kewajibannya dengan baik. Dalam kaitannya dengan pengembangan

Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran untuk menyukseskan implementasi

KTSP. Sujana dalam Mulyasa (2007:229) mengungkapkan, bahwa tanggung jawab

mengembangkan kurikulum mengandung arti guru dituntut untuk selalu mencari

gagasan baru, dan menyempurnakan praktek pembelajaran. Guru dalam

mengembangkan Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dipengaruhi oleh

beban tugas yang menjadi tanggung jawab yang harus dilaksanakan guru dalam

kegiatan sehari-hari. Beban tugas dalam pengembangan Silabus dan Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran terkait dengan peran guru sebagai fasilitator yang

memberikan kemudahan belajar kepada peserta didik, melalui kegiatan mengajar,

membimbing dan melaksanakan administrasi sekolah.

Sarana dan Prasarana Pembelajaran

Sarana dan prasarana merupakan alat bantu untuk memudahkan guru dalam

pengembangan silabus dan RPP. Sarana pembelajaran meliputi buku pelajaran, buku

bacaan, alat, dan berbagai media pengajaran yang lain. Sedangkan prasarana

pembelajaran meliputi gedung sekolah, ruang belajar, dan ruang kesenian. (Dimyati

dan Mudjiono, 2006:249).

(22)

Jurnal Santiaji Pendidikan, 2011, 1(2):131-145 ISSN 2087-9016

140

bahan habis pakai serta perlengkapan lain diperlukan untuk menunjang proses

pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan, dan (2) setiap satuan pendidikan wajib

memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan

pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang

laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya

dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berekreasi

dan ruang /tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang

teratur dan berkelanjutan.

Dalam pengembangan Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

agama Hindu sarana dan prasarana tetap diperlukan dan memegang peranan

penting. Perlengkapan sarana dan prasarana diperlukan untuk dapat menciptakan

sekolah yang bersih rapi, indah dan kondisi yang menyenangkan baik bagi guru dan

murid. Hafidz dalam Muhammad Joko Susilo (2007) menyebutkan sarana

pendidikan adalah peralatan dan perlengkapan secara langsung dipergunakan dalam

menunjang proses pendidikan khususnya dalam pengembangan Silabus dan Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran.

Perhatian dari Kepala Sekolah

Menurut Gazali dalam Slameto (2003:56) menyebutkan perhatian adalah

keaktifan jiwa yang tertuju kepada suatu obyek. Perhatian kepala sekolah terhadap

guru sangat penting untuk meningkatkan profesionalisme kinerja guru (Mulyasa,

2007:234).

(23)

Jurnal Santiaji Pendidikan, 2011, 1(2):131-145 ISSN 2087-9016

141

Tuntutan Masyarakat

Pengembangan Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Agama

Hindu di kembangkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Masyarakat yang ada

di sekitar Sekolah merupakan masyarakat homogen atau heterogen. Masyarakat

belajar, petani, pedagang, dan pegawai. Sekolah melayani aspirasi-aspirasi yang ada

dimasyarakat. Perkembangan dunia usaha yang ada dimasyarakat mempengaruhi

pengembangan kurikulum khususnya pengembangan Silabus dan Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran, karena sekolah mempersiapkan peserta didik untuk

bekerja dan berusaha. Jenis pekerjaan yang ada dimasyarakat menuntut persiapan di

Sekolah. Pengembangan silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Agama

Hindu adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (Nana Syaodih Sukmadianata,

2006:159).

Pada

dasarnya

pengembangan

silabus

dan

Rencana

Pelaksanaan

Pembelajaran memberi berbagai pengaruh positif dari luar atau dari peserta didik

dapat menghadapi masa depannya dengan baik. Dengan demikian, peserta didik

diharapkan dapat mengantisipasi perubahan masyarakat agraris ke industri,

pengembangan IPTEK, pengangguran intelek, terbatasnya lapangan pekerjaan,

masyarakat yang kompleks tetapi bersifat individualistis, pengaruh globalisasi, dan

adanya revolusi atau reformasi (Dakir, 2004:84).

Tuntutan Administrasi Guru

Sebagai administrator pendidikan sebenarnya guru secara terus menerus

terlibat dalam pengembangan silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran. Guru

memegang peranan penting dalam proses pembelajaran pada sistem dan proses

pendidikan. Karena siswa tidak mungkin bisa belajar sendiri tanpa bimbingan guru,

maka guru berkewajiban mengembangkan tujuan-tujuan pendidikan menjadi

rencana-rencana yang operasional.

(24)

Jurnal Santiaji Pendidikan, 2011, 1(2):131-145 ISSN 2087-9016

142

Guru sebagai pendidik profesional, bukan saja dituntut melaksanakan

tugasnya sebagai pengajar, tetapi juga harus memiliki pengetahuan dan kemampuan

dalam mengembangkan Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.

Upaya

upaya Pengembangan Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Agama Hindu.

Upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam pengembangan Silabus dan

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran adalah 1) melakukan diskusi, 2) mengikuti

pelatihan, 3) menyediakan sarana dan prasarana.

Melakukan Diskusi

Diskusi merupakan komunikasi seseorang berbicara satu dengan yang lain,

saling berbagi gagasan dan pendapat. Kamus Bahasa Indonesia menyebutkan diskusi

yaitu melibatkan orang saling tukar pendapat secara lisan, teratur, dan untuk

mengekspresikan pikiran tentang pokok pembicaraan

tertentu (Trianto, 2007:117).

Menurut Suryosubroto dalam Trianto (1997:179) diskusi adalah suatu

percakapan ilmiah oleh beberapa orang yang tergabung dalam suatu kelompok untuk

saling bertukar pendapat tentang suatu masalah atau bersama-sama mencari

pemecahan untuk mendapatkan jawaban dan kebenaran atas suatu masalah.

Pemanfaatan diskusi mempunyai arti yang sangat penting. Guru yang satu dengan

yang lainnya saling bertukar pendapat dalam pengembangan Silabus dan Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran di sekolah.

Mengikuti Pelatihan, Workshop, dan Penataran

Guru dalam pengembangan silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

diawali dengan mengikuti pelatihan, workshop dan penataran yang diselenggarakan

oleh Departemen Pendidikan Nasional. Kebijakan Departemen Pendidikan Nasional

memfasilitasi penyusunan silabus dengan membentuk sebuah tim yang terdiri dari

para guru yang memiliki pengalaman dalam penyusunan silabus (BSNP,2006:15).

(25)

Jurnal Santiaji Pendidikan, 2011, 1(2):131-145 ISSN 2087-9016

143

kelompok sekolah dengan tetap memperhatikan karakteristik masing-masing

sekolah.

Prinsip yang mendasari pengembangan silabus antara lain :

1)

Ilmiah yaitu keseluruhan materi dan kegiatan yang menjadi muatan dalam

silabus harus benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuwan.

Untuk mencapai kebenaran ilmiah tersebut, dalam penyusunan silabus

selayaknya dilibatkan para pakar dibidang keilmuwan masing-masing mata

pelajaran. Hal ini dimaksudkan agar materi pelajaran yang disajikan

dalam Silabus (Valid).

2)

Relevan yaitu cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran dan urutan penyajian

materi dalam silabus sesuai atau ada keterkaitan dengan tingkat

perkembangan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik.

3)

Sistematis yaitu komponen-komponen silabus saling berhubungan

secara fungsional dalam mencapai kompetensi.

4)

Konsisten yaitu adanya hubungan yang konsisten antara kompetensi

dasar, indikator, materi pokok, pengalaman belajar, sumber belajar, dan

sistem penilaian.

5)

Memadai yaitu cakupan indikator, materi pokok, pengalaman

belajar, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk menunjang

pencapaian kompetensi dasar.

6)

Aktual dan kontekstual yaitu cakupan indikator, materi pokok,

pengalaman belajar, sumber belajar dan sistem penilaian

memperhatikan perkembangan ilmu, teknologi dan seni mutakhir

dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.

7)

Fleksibel yaitu keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi

keragaman peserta didik, pendidik, serta dinamika perubahan yang terjadi

disekolah dan tuntutan masyarakat.

8)

Menyeluruh yaitu komponen silabus mencakup keseluruhan ranah

kompetensi(kognitif, afektif, psikomotor) (Masnur Muslich,2007:26)

(26)

Jurnal Santiaji Pendidikan, 2011, 1(2):131-145 ISSN 2087-9016

144

kegiatan pembelajaran secara klasikal, kelompok kecil atau pembelajaran secara

individual. Silabus juga sangat bermanfaat untuk mengembangkan sistem penilaian.

Sistem penilaian selalu mengacu pada standar kompetensi, kompetensi dasar, dan

materi pokok/pembelajaran yang terdapat dalam Silabus. Hal tersebut sesuai dengan

pembelajaran berbasis kompetensi.

Menyediakan Sarana dan Prasarana

Kinerja guru dalam pengembangan silabus, dan Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran diawali dengan upaya menyediakan sarana dan prasarana. Muhamad

Joko Susilo (2007:65) menyebutkan sarana adalah peralatan dan yang secara

langsung dipergunakan dalam proses pendidikan, sedangkan prasarana adalah

fasilitas yang secara tidak langsung menunjang jalannya proses pendidikan atau

pengajaran.

Dalam pengembangan silabus, dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

sarana dan prasarana yang diperlukan adalah tempat, buku acuan, buku-buku

pelajaran, jurnal, kalender pendidikan, brosur. Semua sumber tersebut menunjukkan

seluruh katagori aktifitas pendidikan selama satu tahun dan dirinci dalam semesteran,

bulanan dan mingguan.

SIMPULAN

(27)

Jurnal Santiaji Pendidikan, 2011, 1(2):131-145 ISSN 2087-9016

145

Faktor pendorong dalam pengembangan silabus dan Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran Agma Hindu adalah minat terhadap tugas, tanggung jawab terhadap

tugas, sarana dan prasarana, perhatian dari kepala sekolah.

Upaya pengembangan silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Agama Hindu adalah melakukan diskusi dengan guru yang berpengalaman,

mengikuti pelatihan, workshop, penataran yang penyelenggaraannya dilakukan oleh

Departemen Pendidikan Nasional yang terkait dengan pengembangan silabus dan

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,

serta menyediakan sarana dan prasarana yang dipergunakan dalam pengembangn

silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Agama Hindu berupa buku pedoman

dan teknologi pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP). 2006.

Panduan Penyusunan Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Dakir. 2004.

Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum

. Jakarta: Rineka Cipta.

Departemen Pendidikan Nasional. 2003.

Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata

Pelajaran Agama Hindu Sekolah Menengah Atas

. Jakarta

Muhammad Joko Susilo. 2007.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

Yogyakarta:

Pustaka Belajar.

Mulyasa, 2007.

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

Bandung: PT. Remaja

Slameto.2003. Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka

Cipta

Standar Nasional Pendidikan (SNP). 2006. Jakarta: Asa Mandiri

Trianto. 2007.

Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik

(28)

Jurnal Santiaji Pendidikan, 2011, 1(2):131-145 ISSN 2087-9016

(29)

Jurnal Santiaji Pendidikan, 2011, 1(2):146-157 ISSN 2087-9016

146 PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMAHAMI CERITA

DONGENG MELALUI METODE DISKUSI PADA SISWA KELAS V SD NEGERI 10 SANUR

Ni Luh Sukanadi dan Ida Ayu Made Wedaswari

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Mahasarswati Denpasar

Abstrak

The undertaking of this research was titled improving oh history comprehension achievement on the discussion method by the fifth grade students of SD Negeri 10 Sanur in academic year 2009/2010 that was background of the problems of the students low or poor on the history comprehension ability. Because, the research question of the present study was classificated of classroom action research (CAR) formulated as follow : what does the discussion method can be increase students ability by the fifth grade students SD Negeri 10 Sanur on academic year 2009/2010 on the history comprehension achievement?. The theoretical framework which is used in present study includes of a literature meaning, kind of prose, a history meaning, kind of history, the elements of history, feedback to students about history, and discussion method. This study was made using classroom action research with perfected or increased study practice so that be batter. The result of research showed that the discussion method can increased students ability on the history comprehension achievement. Because of, can showed from first test scores, final test cycle I, final test cycle II, and final test cycle III. Where, on precycle (first test) scores showed the subjects figure of 4,32 increased of 42,82%, on cycle I became 6,17, on cycle II of 19,12% became 7,35, and back up be 24,76% , on cycle III was 9,12.

Keyword : The history comprehension achievement with a discussion method.

PENDAHULUAN

(30)

Jurnal Santiaji Pendidikan, 2011, 1(2):146-157 ISSN 2087-9016

147 Peningkatan mutu pengajaran sastra Indonesia memang tidak terlepas dari usaha untuk meningkatkan mutu apresiasi siswa terhadap sastra Indonesia. Untuk mencapai hal itu, maka dewasa ini sedang giat-giatnya dilakukan usaha meningkatkan apresiasi siswa terhadap kesusastraan lama, khususnya dongeng. Apabila dikaji lebih jauh mengapa pemahaman dongeng lebih ditekankan dibandingkan dengan bentuk kesusastraan lama yang lain. Hal ini tentu ada alasannya. Dalam kenyataan di masyarakat, kebiasaan orang tua mendongeng pada anak-anaknya sudah semakin memudar. Apalagi dengan ditayangkannya film-film kartun di televisi, sehingga perhatian anak terhadap dongeng terus memudar atau mungkin hilang. Memahami cerita dongeng merupakan salah satu cara untuk meningkatkan mutu apresiasi siswa terhadap sastra Indonesia dan sebagai upaya untuk melestarikan kesusastraan lama.

Kemampuan siswa dalam mengapresiasi dongeng dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu faktor dari dalam maupun faktor dari luar siswa tersebut. Faktor dari dalam berupa ketekunan siswa dalam mempelajari dongeng. Sedangkan faktor dari luar dapat berupa usaha-usaha guru itu sendiri, apakah guru tersebut hanya menugaskan siswa untuk sekedar membaca dongeng saja, atau menugaskan siswa untuk membaca sekaligus memahami cerita dongeng tersebut. Untuk dapat memahami cerita dongeng, ada beberapa metode yang dapat digunakan oleh guru, salah satunya adalah metode diskusi.

Metode diskusi yaitu komunikasi seseorang berbicara satu dengan yang lain, saling berbagi gagasan dan pendapat (Arends, 1997:12). Metode diskusi merupakan suatu percakapan ilmiah oleh beberapa orang yang tergabung dalam satu kelompok, untuk saling bertukar pendapat tentang suatu masalah atau bersama-sama mencari pemecahan mendapatkan jawaban dan kebenaran atas suatu masalah (Beyer, 1991:23).

(31)

Jurnal Santiaji Pendidikan, 2011, 1(2):146-157 ISSN 2087-9016

148 apa yang ada di dalam pemikiran siswa dan bagaimana memproses gagasan dan informasi yang diajarkan melalui komunikasi yang terjadi selama pembelajaran berlangsung baik antarsiswa maupun komunikasi guru dengan siswa. Sehingga diskusi menyediakan tatanan sosial di mana guru dapat membantu siswa menganalisis proses belajar mereka.

Berdasarkan hal di atas, penelitian ini memfokuskan kepada tindakan mengajar yang perlu dilakukan guru di sekolah dasar untuk meningkatkan kemampuan memahami cerita dongeng melalui metode diskusi pada siswa kelas V SD Negeri 10 Sanur, Kecamatan Denpasar Selatan, Kotamadya Denpasar Tahun Pelajaran 2009/2010.

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) memupuk dan mengembangkan kecakapan berpikir dinamis, rasional dan praktis, (2) memupuk dan mengembangkan kecakapan berbahasa Indonesia lisan dan tulisan, dan (3) memperkenalkan metode diskusi sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan memahami cerita dongeng serta (4) memberikan sumbangan berupa buah pikiran kepada lembaga, guru dan siswa dalam usaha meningkatkan pembinaan pengajaran bahasa Indonesia.

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian tindakan kelas. Menurut Carr dan Kemmis (dalam IGAK Wardani, 2007:13), penelitian tindakan kelas ini menekankan pada penyempurnaan atau peningkatan praksis pembelajaran sehingga menjadi lebih baik. Selain itu menurut Santyasa (2008 : 28) karakterristik dari penelitian tindakan kelas yaitu kegiatan modifikasi praktis yang dilakukan secara kontinu, kemudian hasil yang diperoleh akan terus dievaluasi sejalan dengan situasi yang terus berjalan sehingga mencapai suatu tujuan yaitu perbaikan terhadap sistem pembelajaran sesuai dengan kenyataan agar diperoleh suatu peningkatan mutu pembelajaran.

(32)

Jurnal Santiaji Pendidikan, 2011, 1(2):146-157 ISSN 2087-9016

149 siswa kelas V SD Negeri 10 Sanur, Kecamatan Denpasar Selatan, Kotamadya Denpasar Tahun Pelajaran 2009/2010 yang berjumlah 28 orang, dengan perincian siswa laki-laki sebanyak 15 orang dan siswa perempuan sebanyak 13 orang. Objek tindakan kelas ini adalah peningkatan kemampuan memahami cerita dongeng melalui metode diskusi siswa kelas V SD Negeri 10 Sanur, Kecamatan Denpasar Selatan, Kotamadya Denpasar, Tahun Pelajaran 2009/2010.

Tes yang digunakan adalah tes esai yang berjumlah 5 butir soal. Tiap soal memiliki rentang nilai 1-20. Skor dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 01. Pemberian Skor/Nilai Tes Siswa Kelas V SD Negeri 10 Sanur Kecamatan Denpasar Selatan Kotamadya Denpasar Tahun Pelajaran 2009/2010

No Kriteria yang Dinilai Skor/Nilai

(1) (2) (3)

1 Ketepatan menentukan tema dan amanat dongeng. 1-20 2 Ketepatan menentukan penokohan (perwatakan) dan latar

(setting) dongeng.

1-20

3 Ketepatan menentukan sudut pandang dongeng dan kapan dongeng dikarang.

1-20

4 Ketepatan menentukan plot dan gaya bahasa dongeng. 1-20

5 Ketepatan menentukan tujuan dongeng dan kepercayaan masyarakat dalam dongeng.

1-20

Jumlah 100

Dengan demikian skor/nilai yang ada pada masing-masing unsur tersebut, maka SMI dapat dicapai dengan :

SMI = 5 x 20 = 100

Membuat Pedoman Konversi Mengubah Skor Mentah Menjadi Skor Standar

Membuat pedoman konversi untuk mengubah skor mentah menjadi skor standar, dengan norma absolut skala sebelas yakni berdasarkan pada tingkat penguasaan bahan yang diberikan (Nurkancana, 1986 : 80).

(33)

Jurnal Santiaji Pendidikan, 2011, 1(2):146-157 ISSN 2087-9016

150 Tabel 02. Pedoman Konversi Norma Absolut Skala Sebelas

No Tingkat Penguasaan Skor Standar

(1) (2) (3)

1 95% - 100% 10

2 85% - 94% 9

3 75% - 84% 8

4 65% - 74% 7

5 55% - 64% 6

6 45% - 54% 5

7 35% - 44% 4

8 25% - 34% 3

9 15% - 24% 2

10 5% - 14% 1

11 0% - 4% 0

(Nurkancana, 1986 : 84).

Berdasarkan Skor Maksimal Ideal (SMI) yaitu 100, maka dapat dihitung besar tiap-tiap proses penguasaan seperti di bawah ini :

Penguasaan 95% = 95/100 x 100 = 95

Penguasaan 85% = 85/100 x 100 = 85

Penguasaan 75% = 75/100 x 100 = 75

Penguasaan 65% = 65/100 x 100 = 65

Penguasaan 55% = 55/100 x 100 = 55

Penguasaan 45% = 45/100 x 100 = 45

Penguasaan 35% = 35/100 x 100 = 35

(34)

Jurnal Santiaji Pendidikan, 2011, 1(2):146-157 ISSN 2087-9016

151 Penguasaan 15% = 15/100 x 100 = 15

Penguasaan 0% = 0/100 x 100 = 0

Berdasarkan perhitungan di atas, maka pedoman konversi dapat diperhatikan dalam tabel berikut ini :

Tabel 03. Pedoman Konversi

No Tingkat Penguasaan Skor Standar

(1) (2) (3)

1 95 – 100 10

2 85 – 94 9

3 75 – 84 8

4 65 – 74 7

5 55 – 64 6

6 45 – 54 5

7 35 – 44 4

8 25 – 34 3

9 15 – 24 2

10 5 – 14 1

11 0 – 4 0

(Nurkancana, 1986 : 98).

Berdasarkan tabel konversi di atas, maka ditentukan skor standar dari masing-masing siswa, yaitu yang mendapatkan skor mentah 95 – 100 akan memperoleh skor standar 10. Siswa yang mendapat skor mentah 85 – 94 akan memperoleh skor standar 9, yang mendapat skor mentah 75 – 84 akan memperoleh skor standar 8. Demikian selanjutnya sampai siswa mendapat skor mentah 0 – 4 akan memperoleh skor standar 0.

Tabel 04. Predikat Nilai Standar

Nilai Standar Predikat

(35)

Jurnal Santiaji Pendidikan, 2011, 1(2):146-157 ISSN 2087-9016

152

10 Istimewa

9 Baik sekali

8 Baik

7 Lebih dari cukup

6 Cukup

5 Hampir cukup

4 Kurang

3 Kurang sekali

2 Buruk

1 Buruk sekali

0 Gagal

(Nurkancana, 1986 : 100).

Menentukan Nilai Rata-rata (Mean)

Untuk mengetahui kemampuan memahami cerita dongeng melalui metode diskusi pada siswa kelas V SD Negeri 10 Sanur, Kecamatan Denpasar Selatan, Kabupaten Denpasar dapat dicari nilai rata-rata yang diperolehnya.

Rata-rata = Jumlah Skor Standar

Jumlah Siswa

(Partiani, 2009:73)

HASIL PENELITIAN

(36)

Jurnal Santiaji Pendidikan, 2011, 1(2):146-157 ISSN 2087-9016

153 standar kompetensi dan kompetensi dasarnya, kemudian mempersiapkan RPP, serta mempersiapkan media yang mendukung dalam menerapkan metode diskusi, (b) pelaksanaan penelitian, pelaksanaan pembelajaran pada siklus 1 dilakukan dalam 2 kali pertemuan serta pada tahap ini peneliti menjelaskan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan dongeng sesuai dengan RPP yang telah dibuat dan menggunakan metode diskusi, (c) observasi dan evaluasi, selama proses pembelajaran berlangsung, hasil observasi yang diperoleh adalah tidak semua siswa mengikuti pelajaran dengan tekun. Sebagian besar siswa terlihat pasif dalam mengikuti kegiatan diskusi, itu disebabkan karena siswa belum memahami prinsip-prinsip berdiskusi yaitu bekerja sama dalam memecahkan permasalahan. Evaluasi yang diberikan oleh guru dengan memberikan soal berbentuk esai yang terdiri dari 5 pertanyaan, (d) refleksi, dari hasil evaluasi diketahui rata-rata nilai yang dimiliki siswa sebesar 6, 17. Hal ini telah mengalami peningkatan dari tes awal yang telah dilakukan, tetapi belum mencapai kategori baik yang ditentukan peneliti.

(37)

Jurnal Santiaji Pendidikan, 2011, 1(2):146-157 ISSN 2087-9016

154 memenuhi target ketuntasan yang diharapkan yaitu 8,00 dengan katagori baik. Belum maksimalnya hasil tes kemampuan memahami cerita dongeng melalui metode diskusi disebabkan siswa belum sepenuhnya paham dalam menjawab pertanyaan. Masalah yang dihadapi siswa dalam memahami cerita dongeng yaitu kurangnya konsentrasi siswa dalam membaca dongeng yang diberikan sehingga tidak dapat menjawab pertanyaan dengan baik. Beberapa siswa terlihat pasif dalam melaksanakan kegiatan diskusi karena belum memahami prinsipp-prinsip berdiskusi yaitu bekerja sama dalam memecahkan permasalahan.

Untuk itulah penelitian ini dilanjutkan ke siklus III. Siklus ini dilakukan dalam 4 langkah yaitu, (a) rancangan penelitian, pada tahap ini peneliti mempersiapkan RPP, serta mempersiapkan media yang mendukung dalam menerapkan metode diskusi, dan juga mempersiapkan tes akhir siklus III, (b) pelaksanaan penelitian, pelaksanaan pembelajaran pada siklus III dilakukan dalam 2 kali pertemuan, pada tahap ini peneliti membangkitkan pengetahuan siswa mengenai dongeng, selanjutnya memberikan pelajaran sesuai dengan RPP yang telah dibuat dan menggunakan metode diskusi, memberikan siswa sebuah dongeng untuk didiskusikan berkelompok, (c) observasi dan evaluasi, selama proses pembelajaran berlangsung, hasil observasi yang diperoleh adalah semua siswa mengikuti proses pembelajaran dengan tekun, siswa bersemangat dalam mengikuti pembelajaran, dan siswa sangat aktif dalam melaksanakan kegiatan diskusi untuk memecahkan permasalahan yang diberikan peneliti yaitu untuk mencari unsur-unsur pembangun dongeng. Pelaksanaan evaluasi juga dilakukan dengan memberikan 5 soal esai kepada msing-masing siswa untuk mengetahui pemahaman mereka tentang dongeng, (d) refleksi, nilai rata-rata siswa dari tindakan siklus II ke tindakan siklus III mengalami peningkatan. Apabila dilihat secara nilai individu, semua siswa memenuhi target ketuntasan yang diharapkan yaitu 8,00 dengan katagori cukup. Pemahaman siswa dalam memahami cerita dongeng melaui metode diskusi sudah mengalami peningkatan.

(38)

Jurnal Santiaji Pendidikan, 2011, 1(2):146-157 ISSN 2087-9016

155 maka peneliti tidak perlu melanjutkan pelaksanaan pembelajaran memahami cerita dongeng ke siklus berikutnya.

PENUTUP

Metode diskusi merupakan salah satu metode yang terbukti efektif dan dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman siswa dalam memahami cerita dongeng, serta merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk membimbing siswa dalam memahami cerita dongeng, yaitu menemukan unsur-unsur pembangun dongeng. Hasil yang dicapai seperti di bawah ini.

Pada tes awal siswa memperoleh rata-rata 4,32, dengan rincian skor standar 3 dengan katagori kurang sekali sebanyak 5 orang, siswa yang memperoleh skor standar 4 dengan katagori kurang sebanyak 11 orang, siswa yang memperoleh skor standar 5 dengan katagori hampir cukup dan siswa yang memperoleh skor standar 6 dengan katagori cukup sebanyak 12 orang, sehingga kemampuan memahami cerita dongeng siswa pada tes awal dapat dikelompokkan dengan katagori kurang.

Tes akhir siklus I siswa memperoleh rata-rata 6,17, dengan rincian skor standar 7 dengan katagori lebih dari cukup sebanyak 11 orang, siswa yang memperoleh skor standar 6 dengan katagori cukup sebanyak 11 orang, dan siswa yang memperoleh skor standar 5 dengan katagori hampir cukup sebanyak 6 orang. Dari hasil tes awal ke siklus I sudah mengalami peningkatan tetapi hasil tes tersebut memenuhi target ketuntasan yang diharapkan yaitu 8,00 dengan katagori baik, sehingga penelitian dilanjutkan ke siklus II.

(39)

Jurnal Santiaji Pendidikan, 2011, 1(2):146-157 ISSN 2087-9016

156 Pada tes akhir siklus III siswa memperoleh rata-rata 9,17, dengan rincian skor standar 8 dengan kategori baik sebanyak 5 orang, siswa yang memperoleh skor standar 9 dengan kategori baik sekali sebanyak 13 orang, dan siswa yang memperoleh nilai 10 dengan kategori istimewa sebanyak 10 orang. Nilai rata-rata siswa dari tindakan siklus II ke tindakan siklus III mengalami peningkatan yang baik sekali. Apabila dilihat secara nilai individu, semua siswa memperoleh skor standar 8 ke atas. Berdasarkan hasil yang dicapai dari pelaksanaan siklus III, maka penelitian dihentikan sampai siklus III.

Peningkatan yang dicapai siswa dari tes awal, tes akhir siklus I, tes akhir siklus II, dan tes akhir siklus III sebagai berikut. Nilai rata-rata pada tes awal 4,32 dengan kategori kurang, mengalami peningkatan 42,82% menjadi 6,17 pada tes akhir siklus I dengan katagori cukup, pada siklus II meningkat 19,12% menjadi 7,35 dengan katagori lebih dari cukup, dan kembali meningkat 24,76% menjadi 9,17 pada tes akhir siklus III dengan katagori baik sekali.

(40)

Jurnal Santiaji Pendidikan, 2011, 1(2):146-157 ISSN 2087-9016

157 DAFTAR PUSTAKA

Arends, RichardI. 1997. Classroom Instructional Management. New York: The McGraw-Hill Company.

Beyer, B. K.1991. Teaching Thinking Skills: A Handbook for Secondary School Teachers. Boston: Allyn and Bacon.

Hartoko, Dick dan B. Rahmanto. 1986. Pemandu di Dunia Sastra. Yogyakarta: Kanisius.

Hasibuan, J. J. dan Moedjiono. 1991. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Nurkencana, Suartana. 1986. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional.

Partiani. 2007. Peningkatan Kemampuan Memahami Isi Bacaan dengan Menggunakan Teknik Pertanyaan pada Siswa Kelas VII SMPN 4 Amlapura Tahun Pelajaran 2006/2007. Denpasar :Universitas Mahasaraswati Denpasar. Santyasa, I Wayan. 2008. Metode Penelitian Tindakan Kelas, Pengembangan

Korelasional Kasual Komparatif dan Eksperimen. Singaraja: Undiksha.

Simandjuntak, B. Simorangkir. 1970. Kesusastraan Indonesia II. Jakarta: PT Pembangunan.

(41)

Jurnal Santiaji Pendidikan, 2011, 1(2):158-169 ISSN 2087-9016

158

ASSESSING THE ACQUISITION OF INFORMATION QUESTIONS IN

ENGLISH MADE BY THE ELEVENTH GRADE STUDENTS OF SMK

SARASWATI DENPASAR IN ACADEMIC YEAR 2009/2010

Dewa Gede Agung Gana Kumara

English Education Department, Faculty of Education and Teacher Training

University of Mahasaraswati Denpasar

ABSTRACT

This study was undertaken in order to assess the acquisition of information questions by

the eleventh grade students of SMK Saraswati Denpasar in academic year 2009/2010. The

undertaking of the study was motivated by the fact that information questions are the

fundamental basis of good communication skills in English. This study was intended to

answer the research question: To what extent is the acquisition of the eleventh grade students

of SMK Saraswati Denpasar in constructing information question in English. This study

made use of an ex-post facto research design. The population of the study was the eleventh

grade students of accountancy department which consists of two classes with the total

students of 79 altogether. They were considered to have homogeneous characteristic. In this

study, only 40 students were determined as the objects by using quota random sampling

technique with lottery system. The data obtained in the study which were in the form of raw

scor

es showing the subjects’ acquisition of information questions of the eleventh grade

students of SMK Saraswati Denpasar, were analyzed with norm reference measure with five

standard values. It clearly showed that: (1) there are 5 subjects (12.5%) out of 40 subjects

under study who got excellent ability in asking information questions in English, (2) there are

11 subjects (27.5%) out of 40 subjects under study who got good ability in asking information

questions in English. (3) there are 13 subjects (32.5%) out of 40 subjects under study who got

sufficient ability in asking information questions in English and (4) there are 11 subjects

(27.5%) out of 40 subjects under study who got insufficient ability in asking information

questions in English. In general these research findings revealed that the acquisition of

information questions by the eleventh grade students of SMK Saraswati Denpasar is

remarked as good, where the number of subjects who got insufficient acquisition in

information questions were under 50% or half of the number of subjects understudy. The

number of students who got insufficient acquisition in information questions is only 11

subjects or 27.5% out of 40 subjects understudy. The findings of the study have limited

validity and reliability, because it made use of an ex-post facto research design. Therefore,

the research findings should be carefully depended upon.

Gambar

Tabel Hasil Kemampuan Memberikan Tanggapan Emotif
Tabel Hasil Kemampuan Memberikan Tanggapan Pelaku dan  Peristiwa dalam Cerita
Tabel 01. Pemberian Skor/Nilai Tes Siswa Kelas V SD Negeri 10 Sanur Kecamatan  Denpasar Selatan Kotamadya Denpasar Tahun Pelajaran 2009/2010
Tabel 02. Pedoman Konversi Norma Absolut Skala Sebelas
+4

Referensi

Dokumen terkait

Regresi hubungan antara dosis TKKS dengan hasil berat 1000 biji gabah kering giling padi beras merah dapat dilihat dari Gambar 17.. Regresi hubungan antara dosis P 2 O 5

Dari sudut pandang biaya lingkungan (environmental cost) dan manfaat biaya (cost benefit) pene- rapan akuntansi lingkungan akan meningkatkan usaha pengelolaan lingkungan

Sebagai contoh, bahan arkib yang telah di minta hanya boleh dipaparkan dalam video Media Sosial dan tidak boleh digunakan di platform atau media lain, seperti media cetak,

Kekuatan satu orang sangatlah lemah, harus menginspirasi lebih banyak orang.Semua orang memiliki arah yang sama, bersumbangsih dengan cinta kasih, dan itu adalah cinta kasih

Sembilan pengusaha makanan sekitar kampus Universiti Malaysia Pahang (UMP) menyertai Inisiatif MyGift menerusi Program MyCafe-Komuniti UMP bagi menaja makanan secara percuma kepada

Pada kondisi tertentu pertumbuhan tanaman ini menjadi sangat pesat karena adanya limbah dari pupuk tanaman yang ter- bawa aliran air ke sungai sehingga dapat menyebabkan …!.

Dengan demikian sumber data primer dalam penelitian ini diperoleh dari kepala sekolah, wakasek, guru agama, TAS (Tenaga Administrasi), siswa MTs Darul Ulum

Jika sistem terdahulu yaitu pascabayar, pembayaran atau tagihan di bayar diakhir bulan maka pada prabayar pembayaran dilakukan pada saat ingin menggunakan listrik