• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK KONSELOR DALAM KONSELING L (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KARAKTERISTIK KONSELOR DALAM KONSELING L (1)"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK KONSELOR DALAM KONSELING LINTAS

BUDAYA

Hartika Utami Fitri ( 05515046)

Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Semarang hartikautamifitri@yahoo.com

Abstrak

Sebagai sebuah profesi yang menyeluruh konseling tidak pernah mengenal perbedaan Konselor dan klien yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda, dan karena itu proses konseling sangat rawan oleh terjadinya bias-bias budaya pada pihak konselor yang mengakibatkan konseling tidak berjalan efektif. Agar berjalan efektif, maka konselor dituntut untuk memiliki kepekaan budaya dan melepaskan diri dari bias-bias budaya, mengerti dan dapat mengapresiasi diversitas budaya, dan memiliki keterampilan-keterampilan yang responsive secara kultural. Dengan demikian, maka konseling dipandang sebagai “perjumpaan budaya” (cultural encounter) antara konselor dan klien (Dedi Supriadi, 2001:6).

Untuk mencapai efektifitas proses konseling, konselor harus memahami dirinya sendiri, termasuk bias- bias budaya yang ada pada dirinya.Problem ini tidak terlalu mengemuka dalm mendeskripsikan objek jika dibandingkan dengan mendeskripsikan orang.

Dapat diasumsikan bahwa semakin banyak kesesuaian (congruence) antara konselor dengan klien dalam hal- hal tersebut (baik yang psikologis maupun yangg sosial budaya) maka akan semakin besar kemungkinan konseling akan berjalan efektif, demikian juga sebaliknya.

klien tidak hanya dipahami dalam terminologi psikologis murni, tapi juga dipahami sebagai anggota aktif dari sebuah kultur. Perasaan, pengalaman, dan identitas dari klien dipandang dibentuk oleh mileu kultural

PENDAHULUAN

(2)

antara keduanya menjadi salah satu cara yang penting untuk menjaga hubungan dan interaksi dalam proses konseling. Ekspektasi kinerja konselor dalam memberikan layanan konseling akan selalu digerakkan oleh motif altruistic dalam arti selalu menggunakan penyikapan yangempatik, menghormati keberagaman, serta mengedepannya kemashalatan pengguna pelayanannya, dilakukan dengan selalu mencermati kemungkinan dampak jangkapanjang dari tindak pelayanannya itu terhadap pengguna pelayanan, sehingga pelayanan professional ini dinamakan “the reflective practitioner”(Depdiknas, 2008).

Penting bahwa konselor memahami budaya mereka sendiri dalam rangka untuk bekerja dengan klien tanpa memaksakan nilai-nilai mereka, menyinggung klien, atau perilaku nonverbal klien yang salah diinterpretasikan. Untuk menghindari terjadinya kesalahapahaman atau ketidakmengertian maka konselor harus memiliki kesadaran akan perbedaan yang terjadi tersebut agar klien dapat merasa nyaman. Kesadaran akan perbedaan budaya yang dimiliki konselor dapat membantu dan mendidik tidak hanya konselor namun juga klien terkait dengan budaya masing-masing. Sehingga hal tersebut dapat membantu keduanya untuk bekerjasama dalam mengatasi masalah klien atau dalam lingkungan yang lebih kondusif bagi pertumbuhan klien.

Berkaitan dengan hal diatas, penting bagi konselor memiliki kompetensi yang akan memberikan arah dalam pelaksanan konseling dengan keberagaman budaya konselinya. Refleksi terhadap praktek konseling tentu akan melibatkan pemahaman dan kesadaran konselor terhadap budaya yang dimilikinya dan konselinya.

(3)

Kesadaran budaya (cultural awareness) sebagai salah satu dimensi penting dalam memahami keragaman budaya. Hal ini akan membantu dalam memberikan makna akan pemahaman terhadap perbedaan yang terjadi. Konselor sebagai pendidik psikologis memiliki peran strategis dalam menghadapi keragaman dan perbedaan budaya. Oleh karena itu, penting bagi konselor memiliki kompetensi dan menguasai ragam bentuk intervensi psikologis baik antar maupun intra pribadi dan lintas budaya.

tulisan ini membahas konselor dan kesadaran budaya (cultural awareness) yang menjelaskan tentang kompetensi, kualitas dan pedoman (guidelines) konselor dan teknik konseling yang digunakan konselor dalam menghadapi konseli yang berbeda budaya

Kartadinata (2005) menyebutkan bahwa sebagai pendidik psikologis, konselor harus memiliki kompetensi dalam hal ini:

a. Memahami kompleksitas interaksi individu-lingkungan dalam ragam kontesk sosial budaya. Ini berarti seorang konselor haru mempu mengakses, mengintervensi, dan mengevaluasi keterlibatan dinamis dari keluarga, lingkungan, sekolah, lembaga sosial dan masyarakat sebagai faktor yang berpengaruh terhadap keberfungsian individu di dalam sistem.

b. Menguasai ragam bentuk intervensi psikologis baik antar maupun intra pribadi dan lintas budaya. Kemampuan menguasai teknik-teknik treatmen tradisional yang terdiri atas konseling individual dan kelompok harus diperluas ke arah penguasaan teknik-teknik konsultasi, pelatihan dan pengembangan organisasi. c. Menguasai strategi dan teknik asesmen yang memungkinkan dapat

difahaminya keberfungsian psikologis individu dan interaksinya dengan lingkungan.

(4)

pengembangan interaksi optimal antara individu dengan lingkungan. Konselor harus bergerak melintas dari konsep static tentang “kecocokan individulingkungan” kearah “alur individu-lingkungan” yang menekankan kepada keterikatan pengayaan pertumbuhan antara individu dengan suatu lingkunga belajar.

e. Memegang kokoh regulasi profesi yang terinternalisasi ke dalam kekuatan etik profesi yang mempribadi.

f. Memahami dan menguasai kaidah-kaidah dan praktek pendidikan. Berdasarkan penjelasan diatas terkait dengan kompetensi yang penting bagi seorang konselor agar mampu memahami perkembangan manusia, kompleksitas manusia yang memiliki keragaman baik dari konteks individu maupun sosial budayanya.

Oleh karena itu, penting bagi konselor secara umum (tidak hanya untuk konselor multikultural) dapat memiliki kesadaran budaya perlu memperhatikanberbagai hal yang terkait dengan pemahaman individu dan lingkungan. Kesadaran budaya yang perlu dimiliki konselor tentu diawali juga dengan pemahamannya terhadap perbedaan budaya konseli. Patterson (2004) menyebutkan bahwa terdapat 2 jenis perbedaan konseli yaitu accidential dan essential. Perbedaan budaya, etnik dan ras merupakan suatu hal yang terjadi dengan tidak sengaja (misalnya tempat dilahirkan). Namun, konseli juga memiliki kesamaan pada hal-halyang utama atau hal yang pokok (essential) sebagai manusia. Oleh karena itu, konselor perlu memiliki kualitas dasar dalam pelaksanaan konseling. Rogers (Patterson, 2004) menyebutkan 5 kualitas dasar konselor yaitu:

(5)

b. Genuinenes. Konseling merupakan hubungan yang nyata. Konselor perlu untuk memiliki kesungguhan dalam memberikan konseling dan juga adalah sosok yang nyata. Selain itu konselor harus sesuai dengan diri sesungguhnya (kongruensi) ini berarti konselor betul-betul menjadi dirinya tanpa kepalsuan.

c. Empathic understanding. Pemahaman yang empati lebih dari sekedar pengetahuan tentang klien. Akan tetapi pemahaman yang melibatkan dunia dan budaya klien secara mendalam. Ibrahim (Patterson, 2004) mengemukakan bahwa kemampuan untuk menunjukkan empati pada budaya secara konsisten dan hal-hal yang memiliki makna merupakan variabel penting untuk melibatkan klien

d. Communication of empathic, respect and genuineness to the client. Kondisi in penting untuk dipersepsi, diakui, dan dirasakan oleh klien. Persepsi tersebut akan mengalami kesulitan jika klien berbeda dengan konselor baik dari budaya, ras, sosial ekonomi, umur, dan jender. Oleh karena itu penting bagi konselor untuk memahami perbedaan tersebut. Sue (Patterson, 2004) menyatakan bahwa pemahaman terhadap perbedaan budaya baik secara verbal maupun nonverbal akan sangat membantu dalam proses konseling. e. Structuring. Salah satu elemen penting yang terkadang tidak disadari oleh

konselor adalah struktur atau susunan dalam proses konseling. Vontress (Patterson, 2004) menyebutkan bahwa hubungan dengan seorang professional yang menempatkan tanggung jawab utama kepada individu untuk memecahkan masalahnya sangat sedikit. Pekerjaan konselor dalam proses konseling sebaiknya memiliki susunan dan mengartikan perannya pada klien. Konselor sebaiknya menyatakan bahwa apa, bagaimana dan mengapa dia bermaksud melakukan konseling. Kegagalan untuk memberikan pemahaman peran konselor di awal proses konseling dapat menghasilkan ketidakpahaman antara keduanya.

(6)

sesuai dengan budaya yang ada di Indonesia. Misalnya, terkait dengan elemen yang terakhir yaitu structuring, bagi beberapa budaya di Indonesia pentingya seorang professional dalam memberikan bantuan melalui proses konseling masih sangat terbatas sehingga untuk melakukan sesuai dengan criteria tersebut perlu lebih mendalam bagi seorang konselor.

Selanjutnya, kesadaran budaya konselor dalam menghadapi perbedaan nilainilai menjadi faktor penentu efektifitas proses konseling yang diberikannya. Bishop (Kertamuda, 2009) menyebutkan pedoman (guidelines) yang perlu dimiliki konselor terkait dengan perbedaan nilai-nilai yaitu:

 Konselor membantu klien agar merasakan bahwa nilai-nilai yang dimilikinya dapat diterima selama proses konseling berlangsung. Peran konselor adalah menyakinkan konseli bahwa perasaan klien terkait dengan nilai-nilai yang dimilikinya dapat diterima oleh konselor.

 Konselor memberikan pandangan kepada klien bahwa nilai-nilai, dalam hal ini nilai keagamaan, yang dimiliki sebagai bagian dalam memecahkan masalah yang dihadapi klien, tidak hanya sebagai bagian dari masalah. Konselor perlu memiliki pemahaman bahwa nilai-nilai keagamaan dapat memberikan pengaruh positif terhadap kesehatan mental klien sama dengan dukungan sosial yang diberikannya.

 Konselor harus meningkatkan diri dan memiliki pendidikan tentang budaya, nilainilai keagamaan, keyakinan, dan mempraktekkan; berusaha untuk mengerti bagaimana isu-isu terkait dengan hal tersebut diintegrasikan melalui teori psikologi dan praktek konseling.

 Konselor mengikuti aktifitas-aktifitas di masyarakat yang dapat meningkatkan interaksinya dengan orang-orang yang berbeda secara budaya maupun agama.  Konselor mampu mengeskplor dan mengevaluasi nilai-nilai personal yang

(7)

biasbias yang dimiliki saat menghadapi klien, (3) proses klarifikasi terhadap nilaii. nilai personal dapat membantu konselor mengidentifikasi masalah atau nilai yang dimiliki klien, (4) perjuangan konselor untuk memahami nilai-nilainya dapat memberikan pemahaman yang baik dan menghargai proses konseling bersama klien.

 Konselor harus hati-hati dengan perlawanan atau penolakan (resistance) yang dimilikinya terhadap permasalahan klien. Konselor yang tidak bersedia terbuka untuk berdiskusi dan berintegrasi dengan nilai-nilainya maka proses konseling dapat beresiko dalam penyampaian pesan kepada klien. Klien akan mulai mempercayai konselor diawal proses konseling. Oleh karena itu konselor perlu memberikan kesan bahwa memang dia dapat dipercaya oleh klienya.

 Konselor perlu mengembangkan bahasa yang sederhana dan jelas agar dapat berkomunikasi dengan klien tentang nilai-nilai keagamaan baik itu yang dimiliki konselor maupun klien.

Segala kompetensi, kualitas dan guidelines tidak akan efektif dalam proses konseling jika konselor tidak memiliki metode dan pendekatan yang sesuai dalam menghadapi klien yang multikultural. Patterson (2004) menyampaikan kritikan bahwa konselor tidak membutuhkan kompetensi konselor untuk konseli multikultural.

(8)

Perspektif konseling multikultural diarahkan kepada usaha untuk memahami perspektif keragaman budaya dan antar budaya. Konselor diajak untuk memahami dan mengkritisi budaya-budaya klien sehingga jalannya proses konseling berada dalam konteks latar budaya klien. Okun (2002) menyebutkan bahwa model multikultural memiliki dasar-dasar pola berpikir ilmiah yang ditunjukkan dengan asumsi, (1) Kondisi sosio kultural ikut bertanggun jawab terhadap permasalahan yang dihadapi individu. Statement ini bermakna bahwa kultural memiliki pengaruh yang kuat dalam membentuk perilaku dan akan dapat membantu dalam proses penyelesaian masalah. (2) Setiap budaya memiliki ciri-ciri khusus dalam upaya problem solving. Pada dasarnya setiap kultur memiliki model dan karakteristik yang berlainan dalam strategi penyelesaian masalah, terutama pada faktor pendekatan yang akan dipakai. (3) Konseling selama ini produk dari barat, budaya barat sebagai sebuah kultur yang membangun epistemologi pengetahuan, barangkali akan lebih cocok dengan latar belakang budaya tempat ilmu pengetahuan berkembang.

Keragaman budaya (multikultural) merupakan peristiwa alami karena bertemunya berbagai budaya, berinteraksinya beragam individu dan kelompok dengan membawa perilaku budaya, memiliki cara hidup berlainan dan spesifik. Bagi helper perspektif multikultural menjadi bagian wajib dalam proses konseling. Tidak dapat dipungkiri bahwa keragaman budaya, etnis dan warna kulit membawa perbedaan belief sistem dan sistem nilai. Perbedaan ini akan terbawa ke mana saja individu berada tidak ketinggalan dalam konseling sehingga komunikasi yang terbangun akan lebih efektif manakala konselor memiliki sensitivitas terhadap keragaman dan perbedaan budaya. Oleh karena itu, konselor harus peka terhadap hal-hal seperti ini, dan sebelum memahami budaya klien, konselor harus memahami budaya nya sendiri.

(9)

melayani konseli. Oleh karena itu Geldard & Geldard (2001) menyatakan bahwa konseling yang efektif adalah bergantung pada kualitas hubungan antara klien dengan konselor. Pentingnya kualitas hubungan konselor dengan klien ditunjukkan melalui kemampuan konselor dalam kongruensi (congruence), empati (empathy), perhatian secara positif tanpa syarat (unconditional positive regard), dan menghargai (respect) kepada klien. Hal ini mengakui bahwa akan ada perbedaan model dalam praktek konseling dan secara alami dipengaruhi pada pemilihan model yang dilakukan oleh sebagian konselor.

Page | 4

Menurut McLEOD (2006) h. 274-276

Remirez (1991) berpendapat bahwa tema umum yang terdapat dalam semua konseling multikultural adalah tantangan untuk hidup dalam masyarakat multikultural. Dia menyatakan bahwa tujuan utama dalam menghadapi klien dari berbagai kelompok etnis adalah mengembangkan

―fleksibilitas kultur‖ ( culture flexibility

(10)

adalah fokus pada hubungan antara persoalan personal dan realitas politik/sosial. Disini klien tidak hanya dipahami dalam terminologi psikologis murni, tapi juga dipahami sebagai anggota aktif dari sebuah kultur. Perasaan, pengalaman, dan identitas dari klien dipandang dibentuk oleh mileu kultural

.

1. KARAKTERISTIK KONSELOR MULTICULTURAL YANG EFEKTIF Sue et.al ( 1992 dalam Lago , 2006 : 123 ) menuliskan Kompetensi Konseling Multicultural di Amerika serikat dalam sebuah tabel 8.1 Rekomendasi Kunci untuk Karakteristik Multicultural konselor yang efektif yaitu :

(11)

mereka dengan klien Pengetahuan Konselor Budaya yang

(12)

pengaruh sosial politik yang melanggar atas ras/etnis minoritas Ketrampilan Konselor Budaya yang

efektif adalah :

(13)

penting bahwa kita memiliki beberapa cara untuk menerapkan pemahaman ini. Konselor yang efektif perlu menjadi orang yang kompeten secara budaya jika ia akan terhubung dengan kliennya (Anderson, Lunnen, & Ogles, 2010 dalam Neukrug, 2012 : 22 ).

Dua cara dalam bekerja dengan klien multicultural diantaranya menggunakan akronim RESPECFUL ( D’Andrea & Daniels, 2005 ) dan menerapkan Kompetensi Konseling Multikultural.

a. Menggunakan akronim RESPECTFUL

Model konseling RESPECTFUL ini menyoroti 10 faktor yang harus dipertimbangkan konselor dalam menangani klien multicultural, yaitu :

R – Religious/spiritual identity ( Religius )

E – Economic class background ( Latar Belakang kelas ekonomi ) S – Sexual identity ( Jenis Kelamin )

P – Psychological development ( Perkembangan Psikologis ) E – Ethnic/racial identity ( Etnis / Identitas Rasial )

C – Chronological disposition ( Disposisi Kronologis )

T –Trauma and other threats to their personal well-being (Trauma dan ancaman lain

terhadap kesejahteraan pribadi mereka ) F – Family history ( Sejarah Keluarga )

U – Unique physical characteristics ( Keunikan Karakteristik Psikis )

L – Language and location of residence, which may affect the helping process (Bahasa dan Lokasi tempat tinggal , yang dapat berdampak dalam proses layanan)

(14)

etnis / ras, disposisi kronologis, Trauma dan ancaman lainnya untuk keberadaan mereka pribadi dengan baik, Riwayat keluarga, karakteristik fisik yang unik, Bahasa dan lokasi tempat tinggal.

b. Menggunakan Kompetensi Konseling Multicultural

Kompetensi ini fokus terhadap ketrampilan penting yang dimiliki oleh konselor : (1) Sikap dan keyakinan yang tepat dalam arti bahwa mereka menyadari asumsi, nilai – nilai dan bias, (2) Pengetahuan yang dibutuhkan tentang budaya klien mereka sehingga mereka dapat lebih memahami kliennya, (3) repertoar ketrampilan atau alat yang dapat secara efektif diterapkan pada klien dari berbagai latar belakang (Arredondo, 1999; Sue & Sue, 2008 dalam Neukrug, 2012 : 487 )

Sikap dan Keyakinan

Konselor lintas budaya yang efektif memiliki kesadaran latar belakang budaya sendiri dan telah secara aktif mendapatkan kesadaran lebih lanjut tentang bias sendiri, stereotip, dan nilai-nilai. Meskipun konselor lintas budaya yang efektif tidak dapat memegang sistem kepercayaan yang sama dengan kliennya, ia dapat menerima berbeda pandangan dunia yang disajikan oleh penolong tersebut. Dengan kata lain, "Perbedaan tidak dilihat sebagai penyimpangan" (Sue & Sue, 2008, hal. 48). Menjadi peka terhadap perbedaan dan menyiarkan bias budaya sendiri memungkinkan konselor lintas budaya yang efektif untuk merujuk klien dari kelompok nondominant kepada konselor budaya klien sendiri ketika rujukan akan menguntungkan penolong tersebut. Sayangnya, contoh profesional kesehatan mental yang telah gagal secara budaya berbeda dari diri mereka sendiri sebagai akibat dari bias dan prasangka mereka sendiri yang umum (Sue & Sue, 2008)

Pengetahuan

(15)

juga menyadari masalah tentang sosial politik seperti rasisme, seksisme, dan heterosexism negatif yang dapat mempengaruhi klien. Selain itu, konselor ini tahu teori betapa berbedanya nilai konseling yang mungkin merugikan bagi beberapa klien dalam hubungan konseling. Konselor ini mengerti bagaimana hambatan institusional dapat mempengaruhi kesediaan klien dari kelompok nondominant untuk menggunakan layanan kesehatan mental. Sayangnya, kurangnya pengetahuan dari kelompok budaya dapat menyebabkan konselor dan lain-lain untuk melompat ke kesimpulan yang salah.

Keterampilan

Konselor lintas budaya yang efektif mampu menerapkan, menyesuaikan, generik wawancara dan keterampilan konseling dan juga memiliki pengetahuan serta mampu mempekerjakan keterampilan khusus dan intervensi yang mungkin efektif dengan klien dari beragam kelompok budaya. Konselor ini juga memiliki pengetahuan dan memahami bahasa verbal dan nonverbal klien dan dapat berkomunikasi secara efektif.

Selain itu, konselor budaya terampil menghargai pentingnya memiliki perspektif sistemik, seperti pemahaman tentang dampak keluarga dan masyarakat pada klien; mampu bekerja sama dengan tokoh masyarakat, penyembuh rakyat, dan profesional lainnya; dan advokasi untuk klien bila diperlukan. Apa yang terjadi ketika konselor tidak memiliki keterampilan yang sesuai ketika bekerja dengan klien beragam budaya? Kemungkinan besar, klien akan putus konseling awal, merasa putus asa dan tidak puas konseling, dan / atau memiliki sedikit keberhasilan dalam konseling.

Karakteristik konselor multicultural yang efektif

Source: Arredondo, P., Toporek, M. S., Brown, S., Jones, J., Locke, D. C., Sanchez, J. & Stadler, H. (1996). Operationalization of the multicultural counseling competencies. Alexandria, VA: Association of Multicultural Counseling and Development. Retrieved from http://www.amcdaca.org/amcd/competencies.pdf ( Neukrug, 2012 : 650 ).

(16)

A. Sikap dan Keyakinan

1. Konselor yang handal percaya bahwa kesadaran diri budaya dan sensitivitas

warisan budaya sendiri sangat penting.

2. Konselor yang handal sadar bagaimana latar belakang budaya mereka sendiri

dan pengalaman mempengaruhi sikap, nilai, dan bias tentang proses psikologis.

3. Konselor yang handal mampu mengenali batas-batas kompetensi dan keahlian multikultural mereka.

4. Konselor yang handal mengenali sumber-sumber ketidaknyamanan dengan perbedaan yang ada antara dirinya dan klien dalam hal ras, etnis, dan budaya

B. Pengetahuan

1. Konselor yang handal memiliki pengetahuan khusus tentang ras mereka sendiri

dan warisan budaya dan bagaimana hal itu secara pribadi dan profesional mempengaruhi mereka. Definisi dan bias normalitas / kelainan dan proses konseling.

2. Konselor yang handal memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang bagaimana penindasan, rasisme, diskriminasi, dan stereotipe mempengaruhi mereka secara pribadi dan dalam pekerjaan mereka. Hal ini memungkinkan individu untuk mengakui sikap rasis mereka sendiri,keyakinan, dan perasaan. Meskipun standar ini berlaku untuk semua kelompok, untuk Konselor putih mungkin berarti bahwa mereka memahami bagaimana mereka mungkin memiliki secara langsung atau tidak langsung manfaat dari rasisme individu, kelembagaan, dan budaya yang dituangkan dalam model pengembangan identitas Putih.

(17)

komunikasi, bagaimana gaya mereka mungkin bertentangan dengan atau mendorong proses konseling dengan orang berwarna atau orang lain yang berbeda dari diri mereka sendiri didasarkan pada A, B, dan C Dimensi, dan bagaimana mengantisipasi dampak yang mungkin ditimbulkannya terhadap orang lain.

C. Keterampilan

1. Konselor yang handal mencari pendidikan, konsultasi, dan pelatihan pengalaman untuk meningkatkan pemahaman dan efektivitas mereka dalam bekerja dengan populasi budaya yang berbeda. Mampu mengenali batas-batas mereka kompetensi, mereka (a) mencari konsultasi, (b) mencari pelatihan lebih lanjut atau pendidikan, (c) merujuk ke kualitas individu lainnya atau sumber daya, atau (d) terlibat dalam kombinasi ini.

2. Konselor yang handal terus mencari untuk memahami diri sendiri sebagai ras dan kebudayaan dan secara aktif mencari identitas non rasis. II. Kesadaran Konselor terhadap Pandangan Klien

A. Sikap dan Keyakinan

1. Konselor yang handal sadar mereka positif dan negatif emosional Reaksi terhadap kelompok-kelompok ras dan etnis lainnya yang dapat

membuktikan merugikan

hubungan konseling. Mereka bersedia untuk kontras keyakinan dan sikap mereka sendiri dengan orang-orang dari klien mereka secara budaya berbeda dengan cara yang tidak menghakimi.

2. Konselor yang handal sadar stereotip dan praduga bahwa mereka simpan terhadap kelompok minoritas ras dan etnis lainnya.

B. Pengetahuan

1. Konselor yang handal memiliki pengetahuan yang spesifik dan informasi tentang

(18)

berbeda budaya klien. Kompetensi khusus ini sangat terkait dengan "minoritas model-model pembangunan identitas "yang tersedia dalam literatur.

2. Konselor yang handal memahami bagaimana ras, budaya, etnis, dan sebagainya

dapat mempengaruhi pembentukan kepribadian, pilihan kejuruan, manifestasi

perilaku gangguan psikologis, membantu pencarian, dan kesesuaian atau ketidaksesuaian konseling pendekatan.

3. Konselor yang handal memahami dan memiliki pengetahuan tentang pengaruh sosial politik yang melanggar atas kehidupan ras dan etnis

minoritas. imigrasi

masalah, kemiskinan, rasisme, stereotyping, dan ketidakberdayaan dapat mempengaruhi harga diri dan konsep diri dalam proses konseling.

C. Keterampilan

1. Konselor yang handal harus membiasakan diri dengan penelitian yang relevan

dan temuan terbaru mengenai kesehatan mental dan gangguan mental yang mempengaruhi berbagai kelompok. Konselor etnis dan ras harus secara aktif mencari pengalaman pendidikan yang memperkaya pengetahuan mereka, pemahaman, dan keterampilan lintas budaya untuk perilaku konseling lebih efektif.

2. Konselor yang handal menjadi aktif terlibat dengan individu minoritas luar pengaturan konseling (misalnya, acara komunitas, sosial dan politik fungsi, perayaan, pertemanan, bertetangga, dan sebagainya) sehingga perspektif mereka minoritas lebih dari latihan akademis atau membantu. III. Strategi Intervensi budaya Tepat

(19)

1. Konselor yang handal menghargai keyakinan agama dan / atau spiritual klien dan nilai-nilai, termasuk atribusi dan tabu, karena mereka mempengaruhi pandangan dunia,fungsi psikososial, dan eksresi terhadap stress.

2. Konselor yang handal menghargai praktek membantu adat dan hormat membantu jaringan antara komunitas warna.

3. yang handal nilai konselor bilingualisme dan tidak memandang bahasa lain sebagai penghambat konseling (monolingualism mungkin pelakunya). B. Pengetahuan

1. Konselor yang handal memiliki pengetahuan dan pemahaman yang jelas dan eksplisit karakteristik generik konseling dan terapi (budaya terikat, kelas terikat, dan satu bahasa) dan bagaimana mereka dapat berbenturan dengan budaya nilai-nilai berbagai kelompok budaya.

2. Konselor yang handal sadar hambatan kelembagaan yang mencegah minoritas

menggunakan layanan kesehatan mental.

3. Konselor yang handal memiliki pengetahuan tentang potensi bias dalam penilaian

instrumen dan prosedur penggunaan dan menafsirkan fi temuan mengingat karakteristik budaya dan bahasa dari klien.

4. Konselor yang handal memiliki pengetahuan tentang struktur keluarga, hirarki,

nilai-nilai, dan keyakinan dari berbagai perspektif budaya. Mereka memiliki pengetahuan tentang masyarakat di mana kelompok budaya tertentu mungkin berada dan sumber daya di masyarakat.

5. Konselor yang handal harus menyadari praktik diskriminasi yang relevan di tingkat sosial dan masyarakat yang mungkin mempengaruhi psikologis kesejahteraan penduduk yang dilayani.

(20)

1. Konselor yang handal mampu terlibat dalam berbagai verbal dan nonverbal membantu tanggapan. Mereka mampu mengirim dan menerima baik lisan dan

pesan nonverbal secara akurat dan tepat. Mereka tidak terikat pada hanya satu metode atau pendekatan untuk membantu, tetapi mengakui bahwa membantu gaya dan pendekatan mungkin budaya terikat. Ketika mereka merasakan bahwa gaya seporsi mereka terbatas dan berpotensi tidak pantas, mereka dapat mengantisipasi dan memodifikasinya.

2. Konselor yang handal mempunyai intervensi kelembagaan keterampilan atas nama klien mereka. Mereka dapat membantu klien menentukan apakah "Masalah" berasal dari rasisme atau bias dalam orang lain (konsep paranoia yang sehat) sehingga klien tidak tidak tepat personalisasi masalah.

3. Konselor yang handal tidak menolak untuk mencari konsultasi dengan dukun atau pemimpin agama dan spiritual dan praktisi di pengobatan klien budaya yang berbeda jika diperlukan.

4. Konselor yang handal bertanggung jawab untuk berinteraksi dalam bahasa diminta oleh klien dan, jika tidak layak, membuat rujukan yang tepat. Masalah serius muncul ketika keterampilan linguistik konselor tidak cocok bahasa

dari klien. Menjadi kasus ini, konselor harus (a) mencari penerjemah dengan pengetahuan budaya dan latar belakang profesional yang sesuai atau (b) merujuk kepada konselor bilingual berpengetahuan dan kompeten. 5. Konselor yang handal memiliki pelatihan dan keahlian dalam penggunaan

instrumen penilaian dan pengujian tradisional. Mereka tidak hanya memahami

(21)

6. Konselor yang handal harus memperhatikan serta bekerja untuk menghilangkan

bias, prasangka, dan konteks diskriminatif dalam melakukan evaluasi dan menyediakan intervensi, dan harus mengembangkan kepekaan terhadap isu-isu penindasan, seksisme, heterosexism, elitisme dan rasisme.

7. Konselor yang handal bertanggung jawab dalam mendidik klien mereka pada

Referensi

Dokumen terkait

Peneliti juga tidak lupa untuk memberikan saran agar menjadi prospek penelitian selanjutnya yang menggunakan strategi demonstrasi berbantu media berbasis

Nilai inisial untuk optimisasi lokal dengan Solver didapatkan dari dari 7 kombinasi variabel yang memenuhi batasan pada optimisasi global. Dari hasil optimisasi

Mobile Banking merupakan layanan perbankan 24 jam yang disediakan BNI Syariah untuk nasabah yang memiliki mobilitas tinggi. Nasabah melakukan transaksi melalui

Sedangkan jika titik pantul merupakan ujung tali dengan ikatan longgar (ujung bebas) maka gelombang pantul tidak mengalami pembalikan fase. Dengan demikian

- Gratis biaya maintenance (biaya jasa dan sukucadang sesuai dengan Service Manual Book) hingga 50.000km atau 4 tahun (mana yang dicapai lebih dahulu) untuk

• Bila Anda akan menggunakan produk dengan kabel ekstensi, pastikan nilai total amper peralatan yang dihubungkan ke kabel ekstensi tidak melebihi nilai amper kabel ekstensi

Menimbang : bahwa dalam rangka mendukung tertib administrasi pengelolaan keuangan pelaksanaan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Banyuwangi Bagian

Soemantri Brodjonegoro Gelora Bumi Kartini Soemantri Brodjonegoro Mandala Pendidikan Pendidikan Mandala Brawijaya Andi Mattalatta Andi Mattalatta Brawijaya Singaperbangsa Mandala