© 201 4 Pr ogr am Stu di Ilmu Lingkunga n Pr ogr am Pasca sar jan a UNDIP
JURNAL ILMU LINGKUNGAN
Volum e 12 Issue 1: 1 - 11 (2014) ISSN 1829-8907
STUDI KELAYAKAN PENENTUAN TEMPAT PEMROSESAN AKHIR
SAMPAH (TPA) DI PULAU BINTAN PROPINSI KEPULAUAN RIAU
Agus Bambang Iraw an
(1 ), Andi Re nata Ade Yudono
(1 ,2 )(1)Pr odi Teknik Lingkungan UPN ‘Veter an’ Yogyakar ta
micr oquantum@gmail.com
ABSTRAK
Sam pah sebagai m aterial sisa dari berbagai aktifitas atau kegiatan dalam kehidupan m anusia m aupun sebagai hasil dari suatu proses alam iah sering m enim bulkan perm asalahan serius di wilayah-wilayah yang sedang berkem bang seperti Pulau Bintan. Pulau Bintan adalah salah satu pulau terbesar yang terletak di Provinsi Kepulauan Riau. Pulau Bintan, selain sebagai daerah pertam bangan, juga sebagai salah satu daerah tujuan wisata baik bagi w isatawan dom estik ataupun wisatawan luar negeri dikarenakan terletak pada posisi geografis yang sangat strategis. Di sam ping itu, jum lah penduduk Pulau Bintan yang selalu bertam bah tiap tahunnya m enyebabkan peningkatan volum e sam pah. Hal ini m enyebabkan penyediaan lahan untuk pem rosesan akhir sam pah m endesak untuk dilakukan. Penelitian ini bertujuan m engkaji kelayakan lokasi TPA tingkat regional dan tahap penyisih di Pulau Bintan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian observasi dengan m elakukan survey lapangan dan instansional. Data-data yang diperoleh dianalis dengan bantuan sistem inform asi geografis. Penelitian ini berdasar pada SNI sebagai pedom an dalam penentuan lokasi TPA. Hasil penelitian m enunjukkan bahwa Pulau Bintan m em punyai wilayah datar sam pai perbukitan bergelom bang dengan kondisi batuan didom inasi batuan beku yaitu Batu Andesit, Batu Pasir Tufan, dan Batu Granit. Zona layak dan tidak layak TPA tingkat regional di Pulau Bintan terletak pada sem ua wilayah studi baik pada Kabupaten Bintan m aupun Kota Tanjungpinang. Penyisihan dari zona layak tersebut m enghasilkan tiga calon lokasi TPA dengan lokasi yang paling sesuai berada di Kecam atan Gunung Kijang dengan luasan + 40 Ha. Kapasitas sam pah yang m asuk di TPA sam pai dengan tahun 2033 sebesar 30 Ha jika digunakan teknologi reusable sanatary landfill.
Ka t a kunci: sam pah, reusable sanatary landfill, sistem inform asi geografis, batuan beku
ABSTRACT
Garbage as waste m aterial from variety of activities in people's lives and as a result of a natural process often cause serious problem s in areas such as in Bintan Island. Bintan Island is one of the largest islands in the province of Kepulauan Riau. Bintan Island is not only the m ining areas, as well as a tourist destination for tourists both dom estic or foreign travelers because the geographical position of Bintan Island is very strategic. In addition, the population of the island of Bintan is always increasing every year and causing the volum e of waste increasing. This led to the provision of land for the processing of final waste to be done urgently. This study aim s to assess the feasibility of a regional landfill waste levels and stages of elim ination in Bintan Island. The m ethod used in this study is observational research by conducting field surveys and institutional. The data analyzed were obtained by using geographic inform ation system s. This study is based on the ISO as a guide in determ ining the location of the landfill. The results showed that the Bintan Island has flat to undulate hills region with predom inantly igneous rock conditions that Andesite, Tufan Sandstone, and Granite. Feasible zone and non feasible for regional landfill in Bintan island is located in Bintan District and Tanjungpinang city. Selection of the zone landfill produces three candidates with the m ost appropriate location is in the District of Gunung Kijang with an area of 40 Ha. The capacity of waste that goes to landfill in 2033 am ounted to 30 hectares if used technology reusable sanitary landfill.
2
Pendahuluan
Pulau Bint an mer upakan pulau ter besar di Pr opinsi Kepulauan Riau yang ter dir i atas 241 pulau besar dan kecil Selatan, Selat Malaka dan Selat Kar imata. Pulau ini melebar dar i Malaka ke Laut Cin a Selatan dan posisin ya sangat str ategis ter letak di Semenanjung Selatan Malaysia dan menjadi pintu ger bang Selat Malaka. Pulau Bint an ter bagi menjadi 2 wilayah administr asi, yaitu Kota Tanjung Pinang dan Kabupaten Bintan.
Lokasi Pulau Bint an yang sangat str ategis ter sebut, yang mana juga ser ing digunakan sebagai jalur tr ansit lalu lalang
antar a kapal nasional maupun
inter nasional, ter nyata ber dampak posit if dan negatif bagi Pulau Bint an itu sendir i. Dampak posit ifn ya yaitu bisa memacu pembangunan ekonomi wilayah sehingga
bisa meningkatkan kesejahter aan
masyar akat lokal. Namun dampak
negatifn ya, Pulau Bint an ser ing
mend apatkan kir iman sampah dan
limbah B3 dar i negar a lain. Di samping itu, per tumbuhan pend uduk d an aktivitas pembangunan lainnya memicu jumlah sampah dar i tahun ke tahun semakin meningkat. Sampah dan limbah B3
ter sebut memer lukan penanganan
khusus, agar tidak mencemar i
lingkungan. Pulau Bint an belum
mempunyai TPA Sampah yang digunakan
untuk menangani per
masalahan-per masalahan semasalahan-per ti di atas, sehingga mulai tahun 2013 akan ditentukan lokasi yang baik untuk pembangunan TPA ter sebut.
Ber dasar kan dar i data BPS tahun 2009, laju angka per tumbuhan pend uduk Pulau Bint an r ata-r ata sekitar 4,5 % per tahun. Jadi jumlah pend uduk Pulau Bint an pada tahun 2013 dan 2033 diper kir akan mencapai 448.355 jiwa dan 1.129.963 jiwa. Jumlah pend uduk yang cukup besar dan aktivitas pembangunan ekonomi ter sebut bisa ber implikasi ter hadap volume, jenis, dan kar akter istik sampah, yang akhir nya akan member ikan implikasi meningkatnya tekanan pada
pemanfaatan r uang seper ti pembangunan pr asar ana dan sar ana per sampahan.
Rata-r ata or ang menghasilkan sampah 2,75 – 3,25 liter / or ang/ har i (Gandes dkk, 2013) dan akan ter us me-ningkat sejalan dengan ber tambahnya pend uduk, meningkatn ya kesejahter aan dan gaya hidup masyar akat. Ber dasar kan data kepend udukan di Pulau Bint an di
atas maka volume sampah yang
dihasilkan dar i tahun 2013 sampai tahun
2033 diper kir akan mencapai
17.823.103,48 m3.
Besar nya volum e sampah di Pulau Bint an menghar uskan adanya tempat pemr osesan sampah akhir (TPA) yang r epr esentatif dan tidak menimbulkan degr adasi lingkungan sekitar . Penentuan lokasi TPA ini har us memper hatikan faktor fisik (faktor geologi, geomor fologi, hidr ologi, tanah) dan sosial ekonomi budaya masyar akat.
Me tode dan Bahan
Metodologi penelitian ini
menggunakan metode penelitian
obser vasi dengan melakukan sur vey lapangan dan instansional. Data-data yang diper lukan ber upa data pr imer maupun data sekund er . Data pr imer diper oleh melalui sur vey langsung ke lapangan, sedangkan data sekund er
diper oleh dar i instansi-instansi
pemer int ah maupun studi liter atur . Data-data ter sebut diolah dan dianalisis dengan metode skor ing, buffering dan
overlay lewat bantuan Sistem Infor masi
Geogr afis (SIG).
Penentuan lokasi TPA mengacu Standar Nasional Ind onesia (SNI) nomer
03-3241-1994 tentang tata car a
pemilihan lokasi TPA sampah. Tahapan penentuan lokasi TPA yang har us dilalui, antar a lain :
a. Tahap r egional, tahap ini mer upakan tahap awal dalam penentuan lokasi TPA sampah. Tahap ini adalah tahap untuk menghasilkan peta yang ber isi daer ah atau tempat dalam suatu
wilayah yang ter bagi menjadi
beber apa zona (zona layak atau t idak layak)
zona-zona kelayakan pada tahap r egional
c. Tahap penetapan, tahap yang
mer upakan tahap penentuan lokasi
ter pilih oleh instansi yang
ber wenang.
Pada tahap r egional dilakukan pemetaan geologi, muka air tanah, dan topogr afi ser ta memasukkan
faktor-faktor pembatas. Penilaian kesesuaian lahan geofisik dilakukan penghar katan dengan membagi kelas layak dan tidak layak. Penilaian dilakukan ber dasar kan ketentuan SNI 03-3241-1994 (Kawung
dkk, 2009). Ad apun par ameter
penentuan lokasi TPA tingkat r egional ditunjukkan dalam tabel ber ikut:
Tabe l 1 . Krite ria Pembobotan dan Pe ngharkatan untuk Pene ntuan Lokasi TPA Tahap Re gional
No. Kriteria Bobot S-1 (4 ) S-2 (3 ) S-3 (2 ) N (1 ) Kete rangan
1. Litologi (jenis batuan)
4 Batu
lempung ser pih
Batu lanau, tufa, napal, lempung
Batu pasir , br eksi
sedimen, br eksi volk. Ter sier , br eksi volk Kwar ter , Batuan Beku, aluvial
(end apan alluvium)
Batu gamping
Batu lempung
per meabilitasnya (kemampuan
menahan air )
paling tinggi,
sedangkan batu gamping ber sifat por os
2. Potensi muka air tanah
3 Sangat
r endah
Rend ah Sedang Tinggi Semakin r endah
potensi MAT
semakin baik,
kemungkinan pencemar an air menjadi r endah 3. Kemir in gan
ler eng
3 < 2% 2 – 8 % 9 – 15 % > 15 % Ler eng semakin
datar semakin
baik Sumber : Oktar iadi (2010), dengan pengolahan kem bali.
Tabe l 2 . Ke las Krite ria Pene ntuan Lokasi TPA Tahap Re gional
Kelas Kete rangan Rentang Nilai
S-1 Sangat sesuai (Memenuhi syar at tanpa hambatan) 33 – 40
S-2 Cukup sesuai (memenuhi syar at dengan penggunaan teknologi r ingan)
25 – 32
S-3 Kur ang sesuai (memenuhi syar at dengan penggunaan teknologi agak ber at)
17,5 – 24
N Tidak sesuai (tidak memenuhi syar at) 10 – 17,4
Zona layak TPA tingkat r egional ter sebut dievaluasi dengan memasukkan par ameter penyisih yang mengacu pada Standar Nasional Ind onesia (SNI) 03-
4
Tabe l 3 . Krite ria-krite ria Tahap Pe nyisih
No. Kriteria ke layakan Faktor pe mbatas Kelayakan Kete rangan
1. Penggunaan Lahan Lahan Pr oduktif Tidak layak
2. Per mukiman < 2 km Tidak layak Estetika, kesehatan
3. Jar ak ter hadap jalan r aya < 500 m Tidak layak Estetika, asap, bau
4. Per meabilitas tanah Per meabilitas tinggi Tidak layak Dapat mencemar i air
tanah
Sum ber : Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-3241-1994), dengan pengolahan kem bali
Hasil Dan Pembahasan
Kondisi Ge ofisik Pulau Bintan
1 . Ge ologi tr ias, menempati hampir selur uh dar atan bagian tengah Pulau Bint an, for masi
ter sebut mer upakan yang ter luas
penyebar annya. Penyebar annya
menempati pesisir bagian utar a dan timur daer ah Pulau Bint an dan beber apa tempat lainnya yang ter sebar tak ter atur di bagian tengah, membentuk daer ah per bukitan Pulau Bint an seper ti Gunung Lengkuas dan Bukit Bintan Besar . Sebagian besar tubuh Bukit Bint an Besar ini (bagian timur ) dibentuk oleh batu an dior it dan sebagian lagi (bagian bar at) dibentuk oleh batuan gr anit.
For masi batuan yang ber umur
Batuan vulkanik yang diduga
ber umur Per m o-Kar bon ter dir i dar i lipar it (por firi kwar sa) juga dit emukan di Pulau Bint an. Batuan ter sebut ditemukan di daer ah Tanjung Agap (ujung bar at Pulau Bint an), Bukit Bint an Kecil dan Gunung Kijang. Conto lipar it dar i Gunung Kijang sama dengan lipar it daer ah Jambi dijumpai kelur usan-kelur usan. Secar a tektonik daer ah Lembar Tanjungp inang ter masuk ke dalam Lajur Kar imata sebelah timur Lajur Timah.
2 . Ge omorfologi
Pulau Bint an mer upakan daer ah
dengan geomor fologi per bukitan
ber gelombang, dengan per bedaan
ketinggian yang tidak ter lalu menyolok. Bukit ter tinggi adalah Gunung Bint an Besar dengan ketinggian 372 m dan bukit-bukit lainnya dengan ketinggian tidak lebih dar i 300 m. Bentang alam
Pulau Bint an dapat dikelompokkan
menjadi :
1. Satuan per bukitan ber gelombang
dengan relief sedang dicir ikan dengan bentuk punggungan bukit dengan kemir ingan ler eng (Slope) antar a 100 - 400 ketinggian > 50 m.
2. Satuan per bukitan ber gelombang
dengan r elief r endah dicir ikan dengan
bentuk-bentuk bukit bulat
ber gelombang dengan kemir ingan
ler eng < 100 dan ketin ggian < 50 m. 3. Satuan dar atan mer upakan bentuk
per mukaan yang r elatif datar .
Gugus Pulau Bint an pada umumnya mer upakan daer ah dengan datar an land ai di bagian pantai. Pulau Bint an memiliki
topogr afi yang ber var iatif dan
Secar a keselur uhan kemir ingan ler eng di Pulau Bint an r elatif datar , umumnya didominasi oleh kemir ingan ler eng yang ber kisar antar a 0% - 15% dengan luas mencapai 55,98 % (untuk
wilayah dengan kemir ingan 0-3%
mencapai 37,83% dan wilayah dengan kemir ingan 3-15% mencapai 18,15%).
Sedangkan luas wilayah dengan
kemir ingan 15-40% mencapai 36,09% dan wilayah dengan kemir ingan > 40% mencapai 7,92%.
3 . Hidroge ologi
Sungai-sungai di Pulau Bint an pada umumnya kecil dan dangkal, hampir semua tidak digunakan untuk lalu lintas pelayar an. Sungai-sungai ter sebut, pada
umumnya hanya digunakan untuk
salur an pembuangan air dar i daer ah
Kondisi hidr ogeologi dapat dilihat
dar i keber adaan air tanah yang
dikelompokkan menjadi dua wilayah air tanah yaitu wilayah datar an dan wilayah per bukitan. Wilayah air tanah datar an, daer ahnya m eliputi datar an alluvium dan datar an ber gelombang. Di Kabupaten Bint an, kedudukan muka air tanah ber kisar antar a 1-7 meter dar i per mukaan tanah setempat. Lapisan air tanah umumnya dijumpai pada lapisan pasir dan pasir lempungan dar i endapan alluvium. Ketebalan lapisan ini ber kisar antar a 3-7 meter. Di beber apa tempat, air tanah ber ada pada kedalaman 1-5 meter dar i per mukaan bawah setempat dimana air nya jer nih, ber kualitas baik, dan
ber potensi cukup untuk memenuhi
kebutuhan air ber sih pend uduk setempat. Air tanah dangkal dengan penyebar an ter batas dijumpai sekitar pantai dan alur -alur sungai, wilayah air tanah ini
sedangkan wilayah air tanah pada daer ah per bukitan ter jal ter sebar setempsetempat memanjang ke ar ah bar at-timur . Di wilayah air tanah pada wilayah per bukitan land ai, batuan yang ber tindak menyimpan air tanah adalah batuan batu pasir ber sifat agak kompak dengan ketebalan lebih dar i 5 meter , dimana dibagian bawahnya diidentifikasi sebagai batuan gr anit yang kedap air . Muka air tanah ber kisar 5-7 meter , dengan potensi kecil. Wilayah air tanah per bukitan ter jal umumnya disusun oleh batuan gr anit, dior it, lipar it, dan batu pasir . Ber dasar kan sifat fisik batuannya, air tanah di daer ah Zw ier yeki pada tahun 1919 hingga tahun 1929, dapat dikatakan sebagai tanah tua. Konstr uksi dar i for masi jenis tanah
pantai sampai dengan per tengahan
dar atan yang ber for masi sebagai dar atan muda. Pada umumnya jenis tanah di Pulau Bint an ter masuk jenis tanah or ganosol, clay hum ik, podsol, podsolik kuning, dan latosol (Sembir ing, 2008).
Pene ntuan TPA Tingkat Re gional
Tahap r egional mer upakan tahap awal dalam penentuan lokasi TPA
Sampah, yang ditujukan untuk
mengur angi wilayah pengamatan pada wilayah studi. Pada tahap ini, di dapat 2 zona, yaitu zona layak dan zona tidak layak. Penentuan zona kesesuaian tahap
r egional dilakukan dengan car a
menumpangsusunkan (overlay)
6
1 . Kemiringan Le re ng
Ber dasar kan data yang didapatkan dar i pengolahan Citr a ASTER GDEM yang memiliki r esolusi spasial 30 m, m aka didapatkan nilai kemir ingan ler eng pada wilayah studi.
Nilai kemir ingan ler eng pada wilayah studi ter dapat 4 jenis kemir ingan ler eng, yaitu :
a) Kemir in gan Ler eng < 2% (S-1)
Wilayah dengan kemir ingan ler eng ini ter letak di selur uh wilayah studi, baik di Kabupaten Bint an dan Kabupaten Tanjungp inang.
b) Kemir in gan Ler eng 2-8% (S-2)
Wilayah dengan kemir ingan ler eng ini juga ter letak di selur uh wilayah studi. c) Kemir in gan Ler eng 8-15% (S-3)
Wilayah dengan kemir ingan ler eng ini juga ter letak di selur uh wilayah studi, walaupun luas wilayahnya sedikit, kurang lebih 2% dar i luas tiap-tiap kecamatan.
d) Kemir in gan Ler eng > 15% (N)
Wilayah dengan kemir ingan ler eng ini ter letak di selur uh Kabupaten Bint an
(Kecamatan Gunungkijang,
Telukbintan, Teluksebong, dan Bintan
Utar a) dan Kota Tanjungp inang
(Kecamatan Tanjungp inang Timur). Kemir in gan ler eng ber kaitan er at dengan kemudahan peker jaan konstr uksi dan oper asional TPA Sampah. Semakin ter jal suatu daer ah maka akan semakin
sulit dalam kegiatan/ peker jaan
konstuksinya dan pengoper asiannya.
Sebagian besar wilayah studi ter masuk sesuai kar ena kemir in gan ler engnya r elatif datar .
2 . Litologi ( Satuan Batuan)
Jenis batuan sangat ber per an dalam mencegah atau mengur angi pencemar an air tanah dan air per mukaan secar a alami yang ber asal dar i leachate (air lindi). Tingkat per edaman sangat ter gantung pada attenuation capacity (kemampuan per edaman) dar i batuan. Attenuation
capacity mencakup per meabilitas, daya
filtr asi, per tukar an ion, absor bs, dan lain-lain (w ibowo, 2008). Jenis batuan yang dapat meloloskan air ke dalam tanah menjadi sangat bur uk apabila di wilayah
ter sebut ter dapat suatu
kegiatan/ pembangunan yang ber potensi menghasilkan zat pencemar seper ti TPA
Sampah yang menghasilkan air lindi. Mater ial batuan ber butir halus seper ti batu lempung d an napal mempunyai daya
per edaman yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan mater ial besar atau kr istalin. Batuan yang telah padu
umumnya juga mempunyai daya
per edaman yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan batuan yang
sifatn ya masih lepas
Ber dasar kan dar i peta for masi batuan wilayah studi skala 1:50.000, ada 3 macam jenis satuan batuan antar a lain Batu An desit, Batu Pasir Tufan, dan Batu Gr anit. Semua batuan ter sebut ber ada pada kelas S-3 (kur ang sesuai). Hal ter sebut dikar enakan semua batu an ter sebut memiliki per meabilitas yang tinggi sehingga kurang dapat untuk menahan air r embesan. Oleh kar ena itu, apabila wilayah ini akan dijadikan TPA, maka per lu adanya per lapisan yang dapat mencegah/ menahan air (kedap air ) seper ti halnya dengan melapisi wilayah ter sebut d engan tanah lempung.
3 . Potensi Muka Air Tanah (MAT)
Kondisi kedalaman muka air tanah di wilayah studi, ter bagi menjadi dua kelas, yaitu :
a) Kelas S-2 (Cukup sesuai) dengan kedalam an MAT 5-7 meter , ter letak di wilayah yang memiliki satuan batuan beku (Batu gr anit dan andesit) seper ti
Kabupaten Bint an (Kecamatan
Gunungkijang, Bintan Timur ,
Teluksebong, Telukbintan, dan Bintan Utar a) dan Kabupaten Tanjungpinang (Kecamatan Tanjungp inang Timur dan Bukitbestar i).
Tanjungp inang Timur , Tanjungp inang Bar at, dan Tanjungpinang Kota).
Kedudukan muka air tanah adalah par ameter yang sangat penting bagi suatu
kegiatan atau pembangunan yang
r endah/ d angkal MAT-nya maka semakin mudah pencemar an ter sebut ter jadi. Ber dasar kan kond isi MAT pada wilayah studi, maka penentuan lokasi TPA Sampah per lu dipilih lokasi yang MAT-nya dalam sehingga pencemar an air tanah dapat diminimalkan atau bahkan dapat dicegah.
Hasil dar i penumpang susunan
(overlay) dan pembobotan dar i
par ameter litologi, kemir in gan ler eng, dan potensi muka air tanah diketahui bahwa zona kesesuaian wilayah studi ber ada pada tiga r entang nilai, yaitu r entang nilai 17,5-24 dengan kr iter ia S-3 (Kur ang sesuai – mem enuhi syar at dengan penggunaan teknologi ber at), 25-32 dengan kr iter ia S-2 (Cukup sesuai – memenuhi syar at dengan penggunaan teknologi r ingan), dan 33-40 dengan kr iter ia S-1 (Sangat sesuai – memenuhi
syar at tanp a hambatan). Semua hasil penumpangsusunan, baik dar i kr iter ia S-3 sampai dengan S-1, ber ada di selur uh wilayah studi.
Selain memenuhi kr iter ia
kesesuaian (fisik) untuk p enentuan lokasi TPA Sampah, lahan TPA juga har us memenuhi beber apa faktor pembatas. Faktor pembatas ini ber tujuan untuk
menyar ing kembali daer ah yang
memenuhi syar at sebelumnya agar TPA Sampah yang akan dibangun tidak member i atau mener ima dampak dar i lingkungan sekitar . Dalam penentuan jar ak ter hadap suatu objek yang akan dijadikan faktor pembatas, penelitian ini menggunakan buffering sehingga dapat diketahui daer ah yang layak ataupun tidak layak. Kr iter ia kelayakan faktor pembatas dapat dilihat pada tabel 4.
Tabe l 4 . Faktor-faktor Pembatas
No. Keter angan
1. Tidak ber lokasi di zona holocene fault (sesar aktif)
2. tidak ter letak/ ber lokasi di danau, sungai dan laut
3. Tidak ter letak di daer ah zona bahaya geologi
tidak ter letak di daer ah banjir dengan per iode ulang 25 tahun.
4. Tidak ter letak pada daer ah lindung/ cagar alam 5. Tidak dekat d engan lapangan ter bang
Ber dasar kan hasil dar i penumpang susunan, zona layak dan tidak layak ter letak pad a semua wilayah studi baik pada Kabupaten Bintan ataupun Tanjungpinang.
Ber ikut adalah luas wilayah untuk masin g-masin g zona (Tabel 5).
Tabe l 5 . Luas Wilayah masing-masing zona
No. Zona Luas (ha) Per sentase (%)
1. Layak 19.316,48 14,73
2. Tidak Layak 111.780,7 85,27
8
Gambar 1 . Zona Kelayakan Tahap Regional
Pene ntuan TPA Tahap Penyisih
Tahap penyisih adalah tahap yang kedua setelah tahap r egional. Tahap ini ber tujuan untuk menentukan beber apa lokasi yang akan dijadikan masukan dalan penentuan lokasi TPA di wilayah studi. Pada tahap ini tidak dilakukan penentuan zona kesesuaian seperti pada tahap r egional, akan tetapi tahap ini dilakukan penentuan zona kelayakan yang nantinya akan ditentukan lokasi-lokasi pilihan untuk pembangunan TPA Sampah. Teknik yang digunakan kurang lebih sama dengan penentuan zona kelayakan pada tahap r egional, yaitu dengan menggunakan faktor -faktor pembatas.
Gambar 2 . Peta ke layakan lokasi TPA Sampah be rdasarakan kondisi topografi
Ber dasar kan sur vei lapangan, hasil
yang didapat menyatakan kawasan
per tambangan di Kecamatan Bint an Timur sudah tidak ber pr oduksi lagi,
sehingga daer ah ter sebut dapat
dinyatakan layak sebagai tempat untuk
penentuan lokasi TPA dar i pand angan RTRW.
Suatu TPA, selain ber potensi
mencemar i air per mukaan dan air bawah per mukaan, juga ber potensi mencemar i udar a sekitar dar i gas yang dihasilkan
Semakin tinggi topogr afi suatu sumber pencemar udar a, m aka akan semakin luas
jangkauan wilayah pencemar ann ya.
Faktor ketinggian atau elevasi har us diper hatikan dalam per encanaan lokasi suatu TPA. Semakin r endah lokasi suatu TPA, maka akan semakin kecil wilayah penyebar an pencemar an udar a ter hadap lingkungan sekitar . Ber dasar kan penum-pangsusunan/ p enggabungan antar a loka-si yang layak untuk dijadikan TPA dengan peta topogr afi yang didapat dar i citr a DEM, maka dapat diketahui daer ah-daer ah yang ter letak di ketinggian yang sama atau bahkan ter letak di ketinggian yang ber beda-beda. Peta lokasi TPA dan topogr afi ditampilkan pada gambar 2 di atas.
Ber dasar kan gambar 2 di atas dan valuasi tahap penyisih, 58 lokasi di wilayah studi dinyatakan layak untuk dijadikan TPA, dar i daer ah yang memiliki luas 0,02 ha sampai dengan 20,53 ha.
Hasil analisis over lay dengan
memasukkan faktor-faktor pembatas
yang ter ter a dalam tabel 4, akhir nya
ditentukan 3 lokasi calon TPA
ber dasar kan r angking luasan lahan TPA. Ad apun ketiga lokasi ter sebut adalah :
Lokasi 1
Lokasi 1 ini ber ada pada koor dinat 451,625.599 - 452,272.948 mU dan 91,960.893 - 92,772.060 m T dan ter letak di Kecamatan Bint an Timur , Kabupaten Bint an.Lokasi ini ber ada p ada kemir ingan ler eng <2% , Satuan Batu an Gr anit,
ber batasan dengan kawasan industr i, dekat dengan sungai dan ada beber apa lokasi yang cocok untuk pengembangan TPA.
Lokasi 2
Lokasi 2 ini ber dekatan dengan lokasi 1 yang ter letak di Kecamatan Bint an Timur , Kabupaten Bint an dengan
koor dinat 451,369.081 - 452,613.386 mU dan 93,133.247 - 93,626.535 mT. Lokasi ini ber ada pada kemir ingan ler eng <2%,
Satuan Batuan Gr anit, memiliki
kedalam an muka air tanah (MAT) 5-7 m dan memiliki luas lahan +15,06 Ha.Lokasi ini tidak ber ada pada daer ah faktor-faktor pembatas baik pada tahap r egional dan penyisih. Kondisi topogr afi lokasi 1 ber beda-beda antar a r endah-tin ggi. Penggunaan lahan lokasi 2 ber dekatan
dengan lahan pr oduktif, sungai,
ber batasan dengan kawasan tambang dan ada beber apa lokasi yang cocok untuk pengembangan TPA.
Lokasi 3
Lokasi 3 ter letak di Kecamatan Gunungkijang, Kabupaten Bintan dan ber ada pada koor dinat lokasi 456,
311.965 - 457,016.257 mU dan
104,566.034 - 104,603.102 mT. Lokasi ini ber ada pada kemir ingan ler eng <2%,
Satuan Batuan Gr anit, memiliki
kedalam an muka air tanah (MAT) 5-7 m dan memiliki luas lahan calon TPA + 12,36 ha. Lokasi ini tidak ber ada pada daer ah faktor-faktor pembatas baik pada tahap r egional dan penyisih. Topogr afi lokasi 3 ber ada dalam kondisi sedang. Penggunaan lahan lokasi 3 ber batasan
dengan kawasan lindung, tambang
bauksit, dekat dengan sungai dan lahan pr oduktif ser ta ada beber apa lokasi yang
cocok untuk pengembangan TPA.
Pengembangan lokasi TPA kedepan bisa memanfaatkan lahan bekas tambang
bauksit, ketika kawasan tambang
ter sebut nantinya sudah tidak ber operasi lagi. Per luasan lahan bekas tambang
bauksit untuk pengembangan TPA
diper kir akan bisa mencapai 40 Ha.
Jika dilihat potensi luasan lahan calon TPA Sampah t er sebut maka lokasi 3 di Kecamatan Gunungkijang ber potensi paling besar untuk dijadikan TPA Sampah tingkat r egional. Luasan TPA Sampah
dengan memanfaatkan lahan bekas
10
Sampah Pulau Bint an bisa dihitung dengan asumsi setiap sampah 0,3 kg setar a 2 L. Jumlah sampah Pulau Bint an sampai dengan tahun 2033 diper kir akan sebesar 17.823.103,48 m3. Jumlah sampah ter sebut belum memper hatikan
faktor pemadatan seiring dengan
per ubahan waktu (secar a alami). Jika faktor pemadatan sampah 850 kg/ m3, maka volume sampah yang menyusut
kar ena faktor pemadatan adalah
7.887.129,35 m3. Total volume sampah Pulau Bint an tahun 2033 dengan metode
Landfill adalah sebesar 9.935.974,13 m3.
Luasan lahan TPA dapat dihitung dar i kapasit as volume sampah dibagi dengan tinggi timbunan sampah. Tinggi timbunan sampah dapat mengacu r ekomendasi JICA (Japan International Cooporation
Agency) sebesar 20 m, sehingga luasan
lahan TPA di Pulau Bint an adalah 496.798,71 m2 atau 49,7 Ha.
Teknologi pengelolaan sampah di TPA nanti dipilih teknologi Reusable
Sanitary Landfill (RSL). Teknologi RSL ini
mer upakan sebuah system pengolahan
sampah akhir yang aman, dapat
ber operasi ber kesin ambungan
selamanya, yaitu m enggunakan metode pengisian dan pengosongan ber gilir pada r uang blok pengolahan sampah (Dihar to, 2009). Ruang blok pengisian sampah
ter sebut dapat digunakan untuk
pengomposan sampah or ganik. Jika 25% sampah di TPA mer upakan sampah or ganik yang bisa dikomposkan dan 15 % sampah dapat dipakai ser ta diolah menghemat luas lahan TPA sebesar 19 Ha
jika diband ingkan dengan metode
Landfill. Lokasi 3 yang ber ada di
Kecamatan Gunung Kijang dengan
kapasit as luas lahan TPA 40 Ha sangat layak untuk pembangunan TPA pada pemanfaataan teknologi RSL.
Pada lokasi TPA ter pilih yang ber ada Kecamatan Gunung Kijang per lu dilengkapi sar ana pr asar ana pendukung TPA meliputi jalan masuk, jalan oper asi,
meminimalkan dampak negatif ke
lingkungan sekitar . Tata r uang di sekitar TPA ter dir i atas : per tama, zona penyangga atau sabuk hijau ber upa h utan dengan pepohanan tanaman ker as dan per tanian non per tanian, kedua, zona budidaya ter batas ber upa r uang ter buka hijau, industr i ter kait pengolah sampah,
per tanian non pangan, fasilitas
pemilahan, pengemasan, dan
penyimpanan sementar a, ketiga, zona budidaya yang disesuaikan dengan tata r uang wilayah yang ber laku, r encana detail tata r uang (RDTR) dan per atur an zonasi yang telah ditetapkan untuk kawasan ber sangkutan.
Kesimpulan dan Saran
Pulau Bint an mempunyai lokasi str ategis yang ber ada diantar a Laut Cin a Selatan, Selat Malaka dan Selat Kar imata. Potensi wilayah ini didukung dengan jumlah pend uduk yang selalu m eningkat setiap tahunn ya. Kedua hal ter sebut
meningkatkan volume sampah dan
kebutuhan lahan untuk TPA Sampah skala r egional. Penentuan lokasi TPA
Sampah mengacu Standar Nasional
Ind onesia (SNI) nomer 03-3241-1994. Kondisi fisik Pulau Bint an dikaji dar i aspek geologi, geomor fologi, hidr ogeologi dan tanah. Geologi Pulau
Bint an didominasi for masi batuan
ber umur tr ias dengan 3 jenis satuan batuan yaitu satuan Batuan Andesit, Batuan Pasir Tufan, dan Batuan Gr anit. Secar ai fisiogr afi Pulau Bint an mempunyai r elief datar an r endah, per bukitan ber gelombang r endah dan
sedang. Keber adaan air tanah
dikelompokkan menjadi dua yaitu
wilayah pedatar an dan wilayah
per bukitan dengan kedalaman 1 – 7 m. Kondisi tanah di Pulau Bintan mer upakan tanah tua dengan for masi jenis tanah alluvium yang ber asal dar i zaman kuar ter sampai dengan zaman r ecen.
Timur dan Kecamatan Gunungkijang. Ketiga lokasi ini tidak ber ada pada daer ah faktor-faktor pembatas baik pada tahap r egional dan penyisih.
Kebutuhan lahan TPA sampai
dengan tahun 2033 ada 2 skenar io, yaitu per tama, kebutuhan lokasi TPA tanp a 3R sebesar 49,7 Ha, dan kedua, kebutuhan lokasi TPA dengan teknologi reusable
sanitary landfill sebesar 30 Ha. teknologi reusable sanatary landfill. Pada lokasi TPA ter pilih per lu d ilakukan zonasi
penataan r uang ber upa kawasan
penyangga, kawasan budidaya ter batas dan kawasan budidaya seper ti yang ter dapat pada Per men PU RI NOMOR 19/ PRT/ M/ 201.
Ucapan Terima-Kasih
Penulis mengucapkan ter ima-kasih kepada BAPEDA Pr opinsi Kepulauan Riau atas ker jasama dan dukungannya dalam Miner al, 2005. Lapor an Pem etaan Geologi Dan Potensi Ener gi Ser ta Sumber Daya Miner al Ber sistem Bint an – Riau Kepulauan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan Band ung
Dihar to, 2009. Studi Per encanaan TPA Buluminung Kabupaten Penajam
Paser Utar a Dengan Sistem
Pengelolaan Sampah di
Kabupaten Kuningan. Jur nal
Konstr uksi, 1(2): 91 – 100
Ind ar to., Faisol, Ar if, 2009. Identifikasi dan Klasifikasi Per untukan Lahan
Menggunakan Citr a Aster
(Landuse Identification and
Classification Using ASTER
Multispectr al Data). Jur nal Media Teknik Sipil, 9 (1):4-7, Januar i 2009.
Kawung, E.J. R., dan Tam od, Z.E., 2009. Tingkat Kelayakan Lahan TPA Sampah Kota Manado Dalam Ukur an Mitigasi Per encanaan Lokasi TPA. Jur nal EKOTON, 9 (1): 1-10
Oktar iadi, O., 2010. Penentuan Zona
Kelayakan TPA Sampah
Ber dasar kan Aspek Geologi
Lingkungan Di Wilayah Pr ovinsi
Banten. Makalah Sosialisasi
Geologi Lingkungan Untuk
Penataan Ruang Pr ovinsi Banten Oyinloye, Michael A., 2013. Using GIS and
Remote Sensing in Ur ban Waste Disposal and Management : a Focus on Owo L.G.A, Ond o State. Eur opean Int er national Jour nal of
Science and Technology,
2(7):106-118
PERMEN PU RI NOMOR
19/ PRT/ M/ 2012. PEDOMAN
PENATAAN RUANG KAWASAN SEKITAR TEMPAT PEMROSESAN
AKHIR SAMPAH. Kementrian
Peker jaan Umum.
Sembir ing, S., 2008. Sifat Kimia Dan Fisik Tanah Pada Ar eal Bekas Tambang Bauksit Di Pulau Bint an. Jur nal
PEMILIHAN LOKASI TPA.
Depar temen Peker jaan Umum, Wibowo, M., 2008. Aspek Geohidr ologi
Dalam Penentuan Lokasi Tapak
Tempat Pembuangan Akhir