• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertimbangan mendasar dari terselenggaranya Otonomi Daerah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pertimbangan mendasar dari terselenggaranya Otonomi Daerah"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pertimbangan mendasar dari terselenggaranya Otonomi Daerah (otoda) adalah ditinjau dari perkembangan kondisi didalam negeri yang mengindikasikan bahwa rakyat menghendaki keterbukaan dan kemandirian (desentralisasi). Kondisi di luar negeri juga menunjukkan semakin maraknya globalisasi yang menuntut daya saing tiap Negara, termasuk daya saing Pemerintahan Daerahnya (Halim ; 2001 : 2). Selanjutnya peningkatan kemandirian Pemerintahan Daerah tersebut diharapkan dapat diraih melalui otonomi daerah.

Tujuan program otonomi daerah menurut Bastian (2006 : 338) adalah :

Untuk menciptakan kehidupan politik yang lebih demokratis, menciptakan sistem yang lebih menjamin pemerataan dan keadilan, memungkinkan setiap daerah menggali potensi natural dan cultural yang dimiliki, dan kesiapan menghadapi tantangan globalisasi, serta yang sangat penting adalah terpeliharanya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan kata lain, pemerintah ingin melaksanakan pasal 18 UUD 1945, yaitu dengan melaksanakan otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab.

Otonomi Daerah di Indonesia didasarkan pada Undang-undang nomor 22 tahun 1999 juncto Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang nomor 25 tahun 1999 juncto Undang-undang nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah dengan sistem pemerintahan desentralisasi dan sudah mulai efektif dilaksanakan sejak 1 januari 2001.

(2)

2 Umumnya faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan otonomi daerah adalah kemampuan sumber daya manusia (aparat maupun masyarakat), sumber daya alam, kemampuan keuangan (financial), kemampuan manajemen, kondisi sosial budaya masyarakat, dan karakteristik ekologis.

Misi utama Undang-undang nomor 33 tahun 2004 adalah bukan hanya melimpahkan kewenangan pembangunan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, tetapi yang lebih penting adalah efisiensi dan efektifitas sumber daya keuangan. Selanjutnya Bastian (2001 : 6) menyatakan bahwa diperlukan suatu laporan keuangan yang handal dan dapat dipercaya agar dapat menggambarkan sumber daya keuangan daerah berikut dengan analisis prestasi pengelolaan sumber daya keuangan daerah itu sendiri.

Analisis prestasi dalam hal ini adalah kinerja keuangan dari pemerintahan daerah itu sendiri yang dapat didasarkan pada kemandirian dan kemampuannya untuk memperoleh, memiliki, memelihara dan memanfaatkan keterbatasan sumber-sumber ekonomis daerah untuk pemenuhan seluas-luasnya kebutuhan masyarakat di daerah.

Pelaksanaan otonomi daerah identik dengan adanya tuntutan Good Governance dalam rangka efektifitas dan efisiensi pembangunan daerah dalam kerangka otonomi memerlukan prasyarat berupa tata pemerintahan yang baik dan bersih. Terselenggaranya Good Governance merupakan prasayarat utama untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan dan cita-cita Bangsa dan Negara. Menurut Sedarmayanti (2003 : 2)

(3)

3 perlu diperhatikan pula mekanisme untuk meregulasi akuntabilitas pada setiap instansi pemerintah dan memperkuat peran kapasitas parlemen, serta tersedianya akses yang sama pada informasi bagi masyarakat luas. Pada dasarnya terdapat tiga pilar utama didalam mewujudkan good governance, yaitu : Akuntabilitas, Transparasi, dan Partisipasi.

Satu upaya nyata didalam penerapan prinsip-prinsip dasar Good Governance ini adalah penyampaian laporan keterangan pertanggung jawaban keuangan pemerintahan daerah dengan standar akuntansi pemerintahan yang telah diterima secara umum. Karena sebagian besar otonomi daerah (tugas dan kewenangan mengatur daerah sendiri) diberikan kepada daerah otonom kabupaten dan daerah otonom kota atas dasar pertimbangan budaya, politik (demokrasi), dan ekonomi lokal.

Proses penyusunan anggaran sektor publik umumnya disesuaikan dengan peraturan lembaga yang lebih tinggi yang didasarkan pada Undang-undang nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintahan Pusat dan Daerah, sehingga lahirlah tiga paket perundang-undangan, yaitu Undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-undang nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, yang telah membuat perubahan mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pengaturan keuangan, khususnya Perencanaan dan Pemerintahan Daerah dan Pemerintahan Pusat. Kemudian, keluar peraturan baru yaitu Peraturan

(4)

4 Pemerintah nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri nomor 13 tahun 2006 (saat ini telah diubah dengan Permendagri nomor 59 tahun 2007) tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, yang akan menggantikan Kepmendagri nomor 29 tahun 2002.

Undang-undang nomor 17 tahun 2003 menetapkan bahwa Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) disusun berdasarkan pendekatan prestasi kerja yang akan dicapai. Untuk mendukung kebijakan ini perlu dibangun pendekatan kinerja. Anggaran kinerja pada dasarnya merupakan sistem penyusunan dan pengelolaan anggaran daerah yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja.

Pada umumnya APBD suatu daerah didominasi oleh sumbangan pemerintahan pusat dan sumbangan Iain-lain, yang diatur dengan peraturan perundang-undangan, yaitu sekitar 75% dari total penerimaan daerah. Hal ini menyebabkan daerah masih tergantung kepada pemerintahan pusat sehingga kemampuan daerah untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki menjadi terbatas. Rendahnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) suatu daerah bukanlah disebabkan oleh karena secara struktural daerah memang miskin atau tidak memiliki sumber-sumber keuangan yang potensial, tetapi lebih banyak disebabkan oleh kebijakan pemerintahan pusat. Selain itu sumber-sumber keuangan dikuasai oleh pusat sehingga hal ini menyebabkan daerah kurang mandiri dalam pengelolaan hasil materil sumber daya-sumber daya dan potensi daerah tersebut.

(5)

5 Kabupaten Boalemo adalah satu dari beberapa kabupaten/kota yang ada di Provinsi Gorontalo dimana fenomenanya adalah memiliki begitu besar potensi sumber daya yang tersedia, khususnya untuk perkebunan dan pertanian dimana Kabupaten Boalemo merupakan penghasil jagung, kakao dan tebu yang terbesar dari kabupaten lain di Propinsi Gorontalo. Semenjak diberlakukannya kebijakan otonomi daerah oleh pemerintahan pusat pada tahun 2001, Kabupaten Boalemo memikul suatu tugas untuk memberikan suatu inovasi didalam sistem pemerintahan kearah yang lebih baik untuk menjadi lebih mandiri didalam mengelola dan meningkatkan kinerja keuangan pemerintahannya yang akan dipertanggung jawabkan kepada pemerintahan pusat bahkan masyarakat kabupaten itu sendiri. Ini dapat dibuktikan dengan pertumbuhan ekonomi Kabupten Boalemo pada tahun 2007 mencapai 7,09 % dan pada tahun 2008 mencapai 7,37%, angka ini telah berada diatas target pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2008.

Perubahan tersebut juga menuntut pemerintah Kabupaten Boalemo untuk dapat menerapkan pemerintah yang berorientasi kepada adanya budaya dan etos kerja yang tinggi dan pencapaian hasil serta pertanggungjawaban menuju Good Governance, dengan demikian akan terwujud Pemerintahan yang baik, bersih berwibawa, dan bertanggungjawab serta bebas dari pengaruh Korupsi, Kolusi dan Nepotismo (KKN).

Maka berdasarkan atas pertimbangan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian di Kabupaten Boalemo yang berkenaan dengan penganalisaan kinerja keuangan pemerintahan daerah setempat yang tertuang didalam skripsi dengan judul “Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Boalemo”.

(6)

6 1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian latar belakang tersebut, maka dalam hal ini penulis merumuskan yang menjadi permasalahan didalam penelitian ini adalah : Bagaimanakah Kinerja Keuangan Pemerintahan Daerah Kabupaten Boalemo selama lima tahun terakhir (2005 – 2010 ) berdasarkan indikator analisis rasio kemandirian, efektifitas dan efisiensi, rasio aktivitas, debt service coverage ratio (DSCR), serta rasio pertumbuhan, PDRB dan ketenagakerjaan ?

1.3. Batasan Permasalahan

Permasalahan didalam penelitian ini akan dibatasi pada pengukuran kinerja keuangan pemerintahan daerah Kabupaten Boalemo dengan menggunakan indikator analisis rasio keuangan pada APBD, yaitu sebagai berikut :

1.3.1 Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

Pinjaman dan insi Pusat/Prop Pemerintah Bantuan Daerah Asli Pendapatan n Kemandiria Rasio 

1.3.2 Rasio Efektifitas dan Efisiensi Pendapatan Asli Daerah

Daerah Riil Potenssi n Berdasarka Ditetapkan yang PAD Penerimaan Target Daerah Asli Pendapatan Penerimaan Realisasi s Efektifita Rasio  daerah asli pendapatan penerimaan Realisasi PAD memungut untuk n dikeluarka yang Biaya Efisiensi Rasio  1.3.3 Rasio Aktivitas APBD Total Rutin Belanja Total APBD adap Rutin terh Belanja Rasio 

(7)

7 APBD Total n Pembanguna Belanja Total APBD n terhadap Pembanguna Belanja Rasio 

1.3.4 Debt Service Coverage Ratio (DSCR)

Pinjaman) Biaya Bunga Angsuran (Pokok Total BW -DAU) BD (PAD DSCR      1.3.5 Rasio Pertumbuhan 1 -Xn PAD Penerimaan Realisasi 1 -Xn -Xn PAD Penerimaan Realisasi PAD Penerimaan Realisasi  1 -Xn Pendapatan Penerimaan Realisasi 1 -Xn -Xn Pendapatan Penerimaan Realisasi Pendapatan n Pertumbuha Rasio

 1 -Xn PAD n Pembanguna Belanja Realisasi 1 -Xn -Xn n Pembanguna Belanja Realisasi n Pembanguna Belanja n Pertumbuha Rasio  Keterangan :

Xn = Tahun Yang dihitung Xn-1 = Tahun Sebelumnya

1.3.6 PDRB dan Tenaga Kerja

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah/ wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.

Data keuangan yang dipakai adalah Laporan Keterangan Pertanggungjawaban/ Laporan Realisasi Anggaran (LRA) Kabupaten Boalemo selama lima tahun terakhir, yaitu dari tahun 2005-2010.

(8)

8 1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1. Tujuan Penelitan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa kinerja keuangan pemerintah daerah Kabupaten Boalemo selama lima tahun terakhir (2005 – 2010) dengan menggunakan indikator rasio keuangan pada APBD.

1.4.2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : a. Bagi Pemerintah Daerah

Sebagai bahan masukan dan gambaran bagi pemerintah daerah di dalam membuat kebijakan serta menentukan arah dan strategi didalam perbaikan kinerja keuangan pemerintahan daerah dimasa yang akan datang.

b. Bagi Peneliti

Salah satu upaya untuk mendapatkan pengalaman dan pengetahuan yang berharga dalam menulis karya ilmiah dan memperdalam bidang yang diteliti.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya dibidang ilmu akuntansi pada umumnya dan ilmu akuntansi pemerintahan pada khususnya.

(9)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teoritis

2.1.1. Definisi Otonomi Daerah

Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 bahwa yang dimaksud dengan otonomi daerah adalah hak, kewenangan, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dalam kerangka negara kesatuan, pemerintah pusat masih memiliki kewenangan melakukan pengawasan terhadap daerah otonom. Untuk itu menurut Bastian (2006 : 338) ada beberapa asas penting dalam Undang-undang otonomi daerah yang perlu dipahami, yaitu :

a. Asas desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

b. Asas dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau perangkat pusat di daerah.

c. Tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai

(10)

10 pembiayaan, sarana, dan prasarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan.

d. Perimbangan keuangan antara pusat dan daerah adalah suatu sistem pembiayaan pemerintah dalam kerangka negara kesatuan, yang mencakup pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta pemerataan antar daerah secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, serta kebutuhan daerah, sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawasannya.

Hal yang mendasar dalam undang-undang ini adalah kebijakan publik yang kuat untuk mendorong pemberdayaan masyarakat, pengembangan prakarsa, dan kreativitas, peningkatan peran serta masyarakat dan peningkatan manajemen pengelolaan dana daerah. Arahan yang diberikan oleh undang-undang ini sudah sangat baik. Tetapi apakah dapat mewujudkan pemerintahan daerah otonom yang efisien, efektif, transparan dan akuntabel ? Hasil yang diinginkan terkait dengan ketaatan penerapan dan kesesuaian isi pokok-pokok aturan dengan kondisi daerah otonom lain yaitu : a. Dibidang Pendapatan, UU No. 34 Tahun 2000 tentang Pajak dan

Retribusi Daerah sebagai pengganti UU No. 18 Tahun 1997 (sebelum otonomi) sekaligus dengan PP No. 65 dan 66

(11)

11 tahun 2000 sebagai peraturan pelaksanaan mampu mendorong daerah untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.

b. Dibidang Belanja, PP nomor 104 s/d 110 merupakan regulasi pengelolaan belanja daerah. Apakah regulasi ini sebagai peraturan pelaksana mampu meningkatkan kinerja keuangan daerah dalam bentuk pencapaian efisiensi dan efektifitas belanja daerah.

Menurut Anderson dalam Tangkilisan (2003 : 25) bahwa kebijakan publik sebagai kebijakan yang dibangun oleh badan dan pejabat pemerintahan dimana implikasi dari kebijakan tersebut adalah :

a. Kebijakan publik selalu memiliki tujuan tertentu atau mempunyai tindakan yang berorientasi kepada tujuan;

b. Kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah;

c. Kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah;

d. Kebijakan publik yang diambil dapat bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu;

e. Kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa.

(12)

12 Reformasi pembiayaan melalui perubahan regulasi merupakan satu bentuk kebijakan publik dalam upaya mengganti pendekatan manajemen pendapatan dan belanja melalui pengaturan kembali ketentuan yang ada dalam pengelolaan biaya. Berdasarkan definisi Anderson dalam Tangkilisan (2003 : 26) bahwa :

“Penerapan reformasi pembiayaan berarti bahwa pemerintah telah melakukan pengaturan pengelolaan sumber daya melalui penetapan peraturan (regulasi dengan tujuan agar pengelolaan pendapatan dan belanja daerah oleh pemerintahan daerah lebih baik dari sebelumnya”.

Perubahan paradigma pembiayaan APBD oleh pemerintah melalui regulasi sesungguhnya memiliki keterkaitan dengan beberapa teori dan penelitian tentang pengelolaan biaya yang hampir relevan dengan apa yang dimaksud reformasi pembiayaan yaitu pengelolaan biaya yang merupakan suatu pengembangan organisasi karena secara terus-menerus memberikan dan menawarkan ide bagi organisasi untuk menemukan cara pengambilan keputusan yang benar untuk meningkatkan pelanggan dan mengurangi biaya.

Aspek kedua yaitu bahwa secara sikap atau kebijakan, pengelolaan biaya harus seluruhnya dihasilkan dari suatu keputusan manajemen. Bila dikaitkan dengan tata pemerintahan khususnya didaerah, maka pengelolaan biaya yang paling relevan adalah menghasilkan aturan/kebijakan tertulis melalui suatu regulasi dibidang penerimaan atau regualsi dibidang pengeluaran. Melalui otonomi daerah diharapkan daerah akan lebih mandiri dalam menentukan seluruh kegiatan.

(13)

13 Pemerintah daerah diharapkan mampu memainkan peranan dalam membuka peluang memajukan daerah dengan menumbuh kembangkan seluruh potensi sumber pendapatan daerah dan mampu menetapkan belanja daerah secara wajar, efisien dan efektif termasuk kemampuan perangkat daerah meningkatkan kinerjanya.

Menurut Halim (2001 : 19), ciri utama suatu daerah mampu melaksanakan otonomi daerah adalah :

(1) Kemampuan keuangan daerah, yang berarti daerah tersebut memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangannya sendiri untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah,

(2) Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, oleh karena itu PAD harus menjadi sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan keuangan pusat dan daerah.

Secara umum ada lima aspek yang dipersiapkan dalam pengaturan perubahan otonomi daerah, yaitu :

1. Pengaturan kewenangan. 2. Pengaturan Kelembagaan. 3. Pengaturan Personil.

4. Pengaturan Asset dan Dokumen. 5. Pengaturan Keuangan.

Dalam penulisan ini, aspek pengaturan kewenangan terutama terhadap pengelolaan belanja daerah dan pendapatan daerah serta

(14)

14 pengaturan keuangan terutama pengaturan pajak dan retribusi daerah serta pengaturan dana perimbangan sebagai kekuatan utama otonomi daerah adalah lingkup kajian nantinya didalam pembahasan.

2.1.2. Keuangan Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 105 tahun 2000 (sekarang diganti dengan PP nomor 58 tahun 2005), tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, dalam ketentuan umumnya menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan daerah tersebut, dalam kerangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

Menurut Halim (2007 : 2) Berdasarkan peraturan-peraturan manajemen keuangan daerah, pengelolaan keuangan daerah memiliki karakteristik antara lain :

a. Pengertian Daerah adalah propinsi dan kota atau kabupaten. Istilah Pemerintah Daerah Tingkat I dan II, juga kota madya tidak lagi digunakan.

b. Pengertian Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat lainnya. Pemerintah ini adalah badan eksekutif, sedang badan legislatif di daerah adalah DPRD (pasal 14 UU No.22 Tahun 1999). Oleh karena itu, terdapat pemisahan yang nyata antara legislatif dan eksekutif.

(15)

15 c. Perhitungan APBD menjadi satu laporan dengan pertanggung

jawaban Kepala Daerah (pasal 5 PP Nomor 108 Tahun 2000). Bentuk Laporan Pertanggungjawaban akhir tahun anggaran terdiri atas :

1) Laporan Perhitungan APBD 2) Nota Perhitungan APBD 3) Laporan Aliran Kas

4) Neraca Daerah dilengkapi dengan penilaian berdasarkan tolak ukur Renstra (pasal 38 PP Nomor 105 Tahun 2000) d. Pinjaman APBD tidak lagi masuk dalam pos pendapatan (yang

menunjukkan hak Pemda) tetapi masuk dalam pos penerimaan (yang belum tentu menjadi hak Pemda)

e. Masyarakat termasuk didalam unsur-unsur penyusunan APBD disamping pemerintah daerah yang terdiri atas Kepala Daerah dan DPRD.

f. Indikator kinerja pemerintah daerah tidak hanya mencakup : a) Perbandingan antara anggaran dan realisasinya.

b) Perbandingan antara standar biaya dan realisasinya.

c) Target dan persentase fisik proyek, tetapi juga meliputi standar pelayanan yang diharapkan.

g. Laporan pertanggungjawaban Kepala Daerah pada akhir tahun anggaran yang bentuknya laporan perhitungan APBD dibahas oleh DPRD dan mengandung konsekuensi terhadap masa jabatan Kepala Daerah apabila dua kali ditolak oleh DPRD.

(16)

16 h. Digunakan akuntansi didalam pengelolaan keuangan daerah.

Sumber-sumber pendapatan/ penerimaan daerah menurut UU nomor 32 Tahun 2004 :

1) Pembiayaan Penyelenggaraan Pemerintah :

a) Penyelenggaraan tugas pemerintah daerah dan DPRD dibiayai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

b) Penyelenggaraan tugas pemerintah di daerah dibiayai dari dan atas beban Anggaran dan Pendapatan Belanja.

2) Sumber Pendapatan Daerah :

a) Pendapatan asli daerah, yaitu : hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan, dan Iain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

b) Dana perimbangan. c) Pinjaman daerah.

d) Lain-lain pendapatan daerah yang sah. 3) Persentase Dana Perimbangan :

a) Dana Perimbangan :

1) Bagian daerah dari penerimaan Pajak dan Bumi Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan penerimaan dari sumber daya alam.

2) Dana alokasi khusus. 3) Dana alokasi umum.

(17)

17 b) Bagian daerah dari penerimaan pajak bumi dan bangunan sektor pedesaan, perkotaan, dan perkebunan serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, diterima langsung oleh daerah penghasil.

c) Bagian daerah dari penerimaan pajak bumi dan bangunan sektor pertambangan serta kehutanan dan penerimaan dari sumber daya alam, diterima oleh daerah penghasil dan daerah lainnya untuk pemerataan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

d) Penerimaan negara dari pajak bumi dan bangunan dengan pembagian imbalan 10% untuk pemerintah pusat dan 90% untuk daerah.

e) Penerimaan negara dari bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dibagi dengan perimbangan 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk pemerintah daerah. f) 10% penerimaan pajak bumi dan bangunan dan 20%

penerimaan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan yang menjadi bagian dari pemerintahan pusat dibagikan kepada seluruh kabupaten dan kota.

g) Penerimaan negara dari sumber daya alam sektor kehutanan, sektor pertambangan umum, dan sektor perikanan dibagi dengan perimbangan 20% untuk pemerintah pusat dan 80% untuk pemerintah daerah.

(18)

18 h) Penerimaan negara dari sumber daya alam sektor pertambangan minyak dan gas alam yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan dibagi dengan perimbangan sebagai berikut :

1) Penerimaan negara dari pertambangan minyak bumi yang berasal dari wilayah daerah setelah dikurangi komponen pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dibagi dengan perimbangan 85% untuk pemerintah pusat dan 15% untuk pemerintah daerah. 2) Penerimaan negara dari pertambangan gas alam yang

berasal dari wilayah daerah setelah dikurangi komponen pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dibagi dengan perimbangan 70% untuk pemerintah pusat dan 30% untuk pemerintah daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 (saat ini diganti dengan PP Nomor 58 Tahun 2005) dan Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 yang telah diganti dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 (saat ini telah diperbarui lagi dengan Permendagri nomor 59 tahun 2007) memberikan pendekatan baru dalam pengelolaan keuangan daerah. Perubahan yang terjadi cukup besar, namun tetap dilakukan secara bertahap sesuai dengan semangat reformasi, tidak radikal dan revolusioner. Perubahan itu sudah sampai pada teknik akuntansinya yang meliputi perubahan dalam pendekatan sistem

(19)

19 akuntansi dan prosedur pencatatan, dokumen dan formulir yang digunakan, fungsi-fungsi otorisasi untuk tujuan sistem pengendalian internal, laporan dan pengawasan. Berbagai perubahan dari pola lama ke pola baru yang diakibatkan kedua peraturan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1.1

Perubahan Setelah PP Nomor 105 Tahun 2000 PP No.105 Tahun 2000 Perubahan Yang Mendasar

LAMA BARU

Sistem Anggaran Tradisional dengan

ciri :

Sistem Anggaran Kinerja (Performance Budget)

Sistem Anggaran Berimbang Sistem Anggaran Defisit Struktur Anggaran : 1. Pendapatan 2. Belanja Struktur Anggaran : 1. Pendapatan 2. Belanja 3. Pembiayaan Belanja Dibagi : 1. Belanja Rutin 2. Belanja Pembangunan Belanja Dikategorikan :

1. Belanja Administrasi Umum 2. Belanja Operasi dan

Pemeliharaan 3. BelajaModal

4. Belanja Tidak Tersangka Belanja dipisahkan per sektor, tidak

ada pemisahan Belanja Publik dengan Belanja Aparatur

Belanja Dipisahkan Menjadi : 1. Belanja Aparatur

2. Belanja Publik Pinjaman sebagai komponen

pendapatan

Pinjaman Sebagai Komponen Pembiayaan

Laporan Pertanggungjawaban : Nota Perhitungan APBD

Laporan Pertanggungjawaban : 1. Neraca

2. Laporan Arus Kas

3. Laporan Perhitungan APBD 4. Nota Perhitungan APBD

Sumber : Data BPKAD Kab. Boalemo, 2010

Perubahan UU nomor 22 dan 25 tahun 1999 menjadi UU nomor 32 dan 33 tahun 2004 menimbulkan implikasi perlunya dilakukan revisi peraturan perundang-undangan dibawahnya

(20)

20 terkait dengan pengelolaan keuangan daerah, seperti PP Nomor 105, PP Nomor 108, dan Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002. Sementara itu, pada tahun 2005, pemerintah mengeluarkan PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Menurut Mahmudi (2006 : 29) pada dasarnya antara PP Nomor 24 Tahun 2005 mengatur tentang standar akuntansi, sedangkan Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 lebih banyak mengatur tentang sistem akuntansi pemerintahan daerah.

Menurut Halim (2007 : 42) pada organisasi pemda laporan keuangan yang dikehendaki diatur oleh PP Nomor 105 Tahun 2000 serta Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002 Pasal 81 ayat (1) dan lampiran XXIX butir (11) peraturan tersebut diperbaharui dengan PP Nomor 24 Tahun 2005 mengenai Standar Akuntansi Pemerintah, PP Nomor 58 Tahun 2005 mengenai Pengelolaan Keuangan Daerah, dan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 (telah diubah dengan Permendagri nomor 59 tahun 2007).

2.1.3. Sistem Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah

Dasar hukum basis akrual adalah UU Nomor 17 tahun 2003 (Pasal 1, pasal 36, dan pasal 70). Penerapan SAP berbasis akrual dapat dilaksanakan secara bertahap dari penerapan SAP berbasis kas menuju akrual ( PP Nomor 24 tahun 2005) menjadi penerapan SAP

(21)

21 berbasis akrual (PP Nomor 71 Tahun 2010). SAP yang ditetapkan dengan PP Nomor 24 tahun 2005 berbasis Kas menuju Akrual sebagian besar telah mengacu pada praktek akuntansi berbasis akrual.

Di dalam Lampiran I PP Nomor 71 Tahun 2010 disebutkan bahwa basis akrual adalah suatu basis akuntansi dimana transaksi ekonomi atau peristiwa akuntansi diakui, dicatat, dan disajikan dalam laporan keuangan pada saat terjadinya tansaksi tersebut, tanpa memperhatikan waktu kas diterima atau dibayarkan. Pendapatan diakui pada saat hak telah diperoleh (earned) dan beban (belanja) diakui pada saat kewajiban timbul atau sumber daya dikonsumsi.

Manfaat basis akrual antara lain :

a. Memberikan gambaran yang utuh atas posisi keuangan pemerintah.

b. Menyajikan informasi yang sebenarnya mengenai hak dan kewajiban pemerintah.

c. Bermanfaat dalam mengevaluasi kinerja keuangan pemerintah. Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) adalah peraturan pemerintah yang fundamental yang mengusung amanat penerapan akuntansi berbasis akrual selambat-lambatnya untuk pelaporan keuangan pemerintah tahun 2015. Menurut Direktur Jenderal Perbendaharan Negara Agus Suprijanto mengungkapkan bahwa : Agar dapat

(22)

22 mengimplementasikan SAP berbasis akrual, perlu mempersiapkan strategi yang cermat dan terukur dimulai dari penyelesaian masalah-masalah akuntansi dan pelaporan yang masih timbul dalam praktek akuntansi kas menuju akrual dan penajaman pemahaman tentang isi standar akuntansi berbasis akrual itu sendiri.

Tabel 1.2

Perbandingan PP No.24 Tahun 2005 dan PP No. 71 Tahun 2010 PP No.24

Tahun 2005

PP No. 71 Tahun 2010 Menuju Basis Akrual, Basis Kas untuk

pengakuan pendapatan, belanja dan pembiayaan (Laporan L/R), Basis Akrual untuk pencatatan aset,

Kewajiban dan Ekuitas Dana (Neraca).

Pasal 12 dan Pasal 13 UU Nomor 1 Tahun 2004, sebagaimana diacu dalam Pasal 70 ayat (2), mengatur bahwa pengakuan pendapatan dan belanja pada APBN/APBD menggunakan basis akrual. Di lain pihak, praktik penganggaran dan pelaporan pelaksanaannya pada sebagian terbesar negara, termasuk Indonesia, menggunakan basis kas. Untuk itu KSAP menyusun SAP Berbasis Akrual yang mencakup PSAP berbasis kas untuk pelaporan pelaksanaan anggaran (budgetary reports), sebagaimana dicantumkan pada PSAP 2, dan PSAP berbasis akrual untuk pelaporan finansial, yang pada PSAP 12 memfasilitasi pencatatan pendapatan dan beban dengan basis akrual.

Aktiva/Aset tetap diakui pada hak kepemilikan berpindah dan atau saat diterima.

Laporan pelaksanaan anggaran yang berbasis kas terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Bagi Entitas Pelaporan di Pemerintah Pusat). Laporan finansial yang berbasis akrual terdiri dari Neraca, Laporan Operasional, Laporan Arus Kas, dan Laporan Perubahan Ekuitas.

(23)

23 Diakui pada saat dana pinjaman

diterima dan atau kewajiban timbul

Perbedaan mendasar SAP Berbasis Kas Menuju Akrual dengan SAP Berbasis Akrual terletak pada PSAP 12 mengenai Laporan Operasional. Entitas melaporkan secara transparan besarnya sumber daya ekonomi yang didapatkan, dan besarnya beban yang ditanggung untuk menjalankan kegiatan pemerintahan. Surplus/ defisit operasional merupakan penambah atau pengurang ekuitas/kekayaan bersih entitas pemerintahan bersangkutan.

Jenis Laporan Keuangan : 1) Neraca.

2) Laporan Realisasi Anggaran. 3) Laporan Arus Kas.

4) Catatan Atas Laporan Keuangan. Tidak terdapat ketentuan

pengelompokkan belanja daerah. Belanja dikelompokkan menurut klasifikasi ekonomisnya yaitu : Belanja Operasi: 1. Belanja Pegawai 2. Belanja Barang 3. Bunga 4. Subsidi 5. Hibah 6. Bantuan Sosial Belanja Modal Belanja Tak Terduga

Laporan Arus Kas dikelompokkan dalam empat aktivitas :

1. Aktivitas Operasi 2. Aktivitas Investasi 3. Pembiayaan

4. Aktivitas Non Anggaran

Sumber : Data BPKAD Kab. Boalemo, 2010

2.1.4. Kinerja Keuangan Daerah

Kinerja (Performance) dapat diartikan sebagai aktivitas terukur dari suatu entitas selama periode tertentu sebagai bagian dari ukuran keberhasilan pekerjaan.

(24)

24 Menurut Halim (2004 : 24) kinerja keuangan daerah atau kemampuan daerah merupakan salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk melihat kemampuan daerah dalam menjalankan otonomi daerah.

Menurut Mardiasmo (2002 : 30) dengan otonomi terdapat dua aspek kinerja keuangan yang dituntut agar lebih baik dibanding dengan sebelum otonomi daerah.

Aspek pertama adalah bahwa daerah diberi kewenangan mengurus pembiayaan daerah dengan kekuatan utama pada kemampuan pendapatan asli daerah. Kehadiran UU nomor 34 tahun 2000 tentang Pendapatan Pajak dan Retribusi Daerah serta peraturan pelaksanaannya adalah momentum dimulainya pengelolaan sumber-sumber pendapatan daerah secara penuh (desentralisasi fiskal). Aspek kedua yaitu disisi manajemen pengeluaran daerah, sesuai azas otonomi daerah bahwa pengelolaan keuangan daerah harus lebih akuntabel dan transparan tentunya menuntut daerah agar lebih efisien dan efektif dalam pengeluaran daerah. Kedua aspek tersebut dapat disebut sebagai Reformasi Pembiayaan.

Reformasi manajemen sektor publik terkait dengan perlunya digunakan model manajemen pemerintahan yang baru yang sesuai dengan tuntutan perkembangan jaman, karena perubahan ini tidak hanya perubahan paradigma, namun juga perubahan manajemen. Model manajemen yang cukup populer misalnya adalah New Public Management yang mulai dikenal tahun 1980-an dan populer tahun 1990-an yang mengalami beberapa bentuk

(25)

25 konsep manageralism, market based public administrator, dan lain sebagainya.

Manajemen sektor publik berorientasi kinerja, bukan berorientasi pada kebijakan yang membawa konsekuensi pada perubahan pendekatan anggaran yang selama ini dikenal dengan pendekatan anggaran tradisional (tradisional budget) menjadi penganggaran berbasis kinerja (performance budget), tuntutan melakukan efisiensi, optimalisasi pendapatan, pemangkasan biaya (cost cutting) dan kompetisi tender (compulsory competitive tendering contract).

Dalam penelitian ini, istilah yang penulis maksudkan tentang Kinerja Keuangan Dalam Pemerintahan Daerah adalah tingkat pencapaian dari suatu hasil kerja dibidang keuangan daerah yang meliputi penerimaan dan belanja daerah dengan menggunakan indikator keuangan APBD yang ditetapkan melalui suatu kebijakan atau ketentuan perundang-undangan selama satu periode anggaran dengan membandingkan anggaran sebelum/sesudahnya. Bentuk dari penilaian kinerja tersebut berupa Rasio Keuangan yang terbentuk dari unsur Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah berupa perhitungan APBD.

Didalam penilaian indikator kinerja sekurang-kurangnya ada empat tolok ukur penilaian kinerja keuangan pemerintahan daerah yaitu :

1. Penyimpangan antara realisasi anggaran dengan target yang ditetapkan dalam APBD.

(26)

26 2. Efisiensi Biaya

3. Efektifitas Program. 4. Pemerataan dan keadilan.

Menurut Widodo dalam Halim (2002 : 126) terdapat beberapa analisa rasio didalam pengukuran kinerja keuangan daerah yang dikembangkan berdasarkan data keuangan yang bersumber dari APBD adalah sebagai berikut :

a. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

Kemandirian keuangan daerah (otonomi fiskal) menunjukkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besar kecilnya pendapatan asli daerah dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber yang lain, misalnya bantuan pusat ataupun dari pinjaman.

Pinjaman dan insi Pusat/Prop Pemerintah Bantuan Daerah Asli Pendapatan n Kemandiria Rasio 

Rasio Kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana ekstern. Semakin tinggi rasio kemandirian mengandung arti bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekstern (terutama pemerintah pusat dan propinsi) semakin rendah, dan demikian pula

(27)

27 sebaliknya. Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio kemandirian, semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama pendapatan asli daerah. Semakin tinggi masyarakat membayar pajak dan retribusi daerah akan menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang semakin tinggi.

b. Rasio Efektifitas dan Efisiensi Pendapatan Asli Daerah Rasio efektifitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan pendapatan asli daerah yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah.

Daerah Riil Potenssi n Berdasarka Ditetapkan yang PAD Penerimaan Target Daerah Asli Pendapatan Penerimaan Realisasi s Efektifita Rasio 

Kemampuan daerah dalam menjalankan tugas dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai mencapai minimal sebesar 1 (satu) atau 100 persen. Namun demikian semakin tinggi rasio efektifitas, menggambarkan kemampuan daerah yang semakin baik. Guna memperoleh ukuran yang lebih baik, rasio efektifitas tersebut perlu dipersandingkan dengan rasio efisiensi yang dicapai pemerintah daerah.

daerah asli pendapatan penerimaan Realisasi PAD memungut untuk n dikeluarka yang Biaya Efisiensi Rasio 

(28)

28 Rasio efisiensi adalah rasio yang menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang diterima. Kinerja keuangan pemerintah daerah dalam melakukan pemungutan pendapatan dikategorikan efisien apabila yang dicapai kurang dari 1 (satu) atau dibawah 100 persen. Semakin kecil rasio efisiensi berarti kinerja pemerintahan daerah semakin baik.

c. Rasio Aktivitas

Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan secara optimal. Semakin tinggi presentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti persentase belanja investasi (belanja pembangunan) yang digunakan untuk menyediakan sarana prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil. Secara sederhana rasio keserasian itu dapat diformulasikan sebagai berikut :

APBD Total Rutin Belanja Total APBD adap Rutin terh Belanja Rasio  APBD Total n Pembanguna Belanja Total APBD n terhadap Pembanguna Belanja Rasio 

Belum ada patokan yang pasti berapa besarnya rasio belanja rutin maupun pembangunan terhadap APBD yang ideal, karena sangat dipengaruhi oleh dinamisasi kegiatan pembangunan dan besarnya kebutuhan investasi yang

(29)

29 diperlukan untuk mencapai pertumbuhan yang ditargetkan. Namun demikian, sebagai daerah di Negara berkembang peranan pemerintah daerah untuk memacu pelaksanaan pembangunan masih relatif kecil. Oleh karena itu, rasio belanja pembangunan yang relatif masih kecil perlu ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan pembangunan di daerah.

d. Debt Service Coverage Ratio (DSCR)

Dalam rangka melaksanakan pembangunan sarana dan prasarana di daerah, selain menggunakan pendapatan asli daerah, pemerintah daerah dapat menggunakan alternatif sumber dana lain, yaitu dengan melakukan pinjaman, sepanjang prosedur dan pelaksanaannya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Ketentuan itu adalah :

1. Ketentuan yang menyangkut persyaratan

a. Jumlah kumulatif pinjaman daerah yang wajib dibayar maksimal 75 % dari penerimaan APBD tahun sebelumnya.

b. DSCR minimal 2,5

DSCR merupakan perbandingan antara penjumlahan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Bagian Daerah (BD) dari pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, penerimaan sumber daya alam dan bagian daerah lainnya serta Dana Alokasi Umum setelah dikurangi Belanja Wajib

(30)

30 (BW), dengan penjumlahan angsuran pokok, bunga dan biaya pinjaman lainnya yang jatuh tempo.

Pinjaman) Biaya Bunga Angsuran (Pokok Total BW -DAU) BD (PAD DSCR     

2. Ketentuan yang menyangkut penggunaan pinjaman

a. Pinjaman jangka panjang digunakan membiayai pembangunan yang dapat menghasilkan penerimaan kembali untuk pembayaran pinjaman dan pelayanan masyarakat.

b. Pinjaman jangka pendek untuk pengaturan kas. 3. Ketentuan yang menyangkut prosedur

a. Mendapat persetujuan DPRD. b. Dituangkan dalam kontrak. e. Rasio Pertumbuhan

Rasio pertumbuhan (Growth ratio) mengukur seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang telah dicapai dari periode ke periode berikutnya. Dengan diketahuinya pertumbuhan untuk masing-masing komponen sumber pendapatan dan pengeluaran, dapat digunakan mengevaluasi potensi-potensi mana yang perlu mendapat perhatian.

1 -Xn PAD Penerimaan Realisasi 1 -Xn -Xn PAD Penerimaan Realisasi PAD Penerimaan Realisasi  1 -Xn Pendapatan Penerimaan Realisasi 1 -Xn -Xn Pendapatan Penerimaan Realisasi Pendapatan n Pertumbuha Rasio

(31)

31 1 -Xn PAD n Pembanguna Belanja Realisasi 1 -Xn -Xn n Pembanguna Belanja Realisasi n Pembanguna Belanja n Pertumbuha Rasio  Keterangan :

Xn = Tahun Yang dihitung Xn-1 = Tahun Sebelumnya

f. Rasio PDRB dan Tenaga Kerja

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah/ wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.

2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu Tabel 1.3

Tinjauan Penelitian Terdahulu

Nama Judul Pengukuran Penelitian Hasil Penelitian 1. Sri Haryati (2006) Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta Perbandingan Kinerja Keuangan Daerah Sebelum dan Sesudah Kebijakan Otonomi Daerah Kabupaten Sleman Tahun 1998-2000 Peneliti menggunakan rasio-rasio dalam kinerja keuangan setempat, yaitu : 1. Derajat Desentralisasi Fiskal (Tingkat Kemandirian Fiskal) 2. Kebutuhan Fiskal (fiscal need) 3. Kapasitas Fiskal (fiscal capacity)

4. Upaya Fiskal (fiscal effort) Kinerja keuangan daerah pada kabupaten Sleman mengalami penurunan persentase pada pengukuran derajat desentralisasi fiskal, kebutuhan fiskal, dan upaya fiskal setelah pemberlakuan otonomi daerah. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja keuangan kabupaten Sleman sebelum otonomi

(32)

32 daerah lebih baik dari pada setelah pemberlakuan kebijakan otonomi daerah. 2. Ahzir Erfa (2008) Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Setelah Otonomi Khusus (Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Aceh Utara) Peneliti menggunakan indikator rasio didalam pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerah setempat : 1. Rasio Kemandirian 2. Rasio Efektifitas dan

Efisiensi Pendapatan Asli Daerah

3. Rasio Keserasian 4. Rasio Upaya Fiskal 5. Rasio Pertumbuhan 6. Rasio

Desentralisasi Fiskal.

Dari hasil analisis data dapat digambarkan bahwa dengan diberlakukannya otonomi khusus dapat merubah dan menaikkan rata-rata kinerja pemerintah daerah Kabupaten Aceh Utara. Dimana PAD mengalami peningkatan dengan sedikit bantuan yang diperoleh pusat dan provinsi, pemerintah dapat meminimumkan biaya yang digunakan untuk memungut PAD, pemerintah mulai bisa menyeimbangkan antara belanja pembangunan dan belanja rutin, upaya fiskal dan pertumbuhan daerah serta kinerja pemerintah daerah kabupaten Aceh utara dalam hal pajak daerah sangat maksimal. 3. MHD Karya Satya Azhar (2008) Mahasiswa Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Pengujian akan dilakukan dengan cara melakukan uji banding atas laporan keuangan

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kinerja

(33)

33 Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara Kabupaten/Koa Sebelum dan Setelah Otonomi Daerah kabupaten/kota yang didapat dari laporan realisasi anggaran, kemudian diambil beberapa ratio yang dianggap cukup didalam menilai kinerja

keuangan, ratio tersebut diantaranya : 1. Rasio Desentralisasi Fiskal. 2. Rasio Upaya Fiskal. 3. Rasio Tingkat Kemandirian Pembiayaan. 4. Rasio Efisiensi Penggunaan Anggaran. sebelum dan setelah otonomi. Ini dapat dilihat dari tingginya tingkat pembiayaan daerah dari pemerintahan pusat cukup tinggi dan tekanan keuangan yang mengakibatkan kinerja pemerintah bergeser naik maupun turun. 4.Martha Yurdila Janur (2009) Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara Medan Analisis terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Pada Kabupaten Bungo Sesudah Otonomi Daerah tahun 2003 – 2007 Peneliti menggunakan indikator rasio didalam pengukuran kinerja keuangan pemerintah setempat :

1. Rasio Kemandirian 2. Rasio efektivitas dan

efisiensi Pendatan Asli Daerah 3. Rasio Aktivitas

Belanja Rutin dan Pembangunan 4. Debt Service Coverage Ratio (DSCR) Hasil penelitian menunjukkan bahwa sesudah diberlakukannya kebijakan otonomi daerah, Kinerja keuangan Pemerintah Kabupaten Bungo masih menunjukkan rata-rata kinerja keuangan daerah yang masih belum stabil atau belum begitu baik. Hasil perhitungan setiap tahun mengalami angka yang naik turun rasio keuangan menunjukkan trend positif dan trend negatif. Hal ini disebabkan Pemerintah daerah

(34)

34 Kabupaten Bungo masih belum matang didalam pengelolaan sumberdaya daerah yang tersedia dan pendapatan daerah yang diterima.

Sumber : Martha Yurdila Janur FE-USU, 2009

2.3. Kerangka Konseptual

Skema 2.1 Kerangka Konseptual

Sumber : APBD Kab. Boalemo, 2010

Keterangan Kerangka Konseptual:

Pada Pemerintahan Kabupaten Boalemo, data yang digunakan adalah Laporan Realisasi Anggaran/ Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah dalam hal ini Bupati yang lebih di kenal dengan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Kepala Daerah. Kemudian data dapat dianalisis dengan menggunakan rasio-rasio keuangan, antara lain :

1. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah

2. Rasio Efektifitas dan Efisiensi Pendapatan Asli Daerah

Pemerintah Daerah Kabupaten Boalemo Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kabupaten Boalemo Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah

(35)

35 3. Rasio Aktivitas

4. Debt Service Coverage (DSCR)

5. Rasio Pertumbuhan, PDRB dan Ketenagakerjaan.

Sehingga dari perhitungan rasio-rasio tersebut maka akan dapat diperoleh hasil Analisis Kinerja Keuangan Pemerintahan Daerah Kabupaten Boalemo selama lima tahun terakhir ( 2005 – 2010).

(36)

36 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian berbentuk deskriptif, dimana penelitian ini akan menggambarkan fenomena atau karakteristik data yang tengah berlangsung pada saat penelitian ini dilakukan atau selama kurun waktu tertentu untuk menguji dan menjawab pertanyaan mengenai status terakhir dari subyek penelitian.

3.2. Jenis Data

Data yang digunakan didalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang telah ada dan tersedia baik di buku-buku literatur ataupun sumber-sumber lain. Data sekunder ini terdiri atas : Laporan Realisasi Anggaran/ Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Bupati Kabupaten Boalemo yaitu untuk tahun 2005-2010 serta data pendukung lainnya yang bersumber dari Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) serta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), BPS, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Naker Trans) Kabupaten Boalemo.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan, maka pengumpulan data dan informasi tersebut dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Teknik Dokumentasi, yaitu melalui pencatatan ataupun softcopy atas data-data yang diperlukan

(37)

37 dibutuhkan yang dapat mendukung penelitian melalui buku-buku, literatur-literatur dan Iain-lain yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.

3.4. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang dilakukan mencakup analisis deskriptif yang didasarkan pada penggambaran yang mendukung analisa tersebut, analisis ini menekankan pada pemahaman mengenai masalah-masalah dalam kehidupan sosial berdasarkan kondisi realitas atau natural setting yang holistis, kompleks, dan rinci yang sifatnya menjelaskan secara uraian atau dalam bentuk kalimat.

Menurut Widodo dalam Halim (2002 : 126) analisa yang digunakan pada analisis kinerja keuangan daerah dalam bentuk rasio yang dapat dikembangkan berdasarkan data keuangan yang bersumber dari APBD adalah sebagai berikut :

1. Rasio Kemandirian Daerah

2. Rasio Efektifitas dan Efisiensi Pendapatan Asli Daerah 3. Rasio Aktivitas

4. Debt Service Coverage Ratio (DSCR)

5. Rasio Pertumbuhan, PDRB dan Ketenagakerjaan

3.5. Lokasi dan Jadwal Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Boalemo tepatnya di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Boalemo yang beralamat di Jalan Merdeka Kecamatan Tilamuta selama dua bulan ( juni- juli 2011).

(38)

38 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Kabupaten Boalemo

Boalemo pada abad ke-17 pernah menjadi sebuah daerah kerajaan, wilayahnya mencakup bagian barat Gorontalo. Ketika Belanda berkuasa sistem pemerintahan beberapa kali mengalami perubahan. Dalam Lembaran Negara tahun 1925 nomor 262, Keresidenan Gorontalo dibagi menjadi dua wilayah pemerintahan, yaitu 1) Onder Afdeling Gorontalo dengan Onder distriknya, meliputi Atinggola, Kwandang, Sumalata, Batudaa, Tibawa, Gorontalo, Telaga, Tapa, Kabila, Suwawa, Bone Pantai, dan 2) Onder Afdeling Boalemo dengan Onder distriknya, Paguyaman, Tilamuta, Paguat, dan Popayato.

Pada tahun 1946, ketika Sulawesi menjadi bagian dari Negara Indonesia Timur, Keswaprajaan yang tertuang dalam UU nomor 29 tahun 1959 perihal Pembentukan Daerah tingkat II di seluruh Sulawesi. Dalam Undang-undang ini Boalemo menjadi salah satu Kewedanan dalam wilayah Kabupaten Gorontalo. Status Kewedanan Boalemo berlaku sampai dengan keluarnya UU nomor 5 tahun 1974 yang selanjutnya disusul oleh Permendagri nomor 132 tahun 1978 tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja kantor pembantu Bupati/Walikotamadya. Kemudian bekas Kewedanan Boalemo berubah menjadi Pembantu Bupati Wilayah Kerja Paguat yang meliputi lima kecamatan, yaitu : Paguyaman, Tilamuta, Paguat, Marisa, dan Popayato. Menengok sejarah Boalemo pada masa lalu, serta

(39)

39 mempertimbangkan jarak kendali pemerintahan Kabupaten Gorontalo yang berpusat di Limboto, maka kemudian berkembang aspirasi pembentukan daerah otonom baru. Dukungan politik juga telah disuarakan oleh Bapak Achmad Hoesa Pakaya SE, MBA selaku Bupati Gorontalo pada saat itu dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah setempat. Juga adanya sokongan dari Gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Utara menjelang berpisah Gorontalo menjadi Propinsi. Kemudian Presiden Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menetapkan UU nomor 5 tahun 1999, tanggal 14 oktober 1999 tentang pembentukan Kabupaten Boalemo, kemudian secara resmi Kabupaten Boalemo berdiri setelah diundangkannya pada tanggal 12 oktober 1999.

Sesuai amanat UU nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan UU nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, rencana pembangunan menurut undang-undang tersebut dibagi menjadi rencana pembangunan jangka panjang, rencana pembangunan jangka menengah, dan rencana kerja pemerintah daerah.

Dalam rangka perencanaan pembangunan nasional, pemerintah daerah harus memperhatikan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat dan struktur tata pemerintahan. Tujuan dan sasaran pembangunan harus memperhatikan permasalahan yang menjadi lingkup nasional maupun amanat pembangunan yang diberikan oleh pemerintah pusat. Alokasi sumber daya daerah harus mendukung penyelesaian masalah nasional disamping menjadi masalah yang ada didaerah masing-masing.

(40)

40 Kabupaten Boalemo sebagai bagian dari Propinsi Gorontalo pada tanggal 24 agustus 2006 telah melaksanakan pesta demokrasi pemilihan kepala daerah untuk mendapat dukungan dan legitimasi dari masyarakat sebagai pemegang mandat negara. Dengan terpilihnya Bapak H. Ir. Iwan Bokings MM sebagai Bupati dan Bapak H. Ir. La Ode Haimudin sebagai Wakil Bupati Boalemo untuk periode 2007 – 2012 pada pesta demokrasi tersebut, maka visi dan misi dari Bupati dan Wakil Bupati ini selanjutnya akan menjadi visi dan misi pembangunan daerah lima tahun kedepan sebagaimana yang diamanatkan dalam undang-undang.

Kabupaten Boalemo adalah merupakan satu dari enam kabupaten/kota yang ada di Propinsi Gorontalo dengan luas 2.617.75 km2. kurang lebih 20% dari luas Propinsi Gorontalo. Secara geografis terletak antara 00o 23’50” – 00o 02’40” LU dan 122o 01’10” – 122o 39’25” BT dengan batas administrasi sebagai berikut :

1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Sumalata Kabupaten Gorontalo.

2. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Boliohuto Kabupaten Gorontalo.

3. Sebelah selatan berbatasan dengan Teluk Tomini.

4. Sebelah barat berbatsan dengan Kecamatan Paguat Kabupaten Pohuwato.

Visi Kabupaten Boalemo adalah “Mewujudkan Masyarakat Boalemo yang Dinamis, Aman, Sehat, Cerdas dan Sejahtera Dalam Nuansa Religius”.

(41)

41 Misi Kabupaten Boalemo adalah :

1. Dinamis yang artinya adalah mewujudkan kehidupan masyarakat yang dinamis dengan menjunjung tinggi nilai agama dan supremasi hukum serta pengembangan kearifan budaya lokal.

2. Aman artinya adalah membina dan meningkatkan kehidupan umat beragama dalam rangka peningkatan kualitas umat dan kerukunan antar umat beragama.

3. Sehat artinya adalah Peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat melalui penyediaan infrastruktur kesehatan.

4. Cerdas artinya adalah memfasilitasi upaya peningkatan sumber daya manusia sebagai program unggulan Kabupaten Boalemo melalui Iman dan Taqwa serta Ilmu Pengetahuan Teknologi, dan olahraga bagi anak didik, pemuda dan aparat pemerintah.

5. Sejahtera artinya adalah meningkatkan pendapatan daerah dan pendapoatan masyarakat melalui program unggulan Kabupaten Boalemo (Agropolitan dan Perikanan/Kelautan).

Dalam mencapai visi dan misi Kabupaten Boalemo, maka perlu disusun strategi dan arah kebijakan pembangunan, guna mengoptimalkan pemanfaatan potensi lokal secara efektif dalam menciptakan kondisi perekonomian yang kompetitif dan kondisi sosial yang kondusif serta sarana dan prasarana yang memadai dalam mencapai sasaran pembangunan secara berkelanjutan. Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2007 – 2012 dimaksudkan sebagai dokumen perencanaan pembangunan yang

(42)

42 memberikan arah kebijakan keuangan daerah, strategis pembangunan daerah, kebijakan umum, program pembangunan daerah, serta sasaran-sasaran strategis yang ingin dicapai selama lima tahun kedepan.

Tujuan penyusunan RPJM Kabupaten Boalemo 2007 – 2012 adalah untuk menjabarkan visi, misi dan program kepala daerah. Selain itu RPJM juga sebagai sarana untuk menampung aspirasi masyarakat dan membangun konsensus antar stake holders untuk menentukan arah pembangunan Kabupaten Boalemo dan mengacu kepada RPJM Nasional serta RPJM Propinsi Gorontalo.

4.2. Strategi Pencapaian Visi dan Misi

LIMA PENGENTASAN PEMBANGUNAN Boalemo 2006-2011 (MANTAP Boalemo) adalah :

1. Infrastruktur

Pembangunan infrastruktur diarahkan untuk membuka akses ke sentra produksi dan desa terpencil serta kerusakan akibat bencana alam. 2. Lapangan kerja

Perluasan lapangan dan kesempatan kerja lebih diarahkan untuk keluarga miskin dan para penganggur untuk mengelola sumber daya alam disegala bidang serta memberikan kemudahan bagi investor bekerjasama dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan pengusaha lokal untuk membangun disegala bidang tanpa merugikan kepentingan rakyat dan daerah.

(43)

43 3. Hukum dan Hak Asasi Manusia

Penegakkan hukum dan hak asasi manusia diarahkan untuk pencegahan dan pemberantasan Kolusi, Korupsi dan Nepotisme, perlindungan anak dan kekerasan dalam rumah tangga, bantuan fasilitas dan perlindungan.

4. Amanah

Amanah dalam pemerintahan (good governance) dengan menerapkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, efisien, dan partisipasi.

5. Melanjutkan Lima Program Unggulan Usaha Boalemo ( LIPUU Boalemo) yang telah di kembangkan pada periode 2001-2006.

Pembangunan Kabupaten Boalemo diarahkan pada peningkatan, perluasan dan penyempurnaan dari tahun sebelumnya yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan mendorong pemerataan serta memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, sehingga diharapkan dapat mempertinggi kesejahteraan sosial masyarakat.

4.3. Pertumbuhan Ekonomi dan Tenaga Kerja

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah/ wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.

PDRB atas dasar harga berlaku merupakan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedang PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang

(44)

44 dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar.

Dilihat dari sisi lapangan usaha, maka laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Boalemo tahun 2005 - 2009 telah terjadi peningkatan yang signifikan dibeberapa lapangan usaha seperti pertanian dan jasa-jasa seperti terlihat pada tabel 4.1 berikut :

Tabel 4.1

Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Boalemo Berdasarkan Lapangan Usaha Tahun 2005-2010

No. Lapangan Usaha Tahun

2005 2006 2007 2008 2009

1 2 3 4 5 6 7

1 Pertanian 159.952 183.564 227.681 277.531 300.759 2 Pertambangan pnggalian 1.849 2.035 2.394 3.870 5.329 3 Industri Pengolahan 20.452 21.762 23.018 26.086 28.281 4 Listrik, Gas & Air bersih 2.463 2.579 3.030 2.956 3.221

5 Bangunan 25.305 27.206 32.596 41.102 54.861

6 Perdagangan, Hotel & Restoran

46.432 51.441 55.827 55.672 68.580 7 Pengangkutan & Komunikasi 16.342 19.781 20.568 22.111 26.771 8 Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan

29.673 41.690 46.914 53.054 63.161 9 Jasa-jasa 66.597 88.202 105.410 131.146 159.807

PDRB 369.065 438.260 517.438 613.528 710.770

Pertumbuhan ekonomi 17,09 18,75 18,07 18,57 15,85

Sumber : BPS Kabupaten Boalemo 2010

Dari tabel 4.1 kita dapat melihat bahwa pada tahun 2007 kontribusi sektor pertanian mencapai 44 %, nilai ini meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai 41,8 %. Sektor pertanian masih menjadi sektor unggulan di Kabupaten Boalemo. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Boalemo sangat sensitif ditentukan oleh sektor pertanian. Sektor jasa merupakan sektor kedua yang juga memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Boalemo.

(45)

45 Hal tersebut diatas menunjukkan keseriusan pemda Kabupaten Boalemo untuk mengembangkan kabupatennya sendiri melalui pemanfaatan secara efektif dan efisien segala sumber daya yang telah ada dan tersedia, dengan melakukan pengelolaan dan pengolahan sumber daya tersebut melalui penyediaan lapangan usaha, ini juga merupakan salah satu strategi untuk mencapai tujuan pemerintah didalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Boalemo dengan membuka dan memberikan peluang serta kesempatan atas penyediaan lapangan pekerjaan dari lapangan usaha yang diciptakan. Untuk lebih jelasnya status angkatan kerja kabupaten Boalemo tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 4.2. berikut ini :

Tabel 4.2

Penduduk Berumur 15 Tahun Ke Atas Menurut Status Angkatan Kerja di Kabupaten Boalemo 2009

Status Jumlah Persentase

(1) (2) (3)

Angkatan Kerja 54.081 66,98

Labor Force

Bukan Angkatan Kerja 26.664 33,32

Not Labor Force Jumlah

2009 80.745 100,00

2008 80.015 100,00

2007 74.357 100,00

Sumber : BPS Kabupaten Boalemo, 2010

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) merupakan perbandingan antara penduduk yang bekerja dan mencari kerja (angkatan kerja) dengan penduduk usia 15 tahun keatas. Indikator ini menunjukkan banyaknya penduduk (15 tahun keatas) yang aktif secara ekonomi.

(46)

46 TPAK Kabupaten Boalemo tahun 2009 sekitar 66,98 persen. ini berarti sekitar setengah dari jumlah penduduk usia yang aktif secara ekonomi. Jika dilihat dari jenis kelamin maka TPAK laki-laki sama besar dengan TPAK perempuan masing-masing sebesar 50 persen. Hal ini menggambarkan bahwa penduduk laki-laki dan perempuan usia kerja yang aktif secara ekonomi sebanding.

Jika dibandingkan dengan kondisi di Propinsi Gorontalo secara umum maka persentase penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi di Kabupaten Boalemo masih sangat kecil, dimana TPAK Propinsi Gorontalo sebesar 57,52 persen.

Penduduk yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan disebut menganggur (unemployed). Jadi pengangguran termasuk mereka yang tidak bekerja dan mencari pekerjaan, telah diterima bekerja namun belum bekerja dan yang di PHK tetapi masih berhasrat untuk bekerja. Angka tingkat pengangguran terbuka merupakan perbandingan antara jumlah pencari kerja dengan jumlah lapangan kerja.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Kabupaten Boalemo tahun 2009 sebesar 2.452 atau sekitar 4,53 persen. Artinya dari 10.000 pendududk yang termasuk angkatan kerja sebanyak 2.452 orang diantaranya adalah pencari kerja. Secara umum hal ini lebih kecil jika dibandingkan dengan kondisi diseluruh Propinsi Gorontalo dimana TPT-nya sebesar 15,02 persen. Seiring dengan pola/ struktur ekonomi Kabupaten Boalemo yang didominasi oleh sektor primer (pertanian dan pertambangan) ternyata ini

(47)

47 juga didukung oleh banyaknya tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan ekonomi tersebut. Kelompok lapangan usaha primer melibatkan sekitar 70,65 persen dari seluruh tenaga kerja di Kabupaten Boalemo disusul kelompok lapangan usaha tersier (sektor perdagangan, akomodasi, angkutan, komunikasi, keuangan dan jasa). Kelompok lapangan usaha sekunder hanya (sektor industri, listrik, gas dan air bersih) hanya menyerap tenaga kerja sekitar 8, 04 persen.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2005 atas dasar harga berlaku sebesar 369.065 juta rupiah dan atas dasar harga konstan sebesar 238.769 juta rupiah hasil pertumbuhan ekonomi 6,28 %, tahun 2006 atas dasar harga berlaku sebesar 438.260 juta rupiah dan atas dasar harga konstan sebesar 254.637 juta rupiah hasil pertumbuhan ekonomi 6,65 %, tahun 2007 atas dasar harga berlaku sebesar 517.438 juta rupiah dan atas dasar harga konstan sebesar 272.683 juta rupiah hasil pertumbuhan ekonomi 7,09 %, tahun 2008 atas dasar harga berlaku sebesar 613.528 juta rupiah dan atas dasar harga konstan sebesar 292.767 juta rupiah hasil pertumbuhan ekonomi 7,37 %, dan pada tahun 2009 atas dasar harga berlaku sebesar 710.770 juta rupiah dan atas dasar harga konstan sebesar 310.753 juta rupiah hasil pertumbuhan ekonomi 6,14 %. Pada tahun 2007 inilah pertumbuhan ekonomi Kabupaten Boalemo menembus angka 7.

Untuk lebih jelasnya pertumbuhan PDRB Kabupaten Boalemo selama kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini :

(48)

48 Tabel 4.3

Produk Domestik Regional Bruto dan Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Boalemo Tahun 2003 – 2009

Sumber : BPS Kabupaten Boalemo, 2010

Berdasarkan data tersebut terdapat perkembangan yang signifikan pada pertumbuhan ekonomi daerah Kabupaten Boalemo yang didominasi oleh sektor primer dibidang pertanian dan jasa, sehingga dampaknya sangat berpengaruh pada pertumbuhan pendapatan asli daerah. Dengan meningkatnya PAD akan mendorong sektor keuangan dan sektor-sektor lain dalam proses percepatan pembangunan daerah. Sehingga hal ini akan berimplikasi pula terhadap pergerakan rasio-rasio keuangan daerah ke-trend yang lebih baik.

4.4. Gambaran Umum Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD)

Berdasarkan PP nomor 8 tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah mengamanatkan adanya pentaan kembali Organisasi Perangkat Daerah, sehingga Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Boalemo mengalami perubahan nama menjadi Badan Pengelola

(49)

49 Keuangan dan Aset Daerah disingkat BPKAD, yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Boalemo nomor 15 tahun 2005 sampai dengan sekarang, yang orgnisasinya terdiri dari Kepala Badan, Bagian Tata Usaha, Bidang Pendapatan, Bidang Belanja, Bidang Kekayaan dan Aset, Bidang Pembukuan dan Pelaporan, Kelompok Jabatan Fungsional, dan Unit Pelaksana Teknis (UPT).

Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah, mempunyai tugas menyelenggarakan kewenangan pemerintah dalam bidang Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah.

4.4.1. Visi dan Misi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah a. Visi BPKAD

Perencanaan pengendalian manajemen pengelolaan keuangan daerah serta optimalisasi penerimaan pendapatan dan pengelolaan aset daerah dalam rangka mendukung pencapaian program pemerintah daerah Kabupaten Boalemo.

b. Misi BPKAD

1. Merumuskan kebijakan teknis pengelolaan keuangan 2. Optimalisasi dan diversifikasi potensi penerimaan

3. Penataan dan pengembangan sistem pengelolaan keuangan 4. Peningkatan kemampuan sumber daya aparatur pengelola

(50)

50 5. Diversifikasi pemanfaatan dan pengamanan aset daerah

dalam menunjang pelaksanaan program.

6. Pengendalian dan pengawasan teknis pengelolaan keuangan daerah.

(51)

Gambar 4.1

Struktur Organisasi BPKAD Kabupaten Boalemo Tahun 2011

(52)

52 4.4.2. Tugas dan Fungsi Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah

Tugas dan fungsi Badan pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Boalemo dibentuk berdasarkan Perda nomor 15 tahun 2005 tentang : Tugas pokok, fungsi, uraian tugas dan tata kerja Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Boalemo. Tugas dan fungsi BPKAD Kabupaten Boalemo :

a. Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah dipimpin oleh seorang Kepala Badan, mempunyai tugas memimpin Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah daklam hal melaksanakan urusan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dan penyelenggaraan pelayanan sesuai bidang tugasnya. Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Boalemo mempunyai tugas :

1) Menyelenggarakan kewenangan pemerintah daerah dalam bidang pengelolaan keuangan dan aset daerah.

2) Perumusan kebijakan tekhnis dibidang pengelolaan keuangan dan aset daerah.

3) Pemberian pelayanan penunjang penyelenggaraan pemerintahan daerah.

4) Menatausahakan penerimaan dan pengeluaran keuangan serta aset daerah.

b. Sekretariat dipimpin oleh seorang Sekretaris, mempunyai tugas melaksanakan urusan pelayanan administrasi umum,

(53)

53 kepegawaian, keuangan dan perencanaan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah.

Sekretaris mempunyai fungsi :

1) Penyelenggaraan administrasi umum 2) Penyelenggaraan urusan kepegawaian 3) Penyelenggaraan urusan keuangan 4) Penyelenggaraan urusan perencanaan

c. Sub Bagian Perencanaan dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian, mempunyai tugas melaksanakan pengkajian, pengumpulan dan penyiapan bahan sesuai kebutuhan perencanaan Badan.

d. Sub bagian Umum dan Kepegawaian dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian, mempunyai tugas melaksanakan urusan surat-menyurat, kearsipan, perpustakaan, dokumentasi, perlengkapan, dan urusan rumah tangga badan.

e. Sub Bagian Keuangan dipimpin oleh seorang kepala Sub Bagian, mempunyai tugas melaksanakan urusan penatausahaan administrasi keuangan serta merumuskan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA)

f. Bidang Pendapatan dipimpin oleh seorang Kepala Bidang, mempunyai tugas menyelenggarakan pembinaan dan pengembangan dibidang pendapatan daerah.

Referensi

Dokumen terkait

Dari penilaian hasil pada pra siklus proses pembelajaran IPA materi perubahan lingkungan di kelas IV MI Darussalam Ngepreh Sayung masih banyak peserta didik yang tidak

Seiring dengan perkembangan zaman yang terus memaksa kebudayaan lokal harus terus berkompetisi agar tradisinya tidak tergeser dan menjadi punah, maka saat ini masyarakat Muna

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pada pihak manajemen hotel kelas melati di Yogyakarta mengenai dampak positif penerapan strategi orientasi pada pasar

Tabel 5 menunjukkan bahwa penggunaan zeolit alam Gunung Kidul teraktivasi memberikan kinerja yang baik sebagai media adsorben untuk limbah artifisial zat warna tekstil pada

Kedua sampel ini diambil untuk mewakili sampel lempung yang digunakan dalam penelitian ini adalah karena pada kedua sampel tersebut, terjadi pertukaran kation yang

Pada umumn ya orang mengartikan Golput sebagai tindakan orang yang secara sengaja dan sadar untuk tidak ikut mencoblos dalam pemilihan umum karena alasan tidak

Dalam semantik kita mengenal yang disebut klasifikasi makna, relasi makna, erubahan makna, analisis makna, dan makna pemakaian bahasa. Semantik adalah subdisiplin linguistik

Pada penelitian ini, memanfaatkan Google speech dengan fitur text to speech dan speech to text dalam merancang aplikasi untuk membantu penyandang tunarungu dalam