• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMERINTAH KABUPATEN TELUK BINTUNI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMERINTAH KABUPATEN TELUK BINTUNI"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

TELUK BINTUNI

2003

PEMERINTAH KABUPATEN TELUK BINTUNI

SEHATI MENUJU BINTUNI BARU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TELUK BINTUNI

NOMOR 17 TAHUN 2006

T E N T A N G

RETRIBUSI IZIN USAHA PERIKANAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TELUK BINTUNI,

Menimbang : a bahwa dalam rangka penyelenggaraan tugas-tugas umum pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan maka perlu menggali potensi guna peningkatan Pendapatan Asli Daerah;

b. Bahwa Retribusi Izin Usaha Perikanan merupakan salah satu sumber yang

penting bagi Pendapatan Asli Daerah guna menunjang kewenangan daerah dalam mewujudkan pelaksanaan otonomi yang nyata dan bertanggung jawab;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan dimaksud pada huruf a dan b di atas, maka

pungutan Retribusi Izin Usaha Perikanan perlu diatur dan ditetapkan dalam bentuk Peraturan Daerah;

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Propinsi

Otonom Irian Barat dan Kabupaten-kabupaten Otonom di Propinsi Irian Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2907);

2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3207);

3. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan

Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3482);

4. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan atas

Undang-undang Nomor 18 tahun 1997 Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Republik Indonesia Negara 4048);

5. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi

Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4151);

6. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten

Sarmi, Kabupaten Keerom, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Waropen, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, Kabupaten Teluk Bintuni dan Kabupaten Teluk Wondama di Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4245);

7. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

(2)

8. Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433);

9. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4493);

10. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1973 tentang Perubahan Nama Propinsi Irian Barat menjadi Irian Jaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1973 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2997);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Pusat dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4139);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 54 tahun 2002 tentang Usaha Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor ..., Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor ...);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 62 tahun 2002 tentang Tarif Atas Devisa Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Kelautan dan Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor ..., Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor ...); 16. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2006

tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah;

17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 tentang Bentuk Produk Hukum Daerah;

18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 tentang Lembaran Daerah dan Berita Daerah;

19. Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 174 Tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah;

20. Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 175 Tahun 1997 tentang Tata Cara Pemeriksaan Di Bidang Retribusi Daerah;

21. Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia vNomor 147 Tahun 1998 tentang Komponen Penetapan Tarif Retribusi;

22. Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pencabutan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Di Lingkungan Pemerintah Daerah; 23. Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2003

tentang Pedoman Pembinaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Daerah;

24. Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pedoman Operasional Penyidik Pegawai Negeri Sipil Daerah Dalam Penegakan Peraturan Daerah;

(3)

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TELUK BINTUNI

Dan

BUPATI TELUK BINTUNI

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RETRIBUSI IZIN USAHA

PERIKANAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Teluk Bintuni. 2. Bupati adalah Bupati Teluk Bintuni.

3. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat Daerah Otonom yang lainnya

disebut Badan Eksekutif Daerah.

4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Badan

Legislatif Daerah.

5. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang retribusi sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku.

6. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan

lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma kongsi, koperasi, bentuk usaha tetap serta badan usaha lainnya; yang bergerak di bidang Perikanan.

7. Dinas Kelautan dan Perikanan adalah Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Teluk

Bintuni.

8. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Teluk Bintuni.

9. Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan.

10. Pembudidaya ikan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan pembudidayaan

ikan.

11. Surat Penangkapan Ikan (SPI) adalah surat yang harus dimiliki setiap kapal perikanan

untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari IUP.

12. Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) adalah surat izin yang harus dimiliki oleh setiap kapal perikanan untuk melakukan kegiatan pengangkutan ikan.

13. Kapal perikanan adalah kapal atau perahu atau alat apung lainnya yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, termasuk untuk melakukan survey atau eksplorasi perikanan.

14. Kapal penangkap ikan adalah kapal yang secara khusus dipergunakan untuk menangkap

ikan termasuk menampung, menyimpan, mendinginkan atau mengawetkan.

15. Kapal pengangkut ikan adalah kapal yang secara khusus dipergunakan untuk mengangkut

ikan termasuk memuat, menampung, menyimpan, mendinginkan atau mengawetkan. 16. Izin Usaha Perikanan yang selanjutnya di sebut IUP adalah izin tertulis yang harus dimiliki

orang atau badan hukum Indonesia untuk melakukan usaha perikanan dengan menggunakan sarana produksi yang tercantum dalam izin tersebut.

17. Usaha perikanan adalah semua usaha untuk menangkap, membudidayakan termasuk

kegiatan menyimpan, mengawetkan dan mengolah ikan untuk tujuan komersial.

18. Tanda pencatatan kegiatan perikanan adalah surat yang di berikan kepada nelayan atau

(4)

19. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi.

20. Masa retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan Izin Usaha Perikanan.

21. Surat Pendaftaran Retribusi Daerah yang selanjutnya dapat disingkat SPDRD adalah surat yang dipergunakan oleh wajib retribusi untuk melaporkan data obyek retribusi dan wajib retribusi sebagai dasar perhitungan dan pembayaran retribusi yang terutang menurut peraturan perundang-undangan retribusi daerah.

22. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya dapat disingkat SKRD adalah surat

ketetapan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terutang.

23. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya dapat disingkat

SKRDKB adalah surat ketetapan yang menetukan besarnya jumlah retribusi yang terutang, jumlah kredit retribusi, jumlah pembayaran kekurangan pembayaran pokok retribusi, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar.

24. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya dapat

disingkat SKRDKBT adalah surat ketetapan yang menentukan tambahan atas Jumlah Retribusi yang telah ditetapkan.

25. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar yang selanjutnya disingkat SKRDLB adalah

surat ketetapan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar dari retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang.

26. Surat Tagihan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat STRD adalah surat untuk

melakukan tagihan retribusi dan atau sangsi administrasi berupa bunga dan atau denda.

27. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap SKRD atau

dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT dan SKRDLB yang diajukan oleh wajib retribusi.

28. Bendahara Khusus Penerimaan adalah Bendahara Khusus Penerimaan pada Dinas

Perekonomian dan Pendapatan Daerah Kabupaten Teluk Bintuni.

29. Pembantu Bendahara Khusus Penerima adalah personil pada Dinas Kelautan dan Perikanan

yang ditugaskan untuk menerima, menyimpan dan menyetorkan hasil pungutan retribusi kepada Bendahara Khusus Penerima Dinas Perekonomian dan Pendapatan Daerah Kabupaten Teluk Bintuni.

30. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah

data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan retribusi daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah dan retribusi daerah.

31. Penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah adalah serangkaian tindakan yang

dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat jelas tindak pidana di bidang retribusi daerah yang terjadi serta menemukan tersangka.

BAB II

NAMA, OBYEK, SUBYEK DAN WAJIB RETRIBUSI

Pasal 2

Dengan nama Retribusi Izin Usaha Perikanan dipungut retribusi atas setiap kegiatan atau usaha perikanan.

Pasal 3

(1) Obyek retribusi adalah pemberian perizinan usaha perikanan oleh Pemerintah Daerah, yang berupa IUP, SPI dan SIKPI.

(2) Pemberian SPI dan SIKPI terhadap kapal perikanan yang berukuran tidak lebih dari 10 GT dan/atau kekuatan mesinnya tidak lebih dari 30 Daya Kuda.

(5)

Pasal 4

Subyek retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh pelayanan perizinan usaha perikanan.

Pasal 5

Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh pelayanan perizinan usaha perikanan.

Pasal 6

(1) Setiap orang pribadi atau badan yang melakukan usaha perikanan wajib memiliki Izin Usaha Perikanan yang selanjutnya disingkat IUP.

(2) Jenis IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, terdiri dari:

a. Usaha Penangkapan Ikan;

b. Usaha Pembudidayaan Ikan, yang terdiri dari : 1) pembudidayaan ikan di air tawar;

2) pembudidayaan ikan di air payau; 3) pembudidayaan ikan di laut.

(3) IUP sebagaimana ayat (1) diberikan Bupati setelah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

Pasal 7

(1) Segala jenis usaha penangkapan ikan yang bersifat komersial dengan menggunakan alat bantu penggerak wajib memiliki izin usaha perikanan, usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan dengan menggunakan perahu tak bermotor tidak wajib IUP.

(2) Usaha pembudidayaan ikan yang tidak diwajibkan memiliki IUP adalah :

a. Kegiatan pembudidayaan ikan air tawar yang dilakukan oleh petani ikan dikolam air

tenang, areal tidak lebih dari 1 (satu) hektar;

b. Kegiatan pembudidayaan ikan air payau yang dilakukan oleh petani ikan dengan areal lahan tidak lebih dari 2 (dua) hektar atau padat penebaran 25.000 (dua puluh lima ribu) benur per hektar;

c. Kegiatan pembudidayaan ikan air laut yang dilakukan oleh petani ikan dengan areal

lahan tidak lebih dari 1 (satu) hektar.

(3) Nelayan dan Petani Ikan yang tidak diwajibkan memiliki IUP, setiap tahun wajib mencatat kegiatan pada Dinas Kelautan dan Perikanan.

(4) Tanda Pencatatan Kegiatan Perikanan kedudukannya mempunyai kekuatan hukum

sederajat dengan IUP.

BAB III GOLONGAN

Pasal 8

Retribusi Izin Usaha Perikanan digolongkan sebagai Retribusi Perizinan Tertentu/Retribusi Jasa Usaha.

(6)

BAB IV

CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA

Pasal 9

Tingkat penggunaan jasa untuk pemberian Izin Usaha Perikanan sebagaimana dimaksud pasal (6) Peraturan Daerah ini, diukur berdasarkan jenis usaha dan kegiatan.

BAB V

PRINSIP PENETAPAN, STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF IZIN USAHA PERIKANAN

Pasal 10

Prinsip penetapan tarif Retribusi Izin Usaha Perikanan didasarkan pada jasa pelayanan yang meliputi penggantian biaya administrasi, survey lapangan, pengawasan, pengendalian dan biaya pembinaan serta perlindungan sumber daya ikan.

Pasal 11

Tarif retribusi untuk SPI dan SIKPI ditetapkan berdasarkan rumusan tarif Gross Tonnage (GT) dikalikan ukuran GT kapal menurut jenis kapal perikanan yang digunakan.

Pasal 12

(1) Struktur besarnya tarif Retribusi per unit setiap tahun ditetapkan sebagai berikut:

a. Penangkapan Ikan Hiu……… Rp. 1.500.000,-

b. Penangkapan Ikan Dasar (Demersial)……… Rp. 500.000,-

c. Penangkapan Ikan Permukaan (Pelagis)……… Rp. 500.000,-

d. Penangkapan dengan Bagan / Rakit……… Rp. 500.000,-

e. Penangkapan dengan Sero……… Rp. 500.000,-

f. Penangkapan Udang Laut dengan Kapal……… Rp. 3.000.000,-

g. Penangkapan Udang Laut dengan Perahu……… Rp. 250.000,-

h. Penangkapan Udang Lobster……… Rp. 500,000,-

i . Penangkapan ikan Kerapu ……… Rp. 500.000,-

j . Penangkapan ikan Tengiri……… Rp. 500.000,-

k. Penangkapan Kepiting……… Rp. 50.000,-

l . Nelayan Musiman/Temporer ……… Rp. 1.000.000,-

n. Pengolahan dan atau pengawet hasil-hasil laut …….. Rp. 250.000,-

o. Pengumpul dan Penyimpan Hasil Laut:

- Ikan……… Rp. 500.000,-

- Kepiting……… Rp. 500.000,-

- Udang ……… Rp. 1.000,000,- - Sirip Hiu ……… Rp. 1.000.000,-

- Gelembung Kakap ……… Rp. 500.000,-

p. Budidaya Ikan Air Tawar:

- Luas Areal dibawah 1 Ha ………. Rp. 150.000,-

- Luas Areal 1 s/d 2 Ha ………... Rp. 200.000,-

- Luas Areal diatas 2 Ha ……….. Rp. 250.000,-

q. Budidaya Ikan Air Payau:

- Luas Areal dibawah 1 Ha ……….. Rp. 150.000,-

- Luas Areal 1 s/d 2 Ha ……… Rp. 200.000,-

- Luas Areal diatas 2 Ha ……….. Rp. 250.000,-

r. Budidaya Ikan air Laut :

(7)

- Luas Areal 1 s/d 2 Ha ………... Rp. 750.000,-

- Luas Areal diatas 2 Ha ……….. Rp. 1.000.000,-

(2) Hasil Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), selanjutnya disetor ke Kas Daerah.

BAB VI

PENDAFTARAN DAN PERIZINAN

Pasal 13

(1) Setiap Wajib Retribusi yang memerlukan pelayanan harus mengisi Formulir Surat Pemberitahuan Retribusi Daerah (SPTRD) sebagai pembuatan Daftar Induk Wajib Retribusi dan pemberian Nomor Pokok Wajib Daftar Retribusi Daerah (NPWRD) serta penetapan retribusi terutang.

(2) Bentuk formulir SPTRD, syarat-syarat dan tata cara pendaftaran serta pendataan ditentukan lebih lanjut oleh Bupati.

Pasal 14

(1) Setiap orang atau badan yang melakukan pencarian ikan di Wilayah Kabupaten Teluk Bintuni, wajib mendapat izin tertulis dari Bupati.

(2) Untuk mendapat Izin Usaha Perikanan, setiap orang atau badan harus mengajukan permohonan secara tertulis yang dilengkapi dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh Bupati.

(3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) baru diberikan setelah mendapat persetujuan dari instansi yang berwewenang sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 15

(1) Izin Usaha Perikanan (IUP) untuk masing – masing usaha perikanan berlaku sepanjang

perusahaan masih beroperasi.

(2) Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) untuk kapal perikanan berbendera Indonesia

berlaku selama :

a. tiga tahun, untuk kesatuan armada penangkapan ikan dengan jenis alat tangkap pukat cincin, rawai tuna, jarring insang hanyut atau huhate;

b. dua tahun, untuk kesatuan armada penangkapan ikan dengan jenis alat tangkap selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

(3) Surat Penangkapan Ikan (SPI) untuk kapal perikanan berbendera Indonesia berlaku selama :

a. tiga tahun, untuk penangkapan ikan dengan jenis alat tangkap pukat cincin, rawai tuna, jaring insang hanyut atau huhate;

b. dua tahun, untuk penangkapan ikan dengan jenis alat tangkap selain sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan dapat diberikan perpanjangan.

BAB VII

TATA CARA PEMUNGUTAN, PENETAPAN DAN WILAYAH PEMUNGUTAN RETRIBUSI

(8)

(1) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan. (2) Hasil pungutan retrribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetor ke Kas Daerah dan

merupakan Pendapatan Asli Daerah.

Pasal 17

(1) Retribusi ditetapkan berdasarkan SPTRD yang diajukan oleh wajib retribusi dengan menerbitkan SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.

(2) Dalam hal SPTRD tidak dipenuhi oleh wajib retribusi sebagaimana mestinya maka diterbitkan SKRD secara jabatan.

(3) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah retribusi yang terutang, maka diterbitkan SKRD tambahan.

(4) Bentuk dan isi SPTRD, SKRD, SKRD Jabatan, SKRD Tambahan atau Dokumen lain yang dipersamakan ditetapkan oleh Bupati (SPHL).

Pasal 18

Retribusi Izin Usaha Perikanan dipungut di wilayah Kabupaten Teluk Bintuni.

BAB VIII

TATA CARA PEMBAYARAN RETRIBUSI

Pasal 19

(1) Pembayaran retribusi dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk sesuai waktu yang ditentukan dengan menggunakan SKRD, SKRD Jabatan dan SKRD Tambahan atau dokumen lainnya yang dipersamakan.

(2) Waktu dan tempat pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati.

(3) Dalam hal wajib retribusi tidak dapat memenuhi pembayaran secara lunas/sekaligus sebagaimana dimaksud, wajib retribusi dapat mengajukan permohonan pembayaran secara angsuran kepada Bupati atau pejabat lain yang ditunjuk.

(4) Tata cara penyelesaian pembayaran secara angsuran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Bupati.

Pasal 20

(1) Dalam hal wajib retribusi belum dapat membayar retribusi sesuai dengan waktu

pembayaran yang telah ditetapkan, wajib retribusi dapat mengajukan permohonan penundaan pembayaran kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk.

(2) Tata cara penyelesaian pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati.

Pasal 21

(1) Pembayaran retribusi atas SKRD, SKRD Jabatan, SKRD Tambahan atau dokumen lain yang dipersamakan diberi tanda bukti pembayaran.

(9)

(2) Bentuk dari tanda isi pembayaran ditetapkan oleh Bupati.

BAB IX

PEMBUKUAN DAN PELAPORAN

Pasal 22

(1) SKRD, dokumen lainnya yang dipersamakan, SKRD Jabatan sebagaimana dimaksud Pasal 15 dan Pasal 17 Peraturan Daerah ini dibukukan menurut golongan, jenis dan ruang lingkup retribusi.

(2) Tata cara pembukuan ditetapkan oleh Bupati. Pasal 23

Tata cara pelaporan penerimaan retribusi ditetapkan oleh Bupati.

BAB X

TATA CARA PENAGIHAN RETRIBUSI

Pasal 24

(1) Retribusi yang terutang berdasarkan STRD, SKRD, SKRD Jabatan atau SKRD Tambahan dapat ditagih dengan Surat Paksa.

(2) Penagihan retribusi dengan Surat Paksa dilaksanakan berdasarkan peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

(3) Bentuk dan Isi Surat Paksa ditetapkan oleh Bupati.

BAB XI KADALUWARSA

Pasal 25

(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi kadaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 6(enam) bulan terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila wajib retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi.

(2) Kadaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud ayat ( 1 ) tertangguh, apabila : a. Diterbitkan surat teguran, surat paksa atau

b. Ada pengakuan utang retribusi dari wajib retribusi baik langsung maupun tidak langsung.

BAB XII

TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG RETRIBUSI YANG KADALUWARSA

Pasal 26

(1) Piutang retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kadaluwarsa, sudah dihapus.

(10)

(2) Tata cara penghapusan terhadap piutang retribusi yang sudah kadaluwarsa ditetapkan oleh Bupati.

BAB XIII

TATACARA MENGAJUKAN KEBERATAN

Pasal 27

(1) Wajib retribusi dapat mengajukan keberatan kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD, SKRD Jabatan, SKRD Tambahan atau dokumen lain yang dipersamakan.

(2) Keberatan dapat diajukan secara tertulis oleh wajib retribusi kepada Bupati dalam Bahasa Indonesia dengan alasan-alasan yang jelas.

(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal ketetapan retribusi daerah diterbitkan, kecuali apabila wajib retribusi dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya. (4) Apabila dalam jangka waktu 6 (enam) bulan Bupati atau pejabat yang di tunjuk tidak

menetapkan keputusan sebagaimana dimaksud ayat 3 (tiga), maka keberatan yang diajukan tersebut dianggap diterima.

(5) Kewajiban untuk membayar retribusi tidak tertunda dengan diajukannya surat keberatan sebagaimana dimaksud ayat 1 (satu).

BAB XIV

PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN, PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANGSI ADMINISTRASI

Pasal 28

(1) Wajib retribusi dapat mengajukan permohonan pembetulan terhadap SKRD, SKRD Jabatan, SKRD Tambahan dan SPTRD yang dalam penerbitannya terhadap kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan dalam penerapan Peraturan Perundang-undangan di bidang retribusi daerah.

(2) Bupati atau pejabat yang ditunjuk dapat :

a. Mengurangkan atau menghapus sangsi administrasi berupa keringanan atau

kenaikan retribusi terutang menurut Peraturan Daerah ini, dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan wajib retribusi atau bukan karena kesalahannya. b. Mengurangkan atau membatalkan ketetapan retribusi yang tidak benar.

(3) Permohonan pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 (satu) pasal ini harus disampaikan secara tertulis kepada bupati paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterimanya SKRD, SKRD Jabatan, SKRD Tambahan dan atau STRD dengan memberitahukan alasan yang jelas.

(4) Bupati atau pejabat yang ditunjuk paling lama 3 (tiga) bulan, surat pemohonan yang diterima harus memberikan keputusan.

(5) Apabila lewat 3 (tiga) bulan permohonan sebagaimana dimaksud ayat (3) bupati atau pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan permohonan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini dianggap diterima.

(11)

BAB XV

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN RETRIBUSI

Pasal 29

(1) Atas kelebihan pembayaran retribusi, wajib retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Bupati.

(2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak diterimanya permohonan kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1) harus memberikan keputusan.

(3) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (2) telah dilampaui dan bupati tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran retribusi dianggap dikabulkan.

(4) Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar ( SKRDLB) diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.

Pasal 30

(1) Kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat 4 Peraturan Daerah ini, apabila wajib retribusi mempunyai utang retribusi lainnya langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi tersebut.

(2) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi tersebut sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 Ayat 4 Peraturan Daerah ini dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB.

(3) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat jangka waktu 2 (dua) bulan, bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi.

(4) Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Pasal 27 Peraturan Daerah ini, ditetapkan dengan keputusan bupati.

BAB XVI PEMERIKSAAN

Pasal 31

(1) Bupati atau pejabat yang ditunjuk berwewenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban pembayaran retribusi dalam rangka melaksanakan Peraturan Daerah ini.

(2) Wajib retribusi yang diperiksa wajib :

a. Memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan serta dokumen lain yang berhubungan dengan obyek retribusi.

b. Memberikan kesempatan kepada petugas yang ditunjuk untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan. c. Memberikan keterangan yang dianggap perlu.

(12)

BAB XVII

PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

Pasal 32

(1) Pembinaan, pengawasan dan pengendalian Izin Usaha Perikanan dilakukan oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk.

(2) Untuk pembinaan, pengawasan dan pengendalian Izin Usaha Perikanan, Bupati dapat membentruk tim yang beranggotakan instansi yang terkait.

(3) Hasil pembinaan, pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaporkan kepada Bupati setiap tahun.

BAB XVIII

INSTANSI PEMUNGUT

Pasal 33

Instansi pemungut adalah Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Teluk Bintuni.

BAB XIX LARANGAN

Pasal 34 Orang pribadi atau badan dilarang :

a. Melakukan kegiatan usaha perikanan tanpa memiliki IUP;

b. Melakukan kegiatan usaha penangkapan ikan dengan menggunakan bahan - bahan yang

berbahaya bagi ekosistim laut dan manusia;

c. Melakukan kegiatan usaha penangkapan terhadap ikan dan biota yang dilindungi.

BAB XX

SANKSI ADMINISTRASI DAN DENDA

Pasal 35

(1) Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayarnya, dikenakan sangsi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari besarnya retribusi yang terutang, yang tidak atau kurang bayar, dan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Retribusi Daerah (STRD).

(2) Apabila wajib retribusi tidak mematuhi ketentuan pada ayat (1) diberi peringatan terakhir secara tertulis dan apabila hal ini tidak diindahkan maka wajib retribusi dikenakan tindak pidana sebagaimana pasal 34.

(3) Bentuk dari isi STRD atau sejenisnya ditetapkan oleh Bupati.

(4) Dalam hal wajib retribusi tidak membayar retribusi pengiriman hasil keluar daerah dan atau dengan sengaja melarikan hasil perikanan keluar Kabupaten Teluk Bintuni dikenakan denda berupa uang sebesar Rp.100 000.000.- (Seratus Juta Rupiah).

(13)

BAB XXI

KETENTUAN PIDANA

Pasal 36

(1) Barang siapa melanggar ketentuan-ketentuan pada Pasal 32 dan Pasal 33 Peraturan daerah ini di ancam dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah pelanggaran.

BAB XXII PENYIDIKAN

Pasal 37

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu dilingkungan pemerintah daerah diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini adalah :

a. Menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan

dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas.

b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan

tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah tersebut.

c. Meminta keterangan dan barang bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah.

d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain yang berkenaan

dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah.

e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti pembukuan, pencatatan

dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut.

f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah.

g. Menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang atau dokumen yang dibawah sebagaimana dimaksud pada huruf e.

h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang retribusi daerah. i. Memanggil orang untuk di dengar keterangan dan di periksa sebagai tersangka atau

saksi.

j. Menghentikan penyidikan.

k. Melakukan tindakan lain yang perlu pada ayat (1), memberitahukan dimulainya penyidikan tindak pidana retribusi daerah menurut hukum yang dapat

dipertanggungjawabkan.

(3) Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. (4) Penyidik Pegawai Negeri Sipil membuat berita acara setiap tindakan :

a. Pemeriksaan tersangka;

b. Penyitaan benda;

(14)

d. Pemeriksaan surat;

e. Pemeriksaan tempat kejadian yang diteruskan kepada Kejaksaan Negeri setempat.

BAB XXIII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 38

(1) Perubahan besarnya pungutan retribusi sebagaimana dimaksud Pasal 1 ayat 1, 2 dan 3 hanya dapat dilakukan dengan Peraturan Daerah.

BAB XXIV

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 39

(1) Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai

pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Bupati.

(2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini,maka ketentuan yang telah ada sepanjang

mengatur hal sama, dinyatakan tidak berlaku lagi.

(3) Pelaksanaan Peraturan Daerah ini ditetapkan oleh Bupati. Pasal 40

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Teluk Bintuni.

Diundangkan di Bintuni

pada tanggal 21 Desember 2006

SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN TELUK BINTUNI,

A. E. NAURY, BA PEMBINA Tk. I NIP. 640 010 287

Ditetapkan di Bintuni

pada tanggal 20 Desember 2006 BUPATI TELUK BINTUNI,

ALFONS MANIBUI

(15)

Referensi

Dokumen terkait

Hakim Pengadilan Tinggi Mataram menambahkan pernyataan dalam putusannya bahwa Akta Hibah Nomor 01, tanggal 1 Juli 2013 (satu Juli tahun dua ribu tiga belas) tidak

Siswa mampu menginterpretasi organisasi seluler serta mengkaitkan struktur jaringan dan fungsi pada sistem organ tumbuhan, hewan, dan manusia serta penerapannya dalam konteks

bahwa Keputusan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor KEP-735/K/SU/2008 tentang Pedoman Penyusunan Prosedur Baku Pelaksanaan Kegiatan (Standar

Walaupun pada awalnya para ahli ekonomi barat sempat mengabaikan peran ilmu pengetahuan sebagai salah satu indikator penting dalam pembangunan ekonomi, namun di akhir

mendapatkan data tentang jenis pohon, kerapatan, frekuensi, struktur vegetasi, dan pola sebaran jenis pohon penyusun area kampus UNS Kentingan Surakarta yang disajikan dalam

Industri kaos di Kawasan Suci ini tumbuh ketika krisis ekonomi tengah melanda negeri ini tahun 1998. Orang-orang yang kehilangan pekerjaan saat itu bertahan

Rencana sistem jaringan prasarana dan sarana untuk wilayah daratan KSNT Pulau Nipa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 sampai dengan Pasal 17 digambarkan dalam

Kewajaran rencana transaksi pembentukan perusahaan patungan antara Perseroan dengan SMI. Terkait dengan rencana transaksi, Perseroan wajib mengikuti ketentuan yang