• Tidak ada hasil yang ditemukan

Propaganda Jepang Terhadap Indonesia melalui Naskah Sandiwara Koeli dan Roomusya dalam Majalah Djawa Baroe Edisi 13 & 14 Tahun 1945.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Propaganda Jepang Terhadap Indonesia melalui Naskah Sandiwara Koeli dan Roomusya dalam Majalah Djawa Baroe Edisi 13 & 14 Tahun 1945."

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)PROPAGANDA JEPANG TERHADAP INDONESIA MELALUI NASKAH SANDIWARA KOELI DAN ROOMUSYA DALAM MAJALAH DJAWA BAROE EDISI 13 & 14 TAHUN 1945. SKRIPSI. OLEH LIA FATRA IANA AZZA ROHMAH NIM 115110200111061. PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG JURUSAN BAHASA DAN SASTRA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2016.

(2) PROPAGANDA JEPANG TERHADAP INDONESIA MELALUI NASKAH SANDIWARA KOELI DAN ROOMUSYA DALAM MAJALAH DJAWA BAROE 13 & 14 TAHUN 1945. SKRIPSI. Diajukan Kepada Universitas Brawijaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sastra. OLEH LIA FATRA IANA AZZA ROHMAH NIM 115110200111061. PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG JURUSAN BAHASA DAN SASTRA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2016. i.

(3)

(4)

(5)

(6)

(7) ABSTRAK Rohmah, Lia Fatra Iana Azza. 2016. Propaganda Jepang Terhadap Indonesia melalui Naskah Sandiwara Koeli dan Roomusya dalam Majalah Djawa Baroe Edisi 13 & 14 Tahun 1945. Skripsi, Jurusan Bahasa dan Sastra, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Brawijaya. Pembimbing: (I) Dewi Puspitasari. (II) Elisabeth Worobroto P. Kata Kunci: Djawa Baroe, Propaganda, Sandiwara. Salah satu media yang digunakan pemerintah Jepang untuk melaksanakan propaganda di Indonesia adalah sandiwara Koeli dan Roomusya yang diterbitkan oleh Majalah Djawa Baroe edisi 13 & 14 tahun 1945. Sandiwara ini bercerita tentang seorang dokter romusha berkebangsaan Indonesia yang bekerja di Deli. Dalam naskah sandiwara ini terdapat dialog dan adegan yang secara tersirat memuat propaganda Jepang terhadap Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Penelitian dilakukan menggunakan teori new historicism dan didukung oleh fakta yang terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan muatan propaganda melalui analisis jenis, metode, dan teknik propaganda yang digunakan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 10 (sepuluh) adegan dan dialog yang mengandung kalimat propaganda. Muatan propaganda dalam naskah sandiwara ini berisi rayuan dan bujukan agar rakyat Indonesia bersedia menjadi romusha di Deli. Tujuan yang ingin dicapai atas propaganda adalah untuk mengubah cara pandang rakyat Indonesia dan memperoleh dukungan perang, menumbuhkan kecintaan terhadap negara, dan memengaruhi rakyat Indonesia untuk ikut menjadi romusha di Deli.. vi.

(8) KATA PENGANTAR. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan bantuan, kemudahan, dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Propaganda Jepang Terhadap Indonesia Melalui Naskah Sandiwara Koeli dan Roomusya Dalam Majalah Djawa Baroe Edisi 13&14 Tahun 1945” ini. Penyusunan ini tidak mungkin dapat penulis selesaikan dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dewi Puspitasari, M.Hum. selaku dosen pembimbing I dan Ibu Dra. Elisabeth Worobroto P selaku dosen pembimbing II sekaligus sebagai dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis baik selama proses penulisan skripsi maupun dalam bimbingan mengenai proses perkuliahan. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Santi Andayani, M.A. selaku dosen penguji. Terima kasih juga kepada Bapak Aji Setyanto, M.Litt selaku Ketua Program Studi Sastra Jepang dan Ibu Ismatul Khasanah, M.Pd., M.Ed., Ph.D selaku Ketua Jurusan Bahasa & Sastra Fakultas Ilmu Budaya, serta bapak dan ibu dosen Sastra Jepang yang selalu memberikan semangat dan dukungan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada segenap keluarga, Bapak Istochri, Ibu Satudamul Khimayah, Muhamad Mirza Fahmi, Faraida Iza Nailul Amani, Muhamad Nurul Faiz, Mbak Ade Irma Suriani, Abang Anwar Rauf yang telah memberikan dukungan moril dan do’a. Terima kasih tak terhingga untuk sister from another parents Sukowati Pinilih, serta penghuni Beverly Hills 954. Tak lupa salam sukses untuk keluarga cemara di manapun kalian berada. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat, berguna dan dapat menjadi masukan bagi semua pihak.. Malang, 19 Januari 2016. Lia Fatra Iana. vii.

(9) DAFTAR ISI. Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................ PERNYATAAN KEASLIAN .................................................................. HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................ HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. 要 旨 .................................................................................................................. ABSTRAK ............................................................................................... KATA PENGANTAR .............................................................................. DAFTAR ISI ............................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. i ii iii iv v vi vii viii ix. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 1.4 Manfaat Penelitian ...................................................................... 1.5 Metode Penelitian........................................................................ 1.6 Sistematika Penulisan .................................................................. 1 8 8 8 9 10. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. New Historicism ........................................................................ 2.2. Pengertian, Jenis, Metode, dan Teknik Propaganda ................. 2.3. Perkembangan Sandiwara Pada Masa Pendudukan Jepang ...... 2.4. Romusha Pada Masa Pendudukan Jepang ................................ 2.5. Penelitian Terdahulu .................................................................. 11 14 25 28 31. BAB III PEMBAHASAN 3.1. Djawa Baroe .............................................................................. 3.2. Sinopsis ...................................................................................... 3.3. Muatan Propaganda.................................................................... 3.3.1. Pemerintah Jepang ingin mengubah cara pandang rakyat Indonesia dan memperoleh dukungan perang ................ 3.3.2. Menumbuhkan kecintaan terhadap negara ..................... 3.3.3. Memengaruhi rakyat Indonesia untuk ikut menjadi romusha di Deli............................................................... 33 36 39 40 51 55. BAB IV PENUTUP 4.1. Kesimpulan ............................................................................... 4.2. Saran ........................................................................................... 69 70. DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... LAMPIRAN ............................................................................................... 71 73. viii.

(10) DAFTAR LAMPIRAN. No. 1. 2. 3.. Halaman Naskah Sandiwara Koeli dan Roomusya .......................................... Curriculum Vitae............................................................................... Berita Acara Pembimbingan Skripsi .................................................. ix. 73 81 82.

(11) BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Jepang pada tahun 1926 membentuk sebuah pemerintahan baru yang disebut dengan Pemerintahan Kaisar Hirohito. Pada masa pemerintahan ini tokoh-tokoh gerakan Restorasi Meiji telah tiada sehingga muncul sebuah generasi baru yang mendukung serta memengaruhi politik ekspansi dan politik imperialisme. Generasi ini terdiri dari para perwira, kaum zaibatsu (industriawan raksasa), dan kaum cendekiawan. Salah seorang tokoh penganjur politik ekspansi dan politik imperialisme modern Jepang adalah Baron Tanaka yang menjabat Perdana Menteri Jepang pada tahun 1927-1929. Baron Tanaka mengajukan suatu dokumen rahasia (Tanaka Memorial) kepada kaisar yang berisi doktrin bahwa bangsa Jepang memikul tugas suci untuk memimpin bangsa-bangsa di Asia Timur. Selain itu, akan disusun suatu lingkungan persemakmuran bersama di Asia Timur Raya di bawah pimpinan Jepang. Doktrin itu disebut pula dengan ideologi Hakko I Chiu yang menjadi pedoman pelaksanaan politik ekspansi dan politik imperialisme Jepang di Asia Pasifik. Hakko I Chiu berarti delapan penjuru dunia di bawah satu atap. Artinya, membuat seluruh dunia menjadi satu kesatuan, seperti rumah. Sharpe (Sato,1994) mengemukakan tujuan Hakko I Chiu adalah “Mewujudkan perdamaian dunia sesuai dengan semangat agung pendirian negara, yakni delapan. 1.

(12) 2. penjuru dunia dibawah satu persatuan yang kuat antara Jepang-Manchuria-Cina untuk fondasi tatanan baru Asia Timur Raya”. Atas dasar politik ekspansi dan politik imperialisme serta didukung oleh ideologi Hakko I Chiu Jepang melakukan penjajahan di Indonesia. Ideologi Jepang tentang kemakmuran bersama Asia Timur Raya sangatlah diutamakan dalam penjajahan yang dilakukan tentara Jepang, seperti dikemukakan oleh Kurasawa (1993:229) bahwa dalam rangka memperoleh dukungan untuk kemenangan perang guna mewujudkan Asia Timur Raya, pemerintah militer tidak hanya memberikan perhatian besar pada strategi militer tetapi juga teknik-teknik propaganda tentang bagaimana “menyita hati rakyat” (minshin ha’aku) dan bagaimana “mendoktrinasi dan menjinakkan mereka” (senbu kosaku) sehingga dianggap perlu untuk memobilisasi seluruh rakyat dan membawa sepenuhnya mentalitas rakyat agar sesuai dengan ideologi tersebut. Masa awal kedatangan Jepang di Indonesia dimulai sejak meletusnya perang Asia-Pasifik pada tanggal 12 Agustus 1941. Dalam waktu singkat Jepang dapat menguasai hampir semua daerah di Asia termasuk Hindia Belanda (Indonesia) dan Lautan Pasifik yang pada masa itu merupakan daerah jajahan Amerika, Inggris, dan Belanda. Kurasawa (1993) menjelaskan bahwa Angkatan Darat ke-16 Jepang menaklukan pemerintahan Hindia Belanda dan menduduki Jawa pada tanggal 8 Maret 1942, setelah melakukan operasi militer selama satu minggu. Kemenangan Jepang atas Belanda yang pada saat itu menduduki Indonesia disambut gembira oleh semua rakyat. Rakyat merasa bangga karena kemenangan Jepang merupakan kemenangan bangsa Timur terhadap bangsa Barat. Seolah.

(13) 3. menggambarkan bahwa rakyat Indonesia juga sanggup mengalahkan penjajahan Belanda dengan melakukan perjuangan seperti yang dilakukan Jepang agar citacita menuju gerbang kemerdekaan dapat tercapai. Rasa kebanggaan dan kegembiraan rakyat didukung pula oleh janji-janji yang disebarkan Pemerintahan Jepang melalui siaran radio-radio Tokyo bahwa kemerdekaan akan diberikan kepada bangsa-bangsa Timur. Salah satu janji yang diberikan oleh Jepang adalah “Nippon berkehendak memperbaiki nasib rakyat Indonesia yang sebangsa dan seturunan dengan bangsa Nippon” (Siboro, 1988:99). Ketika rasa kepercayaan rakyat muncul terhadap Jepang maka propaganda menjadi hal yang sangat penting dalam hal menghapus pengaruh Belanda di Indonesia dan memobilisasi untuk kemenangan Jepang. Propaganda adalah suatu penyebaran pesan yang terlebih dahulu telah direncanakan secara saksama untuk mengubah sikap, pandangan, pendapat, dan tingkah laku dari komunikan (target propaganda) sesuai dengan pola yang telah ditetapkan oleh komunikator (propagandis). Propaganda merupakan proses penyampaian pesan secara persuasif dari komunikator kepada komunikan dengan tujuan khusus, yaitu perubahan pada diri komunikan sesuai dengan kehendak komunikator (Sastroepoetro, 1983:34). Propaganda dilakukan Jepang terhadap Indonesia melalui berbagai bidang seperti, industri, pendidikan, kesehatan, budaya, sastra, dan seni. Sebuah pemerintahan militer Jepang yang disebut Gunseikanbu dibentuk pada bulan Agustus 1942 dan dikepalai oleh seorang pengawas yang disebut Gunseikan. Banyak staf didatangkan langsung dari Jepang agar struktur.

(14) 4. pemerintahan yang lebih besar bisa dibentuk. Sendenbu (Departemen Propaganda) merupakan salah satu departemen independen yang bertanggungjawab atas propaganda serta informasi yang menyangkut pemerintahan sipil. Mulanya Sendenbu tidak hanya bertindak sebagai kantor administratif, tetapi secara langsung menjalankan operasi propaganda. Namun, ketika struktur pemerintahan militer semakin rumit, beberapa biro khusus yang bertanggung jawab atas bidang propaganda yang berbeda-beda dibentuk sebagai badan-badan luar departemen dari Sendenbu, dan pelaksanaan operasi propaganda dipercayakan kepada badanbadan tersebut. Kurasawa (1993:230-231) menyebutkan daftar nama dan bidang operasi tersebut antara lain; 1.. Jawa Hôsô Kanrikyoku (Biro Pengawas Siaran Jawa) yang didirikan pada bulan Oktober 1942, fungsinya mengatur siaran domestik, pengelolaan dipercayakan kepada NHK, Siaran Radio Jepang;. 2.. Jawa Shinbunkai (Perserikatan Koran di Jawa) yang didirikan pada bulan Desember 1942, fungsinya adalah mengatur surat kabar di Hindia Belanda, pengelolaan dipercayakan kepada Asahi Shinbun;. 3.. Dômei (Kantor Berita) yang didirikan pada bulan Oktober 1942, fungsinya sebagai korespondensi;. 4.. Jawa Engeki Kyôkai (Perserikatan Oesaha Sandiwara Djawa) yang tidak diketahui pasti kapan didirikan, berfungsi dalam hal memproduksi seni teater;. 5.. Nihon Eigasha atau Nichi’ei (Perusahaan Film Jepang) yang berfungsi memproduksi film, didirikan pada April 1943;.

(15) 5. 6.. Eiga Haikyûsha atau Eihai (Perusahaan Pendistribusian Film) yang didirikan pada April 1943 yang berfungsi mendristribusikan film. Selain itu, pada bulan April 1943 dibentuk sebuah organisasi di luar. Sendenbu bernama Keimin Bunka Shidôshô atau “Poesat Keboedajaan”. Tujuan dan kewajiban dari organisasi ini adalah memromosikan kesenian tradisional Indonesia, memperkenalkan dan menyebarkan kebudayaan Jepang, serta mendidik dan melatih seniman Indonesia guna menghapuskan pengaruh bangsa Belanda dalam kesenian Indonesia. Keimin Bunka Shidôshô dikepalai oleh Direktur Sendenbu dan dibagi menjadi lima seksi yang dikepalai oleh orang Indonesia, yaitu seksi administrasi, seksi sastra, seksi musik, seksi seni rupa, dan seksi seni pertunjukan (teater, tari, film). Setiap seksi memiliki kekhususan, dilatih oleh instruktur Jepang yang dikirim oleh Sendenbu seperti penulis, penyair, penggubah lagu, pematung, penulis skenario, sutradara film, dan sebagainya. Salah satu media yang digunakan pemerintah Jepang sebagai alat untuk melaksanakan propaganda adalah sandiwara yang dimuat dalam majalah Djawa Baroe. Majalah Djawa Baroe merupakan majalah yang diterbitkan oleh Djawa Shinbunkai. Majalah ini diterbitkan di Jakarta dan banyak memuat propaganda. Kurasawa (1993:237) menjelaskan bahwa salah satu ciri utama propaganda Jepang di masa perang ialah penggunaan media secara positif yang mengusik “pendengaran dan penglihatan” (audiovisual) seseorang. Media utama yang sangat dipromosikan ialah film, seni panggung, pertunjukan gambar kertas (kamishibai), dan musik. Jepang menganggap media ini paling efektif bagi penduduk desa yang kebanyakan tak berpendidikan dan buta huruf. Jepang menyadari bahwa media.

(16) 6. tulis seperti surat kabar dan majalah, mungkin berdampak pada pemukim kota terdidik, tetapi tidak ada gunanya bagi rakyat desa. Selama. masa. pendudukan. Jepang. sandiwara. Indonesia. mengalami. perkembangan yang jauh lebih baik dari masa pendudukan Belanda. Sandiwara sebagai alat propaganda yang dianggap efektif dan harus bermutu tinggi sebagai sebuah kesenian maupun hiburan maka Jepang mendirikan organisasi yang disebut Jawa Engeki Kyôkai. atau Perserikatan Oesaha Sandiwara di Djawa. (POSD) dibawah pimpinan Hinatsu Eitaro alias Dr. Huyung pada tahun 1942. Dengan adanya POSD sandiwara yang semula bermain tanpa naskah, diharuskan mementaskan cerita tertulis (naskah) sehingga naskah tersebut dapat disensor sebelum dipentaskan. Penelitian ini akan menghubungkan sejarah dan karya sastra berupa sandiwara yang digunakan sebagai alat propaganda Jepang terhadap Indonesia dengan menggunakan teori New Historicism. Budianta (2006:2) menjelaskan bahwa New Historicism adalah pendekatan kritik sastra yang menekankan keterkaitan teks sastra dengan berbagai kekuatan sosial, ekonomi, dan politik yang melingkupinya. Aspek-aspek pokok dalam kritik sastra adalah analisis, interpretasi (penafsiran), dan evaluasi (penilaian). Tujuan penelitian New Historicism tidak untuk merepresentasikan masa lalu seperti dulu tapi untuk menyajikan realitas baru dengan mengulang situasi di masa lalu. Salah satu artikel tentang sandiwara yang dimuat dalam majalah Djawa Baroe adalah Koeli dan Roomusya oleh J. Hoetagaloeng yang menjadi pemenang sayembara mengarang cerita sandiwara, dipersembahkan oleh “Perserikatan.

(17) 7. Oesaha Sandiwara Djawa”. Sandiwara ini bercerita tentang kedudukan romusha pada masa pemerintahan Jepang lebih tinggi daripada kuli pada masa Hindia Belanda. Dalam naskah sandiwara ini banyak terdapat dialog dan adegan yang secara tersirat memuat propaganda Jepang terhadap Indonesia. Salah satu propaganda tersebut mengandung pesan bahwa rakyat Indonesia harus meniru semangat Jepang yang mementingkan negerinya terlebih dahulu daripada kepentingan diri sendiri agar dapat mewujudkan kemerdekaan di kemudian hari. Berikut adalah contoh dialog yang mengandung propaganda pada majalah Djawa Baroe tahun 1945 Edisi 13 halaman 22 : Soeprapto : Lihat doeloe negeri Nippon. Nj. Wedana : Negeri Nippon? Soeprapto : Bagaimana keadaan disana? Seorangpoen, lebih2 pada dewasa ini, seorangpoen tidak ada jang hidoep oentoek kepentingan diri sendiri. Oentoek kepentingan bangsa dan tanah air, seloeroeh pendoedoek dengan toeloes dan ichlas mempersembahkan harta benda dan djiwanja. Kalimat di atas menunjukkan sebuah ajakan agar rakyat belajar dan melihat kembali bahwa Jepang memiliki hal baik untuk ditiru. Tujuan dari tokoh Soeprapto adalah memengaruhi tokoh Nj. Wedana untuk mendukung gagasan tokoh Soeprato tentang cara pandang terhadap Jepang yang lebih mendahulukan kepentingan bangsa dan tanah air daripada kepentingan sendiri. Naskah sandiwara yang penulis temukan dalam majalah Djawa Baroe tersebut membuat penulis tertarik untuk membahas muatan propaganda melalui sandiwara yang akan dikaji dengan menggunakan teori New Historicism. Alasan penulis memilih naskah sandiwara Koeli dan Roomusya sebagai bahan penelitian, disamping isi propaganda yang dimuat di dalamnya tetapi juga karena naskah sandiwara ini.

(18) 8. ditulis oleh orang Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa orang Indonesia pun mendukung propaganda yang dilakukan oleh Jepang terhadap Indonesia atau dengan kata lain orang Indonesia telah percaya terhadap propaganda Jepang. Berdasarkan data dan penjelasan yang telah penulis kemukakan di atas, penulis tertarik untuk meneliti bagaimana muatan propaganda yang digunakan dalam naskah sandiwara yang berjudul Koeli dan Roomusya yang dimuat dalam majalah Djawa Baroe edisi 13 & 14 Tahun 1945.. 1.2 Rumusan Masalah Sandiwara sebagai alat propaganda yang berhubungan langsung dengan rakyat mempunyai pengaruh besar dalam penjajahan Jepang di Indonesia. Permasalahan yang akan penulis bahas adalah bagaimana muatan propaganda yang digunakan dalam naskah sandiwara yang berjudul Koeli dan Roomusya yang dimuat dalam majalah Djawa Baroe edisi 13 & 14 Tahun 1945?. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi, mendeskripsikan, dan menganalisis muatan propaganda Jepang yang terdapat pada naskah sandiwara Koeli dan Roomusya dalam majalah Djawa Baroe edisi 13 & 14 Tahun 1945.. 1.4 Manfaat Penelitian.

(19) 9. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan referensi kepada mahasiswa sastra Jepang tentang propaganda Jepang terhadap Indonesia. Selain itu, menambah wawasan tentang propaganda Jepang terhadap Indonesia yang dilakukan melalui naskah sandiwara yang dimuat dalam majalah.. 1.5 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam kajian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan menyajikannya dalam bentuk deskripsi (Ratna, 2011:46). Penelitian dilakukan menggunakan teori New Historicism dan didukung oleh fakta yang terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan muatan propaganda melalui analisis jenis, metode, dan teknik propaganda yang digunakan. Cara kerja penelitian yang akan dilakukan oleh penulis dalam menganalisis adalah sebagai berikut: 1.. Mengumpulkan data-data yang sudah didapatkan dari sumber data majalah Djawa Baroe dari tahun 1944-1945.. 2.. Membaca sumber data yang sudah diperoleh dan mencatat hal-hal yang berhubungan dengan sandiwara kemudian memisahkan data yang diperlukan untuk dianalisis yaitu naskah sandiwara edisi 13 & 14 tahun 1945.. 3.. Mengaplikasikan teori New Historicism untuk menganalisis muatan propaganda yang didukung dengan fakta yang terjadi.. 4.. Menganalisis propaganda dengan menggunakan jenis, metode, dan teknik propaganda untuk menemukan tujuan yang ingin dicapai dalam propaganda..

(20) 10. 5.. Memberikan kesimpulan dari data yang sudah dianalisa. Untuk. menunjang,. memperkuat. analisis. dan. penjelasan,. penulis. menggunakan kajian kepustakaan dengan sumber referensi buku dari beberapa perpustakaan serta beberapa sumber dari internet. Sumber penelitian penulis peroleh dari majalah Djawa Baroe 1944-1945 yang didapat dari Museum Pers Solo, Nederlands Intituut voor Oorlogsdocumentatie (Netherlands Institute For War Documentation), Museum Inggil Malang (Museum Malang Tempoe Doeloe), Perpustakaan Fakultas Ilmu Budaya, Perpustakaan Universitas Brawijaya, dan Universitas Negeri Malang.. 1.6 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam skripsi ini terdiri dalam empat bab dengan sistematika penyajian sebagai berikut: Bab I. terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.. Bab II merupakan bab yang membicarakan tentang kajian pustaka berupa New Historicism. Pengertian, jenis, metode, dan teknik dari propaganda kemudian, perkembangan sandiwara pada masa pendudukan Jepang, romusha pada masa pendudukan Jepang,ss dan penelitian terdahulu. Bab III berisi tentang penjelasan mengenai majalah Djawa Baroe, kemudian sinopsis Koeli dan Roomusya dan analisis..

(21) 11. Bab IV. yang berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan saran. Bagian akhir skripsi ini berisi daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang terkait selama penelitian..

(22) BAB II KAJIAN PUSTAKA. Dalam bab ini penulis akan membahas kajian teori yang akan digunakan dalam menganalisis naskah sandiwara yang ada dalam majalah Djawa Baroe. Pengertian mengenai New Historicism dan propaganda serta beragam teknik propaganda akan dipaparkan dengan tujuan memperjelas teori New Historicism dalam menganalisis propaganda melalui sandiwara yang digunakan dalam penelitian ini. Kemudian dilanjutkan dengan penjelasan mengenai perkembangan sandiwara pada masa pendudukan Jepang, romusha pada masa pendudukan Jepang dan penelitian terdahulu.. 2.1 New Historicism New Historicism merupakan salah satu dari sekian banyak pendekatan kritik sastra yang muncul pada akhir abad ke-20. New Historicism pertama kali digunakan oleh Stephen Greenblatt dalam sebuah pengantar edisi jurnal Genre di tahun 1982, untuk menawarkan perspektif baru dalam kajian Renaissance, yakni dengan menekankan keterkaitan teks sastra dengan berbagai kekuatan sosial, ekonomi, dan politik yang melingkupinya (Budianta, 2006:2). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa New Historicism merupakan pendekatan kritik sastra yang menekankan keterkaitan teks sastra dengan berbagai kekuatan sosial, ekonomi, dan politik yang melingkupinya.. 11.

(23) 12. Pendekatan lain yang digunakan dalam menganalisis karya sastra dan sejarah selain New Historicism adalah pendekatan historis. Melalui pendekatan historis, karya sastra dianggap sebagai sebuah proses menelusuri arti dan makna bahasa sebagaimana yang sudah tertulis, dipahami pada saat ditulis oleh pengarang yang benar-benar menulis dan sebagainya. Dengan hakikat imajinasi karya sastra adalah wakil zamannya dan dengan demikian merupakan refleksi zamannya. Tujuan penelitian historis (Nazir, 2003:48) adalah untuk membuat rekonstruksi masa. lampau. mengevaluasikan,. secara. objektif. dan. sistematis. dengan. menjelaskan,. dan. menyintesiskan. mengumpulkan,. bukti-bukti. untuk. mengekakan fakta dan menarik kesimpulan secara tepat. Berbeda dengan pendekatan historis, New Historicism menganggap sejarah sebagai suatu produk budaya dan masa, bukan sebagai rangkaian peristiwa yang linier dan sebuah hubungan sebab akibat. Teks baik sastra maupun sejarah, menurut New Historicism, menjadi suatu perantara dalam penyusunan kembali suatu realitas budaya. Dengan demikian, kedua teks tersebut dinilai sebagai media paling penting dalam upaya penyebaran suatu ideologi kekuasaan maupun propaganda. Tujuannya bukan untuk menyajikan ulang fakta pada masa lalu akan tetapi untuk menyajikan realitas baru dengan mengulang situasi di masa lalu. Greenblatt menawarkan pembaharuan atas pendekatan sejarah bahwa dalam perspektif yang “baru”, karya sastra ikut membangun, mengartikulasikan, dan mereproduksi konvensi, norma, dan nilai-nilai budaya melalui tindak verbal dan imajinasi kreatifnya (Budianta, 2011:8). Teks memang merupakan produk dari.

(24) 13. kekuatan sosial historis pada zamannya, tetapi pada saat yang sama teks juga menghasilkan dampak sosial. New Historicism memandang bahwa sejarah atau dunia yang diacu oleh karya sastra, bukan sekedar latar belakang (yang koheren dan menyatu) yang dengan transparan dapat diakses. Sejarah itu sendiri terdiri dari berbagai teks yang masing-masing menyusun satu versi tentang kenyataan. Dalam perspektif ini, “kenyataan sejarah” tidak lagi tunggal dan absolut, tetapi terdiri dari berbagai macam versi yang penuh kontradiksi, keterputusan, pluralitas, dan keragaman. Jadi kaitan antara karya sastra dan “sejarah” adalah hubungan teks dari masa lampau dengan teks masa kini baik fiksi maupun faktual yang diproduksi pada kurun waktu yang sama atau berbeda. Greenblatt dan Gallagher (dalam Taufiq, 2013:2) mengemukakan beberapa permasalahan yang muncul dalam konteks kajian New Historicism dan kajian budaya secara lebih luas. Pertama, perilaku atau budaya yang dikukuhkan dalam teks. Kedua, mengapa pembaca tertentu menganggap karya tersebut bermakna. Ketiga, perbedaan nilai kritikus dan nilai dalam teks. Keempat, konstruksi pemahaman sosial yang melatarbelakangi teks. Kelima, kebebasan berpikir yang digambarkan dalam teks secara eksplisit dan implisit. Keenam, pandangan atau ideologi yang didukung atau ditentang oleh teks. Dengan demikian New Historicism dalam penelitian ini digunakan untuk mempermudah penulis dalam memahami propaganda yang dilakukan Jepang terhadap Indonesia melalui jenis, metode, dan teknik propaganda. New Historicism dalam penelitian ini berfungsi sebagai kritik sastra yang menguraikan.

(25) 14. (menganalisis, menginterpretasikan, dan menilai) karya sastra agar pembaca dapat mengambil manfaat kritik sastra ini bagi pemahaman dan apresiasinya terhadap karya sastra. Oleh karena itu, New Historicism berfungsi sebagai teori penguat yang membantu penulis dalam menemukan dampak sosial yang ditimbulkan oleh propaganda Jepang terhadap Indonesia.. 2.2 Propaganda Propaganda sangat berguna dalam memengaruhi rakyat Indonesia sebelum Jepang akhirnya menjajah. Belanda yang telah lebih lama menjajah Indonesia membuat Jepang berpikir bahwa tidak mudah untuk masuk ke Indonesia. Jepang sadar bahwa kekerasan bukanlah hal yang efektif untuk memanfaatkan Indonesia mengingat tujuan Jepang dalam menguasai negara-negara di Asia Timur. Untuk itu berikut penjelasan mengenai propaganda, teknik-teknik propaganda, serta media propaganda. Propaganda adalah suatu penyebaran pesan yang terlebih dahulu telah direncanakan secara saksama untuk mengubah sikap, pandangan, pendapat, dan tingkah laku dari komunikan (target propaganda) sesuai dengan pola yang telah ditetapkan oleh komunikator (propagandis). Propaganda merupakan proses penyampaian pesan secara persuasif dari komunikator kepada komunikan dengan tujuan khusus, yaitu perubahan pada diri komunikan sesuai dengan kehendak komunikator. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa propaganda merupakan salah satu kegiatan komunikasi (Sastroepoetro, 1983:34)..

(26) 15. Propaganda berasal dari bahasa latin propagare artinya tukang kebun menyemaikan tunas suatu tanaman ke sebuah lahan untuk memproduksi tanaman baru yang kelak akan tumbuh sendiri. Dengan kata lain juga berarti mengembangkan atau menawarkan (untuk tunas). Dari sejarahnya sendiri, propaganda awalnya adalah mengembangkan dan memekarkan agama Katholik Roma baik di Italia maupun negara-negara lain. Sejalan dengan tingkat perkembangan manusia propaganda tidak hanya digunakan dalam bidang keagamaan saja tetapi juga dalam bidang pembangunan, politik, komersial, pendidikan, dan lain-lain. Nurudin (2008:10) menyebutkan bahwa beberapa komponen dalam propaganda yang perlu dicermati adalah sebagai berikut: 1.. Dalam propaganda selalu ada pihak yang dengan sengaja melakukan proses penyebaran pesan untuk mengubah sikap dan perilaku sasaran propaganda. Dalam propaganda yang melakukan kegiatan ini sering disebut sebagai propagandis. Propagandis bisa berupa individu, individu yang dilembagakan (the institutionalized person) atau lembaga itu sendiri. Orang yang dilembagakan yang dimaksud adalah setiap kegiatannya selalu dikaitkan atas nama lembaga. Misalnya adalah Nazi Hitler yang memiliki Departemen Propaganda yang dipimpin Goebbels.. 2.. Propaganda. dilakukan. secara. terus-menerus. (kontinyu).. Ini. perlu. digarisbawahi karena untuk membedakannya dengan kampanye. Jika propaganda dilakukan secara terus-menerus sejauh kepentingan dari propagandis, tetapi kampanye dilakukan secara temporer, meskipun dalam kampanye bisa jadi digunakan teknik atau cara propaganda pula..

(27) 16. 3.. Ada proses penyampaian ide, gagasan, kepercayaan atau bahkan doktrin. Proses penyampaian pesan ini melibatkan cara tertentu, misalnya dengan sugesti, agitasi atau rumor. Oleh karena itu, propaganda bagi pemahaman orang tertentu harus tertanam sifat objektivitas dan kejujuran, namun bagi yang lain kebohongan dan manipulasi juga dibenarkan.. 4.. Memiliki tujuan mengubah pendapat, sikap, dan perilaku individu atau kelompok lain. Tujuan ini sedemikian pentingnya, sehingga ada sindiran bahwa apa pun akan dilakukan propagandis untuk mewujudkan tujuannya tersebut. Ini pula yang sering dituduhkan orang secara sinis pada propaganda yang melibatkan "menghalalkan segala cara" (tanpa mengindahkan nilai benar tidaknya) untuk mencapai tujuan.. 5.. Propaganda adalah usaha sadar. Dengan demikian, propaganda adalah sebuah cara sistematis, prosedural, dan perencanaan matang. Perencanaan matang ini juga meliputi siapa yang mengingatkan pada pendapat Laswell who, says what, in which channel, to whom and with what effect. Propaganda dapat dipelajari dengan memerhatikan beberapa jenis. Robert. Cole (dalam Shoelhi 2012:42) menjelaskan bahwa jenis propaganda terdiri dari beberapa aspek, diantaranya adalah: 1. Menurut Sistemnya a. Symbolic interaction propaganda, yaitu propaganda yang menggunakan simbol-simbol. Propaganda jenis ini menggunakan lambang-lambang komunikasi penuh arti, yaitu bahasa lisan atau tulisan, serta gambargambar dan isyarat-isyarat yang telah dirumuskan sedemikian rupa.

(28) 17. sehingga dapat merangsang jiwa target propaganda untuk menerima pesan dan kemudian memberikan respons seperti yang diharapkan propagandis. b. Propaganda by the deed, yaitu propaganda yang menggunakan perbuatan nyata untuk memaksa target menerima pesan dan melakukan tindakan sebagaimana yang dikehendaki. 2. Menurut Sifatnya a. White propaganda, yaitu propaganda putih yang dilakukan secara jujur, benar, sportif. Isi pesan yang disampaikan serta sumbernya jelas. Propaganda ini sering juga disebut overt propaganda atau propaganda terbuka, sering digunakan untuk menyebarkan informasi atau ideologi dengan menyebut sumber dan dilakukan secara terang-terangan hingga dapat dengan mudah diketahui sumbernya. Misalnya, semasa perang IrakIran hampir setiap hari surat kabar atau setiap malam televisi menyiarkan berita mengenai hasil kemenangan pertempuran, sumbernya dengan jelas disebutkan. Dalam suasana balas-membalas sering timbul counter propaganda atau propaganda balasan. Dalam bidang ekonomi, propaganda ini disebut commercial propaganda. b. Black propaganda, yaitu propaganda hitam yang dilancarkan secara licik sebagai senjata taktis untuk menipu, penuh kepalsuan, tidak jujur, tidak mengenal etika, dan cenderung berpikir sepihak. Propaganda ini tidak menunjukkan sumber yang sebenarnya, bahkan kerap juga menuduh sumber lain yang melakukan kegiatan tersebut. Propaganda ini disebut juga covert propaganda atau propaganda terselubung. Propaganda ini.

(29) 18. bagaikan istilah ‘lempar batu sembunyi tangan’, atau istilah ‘menghantam dengan meminjam tangan orang lain’, kerap digunakan saat suasana genting atau pada waktu perang untuk menjatuhkan moral lawan. c. Grey propaganda, yaitu propaganda abu-abu yang dilakukan oleh sekelompok atau sumber yang tidak jelas. Biasanya isi pesannya menimbulkan keraguan, untuk mengacaukan pikiran orang, adu domba, intrik, dan gosip. Propaganda ini memang sengaja dirancang sedemikian agar massa menjadi ragu atas suatu persoalan yang tengah berkembang. Propaganda dilancarkan dengan menghindari identifikasi sumbernya. Oleh karena itu, ada yang menganggapnya sama seperti menanggapi propaganda hitam atau propaganda terselubung yang kurang mantap. d. Rational propaganda atau propaganda rasional, yaitu propaganda yang mengungkap dengan jelas sumbernya dan tujuannya pun dijelaskan secara rasional. Untuk mencapai sasaran dan tujuannya, propaganda sangat bergantung pada metode dan teknik propaganda. Metode yang tepat dan teknik yang baik, sesuai dengan kondisi medan dan target yang hendak dituju, akan menghasilkan capaian yang optimal seperti yang diharapkan propagandis. Efektif atau tidaknya suatu teknik sangat bergantung pada komunikan, kemampuan propagandis, lingkungan sosial, politik, dan budaya. Dengan rancangan yang baik dan pelaksanaan propaganda yang terencana dan sistematis, para propagandis mampu memengaruhi orang banyak sekaligus mengarahkan setiap orang untuk memberikan respon positif terhadap propaganda.

(30) 19. yang dilakukannya. Salah satu alat propaganda yang digunakan untuk memperluas jangkauan yang dikehendaki dan membentuk sikap orang banyak sesuai dengan keinginan propagandis adalah media massa. Metode-metode yang digunakan untuk melancarkan propaganda adalah sebagai berikut: 1.. Metode Koersif Propaganda ini berawal dari pengetahuan tentang hal-hal yang menakutkan massa yang akan dijadikan targetnya. Kemudian, propagandis mengemas pesan yang sesuai dan menentukan cara-cara yang dapat menimbulkan rasa ketakutan. Selanjutnya, propaganda dilontarkan kepada massa hingga massa yang terterpa menjadi tidak sadar untuk bertindak sesuai keinginan sang propagandis.. 2.. Metode Persuasif Propaganda dilancarkan dengan memerhatikan seni membujuk massa sehingga dalam diri target propaganda (komunikan) timbul kemauan secara suka rela dan seketika bersedia bertindak sesuai dengan keinginan sang propagandis.. 3.. Metode Pervasif Propaganda dilakukan dengan menghunjamkan pesan ke lubuk hati target secara berulang-ulang dan terus menerus sampai target propaganda bersedia melakukan peniruan (imitasi) atau melakukan tindakan sesuai yang diinginkan propagandis.. 4.. Metode Fasilitatif.

(31) 20. Propaganda dipersiapkan secara lebih saksama, mempertimbangkan ketepatan media massa yang hendak digunakan untuk menyebarkan propaganda kepada target sehingga target propaganda terpengaruh dan secara menerima dan bersedia bertindak sesuai yang diharapkan. Oleh karena itu, dalam menyusun propaganda diperlukan kemampuan seni dan sarana sebagaimana propaganda yang berdaya pengaruh agar mampu memengaruhi orang lain. Sejumlah pakar dan penulis buku propaganda seperti Adolf Hitler (1924) mengakui keniscayaan penggunaan pendekatan tertentu dalam propaganda. Michael Combs dan Dan Nimmo (1993), Alfred McClung Lee dan Elizabesth Brian Lee (1993), dan juga Institute of Propaganda Analysis (IPA) (1938) mengakui bahwa teknik propaganda sangat berpengaruh terhadap keberhasilan suatu propaganda. Shoelhi (2012:58) menyimpulkan beberapa teknik propaganda yaitu: 1.. Name Calling (Penjulukan) Dalam teknik ini, propagandis memberikan label buruk kepada seseorang, lembaga,. atau. gagasan. dengan. simbol. emosional. (negatif). dalam. propagandanya. Tujuan teknik ini target propaganda diharapkan akan menolak atau mengutuk orang atau lembaga yang dituju atau idenya tanpa harus melihat fakta dan tanpa perlu memeriksa atau mencari-cari bukti lagi. Dengan teknik ini, propagandis bermaksud menjatuhkan seseorang, konsep, istilah, dan ideologi tertentu. Pada era Orde Baru, penguasa memberi cap PKI pada pendudukan desa tertentu sehingga berakibat penduduk tersebut ditangkap karena menganut ideologi yang dilarang..

(32) 21. 2.. Glittering Generality (Kemilau Generalitas) Dalam komunikasi, seperti pada percakapan, biasanya hal-hal umum dipaparkan begitu saja sehingga detail yang sebenarnya penting kurang diperhatikan. Hampir sama seperti itu, dalam teknik kemilau generalitas katakata muluk, kata yang bermakna sangat baik ditonjolkan. Teknik ini menghubungkan sesuatu dengan ‘kata yang sangat baik’ untuk membuat target propaganda merasa senang sehingga bersedia menerima menyetujui ide yang ditawarkan secara mentah-mentah. Teknik ini digunakan untuk membuat sebuah ide, misi, atau produk diasosiasikan dengan hal-hal baik yang disukai kebanyakan orang, seperti keharuman, kekuatan, kelebihan, kebebasan, keadilan, dan demokrasi. Seperti Presiden George W Bush, “Rakyat Amerika mencintai kebebasan”. Seorang ulama menyatakan, “Islam mengajarkan toleransi, kasih sayang, dan perdamaian.”. 3.. Transfer (Pengalihan) Transfer (pengalihan) merupakan visualisasi konsep untuk mengalihkan karakter tertentu kepada suatu pihak. Sebagai contoh, para politikus memajang foto di ruang kerjanya. Foto itu menggambarkan saat ia sedang bersalaman dengan presiden. Hal ini dimaksudkan untuk memindahkan wibawa yang dimiliki presiden ke dalam dirinya. Teknik ini membawa otoritas, dukungan, gengsi dari sesuatu yang dihargai dan disanjung kepada sesuatu yang lain agar lebih dapat diterima. Teknik pengalihan adalah suatu teknik untuk menjadikan orang, produk, atau organisasi diasosiasikan dengan sesuatu yang mempunyai kredibilitas baik atau buruk. Teknik pengalihan.

(33) 22. digunakan propagandis untuk mengalihkan otoritas, gengsi, dan prestise sesuatu yang dihargai dan dihormati kepada sesuatu yang propagandis inginkan agar massa menerima. Misalnya, seseorang menghormati dan menghargai suatu bangsa jika seorang propagandis berhasil mengajak bangsa itu untuk menyetujui suatu fakta dalam sebuah program penting kesejahteraan bangsa. Dengan demikian, propagandis mentransfer otoritas dan prestisenya pada program tersebut. 4.. Testimony (Kesaksian) Teknik testimony (kesaksian) digunakan untuk meminta dukungan seseorang yang berstatus tinggi untuk mengesahkan dan memperkuat tindakannya dengan pengakuan atau kesaksian orang tersebut. Teknik ini memberi kesempatan kepada orang-orang yang mengagumi atau membenci untuk mengatakan bahwa sebuah gagasan, program, produk, seseorang itu baik atau buruk. Kesaksian adalah salah satu teknik propaganda yang paling umum digunakan. dengan. menampilkan. seseorang. yang. bersaksi. untuk. memromosikan produk tertentu, ide tertentu. Terkadang dalam kesaksiannya, orang yang sama menjelek-jelekkan produk atau ide yang lain. Penerapan teknik ini dapat ditemukan dalam lembaran surat kabar, tabloid, dan majalah serta. sajian. televisi.. Misalnya,. editorial. surat. kabar. “Presiden. menyatakan......”, dalam sebuah acara debat televisi “Juwomo Sudarsono membantah.....”. yaitu dengan memanfaatkan tokoh yang dihormati. 5.. Plain Folk (Rakyat Biasa).

(34) 23. Teknik plain folk merupakan salah satu teknik propaganda yang menggunakan pendekatan untuk menunjukkan bahwa sang propagandis rendah hati dan mempunyai empati dengan penduduk pada umumnya. Teknik ini mengenalkan motif tulus seseorang yang berkecimpung dalam kegiatan sosial kemasyarakatan atau sosial politik. Dengan menggunakan teknik ini, ara propagandis berupaya meyakinkan khalayak bahwa gagasan propagandis berkaitan dengan keseharian rakyat biasa atau orang awam. Dalam teknik plain folk, tokoh propagandis berupaya meyakinkan target bahwa gagasangagasan propagandis adalah bagian dari ‘rakyat biasa’. Cara ini banyak digunakan dalam kampanye pemilihan umum, untuk memperoleh kekuasaan politik. 6.. Card Stacking (Menimbang-nimbang Kartu untuk Digunakan) Teknik card stacking adalah suatu teknik pemilihan dan pemanfaatan fakta atau kebohongan, ilustrasi atau penyimpangan, serta pernyataan logis atau tidak logis untuk memberikan kasus terbaik atau terburuk pada suatu gagasan, program, orang atau produk. Teknik ini memilih argumen atau bukti yang mendukung sebuah posisi dan mengabaikan hal lain yang tidak mendukung posisi itu. Teknik card stacking pernah digunakan Presiden George W Bush ketika AS dengan dukungan sekutunya hendak melancarkan agresi terhadap Irak dan menggulingkan Presiden Saddam Hussein. George W Bush melancarkan kampanye yang menggembar-gemborkan Irak mengembangkan senjata nuklir. Argumen ini dijadikan sebagai dasar untuk melancarkan.

(35) 24. serangan terhadap Irak. Padahal, itu adalah kebohongan belaka. Tidak pernah terbukti bahwa Irak memiliki senjata nuklir. 7. Frustration or Scapegoat (Menutupi Frustrasi atau Kambing Hitam) Salah satu cara mudah untuk menciptakan kebencian atau menyalurkan frustrasi adalah menciptakan kambing hitam. Rezim-rezim revolusioner, yang berhadapan dengan ketidakpastian ekonomi dan sosial di dalam negerinya serta mengetahui frustrasi rakyat, sering menciptakan ‘hantu’ internal atau eksternal untuk menyalurkan penderitaan rakyat. Salah satu contoh populer adalah propaganda yang diciptakan Hitler bahwa timbulnya masalah dalam negeri dan luar negeri Jerman disebabkan perilaku Zionis Yahudi. 8. Bandwagon (Seruan Mengikuti Pihak Mayoritas) Teknik bandwagon berisi imbauan kepada khalayak untuk ikut bergabung ke dalam kelompoknya karena kelompoknya memiliki tujuan yang baik dan menyenangkan. Teknik ini digunakan dalam upaya meyakinkan target atau khalayak bahwa semua anggota kelompok (yang menjadi targetnya) menerima programnya. Oleh karena itu, target harus segera ikut menggabungkan diri ke dalam kelompok. Teknik bandwagon adalah teknik penyampaian pesan yang memiliki implikasi bahwa sebuah pernyataan, gagasan, atau produk diinginkan oleh banyak orang atau mempunyai dukungan luas meski khalayak atau massa agar sesuai dengan yang dikehendaki propagandis. Teknik ini mirip teknik testimoni, namun cara yang digunakan untuk menarik perhatian massa adalah dengan lebih dahulu membentuk ‘kelompok dan melancarkan ‘imbauan’. Contoh teknik bandwagon, misalnya “Jutaan orang mendukung program.

(36) 25. reboisasi”, contoh lainnya, propaganda komunis sering menggunakan ungkapan “dunia tahu bahwa.......” (perhatikan, jumlah orang dan lokasi tidak dinyatakan secara spesifik). 9. Fear Arousing (Membangkitkan Ketakutan) Teknik fear arousing adalah cara propaganda untuk mendapatkan dukungan dari target massa dengan menimbulkan emosi negatif, khususnya ketakutan. Agar massa merasa takut dan bersedia mengikuti kehendaknya, propagandis menciptakan semacam ‘hantu’. Penerapan teknik fear arousing dapat ditemukan ketika menyaksikan suasana atau kondisi yang rentan permainan gugahan emosional. Sebagai contoh, “Republik Jerman dalam keadaan bahaya. Bahaya dari dalam dan dari luar. Demi keamanan Jerman, kita perlu payung hukum, dan tanpa itu bangsa ini tidak bisa bertahan hidup” (Adolf Hitler 1932). Dengan memerhatikan komponen, jenis, metode, dan teknik propaganda, Jepang memilih majalah Djawa Baroe sebagai alat penyebaran propaganda di Indonesia. Dengan berita-berita yang dimuat dalam majalah Djawa Baroe, Jepang memengaruhi rakyat Indonesia agar mau mengikuti nilai moral dan ideologi yang dianut oleh Jepang sebagai propagandis. Propaganda yang dimuat dalam majalah Djawa Baroe cukup beragam dan meliputi segala bidang antara lain budaya, seni, ekonomi, politik, agama dan sastra. Salah satu karya sastra yang mengandung propaganda adalah sandiwara. Pemuatan berita dan naskah sandiwara secara berkala oleh Jepang di Djawa Baroe menunjukkan bahwa Jepang melakukan propaganda dengan perencanaan yang matang dan diharapkan mampu memengaruhi serta mengubah pendapat, sikap, dan perilaku rakyat.

(37) 26. Indonesia secara simultan sesuai dengan tujuan propaganda Jepang. Keberhasilan propaganda Jepang melalui sandiwara berkaitan erat dengan perkembangan sandiwara di Indonesia pada masa pendudukan Jepang.. 2.3 Perkembangan Sandiwara Pada Masa Pendudukan Jepang Istilah sandiwara muncul pada masa awal kependudukan Jepang di Indonesia. Sebelumnya pada masa penjajahan Belanda istilah drama disebut dengan tonil yang berarti pertunjukan. Pada masa pendudukan Jepang perkembangan seni sandiwara menjadi sangat berkembang. Hal ini dikarenakan sikap Jepang yang anti kebudayaan Barat, sehingga pemutaran film-film yang sebagian besar berasal dari Barat dilarang keras. Pada bulan Agustus 1942 Jepang membentuk departemen yang bertanggungjawab di bidang propaganda serta informasi yang menyangkut. pemerintahan. sipil. yang. disebut. dengan. nama. Sendenbu. (Departemen Propaganda). Departemen ini dibentuk di dalam badan militer (Gunseikan) yang sejak awal pemerintahan sampai akhir pemerintahan Jepang di Indonesia selalu dipimpin oleh kalangan militer Jepang. Saat pertama kali datang ke Indonesia, Jepang melihat bahwa sandiwara Indonesia masih belum berkembang. Sandiwara tidak begitu diperhatikan oleh kalangan terpelajar, yang menganggapnya kurang berharga dan kurang terpelajar sehingga Jepang berusaha meningkatkan kualitasnya dan mengubah gambaran yang ada mengenai “sandiwara”. Pada masa itu pulalah sandiwara dimanfaatkan oleh pemerintah sebagai alat propaganda. Naskah sandiwara sepenuhnya menggunakan personifikasi, konsep-konsep abstrak yang ditawarkan, atau.

(38) 27. dipaksakan, oleh pemerintah jajahan Jepang ditampilkan di panggung sebagai manusia, tentu dengan maksud agar lebih mudah dipahami oleh khalayak ramai. Dialog-dialog yang ada dalam sandiwara sangat sederhana sebab konsep-konsep tentang tokoh yang harus diteladani, kemenangan dan perjuangan, kejahatan masa lampau diwakili dalam peran tokoh yang memainkannya. Demikianlah maka tidak diperlukan lagi penjelasan mengenai konsep yang rumit yang bersangkutan dengan gagasan Asia Timur Raya. Jepang berusaha mengembangkan sandiwara di Indonesia dengan membentuk beberapa organisasi melalui Sendenbu dalam menangani aktifitas sandiwara diantaranya Sekolah Tonil, Jawa Engeki Kyoukai atau “Perserikatan Oesaha Sandiwara Djawa (P.O.S.D), dan Keimin Bunka Shidosho atau Pusat Kebudayaan (Sofansyah, 2013:47). Pemerintah Jepang juga memanfaatkan radio, sebuah media yang sangat populer pada masa itu, sebagai alat menyebarluaskan informasi dan propaganda politik. Media surat kabar juga dimanfaatkan oleh Jepang sebagai cara. untuk. memengaruhi. kaum. terpelajar. yang. bisa. membaca. dan. menggambarkan bahwa pertunjukan sandiwara telah diselenggarakan di kota-kota besar dan banyak disukai oleh rakyat Indonesia. Dengan adanya naskah sandiwara yang dimuat di dalam majalah, menunjukkan bahwa pemerintah militer Jepang memberikan perhatian besar terhadap pentingnya sandiwara sebagai alat untuk menyalurkan gagasannya. Masa pendudukan Jepang merupakan masa yang menguntungkan bagi dokumentasi sandiwara, sebab pemerintah mengharuskan semua kalangan untuk menyerahkan naskah sandiwara sebelum dipentaskan kepada pihak yang berwajib untuk disensor..

(39) 28. Jepang pada masa kependudukannya memanfaatkan penulisan naskah sandiwara untuk maksud propaganda. Penulisan naskah sandiwara sendiri mengalami. pertumbuhan. yang. signifikan.. Hal. ini. dibuktikan. dengan. pembentukan organisasi-organisasi yang bertugas menangani aktifitas sandiwara oleh Jepang seperti Keimin Bunka Shidosho. Organisasi ini bertugas menghimpun penulis-penulis naskah serta. memotivasi penulis-penulis muda, yang disebut. sebagai “angkatan baru” , untuk menghasilkan karya-karya naskah sandiwara sesuai dengan pesanan pemerintah (Hutari, 2015:117). Naskah cerita yang diterima oleh Keimin Bunka Shidosho kemudian dibagikan kepada kelompok-kelompok teater. Kelompok teater tersebut lalu memanggungkan cerita dan memperkenalkan kepada kelompok teater yang lain sembari berkelana. Beberapa cerita diterbitkan di majalah umum seperti Djawa Baroe, di masa pendudukan Jepang di Indonesia tahun 1942-1945, sehingga kelompok teater yang tidak berada dalam kontrol Keimin Bunka Shidosho bisa memanggungkannya (Kurasawa, 1993:247). Topik sandiwara kebanyakan berisi hal-hal yang menjadi perhatian pemerintah, seperti kegotongroyongan, tonarigumi, tentara sukarela, romusha, dan kebrutalan Belanda. Salah satu naskah yang diterbitkan oleh Djawa Baroe pada tahun 1944 adalah naskah sandiwara yang berjudul “Koeli dan Roomusya” yang menekankan kepahlawanan dengan menjadi romusha sebagai “pahlawan pekerja”. Cerita berkisah tentang Soeprapto seorang dokter Indonesia yang menjadi dokter di Deli untuk membantu romusha..

(40) 29. 2.4 Romusha Pada Masa Pendudukan Jepang Romusha ("rōmusha": "buruh", "pekerja") adalah panggilan bagi orang-orang Indonesia yang dipekerjakan secara paksa pada masa pendudukan Jepang di Indonesia dari tahun 1942 hingga 1945. Romusha adalah sebuah kata Jepang yang berarti semacam “serdadu kerja”, yang secara harfiah diartikan sebagai seorang pekerja yang melakukan pekerjaan sebagai buruh kasar. Akan tetapi, bagi seorang Indonesia romusha berarti seorang buruh kuli yang dimobilisasikan bagi pekerjaan kasar di bawah kekuasaan militer Jepang. Jutaan rakyat dimobilisasi untuk bekerja di berbagai tempat di Indonesia serta Asia Tenggara seperti Birma, Muangthai, Vietnam, Malaysia, dan Serawak. Tenaga romusha sangat dibutuhkan oleh pemerintah Jepang untuk membangun sarana-sarana pertahanan seperti benteng-benteng, jalan-jalan raya, dan sebagainya. Pulau Jawa sebagai pulau yang padat penduduknya memungkinkan pengerahan tenaga secara besar-besaran maka propaganda untuk memengaruhi rakyat terus dilakukan. Ir. Soekarno sendiri yang memimpin pengumpulan pekerja pada bulan September 1944 yang disebut dengan “pekan pekerjaan mati-matian” untuk bekerja selama satu minggu secara sukarela untuk bekerja di suatu tempat yang penting (Kartodirdjo, 1975:138). Tenaga romusha diperoleh dari desa-desa di Jawa yang padat penduduknya melalui program kinrohosi/kerja bakti. Pada awal pelaksanaan romusha rakyat melakukan dengan sukarela, lambat laun karena terdesak perang Pasifik maka pengerahan tenaga diserahkan pada panitia pengerahan (romukyokai) yang ada di setiap desa. Waktu itu setiap kepala keluarga diwajibkan menyerahkan seorang.

(41) 30. anak lelakinya untuk berangkat menjadi romusha. Namun, bagi golongan masyarakat kaya seperti pedagang, pejabat, orang-orang Cina dapat menyogok pejabat pelaksana pengerahan tenaga atau dengan membayar kawan sekampung yang miskin untuk menggantikannya sehingga terhindar dari kewajiban untuk menjadi romusha. Mula-mula tugas yang dilakukan bersifat sukarela dan tidak begitu jauh dari tempat tinggal penduduk, namun lama-kelamaan pengerahan tenaga kerja berubah menjadi paksaan. Di tempat bekerja, romusha diperlakukan secara kasar, kesehatan tidak dijamin, makanan tidak cukup, serta pekerjaan yang sangat berat. Bahkan, untuk pakaian para romusha hanya menggenakan celana dari karung goni untuk menutupi auratnya. Bahan karung goni sendiri merupakan bahan yang tidak nyaman dikenakan dan menjadi sarang kutu. Dengan keadaan yang sedemikian rupa tentu saja menjadi sarang bagi penyakit, sehingga banyak diantara romusha yang meninggal ditempat kerjanya karena sakit, kekurangan makan serta kecapaian ataupun kecelakaan. Berita buruk ini kemudian tersebar dan menjadi rahasia umum, sehingga banyak orang yang takut menjadi romusha. Untuk menghilangkan ketakutan di kalangan penduduk karena sudah menjadi rahasia umum bahwa para romusha diperlakukan buruk, sejak tahun 1943 Jepang melancarkan propaganda yang menganggap romusha sebagai pahlawan. Di dalam propaganda romusha mendapat julukan “prajurit ekonomi” atau “pahlawan pekerja” yang digambarkan sebagai orang-orang yang sedang menunaikan tugas sucinya untuk angkatan perang Jepang. Romusha tidak boleh disebut kuli, akan tetapi prajurit karena memberikan sumbangan tenaga guna perang. Namun, dalam.

(42) 31. kenyataannya adalah diantara 300.000 tenaga romusha yang dikirim ke luar Jawa, diperkirakan 70.000 orang dalam kondisi menyedihkan (Kartodirdjo, 1975:139). Pengerahan romusha tidak lain karena motivasi Jepang memenangkan perang. Motivasi Jepang ekspansi ke selatan adalah faktor ekonomi, khususnya ketertarikan Jepang dalam bidang eksploitasi sumber-sumber ekonomi padi, minyak tanah, batu bara, karet, dan barang-barang krusial lainnya di daerahdaerah baru yang dikuasainya untuk mendukung peperangan. Hal tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa Jepang tidak memiliki potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang cukup guna menghadapi perang jangka panjang melawan sekutu. Tujuan utama Jepang pasca pendudukan adalah menyusun kembali rencana-rencana ekonomi bagi dominasi ekonomi jangka panjang terhadap Asia Timur dan Tenggara, dan menggairahkan kembali perekonomian Indonesia guna mendukung perang.. 2.5 Penelitian Terdahulu Propaganda pada majalah Djawa Baroe sebelumnya dijadikan bahan penelitian yang pertama oleh Fajar Arsyi Firmansyah dengan judul Propaganda Jepang Pada Bidang Industri Di Pulau Jawa Dalam Majalah Djawa Baroe Edisi 124 Tahun 1943-1944. Dalam tulisannya tersebut dibahas bagaimana propaganda yang dilakukan Jepang melalui artikel-artikel bergambar dan karya sastra seperti puisi, syair lagu, dan cerpen yang dimuat dalam koran edisi 1-24 tahun 1943-1944. Penelitian kedua yang penulis gunakan sebagai acuan oleh R.A Soffie Andriani Hadi dengan judul Propaganda Politik Jepang Di Jawa Melalui Foto dan.

(43) 32. Teks Berita Dalam Surat Kabar Asia Raja 1942-1945. Dalam skripsi ini dijelaskan bagaimana foto dan teks berita bisa menjadi alat propaganda oleh Jepang dengan menggabungkan foto dan teks berita yang saling menjelaskan satu sama lain untuk menarik rakyat agar sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Pemerintah Jepang. Penelitian ketiga yang penulis gunakan adalah penelitian yang dilakukan oleh Fitriana Puspita Dewi, Aji Setyanto, dan Retno Dewi Ambarastuti tahun 2015 dengan judul Bentuk Propaganda Jepang Di Bidang Sastra Pada Majalah Djawa Baroe Semasa Kependudukan Jepang Di Indonesia 1942-1945. Hasil penelitian ini. menunjukkan bahwa selama penerbitannya, majalah. Djawa. Baroe. menerbitkan berbagai macam karya sastra propaganda yang berwujud cerpen, cerita bersambung, essai, drama dan lain-lain. Muatan propaganda yang ditampilkan antara lain gambaran akan keburukan Barat, ajakan untuk membantu Jepang mendukung perang, anjuran untuk kerja keras dan hidup hemat serta gambaran Jepang sebagai harapan baru bagi Indonesia. Perbedaan penelitian penulis dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian terdahulu membahas tentang propaganda Jepang pada bidang Industri di Pulau Jawa dalam Majalah Djawa Baroe, kemudian propaganda yang dilakukan melalui foto dan teks berita, selanjutnya bentuk propaganda Jepang dalam bidang sastra, sedangkan penulis meneliti tentang seperti bagaimana muatan propaganda yang dilakukan Jepang melalui naskah sandiwara yang dimuat dalam majalah Djawa Baroe dari tahun 1944-1945. Metode penelitian yang digunakan oleh Fajar Arsyi Firmasnyah adalah New Historicism, R.A Soffie Andriani Hadi menggunakan.

(44) 33. Pendekatan Historis. Penulis memilih menggunakan teori New Historicism dengan maksud meninjau kembali peristiwa yang terjadi agar memperoleh fakta baru dalam sejarah yang terjadi..

(45) BAB III PEMBAHASAN. Pada bab ini penulis akan menjelaskan mengenai majalah Djawa Baroe, kemudian sinopsis dari naskah sandiwara Koeli dan Roomusya dan analisis muatan propaganda yang didukung dengan fakta sejarah, kemudian analisis metode, jenis dan teknik propaganda yang digunakan pada adegan dan dialog sandiwara guna menemukan tujuan yang ingin dicapai dalam propaganda.. 3.1 Djawa Baroe Djawa Baroe merupakan salah satu majalah terbitan Jepang di Indonesia yang mulai terbit pada tanggal 1 Januari 1943 dan terakhir 1 Agustus 1945, beberapa saat menjelang kekalahan Jepang dalam Perang Pasifik. Majalah ini diterbitkan di pulau Jawa, dua kali dalam sebulan pada tanggal 1 dan 15 setiap bulannya. Djawa Baroe diterbitkan oleh Djawa Sjinboen Sja yang beralamat di Yamato Basi Kita Daori 8, Djakarta. Dipimpin oleh H. Nomuera dan dicetak oleh Z. Kasidjima. Majalah ini dijual dengan harga f 0.20. Djawa Baroe menjadi majalah penting pada masa itu karena menyajikan berbagai berita, mulai dari berita politik, pemerintahan, ekonomi, pendidikan, pertanian, hukum, industri, kesenian, olahraga, anak-anak, komik, humor, hingga iklan. Selain itu terdapat pula sajian khusus tentang kesusastraan seperti cerpen, puisi, naskah sandiwara, sinopsis film, dan kisah kisah pengalaman tentara Jepang. 33.

(46) 34. ketika berperang di Asia dan di Indonesia yang disajikan baik dalam bentuk tulisan maupun dalam bentuk gambar. Sebagai salah satu majalah yang diizinkan terbit di Indonesia pada masa pendudukan Jepang, Djawa Baroe memiliki peran penting dalam upaya penyebaran propaganda. Upaya tersebut dilakukan dengan memuat berita-berita yang berisi tentang segala aktivitas yang dilakukan Jepang di Indonesia. Berita ini ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jepang sehingga terlihat jelas bahwa sasaran pembaca tidak hanya rakyat Indonesia akan tetapi penduduk Jepang yang tinggal di Indonesia serta kaum terpelajar sebagai pembaca majalah maupun koran. Unsur propaganda sudah terlihat dari sampul majalah ini, seperti terlihat dalam sampul majalah edisi 19 terbit pada 1 Oktober 1944 yang menggambarkan pekerja romusha sedang bekerja dan didukung oleh kalimat “Para Romusha Bekerdja Gembira Dalam Soeasana Perkenanan Kemerdekaan”, hal ini seolah menggambarkan sikap politik Jepang serta dukungan Jepang untuk kemerdekaan Indonesia di kemudian hari. Propaganda di bidang politik oleh Jepang ditunjukkan dalam pemuatan artikel “Perkenanan Indonesia Merdeka dengan Ma’loemat Bersama dari Asia Timoer Raja” (No.19, 1944), “Siasat Perang Moesoeh Melanggar Garis Poelau Luzon Meroesakkan Perimbangan Keadaan Perang Perang Didoenia, Pandanglah Dengan Tenang Bobroknja Pihak Moesoeh” (No.3, 1945). Majalah Djawa Baroe memuat pula berita-berita tentang perkembangan perang suci yang menceritakan semangat dan kekuatan angkatan bersenjata Jepang saat berperang melawan.

(47) 35. musuh di Asia-Pasifik dan Indonesia. Berita ini dimuat dalam setiap edisi penerbitan majalah Djawa Baroe. Di bidang pendidikan, Jepang melakukan propaganda dengan memuat artikel yang berjudul “Riang-Gembira ,,Koersoes Didjalanan” (No.12, 1944), “Kaoem Peladjar Bekedja Soekarela” (No.12,1944). Selain itu dalam majalah Djawa Baroe juga dimuat sebuah kolom yang berisi tentang ejaan yang benar dalam bahasa Jepang dengan tujuan memudahkan pembaca majalah untuk membaca berita-berita yang ditulis menggunakan bahasa Jepang. Di bidang kesenian, majalah Djawa Baroe memuat artikel berjudul “Steleng Seni Rupa Di Nippon” (No.6,1944). Artikel ini berisi tentang berita pameran karya seni di Tokyo. Di bidang olahraga dan kesehatan dimuat artikel dengan judul “Tjara Melatih Badan Oentoek Memperoleh Kemenangan Terachir” (No.19,1944) dan “Pemboeatan Plasma Darah Kering” (No.14.1944). Artikel di bidang perindustrian yang mengandung propaganda dimuat dalam majalah Djawa Baroe berjudul “Indoesteri Kampoeng Mendjadi Semakin Djaja” (No.14, 1944) dan “Penambahan Prodoeksi Kapal-Kajoe di Djawa” (No.12, 1944). Artikel mengenai pertanian juga dimuat dalam majalah Djawa Baroe seperti artikel berjudul “Sajoer Majoer Nippon Toemboeh Didjawa” (No.14,1944) dan “Tanah Kosong Djoega Dipergoenakan” (No.14,1944). Pemberitaan tersebut ditulis dan dimuat secara apik sebagai usaha penyebaran propaganda Jepang di Indonesia. Seperti halnya majalah pada umumnya, majalah Djawa Baroe juga memuat iklan pada setiap edisinya. Tujuan iklan ini disajikan selain sebagai media.

(48) 36. promosi barang dan jasa juga memuat unsur propaganda. Sebagai contoh pencantuman kata semboyan “Asia Timur Raya” disebagian iklan-iklan yang dimuat, “Patjoel dan Skop Alat jang Teroetama Bagai Paman Tani Asia Timoer Raya”, “Mendjaga Kesehatan Sempoerna dan Bekerdja lebih baik oentoek Menjoesoen Asia Timoer Raja”. Hal yang menarik dari majalah Djawa Baroe adalah dimuatnya karya-karya sastra tak luput dari usaha penyebaran propaganda yang dilakukan Jepang. Cerpen, naskah sandiwara, sinopsis film, dan kisah-kisah pengalaman para prajurit Jepang baik di Indonesia maupun di Asia-Pasifik merupakan sebagian contoh karya sastra yang dimuat dalam penerbitan majalah Djawa Baroe. Judul cerpen yang dimuat misalnya ”Peradjoerit Nogikoe” oleh Kan Kikoetji (No.4,1944) dan “Pamankoe” oleh Rosihan Anwar (No.12, 1944). Naskah sandiwara dengan judul “Perkawinan 25 Tahoen” oleh Takamaroe Sasaki (No.6, 1944) dan “Koeli dan Roomusya” oleh J. Hoetagalung (No.13 dan No.14, 1945).. 3.2 Sinopsis Koeli dan Roomusya adalah salah satu naskah sandiwara yang dimuat dalam majalah Djawa Baroe edisi 13 & 14 tahun 1945 ditulis oleh J. Hoetagaloeng yang menjadi pemenang sayembara mengarang cerita sandiwara, dipersembahkan oleh Perserikatan Oesaha Sandiwara Djawa (POSD). Cerita sandiwara ini dimulai ketika permusyawaratan antara Dai Nippon (Jepang) dan Amerika gagal lalu meletuslah perang suci. Saat itu Indonesia sedang dijajah oleh Belanda. Alur cerita sandiwara berawal dengan kepulangan tokoh Soeprapto dari sekolah.

(49) 37. kedokterannya di Jakarta. Kepulangan Soeprapto disambut oleh keluarga (tokoh ayah, ibu, Minah) dan mengundang beberapa kerabat (tokoh Marie, Wedana dan Ny.Wedana, serta tamu lain). Saat penyambutan, Soeprapto bercerita akan membuka klinik di seberang demi membantu kuli kontrak yang berada di seberang. Soeprapto melakukan itu atas dasar kemanusiaan dan dedikasi demi kemuliaan bangsa seperti yang dilakukan pula oleh bangsa Jepang terhadap negerinya. Namun, ditengah-tengah acara penyambutan muncul orang gila yang ternyata adalah ayah Minah. Karena terjadi sebuah insiden maka Minah diusir dari rumah bersama ayahnya dan ditemani oleh Soeprapto yang kemudian tinggal di suatu pondok yang berada di tengah hutan. Pada suatu hari, setelah pemerintahan Jepang resmi menduduki Indonesia, Soeprapto menemukan seorang tentara Jepang yang terluka dan pingsan di pinggir pantai. Soeprapto merasa bahwa Jepang adalah saudara bangsa Indonesia maka ia membawanya pulang ke pondok dan meminta Minah untuk merawatnya dengan alasan bahwa Jepang merupakan saudara bangsa Indonesia dan memiliki musuh yang sama dengan Indonesia. Kemudian Soeprapto keluar pondok untuk mencari tentara Jepang yang lain dan menyerahkan tentara Jepang tersebut agar dirawat. Akan tetapi, opsir Belanda datang ke pondok dengan memaki-maki sembari berkata bahwa ia mencari prajurit Jepang. Minah berdalih bahwa tak ada prajurit atau siapapun yang ia sembunyikan di dalam pondok dan terjadilah perkelahian antara tentara Jepang yang mendadak muncul menyerang opsir Belanda. Opsir.

(50) 38. Belanda mati karena tikaman prajurit Jepang disusul dengan kedatangan Soeprapto bersama opsir Jepang. Soeprapto datang ke pondokan bersama opsir Jepang dan berpamitan kepada Minah bahwa ia akan pergi ke seberang bersama opsir Jepang yang telah menjadi “temannya”. Satu minggu setelahnya Jepang berhasil menduduki tanah Jawa. Dua tahun setelah kejadian tersebut suasana rakyat Indonesia telah tenang kembali, terlepas dari perbudakan Barat dan merasa berterimakasih kepada Jepang dengan janji membantu Jepang meraih kemenangan akhir. Atas sikap bangsa Indonesia tersebut, Jepang memberikan penghargaan dengan menjanjikan kemerdekaan di kemudian hari. Pada suatu hari, datang orang dari B.P.P.P ke rumah Minah untuk memberikan uang Rp. 500 dan 1 helai kain serta menyampaikan surat dari Soeprapto sebagai tanda terima kasih. Minah membaca surat dari Soeprapto yang isinya tentang kehidupan yang dijalaninya di seberang. Dalam surat tersebut diceritakan bahwa Soeprapto bekerja dengan baik dan gembira bersama para romusha. Pekerjaan yang mereka jalani memang berat tetapi mereka menjalaninya secara sukarela. Pekerja juga disediakan makanan yang sederhana tetapi cukup untuk kebutuhan pekerja dan tidak ada pekerja yang terserang penyakit. Soeprapto beserta para pekerja berharap bahwa orang Jawa bersedia datang ke Deli (Seberang) karena banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk kepentingan negara. Kemudian muncul seorang romusha yang bercerita tentang masa lalu yang pernah terjadi di Deli mengenai kekejaman Belanda. Lima belas tahun lalu terdapat dua orang Indonesia yang bekerja kepada Belanda. Salah satu.

(51) 39. orang Indonesia tersebut memiliki seorang istri yang sangat cantik sehingga membuat opsir Belanda tertarik. Opsir Belanda memaksa orang Indonesia untuk menyerahkan istrinya dengan alasan bekerja di dalam rumah sang opsir. Kemudian terjadilah peristiwa percobaan perkosaan yang menyebabkan kematian sang istri dan kegilaan orang Indonesia (sang suami). Soeprapto kemudian menyadari bahwa cerita tersebut adalah cerita mengenai Ayah dan Ibu Minah. Maka pulanglah Soeprapto untuk menemui Ayah Minah dan Minah serta mengajak Ayah Minah ke Deli agar dapat mengingat peristiwa yang sebenarnya terjadi. Saat reka adegan dilakukan sadarlah Ayah Minah tentang peristiwa yang terjadi dan sembuh dari kegilaan yang dialaminya. Kemudian dengan misi untuk mengajak dan menyadarkan rakyat Indonesia tentang kebutuhan tenaga yang sangat dibutuhkan oleh pemerintah Jepang di Deli, Soeprapto, Minah dan Ayah Minah (Sastro) menceritakan hal yang dialami oleh Sastro ketika bekerja pada Belanda yang membuatnya gila. Sastro bercerita sebagai bukti bahwa kekejaman Belanda memang benar terjadi, akan tetapi berkat bantuan Soeprapto yang sekarang sedang membantu Jepang Sastro dapat sembuh kembali. Sastro memberikan kesaksian bahwa kehidupan yang ada di Deli sekarang tidaklah sama dengan dahulu sehingga ia bisa sembuh seperti sedia kala. Soeprapto dan Sastro mengajak agar rakyat ikut serta ke Deli membantu Jepang untuk kepentingan negeri guna membinasakan musuh dan mencapai kemerdekaan di kemudian hari.. 3.3 Muatan Propaganda dalam Naskah Sandiwara Koeli dan Roomusya.

(52) 40. Salah satu bentuk teks sejarah yang digunakan Jepang untuk melancarkan rancangan propagandanya adalah naskah sandiwara yang dimuat di majalah Djawa Baroe. Naskah sandiwara yang penulis teliti berjudul Koeli dan Roomusya dimana banyak terdapat kalimat-kalimat yang mengandung unsur propaganda. Naskah sandiwara Koeli dan Roomusya yang dimuat dalam majalah Djawa Baroe dibagi menjadi dua babak. Babak pertama dimuat di majalah Djawa Baroe edisi ke-13 pada tanggal 1 Juli 1945 sedangkan babak kedua dimuat dalam edisi ke-14 pada tanggal 15 Juli 1945. Naskah Sandiwara ini bercerita tentang seorang tokoh bernama Soeprapto, rakyat Indonesia yang bekerja sebagai dokter romusha. Dalam naskah sandiwara ini banyak terdapat dialog dan adegan yang secara tersirat memuat propaganda Jepang terhadap Indonesia. Terdapat 10 (sepuluh) temuan adegan dan dialog mengandung kalimat propaganda yang penulis klasifikasikan dalam 3 muatan sebagai berikut :. 3.3.1 Pemerintah Jepang ingin mengubah cara pandang rakyat Indonesia dan memperoleh dukungan perang 1.. Adegan, Edisi 13, Hal 22, Babak I Toelisan : Pemerintah Belanda, jang sebetoelnja pada waktoe itoe tidak ada lagi, memberanikan diri mengoemoemkan perang pada Dai Nippon, oleh desakan Inggeris/Amerika. Toelisan : Bangsa jang ta’ bersalah, diseretnja, kedalam api peperangan, Betawi gempar. Ra’jat menjingkirkan diri kepegoenoengan, ditakoet-takoeti oleh pemerintah.. Muatan propaganda pada adegan di atas adalah pemberitahuan kepada seluruh rakyat bahwa Belanda sudah tidak memiliki kekuasaan dan kekuatan untuk perang karena Sekutu (Amerika/Inggris) telah kalah dari Jepang yang ditunjukkan pada kalimat Pemerintah Belanda, jang sebetoelnja pada waktoe itoe.

(53) 41. tidak ada lagi, memberanikan diri mengoemoemkan perang pada Dai Nippon, oleh desakan Inggeris/Amerika. Lima jam setelah penyerangan di Pearl Harbour, sore hari pada tanggal 7 Desember 1941, Presiden Amerika Serikat Franklin Delano Roosevelt menandatangani pernyataan perang terhadap Jepang, yang diikuti oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda Tjarda van Starkenborgh. Pada tanggal 8 Desember 1941 pukul 06.30, Gubernur Jenderal ini melalui radio NIROM (Nederlandsch Indische Radio Omroep Maatschappij) mengeluarkan pengumuman yang disimpulkan sebagai pernyataan perang pemerintah Hindia Belanda terhadap Jepang. Kekuatan invasi Jepang di Jawa menyebabkan Belanda tidak memiliki kekuatan, karena kekuatan udara telah dihancurkan (Kartodirdjo, 1975:2). Adanya persamaan peristiwa yang terjadi dalam naskah maupun fakta yang terjadi pada saat itu seolah menggambarkan bahwa tujuan pemerintah Jepang adalah dukungan dari rakyat Indonesia agar bersama-sama melawan pemerintah Belanda yang sudah tidak memiliki kekuatan lagi. Pemanfaatan fakta tentang kekalahan Sekutu (Amerika/Inggris) pada peristiwa pengeboman Pearl Harbour merupakan teknik propaganda card stacking yaitu untuk memberikan kesan baik pada kemenangan perang oleh pemerintahan Jepang. Bangsa jang ta’ bersalah, diseretnja, kedalam api peperangan, Betawi gempar. Ra’jat menjingkirkan diri kepegoenoengan, ditakoet-takoeti oleh pemerintah, memiliki arti bahwa Peristiwa pernyataan perang tersebut menyebabkan keadaan Betawi/Jakarta gempar. Indonesia yang pada saat itu tidak mengetahui apa-apa dirayu dan dipaksa untuk ikut dalam perang untuk melawan sekutu.

(54) 42. (Amerika/Inggris). Nakamura (1966:392) menjelaskan bahwa dalam Nanpô Senryôchi Gyôsei Jisshi Yôryô (Prinsip-Prinsip Pengaturan Pemerintahan di Wilayah-Wilayah Selatan yang Diduduki) yang disetujui pada Rapat Penghubung antara Markas Besar dan Pemerintah, pada tanggal 20 November 1941, tujuan pemerintahan militer diterapkan sebagai berikut. Untuk masa sekarang, pemerintahan militer harus dibentuk di wilayahwilayah yang diduduki untuk memulihkan ketertiban umum, memperlancar perolehan sumber-sumber yang pokok bagi pertahanan nasional, dan memperkuat personil militer dengan ekonomi yang mandiri. Pemerintah Jepang memaksa Indonesia ikut serta dalam peperangan dan menduduki Jawa dengan tujuan untuk memperoleh sumber-sumber ekonomi dan manusia. Teknik propaganda yang terdapat dalam kalimat adalah frustration or scapegoat, fear arousing karena Jepang menciptakan pemerintahan Belanda sebagai kambing hitam atas terjadinya peperangan dan memanfaatkan rakyat Indonesia tentang ketakutan terhadap kekejaman perang dengan tujuan agar rakyat Indonesia percaya kepada pemerintahan Jepang. Adegan di atas termasuk jenis propaganda yang bersifat white propaganda dengan menggunakan berita kekalahan Sekutu karena peristiwa pengeboman Pearl Harbour. Metode propaganda yang digunakan adalah metode koersif dengan menakut-nakuti. rakyat. bahwa. terjadi. peperangan. yang. menyebabkan. Betawi/Jakarta (yang pada saat itu menjadi pusat pemerintahan Belanda) menjadi gempar. Dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Jepang memiliki tujuan untuk memperoleh dukungan perang dari rakyat Indonesia untuk melawan pemerintahan Inggris/Amerika yang membantu Belanda menjajah Indonesia. 2.. Adegan, Edisi 13, Hal 22, Babak I.

(55) 43. Soeara Radio : Saudara2, kawan senasib dan sepenanggoengan. Sekarang tibalah soedah waktoenja oentoek meloepakan segala salah faham jang ta’ ada artinja itoe, djika dibandingkan dengan kewadjiban kita sekarang ini. Marilah kita bergandengan tangan, bersatoe-padoe, oentoek membinasakan moesoeh kita jang ta’ mengenal peri kemanoesiaan itoe. Sebab kalau moesoeh kita berhasil mendoedoeki negeri kita, jang kaja-raja ini, ta’ akan terloekiskan pahit-getirnja nasib kita. Anak2 dan poetri2 kita akan dianiaja. Kekajaan kita akan dirampasnja. Hindia Belanda akan lenjap dari boemi ini. Sebab itoe pertikaian diantara kita jang ketji itoe baiklah kita loepakan doeloe, sehabis perang masih banjak tempoe oentoek mengoeroesnja.. Adegan di atas memiliki muatan propaganda pada kalimat “Sekarang tibalah soedah waktoenja oentoek meloepakan segala salah faham jang ta’ ada artinja itoe, djika dibandingkan dengan kewadjiban kita sekarang ini. Marilah kita bergandengan tangan, bersatoe-padoe, oentoek membinasakan moesoeh kita jang ta’ mengenal peri kemanoesiaan itoe. Sebab kalau moesoeh kita berhasil mendoedoeki negeri kita, jang kaja-raja ini, ta’ akan terloekiskan pahit-getirnja nasib kita”. Memiliki arti bahwa pemerintah pada saat itu mengajak rakyat Hindia Belanda (Indonesia) untuk melupakan paham yang tidak berguna dan lebih memikirkan kewajiban sekarang yaitu bersama-sama mengalahkan musuh yang tak berperikemanusiaan, bangsa Barat yaitu Amerika, Inggris, dan Belanda. Kemudian pemerintah Jepang juga menghasut rakyat untuk melawan musuh bahwa apabila musuh berhasil menduduki negara Indonesia yang kaya raya, maka nasib bangsa akan sangat buruk, anak-anak dan putri-putri akan dianiaya, kekayaan dirampas, Hindia Belanda akan lenyap. Rakyat dibujuk agar melupakan sebuah pertikaian keji yang dahulu terjadi antara Indonesia dan Belanda karena masih banyak waktu untuk mengurusnya setelah perang berakhir. Radio NIROM menyiarkan berita penyerahan atas nama Panglima Tentara Hindia Belanda. Siaran dibacakan oleh seorang perwira stafnya pada pukul 06.30 pagi tanggal 9 Maret 1942 memerintahkan pasukannya untuk tunduk pada.

(56) 44. tuntutan yang diajukan pihak Jepang dan menghentikan perang. Pada pukul 13.20, Letnan Jenderal Ter Poorten dan Letnan Jenderal Imamura menandatangani dokumen penyerahan tanpa syarat yang disusun dalam bahasa Jepang dan bahasa Belanda (Kartodirdjo, 1975:12). Kemenangan Jepang atas Belanda disambut baik oleh rakyat Indonesia sehingga rakyat mau bekerja sama dengan pemerintahan Jepang seperti dikemukakan oleh Siboro (1988:99) janji Jepang terhadap rakyat Indonesia dalam pasal 1 UU No.1 yang berbunyi “Nippon berkehendak memperbaiki nasib rakyat Indonesia yang sebangsa dan seturunan dengan bangsa Nippon” membuat rakyat bersedia bekerja sama dengan pemerintahan Jepang. Setelah kemenangan atas Sekutu diraih oleh pemerintah Jepang maka tujuan yang ingin dicapai guna mengalahkan musuh ialah dengan mengajak bangsa-bangsa yang sebelumnya dijajah oleh Sekutu (Amerika/Inggris) untuk bergabung bersama. Pemerintahan Jepang menyebarkan ajakan membinasakan musuh bersama dan melupakan salah paham mengenai maksud Jepang melalui radio. Jenis propaganda yang digunakan dalam menyebarkan berita adalah black propaganda yaitu menggunakan kata-kata yang menipu dan penuh kepalsuan agar rakyat Indonesia bersedia bergabung. Metode yang digunakan adalah persuasif yaitu menggunakan media radio untuk menyebarkan berita dengan menggunakan bahasa yang membujuk rakyat. Alat propaganda atau teknik yang digunakan adalah name calling dan scapegoat. Jepang berusaha untuk memengaruhi pemikiran rakyat dengan menggunakan penjulukan buruk kepada pemerintahan Belanda sebagai musuh yang tak berperikemanusiaan. Jepang menciptakan kebencian atau menyalurkan frustasi atas peristiwa perang yang.

Referensi

Dokumen terkait

agama (Islam Nusantara) yang sudah lama di bangun oleh para ulama Indonesia. Sebab, era global saat ini menjadi momok terhadap identitas bangsa yang berpotensi membentuk

a. Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama bank sebagai penghimpun dan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa biografi atau perjalanan hidup Kiai Haji Abdul Halim penuh dengan perjuangan, khususnya dalam penyebaran agama Islam dan

Sedangkan nilai positip beta menjelaskan pengaruhnya bersifat searah, artinya keberhasilan rumah sakit yang telah berusaha melaksanakan kualitas layanan yang baik,

digunakan Hildebrant ini lebih tinggi dari media white, tetapi masih lebih rendah dari pada media-media lain yang umum digunakan sekarang. c) Media Knudson dan media Vacin

Menurut Malik (1992), mukosa lambung merupakan barier antara lambung dengan berbagai bahan yang masuk melalui saluran pencernaan, seperti makanan, produk-produk pencernaan,

Berdasarkan hasil penelitian, penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Padang tidak meneliti dan menggali bukti-bukti materil mengenai status pelaku penyalah guna

Live the vision adalah karakteristik yang pertama kali harus dimiliki oleh seorang Leadpreneur, sedangkan pemilik belum dapat menghidupi visinya dan belum secara maksimal