• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kaitan Ontologi, Epistemologi Dan Aksiologi Dalam Ilmu Akuntansi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kaitan Ontologi, Epistemologi Dan Aksiologi Dalam Ilmu Akuntansi"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Kaitan Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Dalam

Kaitan Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Dalam Ilmu AkuntansiIlmu Akuntansi

M. Adi Satrio

M. Adi Satrio (8335132494(8335132494))

I. Latar Belakang I. Latar Belakang

Sejarah dari filsafat ilmu tidak selamanya berjalan lurus, terkadang berbelok kembali Sejarah dari filsafat ilmu tidak selamanya berjalan lurus, terkadang berbelok kembali ke belakang,

ke belakang, sedangkan sejarah sedangkan sejarah dari ilmu selalu dari ilmu selalu berjalan maju. berjalan maju. Dalam sejarah pengetahuanDalam sejarah pengetahuan manusia, filsafat dan ilmu adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dan saling berkaitan antara manusia, filsafat dan ilmu adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dan saling berkaitan antara satu dan lainnya. Filsafat dan ilmu bersinggungan dalam mengungkap kebenaran. Kebenaran satu dan lainnya. Filsafat dan ilmu bersinggungan dalam mengungkap kebenaran. Kebenaran filsafat terletak pada pemikiran, sedangkan kebenaran ilmu terletak pada pengalaman. Tujuan filsafat terletak pada pemikiran, sedangkan kebenaran ilmu terletak pada pengalaman. Tujuan dari filsafat sendiri ialah untuk menemukan kebenaran.

dari filsafat sendiri ialah untuk menemukan kebenaran.

Ilmu pengetahuan merupakan hasil akhir dari kegiatan berpikir

Ilmu pengetahuan merupakan hasil akhir dari kegiatan berpikir yang merupakan kunciyang merupakan kunci dari perkembangan peradaban dimana manusia melakukan pencarian dan berkembang. dari perkembangan peradaban dimana manusia melakukan pencarian dan berkembang. Masalah bermunculan di sepanjang jalan sehingga mendorong manusia untuk berfikir, Masalah bermunculan di sepanjang jalan sehingga mendorong manusia untuk berfikir,  bertanya,

 bertanya, lalu lalu mencari mencari jawaban jawaban dari dari permasalahan, permasalahan, yang pada yang pada akhirnya akhirnya mendorong manusiamendorong manusia menjadi makhluk pencari kebenaran.

menjadi makhluk pencari kebenaran.

Pada hakikatnya, aktifitas ilmu digerakkan oleh pertanyaan yang didasarkan pada tiga Pada hakikatnya, aktifitas ilmu digerakkan oleh pertanyaan yang didasarkan pada tiga masalah pokok, yaitu: Apa yang ingin diketahui, bagaimana memperoleh pengetahuan dan masalah pokok, yaitu: Apa yang ingin diketahui, bagaimana memperoleh pengetahuan dan apa nilai dari pengetahuan tersebut. Pertanyaan tersebut terlihat sangat sederhana, namun apa nilai dari pengetahuan tersebut. Pertanyaan tersebut terlihat sangat sederhana, namun mencakup hal yang sangat asasi. Maka untuk menjawabnya diperlukan sistem berpikir yang mencakup hal yang sangat asasi. Maka untuk menjawabnya diperlukan sistem berpikir yang sistematis, radikal dan universal sebagai kebenaran ilmu yang dibahas dalam filsafat ilmu. sistematis, radikal dan universal sebagai kebenaran ilmu yang dibahas dalam filsafat ilmu.

Oleh karena itu, ilmu tidak terlepas dari landasan ontologi, epistemologi dan Oleh karena itu, ilmu tidak terlepas dari landasan ontologi, epistemologi dan aksiologi. Ontologi membahas ap

aksiologi. Ontologi membahas apa yang ingin diketahui mengenai teori tentang “ada”,a yang ingin diketahui mengenai teori tentang “ada”, dengan kata lain bagaimana hakikat objek yang ditelaah sehingga menghasilkan pengetahuan. dengan kata lain bagaimana hakikat objek yang ditelaah sehingga menghasilkan pengetahuan. Epistemologi membahas tentang bagaimana proses memperoleh pengetahuan. Dan Aksiologi Epistemologi membahas tentang bagaimana proses memperoleh pengetahuan. Dan Aksiologi membahas tentang nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. membahas tentang nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Dengan membahas ketiga unsur ini manusia dapat memahami apa hakikat ilmu itu.

Dengan membahas ketiga unsur ini manusia dapat memahami apa hakikat ilmu itu.

Akuntansi merupakan disiplin ilmu yang mempelajari mengenai pengukuran, Akuntansi merupakan disiplin ilmu yang mempelajari mengenai pengukuran,  penjabaran,

 penjabaran, atau atau pemberi pemberi kepastian kepastian mengenai mengenai informasi informasi yang yang akan akan membantu membantu manajer,manajer, investor, otoritas pajak dan pembuat keputusan lain yang biasanya erat kaitannya dalam hal investor, otoritas pajak dan pembuat keputusan lain yang biasanya erat kaitannya dalam hal keuangan. Akuntansi adalah seni pencatatan, penggolongan dan peringkasan transaksi dan keuangan. Akuntansi adalah seni pencatatan, penggolongan dan peringkasan transaksi dan

(2)

kejadian yang bersifat keuangan dengan cara yang berdaya guna dan dalam bentuk satuan uang.

II. Pembahasan

A. Pengertian

Kata Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi menurut bahasa berasal dari bahasa Yunani. Kata Ontologi berasal dari kata “Ontos” yang berarti “berada (yang ada)”. Kata Epistemologi berasal dari bahasa Yunani yang berarti knowledge  yaitu pengetahuan. Kata tersebut berasal dari dua suku kata, yaitu logia artinya pengetahuan dan episteme  artinya tentang pengetahuan. Jadi dari pengertian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa epistemologi merupakan pengetahuan tentang pengetahuan. Kata Aksiologi berasal dari kata “ Axios” yang  berarti “bermanfaat”. Ketiga kata tersebut ditambah dengan kata “logos” yang berarti “ilmu  pengetahuan, ajaran dan teori.”

Secara istilah, Ontologi adalah ilmu hakikat yang menyelidiki alam nyata ini dan  bagaimana keadaan yang sebenarnya. Epistemologi adalah ilmu yang membahas secara

mendalam segenap proses penyusunan pengetahuan yang benar. Sedangkan Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai yang ditinjau dari sudut kefilsafatan.

Dengan demikian, Ontologi adalah ilmu pengetahuan yang meneliti segala sesuatu yang ada. Epistemologi adalah ilmu yang membahas tentang teori, sedangkan Aksiologi adalah kajian tentang nilai dari suatu ilmu pengetahuan.

Akuntansi berasal dari kata asing “ Accounting ” yang artinya “menghitung” atau mempertanggungjawabkan. Akuntansi erat kaitannya dengan proses mencatat, mengklarifikasi, meringkas, mengolah dan menyajikan data transaksi serta kejadian yang  berhubungan dengan keuangan sehingga dapat digunakan oleh orang yang menggunakannya

untuk pengambilan suatu keputusan serta tujuan lainnya.

a. Ontologi

Ontologi merupakan bagian filsafat yang paling umum, atau merupakan bagian dari metafisika, dan metafisika merupakan salah satu bab dari filsafat.

(3)

Objek telaah Ontologi ialah yang tidak terikat pada satu perwujudan tertentu, Ontologi membahas hal yang ada secara universal, yaitu bertujuan untuk menemukan inti yang dimuat setiap kenyataan yang meliputi segala realitas dalam semua bentuknya.

Uraian Ontologi disusun setelah menjelajahi segala bidang ilmu utama filsafat, seperti filsafat manusia, alam dunia, pengetahuan, ketuhanan, moral dan sosial. Maka Ontologi sangat sulit dipahami jika terlepas dari bagian-bagian dan bidang filsafat lainnya.

Metafisika membicarakan segala sesuatu yang dianggap ada, mempersoalkan hakikat. Hakikat ini tidak dapat dijangkau dengan panca indera karena tidak berbentuk, berupa,  berwaktu dan bertempat. Dengan mempelajari hakikat kita dapat memperoleh pengetahuan

dan dapat menjawab pertanyaan tentang apa hakikat ilmu itu.

Dilihat dari segi Ontologi, ilmu membatasi diri pada kajian yang bersifat empiris. Objek penelaah ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca indera manusia. Sederhananya seperti ini, “hal-hal yang sudah berada diluar jangkauan manusia tidak dibahas oleh ilmu karena tidak dapat dibuktikan secara metodologis dan empiris, sedangkan ilmu itu mempunyai ciri tersendiri yakni berorientasi pada dunia empiris.

Berdasarkan objek yang dikaji, objek dalam ilmu pengetahuan ada 2 macam, yaitu:

1. Objek material (obiectum materiale, material object ) ialah seluruh lapangan atau  bahan yang dijadikan objek penyelidikan suatu ilmu.

2. Objek formal (obiectum formale, formal object ) ialah penentuan titik pandang terhadap objek material.

Untuk mengkaji lebih jauh hakikat objek empiris, maka ilmu membuat beberapa asumsi mengenai objek itu. Asumsi yang sudah dianggap benar dan tidak diragukan lagi adalah asumsi yang merupakan dasar dan titik tolak segala pandangan kegiatan. Asumsi itu memerlukan sebab pernyataan asumtif, itulah yang memberikan arah dan landasan bagi kegiatan penelaahan.

Ada beberapa asumsi mengenai objek empiris yang dibuat oleh ilmu, yaitu: Pertama, menganggap objek-objek tertentu mempunyai kesamaan antara yang satu dengan lainnya, misalnya dalam hal bentuk, struktur, sifat dan sebagainya. Kedua, menganggap bahwa suatu  benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu. Ketiga, determinisme, yaitu

(4)

dari asumsi yang dibuat oleh ilmu adalah agar mendapatkan pengetahuan yang bersifat analitis dan mampu menjelaskan berbagai kaitan dalam gejala yang tertangguk dalam  pengalaman manusia.

Asumsi tersebut dapat dikembangkan dengan pengalaman manusia yang melakukan analisis dengan berbagai disiplin keilmuan dengan memperhatikan beberapa hal; Pertama, asumsi harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian disiplin keilmuan. Kedua, asumsi harus disimpulkan dari “keadaan sebagaimana adanya” bukan “bagaimana keadaan seharusnya”.

Asumsi pertama adalah asumsi yang mendasari telaah ilmiah, sedangkan asumsi kedua adalah asumsi yang mendasari moral. Oleh karena itu, seorang ilmuan harus benar- benar mengenal asumsi yang dipergunakan dalam analisis keilmuannya, sebab mempergunakan asumsi yang berbeda maka berbeda pula konsep pemikiran yang dipergunakan. Sebuah kajian ilmiah harus dilandasi dengan asumsi yang tegas, yaitu tersurat karena yang belum tersurat dianggap belum diketahui atau belum mendapat kesamaan  pendapat.

Pertanyaan mendasar yang muncul dalam tataran Ontologi adalah untuk apa  penggunaan dari pengetahuan tersebut. Artinya untuk apa orang mempunyai ilmu apabila kecerdasannya digunakan untuk menghancurkan orang lain, misalnya seorang ahli ekonomi yang memakmurkan saudaranya tetapi menyengsarakan orang lain. Begitu juga seperti seorang ahli hukum yang memakai ilmu hukum yang dimilikinya untuk kepentingannya sendiri dengan melakukan hal yang seharusnya tidak ia lakukan.

 b. Epistemologi

Dalam filsafat modern, terjadi perdebatan filosofis yang sengit di sekitar perdebatan manusia yang menduduki pusat permasalahan di dalam filsafat. Titik tolak dari kemajuan filsafat sendiri adalah pengetahuan manusia, untuk membina filsafat yang kukuh tentang semesta (universe) dan dunia. Maka sumber-sumber pemikiran manusia, kriteria-kriteria, dan nilai-nilainya tidak ditetapkan, tidaklah mungkin melakukan studi apapun, bagaimanapun  bentuknya.

Salah satu perdebatan besar itu adalah diskusi yang mempersoalkan sumber-sumber dan asal-usul pengetahuan dengan meneliti, mempelajari dan mencoba mengungkapkan  prinsip-prinsip primer kekuatan struktur pikiran yang dianugerahkan kepada manusia. Maka

(5)

dengan demikian ia dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: Bagaimana pengetahuan itu muncul dari dalam diri manusia? Bagaimana kehidupan intelektualnya tercipta, termasuk setiap pemikiran dan konsep-konsep yang muncul sejak dini? Dan apa sumber yang memberikan kepada manusia arus pemikiran dan pengetahuan ini?

Sebelum menjawab semua pertanyaan-pertanyaan di atas, maka harus diketahui  bahwa pengetahuan (persepsi) itu terbagi, secara garis besar menjadi dua. Pertama, konsepsi atau pengetahuan sederhana. Kedua, tashdiq (assent   atau pembenaran), pengetahuan yang mengandung suatu penilaian. Contoh dari konsepsi adalah penilaian kita terhadap pengertian  panas, cahaya atau suara. Sedangkan contoh dari tashdiq adalah penilaian bahwa panas

adalah energi yang datang dari matahari dan bahwa matahari lebih bercahaya dari bulan, karena dalam hal tersebut pengetahuan memiliki sifat penilaian yang tidak sederhana. Walaupun konsepsi dan tashdiq merupakan hal yang berbeda, namun kedua hal tersebut sangat erat kaitannya, karena konsepsi merupakan penangkapan suatu objek pengetahuan tanpa menilai objek itu, sedangkan tashdiq, memberikan pembenaran terhadap objek.

Pengetahuan yang telah didapatkan dari aspek Ontologi, selanjutnya dibawa ke aspek Epistemologi untuk diuji kebenarannya dalam kegiatan ilmiah. Menurut Ritchie Calder,  proses kegiatan ilmiah dimulai ketika manusia mengamati sesuatu. Dengan demikian dapat dipahami bahwa adanya kontak manusia dengan dunia empiris menjadikan ia berpikir t entang kenyataan-kenyataan alam.

Setiap jenis pengetahuan memiliki ciri yang spesifik mengenai apa, bagaimana dan untuk apa, yang terstruktur secara sistematis dalam Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi. Epistemologi sendiri selalu dikaitkan dengan Ontologi dan Aksiologi ilmu. Persoalan utama yang dihadapi oleh setiap Epistemologi ilmu pengetahuan pada dasarnya adalah bagaimana cara mendapatkan pengetahuan yang benar dengan mempertimbangkan aspek Ontologi dan Aksiologi masing-masing ilmu.

Hal yang dikaji dari Epistemologi membahas tentang bagaimana proses mendapatkan ilmu pengetahuan, hal-hal apakah yang harus diperhatikan agar mendapatkan pengetahuan yang benar, apa yang disebut kebenaran dan apa kriterianya.

Objek telaah Epistemologi adalah mempertanyakan bagaimana sesuatu itu datang,  bagaimana kita mengetahuinya, bagaimana kita membedakan dengan lainnya, jadi berkenaan

(6)

Landasan dalam tataran Epistemologi ini adalah proses apa yang memungkinkan untuk memperoleh pengetahuan logika, etika, estetika serta bagaimana cara dan langkah-langkah untuk memperoleh kebenaran ilmiah, kebaikan moral dan keindahan seni, serta memahami apa yang disebut dengan kebenaran ilmiah, kebaikan moral dan keindahan seni.

Dalam memperoleh ilmu pengetahuan yang dapat diandalkan tidak cukup dengan  berpikir secara rasional ataupun sebaliknya berpikir secara empirik saja dikarenakan

keduanya memiliki keterbatasan dalam mencapai kebenaran ilmu pengetahuan. Jadi  pencapaian kebenaran menurut ilmu pengetahuan didapatkan melalui metode ilmiah yang merupakan gabungan atau kombinasi antara rasionalisme dengan empirisme sebagai sebuah kesatuan yang saling melengkapi.

Metode Ilmiah adalah suatu rangkaian prosedur tertentu yang diikuti untuk mendapatkan jawaban tertentu dari pernyataan tertentu. Epistemologi dari metode keilmuan akan lebih mudah dibahas apabila mengarahkan perhatian kita kepada sebuah rumus yang mengatur langkah-langkah proses berfikir yang diatur dalam suatu urutan tertentu.

Kerangka dasar prosedur ilmu pengetahuan dapat diuraikan dalam enam langkah sebagai berikut:

1. Sadar akan adanya masalah dan perumusan masalah

2. Pengamatan dan pengumpulan data yang relevan

3. Penyusunan atau klarifikasi data

4. Perumusan hipotesis

5. Deduksi dari hipotesis

6. Tes pengujian kebenaran (Verifikasi)

Keenam langkah yang terdapat dalam metode keilmuan tersebut masing-masing memiliki unsur-unsur rasional dan empiris.

Menurut AM. Saefuddin bahwa untuk menjadikan pengetahuan sebagai ilmu (teori) maka hendaklah melalui metode ilmiah yang terdiri atas dua pendekatan: Pendekatan Induktif dan Pendekatan Deduktif. Kedua pendekatan ini tidak dapat dipisahkan dengan menggunakan salah satunya saja, sebab deduksi tanpa induksi dapat dimisalkan seperti sayur yang akan

(7)

dimakan tetapi belum dimasak. Beberapa sayur dapat dimakan tanpa dimasak, namun rasanya  berbeda dengan sayur yang sudah dimasak. Sebaliknya, induksi tanpa deduksi menghasilkan

sebuah pemikiran yang tidak begitu mendalam karena hal-hal khusus dikesampingkan.

Proses metode keilmuan pada akhirnya berhenti sejenak ketika sampai pada titik “pengujian kebenaran” untuk mendiskusikan benar atau tidaknya suatu ilmu. Ada tiga ukuran kebenaran yang tampil dalam gelanggang diskusi mengenai teori kebenaran, yaitu teori korespondensi, koherensi dan pragmatis. Penilaian ini nantinya akan mempengaruhi untuk menerima, menolak, menambah atau mengubah hipotesa, untuk selanjutnya diadakan teori ilmu pengetahuan.

c. Aksiologi

Sampailah pembahasan ini kepada sebuah pertanyaan: Apakah kegunaan ilmu bagi kita? Tak terbantahkan lagi bahwa ilmu telah banyak mengubah dunia dalam memberantas  berbagai hal seperti penyakit, kelaparan, kemiskinan dan memberikan kehidupan yang lebih terstruktur dan memiliki peradaban yang lebih maju. Namun hal ini juga seperti pedang  bermata dua. Seperti dalam mempelajari atom, manusia dapat memanfaatkan hal tersebut sebagai sumber energi bagi kehidupan manusia. Namun di sisi lain, hasil buah pikiran dari mempelajari atom tersebut juga dapat menyebabkan petaka yang dapat menghilangkan nyawa  banyak manusia dengan terciptanya bom atom yang digunakan terhadap manusia lain.

Jadi yang menjadi dasar dalam tatanan ilmu Aksiologi ini adalah untuk apa  pengetahuan itu digunakan? Bagaimanakah hubungan penggunaan ilmiah dengan moral

etika? Bagaimana penentuan objek yang diteliti secara moral? Bagaimana kaitan prosedur ilmiah dan metode ilmiah dengan kaidah moral?

Dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, penemuan nuklir dapat menimbulkan bencana perang, penemuan detektor dapat mengembangkan alat pengintai yang mengganggu kenyamanan orang lain, penemuan ilmu kedokteran yang disalahgunakan dapat menyebabkan timbulnya malpraktik dunia kedokteran yang dapat merugikan pasien yang mengunjungi dokter serta penemuan bayi tabung dapat menimbulkan bencana bagi terancamnya peradaban perkawinan.

(8)

Berkaitan dengan etika, moral dan estetika maka ilmu dapat dibagi menjadi dua kelompok:

1. Ilmu Bebas Nilai

Berbicara soal ilmu, erat kaitannya dengan etika karena sesungguhnya etika sangat diperlukan agar ilmu berjalan lurus sebagaimana seharusnya tanpa merugikan orang lain. Bebas nilai atau tidaknya sebuah ilmu merupakan masalah yang rumit, jawabannya bukan sekedar ya atau tidak.

Sejak pertumbuhannya, ilmu sudah terkait dengan masalah-masalah moral namun dalam perspektif yang berbeda. Ketika Copernicus  (1473-1543M) mengajukan teorinya tentang kesemestaan alam dan menemukan bahwa “bumi yang berputar mengelilingi matahari” dan bukan  sebaliknya seperti yang diajarkan oleh agama (gereja) maka timbul reaksi antara ilmu dan moral (yang bersumber pada ajaran agama) yang berkonotsi metafisik. Secara metafisik, ilmu ingin mempelajari alam, sedangkan di pihak lain, terdapat keinginan agar ilmu mendasarkan pada pernyataan-pernyataan nilai yang berasal dari agama sehingga timbul konflik yang bersumber pada penafsiran metafisik yang berakumulasi pada pengadilan inkuisisi Galileo pada tahun 1663M.

Vonis inkuisisi Galileo  mempengaruhi perkembangan berpikir di Eropa, yang pada dasarnya mencerminkan pertentangan antara ilmu yang ingin bebas dari nilai-nilai di luar  bidang keilmuan dan ajaran-ajaran (agama). Pada kurun waktu itu, para ilmuan berjuang untuk menegakkan ilmu yang berdasarkan penafsiran alam dengan semboyan “ilmu yang  bebas nilai”. Latar belakang otonomi ilmu bebas dari ajaran agama (gereja) dan leluasa ilmu dapat mengembangkan dirinya. Pengembangan konsepsional yang bersifat kontemplatif kemudian disusul dengan penerapan konsep-konsep ilmiah kepada masalah-masalah praktis. Sehingga Berthand Russell  menyebut perkembangan ini sebagai peralihan ilmu dari tahap kontemplasi ke manipulasi.

Dengan tahap perkembangan ilmu ini berada pada ambang kemajuan karena pikiran manusia tak tertundukkan pada akhirnya ilmu menjadi suatu kekuatan sehingga terjadilah dehumanisasi terhadap seluruh tatanan hidup manusia.

Menghadapi fakta seperti ini, ilmu pada hakikatnya mempelajari alam dengan mempertanyakan yang bersifat seharusnya, untuk apa sebenarnya ilmu itu dipergunakan, dimana batas wewenang penjelajahan keilmuan dan ke arah mana perkembangan keilmuan

(9)

ini diarahkan. Pertanyaan ini jelas bukan hal yang mendesak bagi ilmuan seperti Copernicus, Galileo dan ilmuan seangkatannya, namun ilmuan yang hidup dalam abad ke-20 yang telah dua kali mengalami perang dunia dan dihantui dengan perang dunia ke-tiga, pernyataan ini tidak dapat dielakkan dan untuk menjawab pertanyaan ini. Maka ilmu berpaling kepada hakikat moral.

Masalah moral dalam menghadapi ekses ilmu dan teknologi yang bersifat destruktif  para ilmuan terbagi dalam dua pendapat. Golongan pertama menginginkan ilmu netral dari nilai-nilai baik secara Ontologis, Epistemologis maupun Aksiologis. Golongan kedua  berpendapat bahwa netralitas ilmu hanya terbatas pada metafisik keilmuan, namun dalam  penggunaannya harus berlandaskan pada moral.

Einstein  pada akhir hayatnya tak dapat menemukan agama mana yang sanggup menyembuhkan ilmu dari kelumpuhannya dan begitu pula moral universal manakah yang dapat mengendalikan ilmu, namun Einstein  ketika sampai pada puncak pemikirannya dan  penelaahannya terhadap alam semesta ia berkesimpulan bahwa keutuhan ilmu merupakan

integrasi rasionalisme, empirisme dan mistis intuitif.

Perlunya penyatuan ideologi tentang ketidak netralan ilmu ada beberapa alasan, namun ada pesan Einstein yang penting untuk dicamkan pada akhir hayatnya, “mengapa ilmu yang begitu indah, yang menghemat kerja, membuat hidup lebih mudah, hanya membawa kebahagiaan yang sedikit sekali kepada kita?”. Adapun permasalahan dari ucapan Einstein  adalah pemahaman dari pemikiran Francis Bacon  yang telah berabad-abad mengekang dan mereduksi nilai kemanusiaan dengan ide “pengetahuan adalah kekuasaan”.

Dari pernyataan di atas, dapat dipahami bahwa, ilmu yang dibangun atas dasar Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi haruslah berlandaskan etika sehingga ilmu itu tidak  bebas nilai.

2. Teori Tentang Nilai

Pembahasan tentang nilai yang akan dibicarakan yaitu tentang nilai sesuatu, nilai  perbuatan, nilai situasi dan nilai kondisi. Segala sesuatu kita beri nilai. Pemandangan yang indah, perlakuan anak kepada orang tuanya, suasana lingkungan yang menyenangkan dan kondisi badan yang sehat.

(10)

Terdapat perbedaan antara pertimbangan nilai dengan pertimbangan fakta. Fakta  berbentuk kenyataan, ia dapat ditangkap dengan panca indera, sedangkan nilai hanya dapat dihayati. Walaupun para filsuf berbeda pandangan tentang definisi nilai, namun pada umumnya mereka menganggap bahwa nilai adalah pertimbangan tentang penghargaan.

Pertimbangan fakta dan pertimbangan nilai merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan karena keduanya saling mempengaruhi. Sifat-sifat benda yang dapat diamati juga termasuk dalam penilaian. Jika fakta berubah, maka penilaian kita berubah, ini berarti  pertimbangan nilai dipengaruhi oleh fakta.

Fakta itu sebenarnya netral, tetapi manusia lah yang memberikan nilai kedalamannya sehingga ia mengandung nilai. Karena nilai itu maka benda itu mempunyai nilai. Namun  bagaimanakah kriteria benda atau fakta yang mempunyai nilai?

Teori tentang nilai dapat dibagi menjadi dua, yaitu nilai etika dan nilai estetika. Etika termasuk cabang filsafat yang berkaitan dengan perbuatan manusia dan memandangnya dari sudut baik dan buruk. Adapun cakupan dari nilai etika adalah: Adakah ukuran perbuatan yang  baik yang berlaku secara universal bagi seluruh manusia, apakah dasar yang dipakai untuk menentukan adanya norma-norma universal tersebut, apakah yang dimaksud dengan  pengertian baik dan buruk dalam perbuatan manusia, apakah yang dimaksud dengan

kewajiban dan apakah implikasi suatu perbuatan baik dan buruk.

 Nilai etika diperuntukkan pada manusia saja, selain manusia (binatang, benda, alam) tidak mengandung nilai etika, karena itu tidak mungkin dihukum baik atau buruk, salah atau  benar. Contohnya mencuri, nilai etika yang terkandung dalam perbuatan mencuri itu jahat.

Dan orang yang melakukannya dihukum bersalah. Tetapi jika seekor kucing yang mencuri ikan tanpa izin, tidak dihukum bersalah. Yang bersalah adalah manusianya yang tidak  berhati-hati tidak menaruh makanan di tempat yang tertutup.

Adapun estetika, yang merupakan nilai-nilai yang berhubungan dengan kreasi seni, dan pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan seni atau kesenian. Kadang estetika diartikan sebagai filsafat seni dan kadang-kadang prinsip yang berhubungan dengan estetika dinyatakan dengan keindahan.

Syarat estetika terbatas pada lingkungannya, disamping juga terikat dengan ukuran-ukuran etika. Etika menuntut supaya bagus itu baik. Lukisan porno dapat mengandung nilai estetika, tetapi akal sehat menolaknya, karena tidak etika. Sehingga kadang orang

(11)

mementingkan panca indera dan mengesampingkan nilai rohani. Orang hanya mencari nilai nikmat tanpa memperdulikan soal apakah itu baik atau buruk. Nilai estetika tanpa etika dapat menyebabkan mudarat kepada estetika dan dapat merusak.

Menurut Randal, ada tiga interpretasi tentang hakikat seni, yaitu:

i. Seni sebagai penembusan (penetrasi) terhadap realisasi disamping pengalaman

ii. Seni sebagai alat kesenangan, seni tidak berhubungan dengan pengetahuan tentang alam dan memprediksinya, tetapi manipulasi alam untuk kepentingan kesenangan

iii. Seni sebagai ekspresi sungguh-sungguh tentang pengalaman

Dari interpretasi tentang hakikat seni tersebut dapat disimpulkan bahwa estetika sangatlah erat kaitannya dengan seni. Karena sama-sama hanya memikirkan tentang kesenangan tanpa keharusan adanya nilai etika yang terkandung.

d. Ilmu Akuntansi

Secara umum, Ilmu Akuntansi merupakan ilmu yang mempelajari aktivitas atau  proses dalam mengidentifikasi, mencatat, mengklasifikasi, mengolah dan menyajikan data

yang berhubungan dengan keuangan atau transaksi agar mudah dimengerti dalam  pengambilan keputusan yang tepat.

Berikut beberapa pengertian Akuntansi menurut para ahli:

“Secara umum, akuntansi dapat didefinisikan sebagai sistem informasi yang menghasilkan laporan kepada pihak-pihak yang berkepentingan mengenai aktivitas ekonomi dan kondisi perusahaan yang berguna dalam pengambilan keputusan” (Warren, 2005:10).

“Suatu sistem atau kemampuan untuk mengukur dan mengelola transaksi keuangan serta memberikan hasil pengelolaan tersebut dalam bentuk informasi kepada pihak-pihak intern dan ekstern perusahaan. Pihak ekstern ini terdiri dari investor, kreditur pemerintah, serikat buruh, lembaga perpajakan, masyarakat umum dan lain-lain” (Suparwoto L, 1990:2).

Dapat disimpulkan bahwa Akuntansi adalah sebuah aktivitas yang terdapat proses mengidentifikasi, mencatat, mengklasifikasi, mengolah dan menyajikan data untuk pihak- pihak yang berkepentingan mengenai aktivitas ekonomi, baik pihak intern maupun ekstern  perusahaan yang nantinya akan digunakan untuk pengambilan keputusan.

(12)

e. Kaitan Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi dalam Ilmu Akuntansi

Ilmu Akuntansi merupakan penggabungan antara rasionalisme dan empirisme karena akuntansi merupakan ilmu yang menggunakan pemikiran untuk menganalisis data transaksi dalam membuat laporan keuangan dimana data transaksi merupakan hal yang kongkrit dapat direspon oleh panca indera manusia.

Ilmu Akuntansi sendiri terlahir dikarenakan adanya rasa untuk mengetahui bentuk dari sesuatu yang tidak dapat dilihat dengan panca indera. Untuk dapat melihat nilai dari suatu perusahaan, seseorang harus melihat dari laporan keuangan perusahaan tersebut sehingga panca inderanya dapat bekerja dengan baik. Jika seseorang hanya melihat sebuah  perusahaan dari luarnya saja tanpa melihat laporan keuangan dari perusahaan tersebut, sulit

rasanya untuk orang tersebut mengetahui seperti apa sebenarnya perusahaan tersebut,  bagaimana kinerjanya dan sebaik apa pengendalian dalam perusahaan tersebut.

Dari segi Ontologi dapat disimpulkan bahwa sejarah dari akuntansi sendiri, keinginan seseorang untuk mengetahui bentuk sebenarnya dari suatu perusahaan, merupakan sesuatu yang berkaitan dengan Ontologi. Dari segi keilmuannya sendiri, keinginan manusia untuk menggunakan Ilmu Akuntansi dalam mencari kebenaran soal sesuatu (rasa ingin tahu tentang transaksi masa lalu, nilai dari suatu perusahaan) merupakan kaitan dari aspek Ontologi terhadap Ilmu Akuntansi.

Definisi akuntansi sendiri dari segi Ontologi juga sempat menuai perdebatan antara Sterling (1975) dengan Stamp (1981). Stamp  tidak setuju dengan tulisan Sterling  yang menyatakan bahwa akuntansi merupakan sebuah  science. Stamp  menyatakan bahwa ada  perbedaan mendasar antara pengukuran nilai dengan jarak. Dalam akuntansi yang diukur adalah nilai, bukan jarak. Sehingga mengkomparasikan  science dengan akuntansi adalah sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan Sterling. Akuntansi adalah ilmu yang diciptakan, sedangkan science sudah ada dan menunggu untuk ditemukan.

Dari segi Epistemologi, Ilmu Akuntansi menggunakan berbagai metode sesuai dengan kebutuhannya. Contohnya seperti metode induktif digunakan pada saat pengambilan keputusan dengan melihat laporan keuangan. Tidak hanya sampai disitu, metode deduksi, dengan memperhatikan hal-hal khusus, dan melakukan asumsi untuk melakukan pengambilan keputusan juga terjadi. Proses mendapatkan logika berpikir dengan memperhatikan laporan keuangan juga hal yang bersinggungan antara akuntansi dengan Epistemologi. Adapun objek

(13)

telaah dari Epistemologi itu sendiri adalah mempertanyakan bagaimana sesuatu itu datang,  bagaimana kita membedakan dengan lainnya dan situasi serta kondisi ruang dan waktu mengenai suatu hal. Dalam hal pengambilan keputusan dengan melakukan pengamatan terhadap laporan keuangan, kita dapat mengetahui bagaimana sesuatu itu datang, lalu dapat membedakan satu dengan lainnya.

Sedangkan kaitan Ilmu Akuntansi sendiri dengan aspek Aksiologi merupakan hal yang cukup rumit. Seperti yang kita ketahui, Aksiologi adalah pembahasan dari filsafat yang membahas kegunaan dari sebuah ilmu, sejauh apa ilmu dapat digunakan dan erat kaitannya dengan etika dan estetika dalam penggunaan ilmu tersebut.

Ilmu Akuntansi sendiri sangat berguna dalam perkembangan peradaban manusia. Kemajuan teknologi yang terjadi pada peradaban manusia sendiri sangat erat kaitannya dengan penggunaan Ilmu Akuntansi. Ilmu Akuntansi sendiri juga dapat dipergunakan dengan cara yang salah, contohnya ketika seorang akuntan dengan pengetahuan tentang akuntansi yang luas melakukan  fraud . Di zaman yang modern ini, penggunaan dari Ilmu Akuntansi sendiri semakin berkembang. Banyak cabang profesi yang dilahirkan dari Ilmu Akuntansi itu sendiri. Namun begitu, tidak sedikit juga orang yang melakukan kecurangan dengan  pengetahuan akuntansi yang dimilikinya.

Beberapa hal yang diciptakan dari penggunaan Ilmu Akuntansi sendiri juga membantu perkembangan peradaban manusia, seperti terciptanya kebijakan pajak dan kebijakan ekonomi sehingga peradaban manusia semakin maju.

III. Kesimpulan dan Saran

Dari uraian mengenai Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi diatas serta kaitannya dengan Ilmu Akuntansi, dapat disimpulkan bahwa:

1. Akuntansi bersinggungan dengan aspek Ontologi dikarenakan keinginan manusia mendorong terciptanya Ilmu Akuntansi dari yang tidak ada (karena Ilmu Akuntansi merupakan hal yang diciptakan) menjadi ada.

2. Akuntansi juga bersinggungan dengan aspek Epistemologi dikarenakan metode dari Epistemologi (yaitu metode induksi dan deduksi) sangat digunakan dalam  penggunaan Ilmu Akuntansi itu sendiri.

(14)

3. Terakhir dalam aspek Aksiologi, Ilmu Akuntansi dapat dikatakan bersinggungan karena dikatakan bahwa Aksiologi mempertanyakan sejauh mana suatu ilmu dapat dipergunakan, dan terbukti perkembangan peradaban masih dapat menerima Ilmu Akuntansi itu sendiri.

Adapun saran yang dapat disampaikan ialah bahwa ilmu itu seperti pedang bermata dua. Sebesar apapun ilmu yang dimiliki jika penggunaannya tidak dipergunakan seperti sebagaimana seharusnya, maka nilai etika dari penggunaan ilmu tersebut menjadi tidak baik.  Namun hal ini, tergantung dari manusianya masing-masing. Maka penggunaan ilmu itu sendiri harus disandingi dengan norma-norma yang terdapat pada agama karena sebagian  besar norma agama mengandung nilai etika yang tinggi. Maka benar adanya perkataan yang

menyatakan bahwa, “Ilmu lumpuh tanpa agama, sedangkan agama buta tanpa ilmu.”

Daftar Referensi

Ash-Shadr, Muhammad Baqir.  Falsafatuna terhadap Belbagai Aliran Filsafat Dunia, Cet. VII; Bandung: Mizan , 1999.

Bakker, Anton. Ontologi dan Metafisika Umum: Filsafat Pengada dan Dasar-Dasar  Kenyataan, Cet. VII: Yogyakarta: kanisius, 1997.

Firth, Rodric. Encyclopedia Internasional, Phippines: Gloria Incorperation, 1972.

Gazalba, Sidi. Sistematika Filsafat Buku: IV , Jakarta: Bulan Bintang, t.th.

Hamersma, Harry. Pintu Masuk ke Dunia Filsafat , Yogyakarta: Kanisius, 1992.

Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1998.

Kattsoff, Louis. Pengantar Filsafat , Cet. V; Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992.

Salam, Burhanuddin. Logika Material Filsafat Materi, Cet: I; Jakarta: Rineka Cipta, 2000.

Suriasumantri, Jujun S. Ilmu dalam Perspektif Sebuah Kumpulan Karangan tentang Hakekat  Ilmu, Cet. XIII; Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1997.

Syafii, Inu Kencana. Pengantar Filsafat , Cet. I; Bandung: Refika Aditama, 2004.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk membantu masyarakat mendapatkan dan menemukan layanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien, dibuatlah aplikasi yang memberikan rekomendasi layanan

Untuk mengetahui pengaruh berbagai dosis pupuk organik cair yang mengandung vitamin yang diberikan ter- hadap pertumbuhan bibit rumput laut Kappaphycus alvarezii pada sistem

Peningkatan kadar ADMA ditemukan pada binatang percobaan yang mengalami diabetes melitus tipe 1 dan 2 dan pasien DM tipe 2 atau mengalami resistensi insulin.. Glukosa sendiri

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya dan diterima untuk memenuhi

Karakter bobot buah dan jumlah buah per tanaman memiliki pengaruh langsung yang tinggi dan positif terhadap bobot buah per tanaman tomat pada kondisi tanpa naungan dan naungan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor kebutuhan ekonomi, kebutuhan sosial dan kebutuhan aktualisasi diri mempengaruhi wanita pekerja melakukan peran ganda

Sedangkan dari sisi pemandu masih perlu mendapatkan keterampilan memandu yang edukatif dengan wawasan alam secara ilmiah, keterampilan berkomunikasi bahasa inggris

Berdasarkan pemetaan bisnis proses, maka didapat kebutuhan sistem informasi sebagai penunjang aktifitas bisnis utama untuk perencanaan arsitektur enterprise pada