3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah pesisir Kecamatan Indramayu, Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu, dan wilayah pesisir Kecamatan Pangandaran Kabupaten Ciamis. Letak Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Ciamis dalam peta skematis Provinsi Jawa Barat ditunjukkan pada Gambar 16.
Gambar 16. Lokasi penelitian pada peta skematis Provinsi Jawa Barat
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2007 sampai pertengahan Juni 2008. Pertimbangan penentuan lokasi adalah sebagai berikut :
1. Di Indonesia ada dua setting lingkungan pesisir yang berbeda yang dilanda oleh bencana gelombang badai, yaitu pesisir yang menghadap samudera Hindia dan pesisir yang berada di lingkungan dalam perairan Indonesia, yaitu wilayah pesisir Indramayu yang menghadap ke timur (Setyawan, 2007). 2. Selain gelombang pasang, pantai utara Jawa juga terkena abrasi pantai
yang mengakibatkan hilangnya lahan daratan pesisir pantai dan bergesernya garis pantai ke daratan, serta akresi yang mengakibatkan timbulnya lahan daratan di muara-muara sungai (DKP dan DPU, 2007).
3. Kawasan pantai Pangandaran adalah andalan sektor pariwisata Provinsi Jawa Barat yang pada tahun 2006 baru saja mengalami bencana tsunami (Bapeda Provinsi Jawa Barat, 2007).
3.2
Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan gabungan pendekatan manajemen bencana (Carter, 1991), mitigasi bencana (Coburn, et al 1994), pemanfaatan sumberdaya alam terkendali (Munasinghe, 1993; Allison dan Horemans, 2006), pengelolaan wilayah pesisir terpadu (Dahuri et al., 1996; Cicin-Sain dan Knecht, 1998; Kay and Alder, 1999; Peng et al., 2006), dan kebijakan pengembangan wilayah pesisir berkelanjutan berperspektif mitigasi (penelitian, 2008) sebagaimana telah dijelaskan dalam Bab II terdahulu.
Pendekatan manajemen bencana untuk mengetahui siklus penanggulangan bencana, mitigasi bencana untuk mengetahui upaya pengurangan risiko bencana alam secara struktural dan non struktural; pemanfaatan sumberdaya alam terkendali untuk mengetahui apakah kegiatan tersebut sudah melampaui ambang batas pemanfaatan ekosistem alamiah atau belum; pengelolan wilayah pesisir terpadu untuk mengetahui apakah diantara pihak terkait secara horizontal dan vertikal sudah terpadu atau belum; dan kebijakan pengembangan wilayah pesisir di Indramayu dan Ciamis sudah terpadu berkelanjutan berperspektif mitigasi bencana belum (Gambar 17).
Gambar 17. Matrik keterkaitan pendekatan dalam penelitian
Berdasarkan Gambar 17 di atas, keterkaitan keempat pendekatan yaitu :
Manajemen dan mitigasi bencana, pemanfaatan sumber daya alam terkendali, pengelolaan wilayah pesisir terpadu, dan kebijakan pengembangan wilayah
pesisir yang berkelanjutan dan berperspektif mitigasi bencana (P2B2MB) dapat diberikan nilai berdasarkan aspek keterkaitannya. Sebagai contoh KP2B2MB
Kebijakan pengembangan wilayah pesisir berkelanjutan beprspektif mitigasi bencana (P2B2MB) (Penelitian, 2008) Pengelolaan wilayah pesisir terpadu (Dahuri et al., 1996); (Peng, 2006) Pemanfaatan sda terkendali
(Munasinghe, 1993); (Alison and Horeman, 2006);
Manajemen dan Mitigasi Bencana
(Carter, 1991); (Coburn, 1994) T=1 T=1 ST=2 ST=2 T=1 T=1 1 3 3 1 4 4
dengan pengelolaan wilayah pesisir terpadu, keduanya membahas keterpaduan di wilayah pesisir yaitu ICZM, jadi KP2B2MB terkait (T) dengan pengelolaan wilayah pesisir terpadu dan diberi nilai 1. Pengelolaan wilayah pesisir terpadu dengan pemanfaatan sumberdaya terkendali keduanya selain membahas keterpaduan di wilayah pesisir juga sudah membahas manfaat indikator, sehingga sangat terkait (ST) dan diberi nilai 2 kemudian seterusnya keterkaitan diantara keempat kegiatan.
Matriks Keterkaitan pendekatan menghasilkan nilai sebagai berikut : • P2B2MB memperoleh nilai 4
• Pengelolaan wilayah pesisir terpadu memperoleh nilai 1 + 3 = 4. • Pemanfaatan sumber daya alam terkendali memperoleh nilai 1 + 3 = 4 • Manajemen dan Mitigasi Bencana memperoleh nilai 4
Dengan demikian melalui matrik tersebut di atas dapat diketahui nilai keterkaitan antarpendekatan sekaligus nilai total dari setiap pendekatan dan ternyata sama, dengan demikian pendekatan penelitian yang akan dilaksanakan sudah tepat.
Tahapan pelaksanaan penelitian seperti pada Gambar 18 berikut :
Gambar 18. Tahapan pelaksanaan penelitian
Berdasarkan tahapan pelaksanaan tersebut di atas, maka akan ada sejumlah pakar yang akan menjadi narasumber penyelesaian penelitian ini yang
Tata Laksana
Implementasi
Verifikasi dan Validasi
Formulasi Kebijakan
Menggunakan konsep wilayah pesisir dan konsep mitigasi bencana Telaah Literatur: • Pustaka/Jurnal • Laporan • Kebijakan Observasi Lapangan: Kasus di dua lokasi Diskusi dengan Pakar Multi Disiplin Pengumpulan data Basis Data : Literatur, lapangan, wawancara dan kebijakan Basis Model : Berbagai Sub Model Basis Pengetahuan : Diskusi dengan para Pakar Multi disiplin dengan manajemen sistem Mekanisme Inferensi : Interpretasi terhadap data, model dan pengetahuan Identifikasi Sistem : Mengintegrasikan Komponen Sistem Pengembangan Model
memahami substansi keseluruhan model. Pakar yang menjadi narasumber terdiri dari para pakar yang berasal dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), masyarakat lokal, BUMN/D, perguruan tinggi dan dunia usaha terkait dengan pengembangan wilayah pesisir yang berkelanjutan. Pakar ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan:
1. Mempunyai pendidikan yang kompeten sesuai dengan bidang yang dikaji; 2. Memiliki kredibilitas tinggi, bersedia, dan atau berada pada lokasi yang dikaji.
3.2.1. Jenis dan Sumber Data
Dalam merumuskan kebijakan pengembangan wilayah pesisir yang berkelanjutan dan berperspektif mitigasi bencana, data yang dibutuhkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan pakar kemudian diformulasikan ke dalam analisis kuantitatif.
Tabel 2. Jenis dan sumber data
No KEGIATAN PENELITIAN JENIS DATA BENTUK DATA SUMBER DATA PENGOLAHAN DATA Teknik Alasan 01 Evaluasi Kebijakan Pengembangan Wilayah Pesisir Primer Hasil wawancara dengan pakar • Bappenas • Dep PU • Dep K dan P • LIPI Metode Knowledge Based Manageme nt System (KBMS) Memperoleh Evaluasi yang disertai rekomendasi Sekunder Laporan Peraturan/Perun dangan 02 Identifikasi Potensi Pengembangan Wilayah Pesisir Primer Hasil wawancara dengan pakar • Bapeda Jabar • Dinas PU Jabar • Dinas KP Prov Jabar • Deptan • Dephut Metode SWOT dan Analitycal Hierarchy Process (AHP) Memperoleh faktor-faktor internal dan ekternal serta potensi yang merupakan elemen kunci Sekunder Laporan Peraturan/Perun dangan 03 Identifikasi Potensi Penyebab Bencana Primer Hasil wawancara dengan pakar • BPBD Kab. Ciamis dan Indramayu • BPBD Prov. • Dep. K dan P • Bakornas PB Interpretive Structural Modeling (ISM) Memperoleh manfaat ganda, yaitu Elemen Kunci dan Kekuatan Pendorong Sekunder Laporan kronologis bencana alam 04 Identifikasi Upaya Mitigasi dan Kajian Efektivitas Keberhasilan Mitigasi Bencana Primer Hasil wawancara dengan pakar • LIPI • Dep K dan P • Dep PU • BNPB Interpretive Structural Modeling (ISM) dan Metode Perbanding an Ekspo nensial (MPE) Memperoleh manfaat ganda, yaitu Elemen Kunci dan Kekuatan Pendorong dan Perbedaan sangat signifikan Sekunder Laporan kronologis kejadian bencana alam 05 Penyusunan arahan Kebijakan Primer Hasil wawancara dengan pakar • LIPI • BNPB • Bappenas • Dep PU • Dep K dan P • LIPI Analitycal Hierarchy Process (AHP) Pemanfaatan yang luas dgn Sistem Penilaian Berjenjang Sekunder Laporan kronologis kejadian bencana alam
Data sekunder diperoleh dari instansi terkait (Bappenas, BNPB, Departemen. Pekerjaan Umum, Departemen Kelautan dan Perikanan, LIPI, Bapeda Provinsi Jawa Barat, Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Jawa Barat, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Barat, dan Satkorlak PB/BPBD Provinsi Jawa Barat) dalam bentuk peraturan perundangan. Adapun jenis dan sumber data dalam penelitian ini secara lengkap disajikan pada Tabel 2.
3.2.2. Metode Pengumpulan Data
Dalam tahap implementasi rancangan, diperlukan data yang akurat sehingga dapat dilaksanakan validasi model dengan metode triangulasi (triangulation methods) yaitu penelusuran data/informasi dari tiga sisi, yaitu: (1) melalui studi literatur, (2) melalui observasi lapangan, dan (3) melalui kuisioner survey pakar (expert survey methods). Penggunaan ketiga metode ini dapat saling melengkapi (complementary) informasi yang dibutuhkan sehingga dalam menangkap realitas masalah lebih bisa diandalkan (Eriyatno dan Sofyar, 2007). Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini antara lain: peta tematik baik dalam bentuk digital maupun hard copy, yang memuat land use, land cover, dan topografi serta risiko bencana. Sedangkan alat yang dipergunakan dalam penelitian ini antara lain: software Model Kebijakan Pengembangan Wilayah Pesisir yang Berkelanjutan dan Berperspektif Mitigasi Bencana (MKP2BMB), serta personal computer dan scanner. Untuk merekam peristiwa penting akan digunakan camera dan video recorder.
3.2.3. Metode Analisis Data
Persoalan yang dihadapi dalam model arahan kebijakan pengembangan wilayah pesisir yang berkelanjutan dan berperspektif mitigasi bencana sangat kompleks, dinamis, dan probabilistik. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan permodelan. Menurut Eriyatno (2007) dan Marimin (2007) langkah-langkah dalam permodelan meliputi:
o Rekayasa model, meliputi jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, dan membuat model konseptual;
o Membuat kerangka analisis (Gambar 19)
o Menentukan alat analisis, terdiri dari 5 metode yaitu pengetahuan berbasis manajemen sistem (KBMS), gabungan AHP dan SWOT (ASWOT), permodelan interpretasi struktural (ISM), perbandingan eksponensial (MPE), dan analisis proses berjenjang (AHP);
o Merumuskan arahan kebijakan;
o Menentukan pakar dan membuat jadwal penelitian.
Gambar 19. Kerangka analisis
Adapun model yang dirancang diberi nama KP2B2MB (Gambar 20).
Gambar 20. Konfigurasi model arahan kebijakan pengembangan wilayah pesisir yang berkelanjutan dan berperspektif mitigasi bencana (KP2B2MB)
Faktor Sustainable Development dan Mitigation
Strategi yang diusulkan : Pro Growth, Pro Job, Pro Poor dan Pro Mitigation
Strategi Pem bangunan :
Pro Growth, Pro Job dan Pro Poor
Identifikasi Upaya Mitigasi dan Efektifitas Keberhasilan ISM - MPE Identifikasi Potensi Bencana Alam di Wilayah Pesisir ISM Identifikasi Potensi Pengemban gan Wilayah Pesisir SWOT + AHP Evaluasi Implementasi Kebijakan Pengembang Wilayah Pesisir KBMS Alternatif Kebijakan Pengem Wil Pesisir Lanjutan Berperspektif Mitig Bencana AHP
Kebijakan Pengembangan Wilayah Pesisir yang Berkelanjutan dan berperspektif Mitigasi Bencana dengan karakteristik Pantura dan Panselat Pulau Jawa
INDIKATOR MKP2B2MB
Sub Model Kajian Efektivitas dan Penentuan
Mitigasi Bencana Sub Model Potensi
Bencana Alam di Wilayah Pesisir Sub Model Evaluasi Implementasi Kebijakan Wilayah Pesisir KONSEP • Pembangunan Berkelanjutan • Pengembangan Wilayah Pesisir • Pengurangan Risiko Bencana Mekanisme Inferensi Sistem Pengolahan Terpusat
Kebijakan Pengembangan Wilayah
Sub Model Alternatif Kebijakan Pengembangan
Wilayah Pesisir yang Berkelanjutan dan Berperspektif Mitigasi Sub Model Identifikasi Potensi Pengembangan
Wilayah Pesisir Data Identifikasi Potensi
Pengembangan Wilayah Pesisir Data Identifikasi Potensi Bencana Alam di Wilayah
Pesisir Data Evaluasi Implementasi Kebijakan
Wilayah Pesisir
Data Kajian Efektivitas dan Penentuan Mitigasi Bencana Alam di Wilayah
Pesisir
Alternatif Kebijakan Pengembangan Wilayah
Pesisir Berkelanjutan perperspektif Mitigasi
Kelima metode yang dipergunakan sebagai alat analisis tersebut yaitu:
• Pengetahuan berbasis manajemen sistem (KBMS), adalah pengalihan pengetahuan (knowledge sharing) pakar kepada peneliti melalui dialog dengan bantuan teknik komputer (Marimin, 2007). Hasilnya berupa lampiran kerja
(working sheet) disimpan dalam mesin inferensi (inference engine) sebagai
pencari solusi. Komponen basis pengetahuan dalam KBMS selain dapat direpresentasikan dengan pengetahuan statik (declarative knowledge), bisa juga direpresentasikan dengan pengetahuan dinamik (procedural knowledge), yaitu representasi menggunakan kaidah produksi dan representasi logika. Teknik berbasis kaidah/aturan (rule base) yaitu teknik pengembangan yang menggunakan pernyataan-pernyataan IF premis (pernyataan) dan THEN aksi/kesimpulan
• Gabungan AHP dan SWOT (ASWOT) untuk mengidentifikasi potensi pengembangan wilayah pesisir. SWOT (Humprey, 1960) menentukan faktor internal (kekuatan dan peluang) dan faktor eksternal (kelemahan dan ancaman) yang akan menjadi elemen faktor dalam struktur berjenjang AHP. AHP (Saaty, 1993) menentukan prioritas kebijakan dengan menangkap secara rasional persepsi stakeholder, kemudian mengkonversi faktor-faktor yang tidak terukur (intangible) menjadi faktor-faktor terukur (tangible) sehingga dapat dibandingkan. Penggunaan kedua metode tersebut (SWOT dan AHP) yang selanjutnya disebut ASWOT, dimaksudkan untuk penelusuran permasalahan secara bertahap dan membantu pengambilan keputusan dalam memilih strategi terbaik
• Permodelan interpretasi struktural (ISM) untuk mengidentifikasi potensi bencana alam di wilayah pesisir dan upaya mitigasi bencana. Metode ISM (Marimin, 2007) yang berbasis komputer ini digunakan untuk membantu mengidentifikasi hubungan antara ide dan struktur tetap pada isu yang kompleks. Tahapan ISM antara lain: inisialisasi (pakar, elemen, dan data antarelemen), agregasi model, dan penentuan elemen driver power sumber bencana. Sumber potensi bencana ditentukan berdasarkan elemen yang mempunyai driver- power tertinggi dan dependence terendah. Diawali dengan menentukan elemen pembentuk ISM, yaitu jenis bencana yang potensial terjadi dan upaya mitigasinya serta menentukan keterkaitan pengaruh antarelemen
melalui diskursus dengan para pakar (VAXO). Selanjutnya menetapkan hubungan kontekstual antarelemen dan menyusun matriks (SSIM dan RM) sehingga menemukan elemen kunci.
• Metode perbandingan eksponensial (MPE) untuk menentukan bentuk mitigasi bencana paling efektif, yaitu kesesuaian dengan kriteria pelaksanaan di lapangan. MPE (Maarif dan Tanjung, 2003) merupakan salah satu metode pengambilan keputusan yang mengkuantitaskan pendapat seseorang atau lebih dalam skala tertentu. Penilaian yang diberikan dalam hal ini telah ditetapkan sebelumnya. Skor item label penilaian kriteria yang digunakan dibagi ke dalam 3 (tiga) level skala yaitu tinggi (T), sedang (S), dan rendah (R). Hal yang sangat penting dalam metode ini adalah penentuan bobot dari setiap kriteria yang ada. Kemampuan dari orang yang memberikan judgement sangat berpengaruh terhadap validitas hasil dari metode keputusan ini.
• Analisis proses berjenjang (AHP) seperti penjelasan diatas untuk memilih alternatif kebijakan dan merumuskan arahan kebijakan pengembangan wilayah pesisir berkelanjutan berperspektif mitigasi bencana. Prinsip dasar penyelesaian persoalan dengan metode AHP adalah decomposition, comparative judgement, synthesis of priority, dan logical consistency. Teknik komparasi berpasangan yang digunakan dalam AHP dilakukan dengan wawancara langsung terhadap responden. Responden bisa seorang ahli atau bukan, tetapi terlibat dan mengenal baik permasalahan tersebut. Jika responden merupakan kelompok, maka seluruh anggota diusahakan memberikan pendapat (judgement).
Kelima metode tersebut dikemas dalam model kebijakan pengembangan wilayah pesisir berkelanjutan berperspektif mitigasi bencana disingkat MKP2B2MB (Gambar 21).
Gambar 21. Halaman pertama program aplikasi MKP2B2MB dengan lima model dan alat analisis yang berbeda.
3.3.
Batasan Penelitian
Penelitian ini mencakup wilayah administratif Kecamatan Juntinyuat dan Kecamatan Indramayu Kabupaten Indramayu dan wilayah pesisir Kecamatan. Pangandaran Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Secara administratif batas wilayah studi ke arah daratan yang akan digunakan adalah kawasan permukiman nelayan wilayah pesisir, sedangkan batas ke arah laut adalah garis pantai
(shoreline) yaitu garis yang dibentuk oleh perpotongan antara laut dan darat
(Salahudin dan Makmur, 2008). Ruang lingkup penelitian ini meliputi identifikasi potensi pengembangan wilayah pesisir, potensi bencana alam di wilayah pesisir, kajian efektivitas dan penentuan mitigasi bencana alam di wilayah pesisir, dan alternatif kebijakan pengembangan wilayah pesisir yang berkelanjutan dan berperspektif mitigasi bencana.
3.4.
Definisi Operasional
• Abrasi adalah berkurangnya daratan yang berbatasan dengan laut atau sungai akibat kikisan air atau angin (Salahudin dan Makmur, 2008)
• Akresi adalah majunya garis pantai yang terjadi akibat pendangkalan di muara sungai (Latief, 2008).
• Angin kencang atau puting beliung adalah angin yang berputar dengan kecepatan lebih dari 83 Km/Jam yang bergerak secara garis lurus dengan lama kejadian maksimum lima menit (Zakir et al., 2006)
• Bahaya (hazard) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang
mempunyai potensi dapat menimbulkan kerusakan, kehilangan jiwa manusia, atau kerusakan lingkungan (Latief, 2008).
• Banjir adalah peristiwa terbenamnya daratan karena meningkatnya volume air akibat hujan, peluapan air sungai, dan gelombang badai serta pecahnya bendungan (Puradimaja, 2007a).
• Bencana alam adalah peristiwa alam yang menimbulkan kerusakan
maupun korban baik harta maupun jiwa akibat letusan gunung berapi, gempabumi, tsunami, gelombang pasang, banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan, angin puting beliung/topan/badai, hama hutan, kerusakan ekologi (Latief, 2008).
• Desa pesisir atau desa pantai adalah suatu permukiman desa dalam wilayah pesisir yang berorientasi ke arah laut (Latief, 2008).
• Erosi atau kikisan adalah proses rusak, lepas atau hancurnya bahan kerak bumi (pelapukan) akibat berbagai faktor (gerusan air, angin atau kegiatan manusia) (Salahudin dan Makmur, 2008; Latief, 2008)).
• Garis pantai (shoreline) adalah garis perpotongan antara laut dan darat (Salahudin dan Makmur, 2008).
• Garis tepi pesisir (coastline) adalah garis yang memberikan konfigurasi daratan sepanjang suatu pesisir (Salahudin dan Makmur, 2008).
• Gelombang pasang atau gelombang pasang surut sering juga disebut pasut (tidal wave) adalah gelombang panjang yang sangat periodik sehingga memprakirakan gelombang ini lebih mudah dari pada gelombang laut lainnya (Latief, 2008).
• Gelombang badai pasang (storm tide) adalah fenomena gelombang laut yang terjadi karena tiupan angin badai, yang ukurannya di atas ukuran gelombang normal, yang melanda ke daratan (Setyawan, 2007)
• Gempa bumi (earthquake) adalah suatu peristiwa pelepasan energi
gelombang seismik secara tiba-tiba diakibatkan oleh adanya deformasi lempeng tektonik yang terjadi pada kerak bumi (BMG, 2006).
• Gerakan tanah adalah suatu fenomena pelapukan tanah dalam wilayah pesisir yang dapat terjadi pada lereng/tebing berupa longsor/keruntuhan
(land slide) atau pada daratan berupa amblesan/perosokan
(settlement/land subsidence) (VSI, 2006).
• Gisik (beach) adalah jalur landai ditepi laut yang terentang diantara garis paras laut rendah dan medan yang sudah bercorak lain (zona gumuk, zona tetumbuhan, tebing curam) ( Salahuddin dan Makmur, 2008).
• Gumuk pasir (dune) adalah tumpukan pasir di daerah pantai, yang terjadi oleh pengaruh angin yang keras (Latief, 2008).
• Intrusi air laut adalah proses masuknya air laut ke daratan dalam wilayah pesisir akibat pengambilan air tanah secara penghisapan yang berlebihan (Puradimaja, 2007a).
• Kemampuan (capacity) adalah penguasaan sumberdaya, cara, dan
kekuatan yang dimiliki masyarakat, yang memungkinkan mereka untuk mempertahankan dan mempersiapkan diri mencegah, menanggulangi, meredam, serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat bencana (Latief, 2008).
• Kerentanan (vulnerability) adalah suatu kondisi yang ditentukan oleh faktor atau proses fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan yang mengakibatkan peningkatan kerawanan masyarakat dalam menghadapi bahaya (hazards) (Latief, 2008).
• Kesiapsiagaan (preparedness) adalah upaya yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana, melalui pengorganisasian Iangkah-Iangkah yang tepat guna dan berdaya guna (Latief, 2008).
• Krib sejajar pantai (breakwater) adalah konstruksi pengamanan
pantai yang diletakkan pada jarak tertentu untuk mereduksi energi gelombang dan mengubah arah gelombang (Latief, 2008).
• Krib tegak lurus pantai (groyne) adalah kontruksi pengamanan
pantai terhadap abrasi yang disebabkan oleh terganggunya keseimbangan gerakan sedimen sejajar pantai (longsore senddrift) (Latief, 2008).
• Landas kontinen (continental shelf) adalah bagian tepian kontinen yang terletak diantara coastline dan continental slope yang landai dengan kemiringan sekitar 0.1 derajat (Salahuddin dan Makmur, 2008)
antara daratan belakang ( backshore) d an daratan dalam (inshore) (Puradimaja, 2007a).
• Lereng daratan depan (foreshore slope) adalah lereng dari foreshore (Puradimaja, 2007a).
• Mitigasi bencana (disaster mitigation) adalah upaya sistematik untuk menurunkan risiko bencana baik secara struktural melalui pembangunan sarana dan prasarana fisik maupun non struktural melalui peraturan perundangan, kelembagaan maupun pelatihan (Latief, 2008).
• Pantai (shore) atau tepi laut adalah jalur sempit darat yang berbatasan langsung dengan laut (Salahuddin dan Makmur, 2008)
• Pantai burit (backshore) adalah zona gisik (beach zone) yang terletak antara pantai depan (foreshore) dan garis pesisir (coastline) (Salahudin dan Makmur, 2008).
• Pantai depan (foreshore) adalah bagian yang miring dari pantai yang
terletak antara tanggul (berm) dan tikas air rendah (Salahudin dan Makmur, 2008).
• Pemberdayaan masyarakat (community empowerment) adalah kegiatan
yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat agar dapat melaksanakan penanggulangan bencana baik pada sebelum, saat maupun sesudah bencana (Latief, 2008).
• Pemecah gelombang (breakwater) adalah struktur yang berfungsi
sebagai pemecah gelombang, sedemikian rupa sehingga dibelakang struktur tercapai perairan yang tenang (Latief, 2008).
• Pemulihan (recovery) adalah keputusan dan aksi yang diambil
setelah kejadian bencana dengan tujuan untuk memulihk an atau meningkatkan kondisi kehidupan masyarakat korban bencana. Dalam tahap ini ada kegiatan rehabilitasi untuk memfungsikan kembali bangunan dan lingkungan dalam jangka pendek dan rekonstruksi untuk jangka menengah dan jangka panjang (Latief, 2008).
• Penanganan bencana (disaster management) adalah seluruh
kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana, pada sebelum, saat dan sesudah terjadi bencana, mencakup pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan pemulihan (Latief, 2008).
• Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang (Latief, 2008).
• Pencegahan (prevention) adalah aktivitas untuk menghindari Atau mencegah pengaruh yang merugikan dari ancaman bahaya (hazards) (Latief, 2008).
• Pencemaran laut adalah masuknya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya (Latief, 2008).
• Pengelolaan wilayah pesisir terpadu (integrated coastal zone
managment) adalah suatu pendekatan pengelolaan wilayah pesisir yang
mengintegrasikan antara berbagai kegiatan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat; perencanaan horizontal dan vertikal; ekosistem daratan dan laut; sains dan manajemen sehingga pengelolaan sumberdaya pesisirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan berkelanjutan (GESAMP dalam Latief, 2008).
• Perairan pesisir (coastal waters) adalah perairan laut yang termasuk kedalam kawasan pesisir (Salahuddin dan Makmur, 2008) yang menghubungkan gisik (beach) dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau, lagoon, dan daerah lainnya (Latief, 2008).
• Peringatan dini (early warning) adalah upaya untuk memberikan
tanda peringatan bahwa kemungkinan bencana akan segera terjadi, peringatan dini harus bersifat menjangkau masyarakat (accesible), segera (immediate), tegas tidak membingungkan (coherent) dan resmi (Latief, 2008).
• Pesisir (coast) adalah jalur daratan yang berbatasan dengan laut yang mencakup gisik (beach) dan yang terentang kearah darat sampai sejauh lingkungan laut terasakan pengaruhnya (lebar jalur tersebut tidak tentu, dapat mencapai beberapa kilometer (Salahuddin dan Makmur, 2008).
• Peta rawan bencana (hazard map) adalah peta yang memberikan
informasi fundamental tentang jenis bahaya, sejarah kejadian, probabilitas , dan tingkat bahaya dalam kajian risiko bencana (Sadisun, 2007)
penanggulangan darurat yang direncanakan sebelumnya untuk mengurangi risiko akibat bencana alam (Latief, 2008).
• Risiko (risk) adalah kemungkinan timbulnya kerugian pada suatu
wilayah dan kurun waktu tertentu yang timbul karena suatu bahaya menjadi bencana. (Latief, 2008).
• Sempadan pantai adalah daerah sepanjang pantai yang diperuntukan bagi pengamanan dan pelestarian pantai (Latief, 2008).
• Tanggap darurat (emergency response) adalah upaya yang
dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian (Latief, 2008).
• Tanggul gisik (berm) adalah bagian atas dari suatu gisik, yang miring landai kearah darat terbentuk oleh endapan bahan hasil gelombang (Salahuddin dan Makmur, 2008).
• Tepi pantai dangkal (inshore) adalah zona yang dekat, yang bergerak atau mengarah ke pantai (Salahudin dan Makmur, 2008).
• Terumbu karang (reef) adalah jenis hewan laut berukuran kecil yang disebut polip, hidupnya menempel pada substrat seperti batu atau dasar yang keras dan berkelompok membentuk koloni. Hewan ini menghasilkan deposit berupa kalsium karbonat yang terakumulasi menjadi terumbu (Latief, 2008).
• Terumbu karang buatan (artificial reef) adalah habitat buatan yang dibangun di laut dengan maksud memperbaiki ekosistem yang rusak sehingga dapat memikat jenis -jenis organisme laut untuk hidup dan menetap serta terbuat dari timbunan bahan-bahan, (Latief, 2008). • Tsunami adalah gelombang panjang yang dibangkitkan oleh fenomena
alam yang menggangu keseimbangan kondisi muka dan badan air laut yang terjadi secara spontan (Latief, 2008).
• Wilayah pesisir (coastal area) adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, dimana, batas ke arah darat meliputi bagian daratan baik kering maupun terendam air. Batas ke arah laut mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat, seperti sedimentasi, maupun yang disebabkan karena kegiatan manusia di darat, seperti penggundulan hutan (Latief, 2008).
• Zona daratan dalam (inshore zone) adalah daerah dengan lebar yang bervariasi yang meluas dari garis air rendah hingga breaker zone (Latief, 2008).
• Zona empasan gelombang (breaker zone) adalah bagian dari daerah
dekat pantai dimana gelombang yang datang dari lepas pantai mencapai ketidakstabilan dan pecah (Salahudin dan Makmur, 2008). • Zona tepi daratan pantai (nearshore zone) adalah daerah yang meluas
dari garis pantai ke arah laut melampaui daerah gelombang pecah