• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEMBAHASAN & HASIL PENELITIAN. 4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis. Menurut UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV PEMBAHASAN & HASIL PENELITIAN. 4.1 Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis. Menurut UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers."

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

44

Menurut UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Dasar hukum bagi suatu kebebasan menyampaikan pendapat, termasuk kebebasan menyampaikan pendapat di depan umum terdapat pada ketentuan Undang – Undang Dasar 1945, yang menyatakan sebagai berikut:

1. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dan pendapat dengan lisan maupun tulisan dan sebagainya di tetapkan dengan undang – undang (Pasal 28 UUD 1945).

2. Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat (Pasal 28E UUD 1945).

3. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan mengunakan segala jenis saluran yang tersedia (Pasal 28F UUD 1945).1

Agar pers berfungsi maksimal maka perlu dibentuk Undang-Undang tentang pers. Undang-Undang pers dibentuk atas dasar Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan merupakan pelaksanaan dari

1

(2)

perintah Pasal 22A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa “Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan undang-undang diatur lebih lanjut dengan undang-undang.” Namun, ruang lingkup materi muatan Undang-Undang ini diperluas tidak saja Undang- Undang tetapi mencakup pula Peraturan Perundang-undangan lainnya, selain Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat.2

Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan didasarkan pada pemikiran bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus berdasarkan atas hukum yang sesuai dengan sistem hukum nasional. Sistem hukum nasional merupakan hukum yang berlaku di Indonesia dengan semua elemennya yang saling menunjang satu dengan yang lain dalam rangka mengantisipasi dan mengatasi permasalahan yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.3

Fungsi maksimal pers itu diperlukan karena kemerdekaan pers adalah salah satu perwujudan kedaulatan rakyat dan merupakan unsur yang sangat

2

Penjelasan Undang-Undang Dasar No. 40 tahun 1999 tentang pers.

3

hukumsetdawsb.blogspot.com/2011/10/undang-undang-republik-indonesia-nomor.html diakses 20 desember 2013.

(3)

penting dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis.4

Dalam kehidupan yang demokratis itu pertanggungjawaban kepada rakyat terjamin, sistem penyelengara Negara yang transparan berfungsi, serta keadilan dan kebenaran terwujud. Pers yang memiliki kemerdekaan untuk mencari dan menyampaikan informasi juga sangat penting untuk mewujudkan Hak Asasi Manusia yang dijamin dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, antara lain yang menyatakan.

“Bahwa setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi” sejalan dengan Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Hak Asasi Manusia dalam Pasal 19 berbunyi : “Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hal ini termasuk kebebasan mempunyai pendapat dengan tidak mendapat gangguan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan dan pendapat dengan cara apapun juga dan dengan tidak memandang batas – batas wilayah”.5

Kemudian bahwa pers nasional sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi dan pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban dan peranannya dengan sebaik – baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang professional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum serta bebas dari campur tanggan dan paksaan dari manapun.

4

Penjelasan Undang-Undang Dasar No. 40 tahun 1999 tentang pers..

5

(4)

Dalam rangka mengembangkan pendapat umum yang sehat, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan meningkatkan saling pengertian antar bangsa di dunia, maka perlu dibentuk badan usaha yang menyelenggarakan usaha di bidang pers yang dapat melakukan peliputan dan/atau penyebarluasan informasi yang cepat, akurat dan penting ke seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan dunia internasional, kemudian dalam rangka mengoptimalkan fungsi dan peranan Lembaga Kantor Berita Nasional Antara yang didirikan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 307 Tahun 1962 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 85 Tahun 1966 yang merupakan kelanjutan dari Kantor Berita Antara yang didirikan pada tanggal 13 Desember 1937, perlu diubah statusnya menjadi Badan Usaha Milik Negara;

Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud diatas perlu menetapkan Peraturan Pemerintah No. 40 tahun 2007 tentang Perusahaan Umum (Perum) Lembaga Kantor Berita Nasional Antara dengan dasar hukum sebagai berikut :

Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 1966, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3887).

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286).

(5)

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297).

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355).

Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2003 tentang Pelimpahan Kedudukan, Tugas, dan Kewenangan Menteri Keuangan Pada Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Umum (Perum), dan Perusahaan Jawatan (Perjan) Kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4305).

Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perusahaan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4555). Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan,

Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4556).6

6

(6)

Pers yang juga melaksanakan kontrol sosial yang sangat penting pula untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan baik korupsi, kolusi, nepotisme, maupun penyelewengan dan penyimpangan lainnya.

Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu dituntut pers yang professional dan terbuka dikontrol oleh masyarakat. Kontrol masyarakat dimaksud antara lain : oleh setiap orang dijaminnya hak jawab dan hak koreksi, oleh lembaga-lembaga kemasyarakatan seperti pemantau media (media watch) dan oleh dewan pers.7

Dewan pers adalah pertama kali dibentuk pada tahun 1968. Pembetukanya dikala itu berdasar dengan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1970 tentang dewan pers menyatakan bahwa pelaksanaan Undang-undang No. 11 tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 1967 tentang dewan pers, tidak sesuai lagi dengan keadaan pada dewasa ini dan oleh karenanya dipandang perlu untuk mengadakan ketentuan-ketentuan baru sebagai pengganti Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 1967 termaksud. Mengingat Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945. Kemudian Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XXXII/ MPRS/ 1966 tentang Pembinaan Pers Undang-undang No. 11 tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers (Negara tahun 1966 No. 40, Tambahan Lembaran-Negara No. 2815).8 Maka ditetapkanlah ketentuan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 1970 tentang dewan pers. Terjadinya perubahan fundamental pada tahun 1999,

7

Penjelasan Undang-Undang Dasar No. 40 tahun 1999 tentang pers.

8

www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&ved=0CDEQFjAC&url=http%3 A%2F%2Fwww.bphn.go.id%2Fdata%2Fdocuments%2F70pp019.doc&ei=D8S_Us2xAoePrQfvno HwCQ&usg=AFQjCNF1-MiA9Y3rzGJ8cxzCOzkQo1Oacwdiakses 28 des 2013.

(7)

seiring dengan pergantian kekuasan dari orde baru ke era reformasi. Melalui Undang-undang No 40 tahun 1999 tentang pers yang diundangkan pada 23 september 1999 dan ditanda tangani oleh presiden B.J Habibie, dewan pers dikala itu berubah menjadi dewan pers independen. Pasal 15 ayat 1 “dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dibentuk dewan pers independen.9 Sedangkan fungsi dewan pers Pasal 15 ayat 2 menyatakan, dewan pers melaksanakan fungsi sebagai berikut :

a. Melindungi kemerdekaan pers dari campur tanggan pihak lain. b. Melakukan pengkajian untuk pengembangan kehidupan pers. c. Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik.

d. Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaiaan pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.

e. Mengembangkan komunikasi antara pers, masyarakat dan pemerintah.

f. Memfasilitasi organisasi -organisasi pers dalam menyusun peraturan -peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan.

g. Mendata perusahaan pers.10

Pada ranah ilmu hukum, ada yang disebut dengan asas hukum. Asas hukum merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak yang dijadikan dasar aturan hukum kongkret. Asas hukum berada di dalam dan dibelakang aturan hukum kongkret yang

9

Edy Sutanto. Hukum pers di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. 2010. hlm 137.

10

(8)

karenanya harus senantiasa dijadikan sebagai acuan dalam merefleksikan hukum kongkret.11

Dengan demikian asas hukum menjadi acuan dan tanpa asas hukum, aturan hukum kongkret tidak dapat dipahami. Dalam dimensi etika, asas hukum memberi makna etis pada hukum kongkret yaitu berupa peraturan perundang-undangan, ketika ada kasus kongkret yang memerlukan solusi. Secara lebih luas asas hukum juga menjadi dasar sistem hukum yang menjadi dasar dari sistem hukum yang dijadikan sebagai acuan dalam oprasionalisasi hukum.12

Pada tataran teoritik normatif, kinerja pers telah memperoleh legitimasi pengaturanya yaitu dalam UU. No. 40 Tahun 1999 tentang pers. UU ini boleh di kualifikasikan sebagai pemberi perlindungan (hukum) terhadap kinerja pers.13

Manakala UU pers itu dipandang sebagai lex spesialis hal itu dapat dimengerti – jika batasannya adalah bahwa di dalamnya ada jaminan dalam penegakan kemerdekaan pers, spesialisasi penegakan hukum atas kemerdekaan pers adalah UU pers. Batas ini tentu benar, dalam arti UU pers adalah lex spesialis

derogat legi generali dalam hal penegakan hukum kemerdekaan pers.14

Mencermati materi yang dikandungnya, UU pers No. 40 Tahun 1999 memang dapat disebut telah menjamin atau bahkan memproteksi kebebasan pers sebagai Hak Asasi Warga Negara dan wujud kedaulatan rakyat. Bahkan proteksi

11

Samsul Wahidin. Dimensi Etika dan Profesionalisme Pers. Pustaka Pelajar Yokyakarta. 2012. hlm 124. 12 Ibid. 13 Ibid. 14 Ibid.

(9)

itu tidak berada pada asas hukum, namun pada aturan hukum kongkret yaitu disebut pada pasal – pasal dari UU pers itu sendiri.15

Sebagai refleksi perlindungan hukum terhadap kemerdekaan pers itu disebut pada :

a) Pasal 4 ayat (2) yang secara tegas menolak sejumlah ancaman eksternal terhadap kebebasan pers, khususnya dalam hal penyensoran, pemberdelan atau pelanggaran penyiaran.

b) Pasal 4 ayat (3) berupa tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan hak pers untuk mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

c) Pasal 18 ayat (1) mengandung prokteksi kongkretnya berupa ancaman pidana kepada siapa saja yang melakukan ancaman terhadap pers. Dalam hal ini dapat diancam hukuman paling lama dua tahun penjara atau denda paling banyak 500 juta.

d) Pasal 18 ayat (2) ancaman internal sebagai tindakan proteksi kepada masyarakat atau pihak diluar pers ketika menghadapi pers bahwa perusahaan pers yang melanggar ketentuan16

Sebagai konsekuensi dari perlindungan hukum yang diberikan kepada pers maka pers berkewajiban antara lain :

a) Memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah ( Pasal 5 ayat 1).

15

Ibid. hlm 125.

16

(10)

b) Melayani hak jawab (Pasal 5 ayat 2), hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tangapan atau sangahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya (Pasal 1 ayat 11).

c) Melayani hak koreksi (Pasal 5 ayat 3), hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun orang lain (Pasal 1 ayat 12).

d) Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar (Pasal 6 huruf c).

e) Melaksanakan profesinya wartawan memiliki dan harus tunduk pada kode etik (Pasal 7 ayat 2).

Dalam oprasionalisasi kinerja pers, pelaksanaan kemerdekaan pers di jamin dalam UU itu berhadapan dengan ihwal penegakan hukum kongkret dan memerlukan solusi. Solusi yang ternyata tidak bisa di akomodasikan sendirian oleh UU pers.17

Oleh karena itu Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang pers tidak dapat dikatagorikan atau bersifat lex spesialis, karena apa yang dimaksud lex spesialis

derogat legi generali merupakan ketentuan yang khusus mengenyampingkan yang

umum menjadi tidak berlaku. Manakala UU pers tidak dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi, dan harus mengundang sektor hukum lain.18

Dalam pengaturan Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang pers dijelaskan pada alinea ke empat untuk menghindari pengaturan yang tumpah tindih,

17

Ibid. hlm 127.

18

(11)

undang-undang ini tidak mengatur ketentuan yang sudah diatur dengan ketentuan perundang-undangan yang lainnya.19 Maknanya Undang-Undang No. 40 tahun 1999 mengakui bahwa ada bahkan banyak UU lain yang harus berperan serta bahkan menjadi dasar penyelesaian permasalahan yang muncul dalam kinerja pers.20

Pada penjelasan Pasal 8 tentang perlindungan hukum kepada wartawan disebutkan bahwa perlindungan terhadap wartawan dalam menjalankan fungsi, hak dan kewajiban dan perannya, diatur dengan ketentuan peraturan perundang undangan yang berlaku. Artinya manakala perlindungan hukum itu menyangkut pidana, diselesaikan berdasar hukum pidana yang berlaku. Manakala muncul tuntutan ganti kerugian maka dasarnya juga hukum ganti rugi yang berlaku.21

Dalam ketentuan pidana berdasar pada Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang pers diatur dalam Pasal 18 ayat (1) setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun penjara atau denda paling banyak 500 juta.22

Selain ketentuan pidana ternyata terdapat ketentuan lain selain pemidanaan yaitu secktor hukum perdata yang berkaitan dengan pers berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal 1365 KUHPerdata (perbuatan

19

Penjelasan Undang-Undang No.40 tahun 1999 tentang pers.

20

Samsul Wahidin, Dimensi Etika dan Profesionalisme Pers. Pustaka Pelajar Yokyakarta. 2012 hlm 130.

21

Ibid.

22

(12)

melangar hukum) dan Pasal 1372 KUHPerdata (tuntutan perdata mendapat ganti kerugian dan kehormatan serta nama baik. Tiap perbuatan melangar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, menganti kerugian tersebut.23

Pengaturan hukum kepada jurnalis antara lain dapat dilihat pada data kasus Paul Handoko terdakwa kasus pemukulan terhadap jurnalis Miftahudin Mustofa, yang di sidang di Pengadilan Tinggi Denpasar No. 007/pid.B/2010/ PN. Dps. Tanggal 1 juli 2010 dituntut oleh jaksa dengan tuntutan pidana Jaksa/Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Denpasar tanggal 27 Mei 2010 sebagai berikut :

1. Menyatakan terdakwa Paul Handoko bersalah melakukan tindak pidana “Secara melawan hukum dengan sengaja menghambat atau menghalangi kemerdekaan pers” sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) Undang - Undang RI No. 40 Tahun 1999 tentang Pers , dalam dakwaan Alternatif Kesatu.

2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Paul Handoko dengan pidana penjara selama 6 (enam) bulan .

3. Menetapkan pidana penjara yang di jatuhkan tersebut di atas tidak perlu di jalankan kecuali apabila Terdakwa melakukan tindak pidana lain berdasarkan putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap sebelum habis masa percobaan selama 1 (satu) tahun.

4. Menyatakan barang bukti : 1 (satu) buah camera merk Canon EOS20D Nomor Body 126061 agar dikembalikan kepada saksi Miftahudin Mustofa Halim.

23

(13)

5. Menetapkan supaya terpidana dibebani biaya perkara sebesar Rp 5.000, - (lima ribu rupiah).24

Kemudian membaca putusan Pengadilan Negeri Denpasar No. 007/Pid.B/2010/ PN.Dps. tanggal 1 Juli 2010 yang amar lengkapnya sebagai berikut :

1. Menyatakan terdakwa Paul Handoko telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Dengan sengaja menghambat /menghalangi kemerdekaan/kebebasan pers ”;

2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena dengan pidana penjara selama : 1 (satu) bulan;

3. Memerintahkan barang bukti berupa sebuah kamera merk Canon EOS20D Nomor body 126061 dikembalikan kepada Miftahudin Mustofa Halim;

4. Membebani terdakwa membayar biaya perkara sebesar 5.000, - (lima ribu rupiah );25

Dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara terdakwa Paul Handoko.  Unsur-unsur pertimbangan hakim yang memberatkan terdakwa sebagai berikut:

Menimbang, bahwa Pasal 4 ayat (2) Undang- Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers menentukan bahwa terhadap Pers Nasional tidak dikenakan penyensoran , pembredelan atau pelarangan penyiaran.

Menimbang, bahwa Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang pers memberikan jaminan kemerdekaan pers, Pers Nasional

24

Lampiran putusan pengadilan No.472/Pid.Sus/2011.

25

(14)

mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.

Sehingga pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi I Denpasar yang menyatakan bahwa perbuatan terdakwa adalah melindungi diri agar hak asasi terdakwa mendapat perlindungan adalah keliru, karena apa yang dilakukan saksi Miftahuddin selaku wartawan foto adalah menjalankan Undang-Undang yang bukan merupakan perbuatan terlarang, dimana apabila Terdakwa Paul Handoko merasa wartawan telah melakukan pelanggaran kode etik seharusnya Paul Handoko baik langsung maupun melalui Penasihat Hukumnya dapat mengadu kepada Dewan Pers, begitu juga kalau merasa dirugikan akibat pemberitaan yang dimuat dimedia, Paul Handoko juga dapat menggunakan hak jawab dan apabila wartawan dianggap telah melakukan perbuatan atau pelanggaran pidana seharusnya Paul Handoko dapat melaporkan hal tersebut kepada pihak kepolisian, tetapi semua itu tidak pernah dilakukan bahkan terdakwa Paul Handoko justru melakukan perbuatan main hakim sendiri yang justru bertentangan dengan hak asasi manusia dalam hal untuk mendapatkan informasi.

Bahwa apa yang telah dipertimbangkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Denpasar dalam putusannya, mengenai uraian pembuktian unsur Melakukan Tindakan Yang Berakibat Menghambat /Menghalangi Pelaksanaan Ketentuan Pasal 4 (2) dan (3) adalah sudah tepat dan benar, terlihat dari pertimbangannya antara lain menyebutkan :

(15)

- Menimbang, bahwa dari kedua rumusan Pasal 4 ayat 2 dan 3 tersebut , maka terhadap siapapun tidak dibolehkan/dibenarkan melakukan tindakan yang dapat/berakibat menghambat/menghalangi kebebasan Pers untuk mencari, memperoleh atau menyebarluaskan gagasan dan informasi. - Menimbang, bahwa memperhatikan keterangan saksi ahli Dr. Ida Bagus Putu Alit, SpF, DFM (ahli forensik) menerangkan bahwa memang benar saksi telah memeriksa saksi Miftahuddin serta membuat Visum Et Repertumnya. Disamping itu saksi juga menerangkan bahwa sebagai wartawan dari segi medis, luka tersebut tidaklah menimbulkan tekanan psikologis, akan tetapi hanya dapat mengganggu saat akan menggunakan kamera dan luka tersebut akan sembuh dalam waktu 5-7 hari.

- Menimbang, bahwa sementara itu saksi ahli Abdullah Alamudi (Anggota Dewan Pers) yang dibacakan di persidangan keterangannya menerangkan bahwa suatu tindakan pemukulan ataupun upaya menghalangi wartawan memotret ataupun wawancara, hal itu adalah berhubungan dengan Undang- Undang No. 40 Tahun 1999, karena kegiatan jurnalistik itu mencakup kegiatan mencari, memperoleh, menyimpan, menyimpulkan, mengolah dan menyiarkan berita untuk memenuhi hak masyarakat akan suatu informasi.

-Menimbang, bahwa pengambilan gambar /wawancara terhadap narasumber yang terkenal, narasumber tersebut tidak bisa menolak, karena masyarakat berhak mengetahui informasinya, sedangkan bila

(16)

narasumbernya orang tidak terkenal maka ia bisa saja menolak diambil gambarnya/wawancara.

- Menimbang, bahwa suatu kenyataan bahwa terdakwa adalah seorang pengusaha terkenal, dan karenanya dapatlah dikatakan sebagai narasumber yang terkenal dan karenanya ia tidaklah bisa menolak jika diambil gambarnya oleh wartawan.

- Menimbang, bahwa wartawan Miftahudd mengambil gambar Terdakwa adalah dalam rangka melaksanakan tugas wartawan (Pers) yaitu untuk memberikan informasi kepada masyarakat.26

 Unsur-unsur pertimbangan hakim yang meringankan terdakwa sebagai berikut:

Menimbang, bahwa terdakwa Paul sudah berusia lanjut dan dalam kondisi sakit-sakitan.

Menimbang, bahwa hukuman yang dijatuhkan dipandang sebagai peringatan agar dia tidak melakukan perbuatan itu lagi.27

Terlihat dalam penyelesaiaan perkara Paul Handoko di atas bahwa, putusan pengadilan yang ikut menyertakan sektor hukum lain (KUHukum perdata) selain ketentuan pidana, yang menyatakan kepada terdakwa memerintahkan mengembalikan barang bukti berupa sebuah kamera merk Canon EOS20D Nomor body 126061 dikembalikan kepada Miftahudin Mustofa Halim.

26 Ibid. 27 www.balebengong.net/kabar-anyar/2010/07/01/pemukul-wartawan-dihukum-satu-bulan.html. diakses 18 desember 2013.

(17)

Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal 1365 KUHPerdata (perbuatan melangar hukum) dan Pasal 1372 KUHPerdata (tuntutan perdata mendapat ganti kerugian dan kehormatan serta nama baik. Tiap perbuatan melangar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, menganti kerugian tersebut.28

Maka hakim dalam putusannya Pengadilan Negeri Denpasar No. 007/Pid.B/2010/ PN.Dps. tanggal 1 Juli 2010 telah sesuai mengikut sertakan ketentuan lain selain pemidanaan sesuai dengan dakwaan jaksa penuntut umum pada Kejaksaan Negeri Denpasar tanggal 27 Mei 2010.

Unsur Kepentingan Hakim dalam mengambil Keputusan. Dalam mengambil keputusan tugas hakim sangatlah berat, karena tidak hanya mempertimbangkan kepentingan hukum saja dalam putusan perkara yang di hadapi melainkan juga mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat agar terwujud adanya kepastian hukum.29

Putusan hakim memang tetap dituntut oleh masyarakat untuk berlaku adil, namun sebagai hakim juga manusia dalam putusannya tidaklah mungkin memuaskan semua pihak, tetapi walaupun begitu hakim tetap diharapkan menghasilkan putusan yang seadil - adilnya sesuai fakta - fakta hukum di dalam persidangan yang di dasari pada aturan dasar hukum yang jelas (azas legalitas) dan disertai dengan hati nurani hakim.30

28

Ibid.hlm 218.

29

www. jbptunikompp-gdl-arirochman-26694-8-unikom_a-v.pdf diakses 10 november 2013.

30

(18)

Bahkan hakim juga disebut sebagai wakil Tuhan di dunia dalam arti harus tercermin dalam putusan perkara yang sedang ditanganinya, maka sebagai seorang hakim tidak perlu ragu, melainkan tetap tegak dalam garis kebenaran dan tidak berpihak, namun putusan hakim juga paling tidak dapat dilaksanakan oleh pencari keadilan atau tidak hanya sekedar putusan yang tidak bisa dilaksanakan.31

Putusan hakim merupakan hasil dari kewenangan mengadili setiap perkara yang ditangani dan didasari pada surat dakwaan dan fakta - fakta yang terungkap dipersidangan dan dihubungkan dengan penerapan dasar hukum yang jelas, termasuk didalamnya berat ringannya penerapan pidana penjara (pidana perampasan kemerdekaan), hal ini sesuai asas hukum pidana yaitu asas legalitas yang diatur pada Pasal 1 ayat (1) KUHP yaitu Hukum Pidana harus bersumber pada undang - undang artinya pemidanaan haruslah berdasarkan Undang - Undang.32

Penerapan berat ringannya pidana yang dijatuhkan tentu bagi seorang hakim disesuaikan dengan apa yang menjadi motivasi dan akibat perbuatan si pelaku, khususnya dalam penerapan jenis pidana penjara, Hakim dihadapkan dalam praktek peradilan dimana ada yang betul - betul menerapkan aturan hukum sebagaimana adanya dengan alasan kepentingan undang - undang dan ada juga sebagian hakim yang menerapkan / menafsirkan undang - undang yang tertulis

31

Ibid.

32

(19)

dengan cara memberikan putusan pidana lebih rendah dari batas ancaman minimal dengan alasan demi keadilan masyarakat.33

Apabila hakim menjatuhkan pidana berupa pidana penjara (perampasan kemerdekaan), maka ketentuan-ketentuan di atas adalah menjadi dasar hukum tentang jenis pemidanaan yang akan diterapkan terhadap pelaku kejahatan yang menurut hukum telah terbukti secara sah dan menyakinkan serta hakim mendasari pada hati nurani, tanpa ada kepentingan apapun.34

Hakim wajib memeriksa dan mengadili perkara yang menjadi wewenangnya yang didasarkan pada ketentuan - ketentuan undang - undang yang berlaku yang pada akhirnya termuat dalam putusan dimana apabila terdakwa telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah maka putusan hakim dapat berupa pemidanaan jenis pidana penjara dan pidana denda. seorang hakim terikat dengan undang - undang yang secara normatif mengatur ancaman pidana minimal baik pidana penjara maupun pidana denda.35

Putusan hakim akan menjadi putusan majelis hakim dan kemudian akan menjadi putusan pengadilan yang menyidangkan dan memutus perkara yang bersangkutan dalam hal ini setelah dilakukan pemeriksaan selesai, maka hakim akan menjatuhkan vonis berupa :

1. Penghukuman bila terbukti kesalahan terdakwa;

2. Pembebasan jika apa yang didakwakan tidak terbukti atau terbukti tetapi 33 Ibid. 34 Ibid. 35 Ibid.

(20)

bukan perbuatan pidana melainkan perdata;

3. Dilepaskan dari tuntutan hukum bila terdakwa ternyata tidak dapat dipertanggungjawabkan secara rohaninya (ada gangguan jiwa) atau juga ternyata pembelaan yang memaksa.36

Putusan hakim juga berpedoman pada 3 (tiga) hal yaitu : 1. Unsur yuridis yang merupakan unsur pertama dan utama; 2. Unsur filosofis, berintikan kebenaran dan keadilan;

3. Unsur sosiologis yaitu mempertimbangkan tata nilai budaya yang hidup dan berkembang dalam masyarakat.37

Demikian juga halnya putusan pemidanaan yang berdasar pada yuridis formal dalam hal ini putusan hakim yang menjatuhkan hukuman pemidanaan kepada seseorang terdakwa yaitu berisi perintah untuk menghukum terdakwa sesuai dengan ancaman pidana yang tertuang dalam pasal pidana yang didakwakan.38

Di akui memang bahwa undang - undang memberikan kebebasan terhadap hakim dalam menjatuhkan berat ringannya hukuman yaitu minimal atau maksimal namun kebebasan yang dimaksud adalah haruslah sesuai dengan Pasal 12 KUHP yaitu :

(1) Pidana penjara ialah seumur hidup atau selama waktu tertentu.

36 Ibid. 37 Ibid. 38 Ibid.

(21)

(2) Pidana penjara selama waktu tertentu paling pendek satu hari dan paling lama lima belas tahun berturut-turut.

(3) Pidana penjara selama waktu tertentu boleh dijatuhkan untuk dua puluh tahun berturut-turut dalam hal kejahatan yang pidananya hakim boleh memilih antara pidana mati, pidana seumur hidup, dan pidana penjara selama waktu tertentu, atau antara pidana penjara seumur hidup dan pidana penjara selama waktu tertentu; begitu juga dalam hal batas lima belas tahun dilampaui sebab tambahan pidana karena perbarengan, pengulangan atau karena ditentukan Pasal 52.

(4) Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-kali tidak boleh melebihi dua puluh tahun.39

Berdasarkan hal - hal tersebut di atas dan berpedoman pada unsur - unsur yang ada dalam setiap putusan, tentunya hakim dalam menjatuhkan putusan pemidanaan adalah haruslah sesuai dengan bunyi pasal dakwaan dalam arti hakim terikat dengan batas minimal dan batas maksimal sehingga hakim dinilai telah menegakkan Undang - Undang dengan tepat dan benar.40

Hakim adalah pelaksana undang - undang sehingga putusannya harus berdasarkan pada hukum yang normatif yaitu hukum positif, sehingga penerapan ancaman pidana minimal dalam putusan hakim adalah sesuai atas legalitas. Hakim dalam menjatuhkan putusannya selain berdasarkan hukum yang normatif juga

39

Ibid.

40

(22)

berdasarkan rasa keadilan yaitu nilai - nilai yang hidup di masyarakat dan juga pada hati nurani (keadilan objektif dan subjektif).41

4.2 Wujud Perlindungan Hukum Mengenai Tindak Kekerasan terhadap Jurnalis Menurut UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Undang – undang pers merupakan penegasan bahwa kemerdekaan pers adalah wujud kedaulatan rakyat dan penerapan demokrasi. Undang – Undang pers No. 40 Tahun 1999 itu diharapkan dapat mengatur kerja pers tetapi tidak membatasi kemerdekaan pers. Di harapkan undang – undang pers bisa efektif melindungi pers, agar karya jurnalistiknya tidak mudah di kriminalisasikan serta agar jurnalis dalam menjalankan profesinya terlindunggi.42

Dalam menjalankan profesinya sebagai seorang wartawan, perlu mendapat perlindungan hukum didalam menjalankan tugasnya mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia.43

Melihat pada kondisi jaman sekarang ini, dimana wartawan dikejar dan dibayangi oleh kegelisahan dan ketakutan dalam menjalankan tugasnya bahkan sering mendapat ancaman serta kekerasan fisik yang dialami oleh wartawan, yang

41

Ibid.

42

Idri Shafaat, Kebebasan, Tanggung Jawab, dan Penyimpangan Pers. Jakarta: Prestasi Pustaka, 2008. hlm 88.

43

altajdidstain.blogspot.com/2011/02/perlindungan-hukum-bagi-wartawan-di.html. di akses 6 november 2013.

(23)

dilakukan oleh masyarakat dan warga yang merasa dirugikan akibat pemberitaan yang ditulis oleh wartawan tersebut sehingga melakukan perhitungan diluar hukum (main hakim) oleh sebab itu Undang - Undang No. 40 Tahun 1999 ini dibuat yang sesuai dengan tuntutan perkembangan jaman.44

Dari data yang dihimpun (AJI) Aliansi Jurnalis Independent data kasus kekerasan pada jurnalis pada tahun ke tahun sejak adanya Undang-Undang No. 40 tahun 1999 tentang pers cenderung banyak namun tidak stabil pada 1999 ada 74 kasus, kemudian meningkat pada tahun 2000 yang mencapai jumlah 115, setelah itu menurun kembali pada 2001 yaitu 95 kasus 2002 ada 70, 2003 ada 59 kasus.45 a). Bentuk kekerasan terhadap jurnalis/wartawan :

1. Kekerasan fisik, yang meliputi penganiayaan ringan, penganiayaan berat, penyiksaan, penyekapan, penculikan, dan pembunuhan.

2. Kekerasan nonfisik, yang meliputi ancaman verbal, penghinaan, penggunaan kata-kata yang merendahkan, dan pelecehan.

3. Perusakan peralatan liputan seperti kamera dan alat perekam.

4. Upaya menghalangi kerja wartawan mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi, seperti merampas peralatan kerja wartawan atau tindakan lain yang merintangi wartawan sehingga tidak dapat memproses pekerjaan kewartawanannya.

44

Ibid.

45

(24)

5. Bentuk kekerasan lain terhadap wartawan yang belum disebut dalam pedoman ini merujuk pada definisi yang diatur KUHP dan UU HAM.46 Hal di atas mengambarkan bahwa kasus – kasus kekerasan yang dialami jurnalis harus mendapat perhatian dari pemerintah untuk menjamin perlindungan hukum terhadap jurnalis/wartawan. Dalam hal ini jurnalis/wartawan yang menjalankan profesinya perlu mendapat perlindungan dari pemerintah kepada wartawan dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya sesuai dengan ketentuan perundang - undangan yang berlaku yakni Undang - Undang No. 40 Tahun 1999, dalam Undang - Undang Pers No. 40 tahun 1999, secara eksplisit hanya dinyatakan dua organisasi pers. Pada Pasal 1 ayat 5 berbunyi : Organisasi pers adalah organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers. Dalam Pasal 1 ayat 2 dijelaskan bahwa perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi.

Empat organisasi pers yang sampai sekarang masih menyelenggarakan pers adalah47 :

1. Organisasi wartawan seperti : Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), 2. Organisasi perusahaan pers seperti : Serikat Penerbit Surat Kabar (SPS), 3. Organisasi grafika pers seperti : Serikat Grafika Pers (SGP),

46

www.dewanpers.or.id/page/kebijakan/cetak.php?id=1882. Di akses 3 januari 2014.

47

(25)

4. Organisasi media periklanan seperti : Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI).

a. Tanggung jawab perusahaan pers48:

1. Menjadi pihak pertama yang segera memberikan perlindungan terhadap wartawan dan keluarga korban kekerasan, baik wartawan yang berstatus karyawan maupun nonkaryawan. Tanggung jawab perusahaan pers meliputi:

a) menanggung biaya pengobatan, evakuasi, dan pencarian fakta;

b) berkoordinasi dengan organisasi profesi wartawan, Dewan Pers, dan penegak hukum;

c) memberikan pendampingan hukum.

2. Tetap melakukan pendampingan, meskipun kasus kekerasan terhadap wartawan telah memasuki proses hukum di kepolisian atau peradilan. 3. Memuat di dalam kontrak kerja, kewajiban memberikan perlindungan

hukum dan jaminan keselamatan kepada wartawan baik wartawan yang berstatus karyawan maupun non karyawan.

4. Menghindari tindakan memaksa wartawan atau ahli warisnya untuk melakukan perdamaian dengan pelaku kekerasan ataupun untuk meneruskan kasus.

5. Menghindari perdamaian atau kesepakatan tertentu dengan pelaku kekerasan tanpa melibatkan wartawan korban kekerasan atau ahli warisnya.

48

(26)

b. Tanggung jawab organisasi profesi wartawan yaitu49:

1. Melakukan pendampingan terhadap wartawan dan keluarga yang menjadi korban kekerasan, termasuk ketika kasus kekerasan telah memasuki proses hukum. Pendampingan mengacu kepada langkah-langkah penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan sebagaimana diatur dalam Bab V Pedoman ini.

2. Mengambil peran lebih besar dan bertindak proaktif untuk melakukan advokasi terhadap wartawan korban kekerasan atau keluarganya bagi pengurus organisasi di tingkat lokal.

3. Turut mengupayakan dana yang dibutuhkan untuk penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan.

4. Tidak membuat pernyataan yang menyalahkan pihak tertentu atas terjadinya kekerasan terhadap wartawan, sebelum melakukan proses pengumpulan dan verifikasi data.

c. Tanggung jawab dewan pers50:

1. Mengoordinasikan pelaksanaan Pedoman Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan ini dengan perusahaan pers dan organisasi profesi wartawan.

2. Mengingatkan tanggung jawab perusahaan pers dan organisasi profesi wartawan sebagaimana diatur dalam Pedoman ini.

49

Ibid.

50

(27)

3. Turut mengupayakan dana yang dibutuhkan untuk menangani kasus kekerasan terhadap wartawan sampai proses hukum dinyatakan selesai. 4. Berkoordinasi dengan penegak hukum untuk melakukan langkah-langkah

penanganan yang dibutuhkan untuk melindungi wartawan korban kekerasan atau keluarganya, serta memastikan penegak hukum memproses pelaku kekerasan dan bukti-bukti tindak kekerasan.

5. Bersama perusahaan pers dan organisasi profesi wartawan mengawal proses hukum kasus kekerasan terhadap wartawan dan mengambil langkah-langkah yang dibutuhkan untuk mempercepat prosesnya.

Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) sebagai organisasi wartawan Indonesia yang tertua, didirikan tanggal 9 Februari 1946 di Kota Solo, Jawa Tengah dalam kongres pertamanya tanggal 9 – 10 Februari 1946, sesuai dengan Keputusan Presiden No. 5 tahun 1985 ditetapkan hari jadi Persatuan Wartawan Indonesia Tanggal 9 Februari 1946 sebagai Hari Pers Nasional.51

PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) merupakan wadah dari lembaga organisasi bagi wartawan – wartawan yang ada. Sebenarnya ada 4 organisasi wartawan yang ada, namun karena PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) lebih eksis dan banyak dikenal oleh masyarakat. Pemberian perlindungan hukum bagi wartawan adalah salah satu wujud dari hak asasi manusia untuk mendapatkan perlindungan hukum. Peran PWI selain memberikan bantuan hukum kepada anggotanya dalam menjalankan profesi kewartawanannya, juga membantu perselisihan dengan manajemen media massa dimana tempatnya bekerja. Adapun

51

(28)

tugas, wewenang dan tanggung jawab dari Ketua Tim Pembelaan Wartawan yakni diantaranya52 :

1. Melaksanakan pemberian bantuan hukum kepada wartawan dalam kasus

delik pers, baik pada tahap penyidikan maupun pada tahap persidangan di tingkat pengadilan negeri sampai dengan kasasi dan grasi,

2. Mewakili PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) dalam menyelesaikan

perselisihan antara wartawan dengan manajemen media tempatnya bekerja, termasuk pemberian bantuan hukum,

Dari hal di atas menunjukkan bahwa dengan adanya Undang - Undang No. 40 Tahun 1999. Bahwa kemerdekaan pers yakni sebagai wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip - prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum (Pasal 2 Undang - Undang No. 40 Tahun 1999).

Perlindungan terhadap wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik telah menjadi kewajiban dunia internasional. Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Human Rights Council) di Wina, Austria, dalam resolusi yang disepakati seluruh anggota tanggal 27 September 2012 untuk pertama kali menegaskan pentingnya keselamatan wartawan sebagai unsur fundamental kebebasan ekspresi.53

Dalam resolusi itu, Dewan Hak Asasi Manusia menyerukan kepada negara-negara di dunia agar ”mengembangkan lingkungan yang aman bagi para wartawan yang memungkinkan mereka dapat melaksanakan pekerjaan secara

52

Ibid.

53

(29)

independen.” Resolusi ini juga menyerukan pencegahan impunitas bagi pelaku kekerasan terhadap wartawan dengan melakukan investigasi yang tidak memihak, cepat, dan efektif.54

Keselamatan wartawan masih menjadi masalah serius di Indonesia. Selama ini telah terjadi banyak kekerasan terhadap wartawan atau media. Aspek yang menonjol dalam penanganan kasus-kasus kekerasan terhadap wartawan adalah belum adanya pedoman tentang tahap-tahap dan mekanisme yang dapat menjadi rujukan bagi berbagai pihak terkait. Oleh karena itu, perlu disusun pedoman penanganan yang memadahi. Pedoman ini diharapkan dapat melengkapi ketentuan yang telah ada dalam rangka menyelesaikan kasus-kasus pers berdasarkan semangat dan isi UU Pers No. 40 Tahun 1999.55

Kekerasan terhadap wartawan yang dimaksud di dalam Pedoman ini adalah kekerasan terhadap wartawan yang sedang menjalankan pekerjaan jurnalistik atau kekerasan akibat karya jurnalistik.56

Adapun pedoman penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan meliputi a. Prinsip Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan.57

1. Penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan harus dilakukan atas persetujuan korban atau ahli waris.

54 Ibid. 55 Ibid. 56 Ibid. 57 Ibid.

(30)

2. Penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan harus dilakukan secepatnya.

3. Penanganan kasus kekerasan yang berhubungan dengan kegiatan jurnalistik menjadi tanggung jawab bersama perusahaan pers, organisasi profesi wartawan, dan Dewan Pers.

4. Penanganan kasus kekerasan yang tidak berhubungan dengan kegiatan jurnalistik menjadi tanggung jawab langsung penegak hukum.

5. Organisasi profesi wartawan dan perusahaan pers harus bersikap adil dan memberikan sanksi tegas jika ditemukan bukti-bukti bahwa wartawan melanggar kode etik jurnalistik dan atau turut menyebabkan terjadinya kasus kekerasan.

6. Perusahaan pers, asosiasi perusahaan pers, dan organisasi profesi wartawan membentuk lumbung dana taktis untuk penanganan tindak kekerasan terhadap wartawan. Dewan Pers memfasilitasi pembentukan lumbung dana taktis tersebut.

7. Media massa perlu menghindari pemberitaan kasus kekerasan terhadap wartawan yang dapat menghambat penanganan masalah, termasuk mempersulit evakuasi dan perlindungan korban.

b. Langkah-langkah penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan sebagai berikut58:

58

(31)

1. Pengumpulan informasi, yaitu membuat kronologi, menentukan pihak-pihak yang terlibat, baik korban dan pelaku maupun saksi mata, serta mengumpulkan bukti-bukti.

2. Verifikasi untuk menentukan:

a) Kasus kekerasan yang terjadi berhubungan dengan kegiatan jurnalistik atau tidak.

b) Wartawan murni menjadi korban kekerasan atau turut berkontribusi pada terjadinya kekerasan.

3. Identifikasi keperluan korban, antara lain kondisi kesehatan, keselamatan, dan kemungkinan evakuasi korban atau keluarganya.

4. Pengambilan kesimpulan dan rekomendasi: a) Langkah litigasi.

b) Langkah nonlitigasi.

5. Langkah koordinasi baik tingkat lokal maupun tingkat nasional yang melibatkan organisasi profesi, media tempat wartawan bekerja, Dewan Pers, kepolisian, LSM media, atau LSM HAM.

6. Pengumpulan dana untuk penanganan jika diperlukan.

Proses evakuasi korban atau keluarganya harus didahulukan dalam penanganan kasus kekerasan terhadap wartawan jika kondisi mengharuskan demikian.

Dari penjelasan diatas bentuk perlindungan hukum mengenai tindak kekerasan terhadap jurnalis menurut UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers yaitu adanya perusahaan pers yang merupakan wadah untuk memberikan upaya bantuan

(32)

hukum yakni pengacara untuk mendampingi jurnalis yang terkena kasus baik itu mandampingi pada saat di dalam pengadilan maupun diluar pengadilan. Baik dalam pengadilan tingkat pertama sampai pada tingkat kasasi bahkan grasi.

Referensi

Dokumen terkait

1. Perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak anak. Penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak dini. Penyediaan sarana dan prasarana khusus.

Kebijakan dan strategi pengelolaan ikan bilih Danau Singkarak berdasarkan skala perioritas yang ditampilkan pada Tabel 2 adalah sebagai berikut : (1) melakukan pengelolaan

PUSAT PENGAJIAN SAINS PERUBATAN 16 MOHAMAD ZIYADI B HJ GHAZALI PROFESOR DR. PUSAT PENGAJIAN SAINS PERUBATAN 17 MOHD IMRAN BIN YUSOF

Gudang Berikat adalah suatu bangunan atau tempat dengan batas-batas tertentu yang didalamnya dilakukan kegiatan usaha penimbunan, pengemasan, penyortiran, pengepakan,

Warga masyarakat Desa Jetis Kapuan yang telah membantu dan bersedia untuk bekerja sama dengan mahasiswa dalam pelaksanaan program kerja KKN BMC UNNES 2020.. Semua pihak yang telah

• Publikasi di website dan social media milik media radio (Kesepakatan mengenai jumlah spot, ad lips, blocking time dan penempatan pemberitaan acara RUPAREKA 2019 dibicarakan

Keyakinan anggota PSM bahwa dirinya memiliki keterampilan untuk mengatur perasaannya, saat bernyanyi dalam paduan suara akan membantu anggota mengenali perasaan apa yang

Kecamatan Sine dan Kendal termasuk pada dataran tinggi dengan kelerengan antara 2 - 40% dengan ketinggian 100 - 2700 meter di atas permukaan air laut beriklim sangat