• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN TERHADAP MANAJEMEN KONSERVASI ENERGI LISTRIK UNTUK PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PADA GEDUNG PERKANTORAN PT.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN TERHADAP MANAJEMEN KONSERVASI ENERGI LISTRIK UNTUK PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PADA GEDUNG PERKANTORAN PT."

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN TERHADAP MANAJEMEN KONSERVASI ENERGI

LISTRIK UNTUK PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN

PADA GEDUNG PERKANTORAN PT. PHE

AJEN MUKAROM

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian terhadap Manajemen Konservasi Energi Listrik untuk Perencanaan dan Pengendalian pada Gedung Perkantoran PT. PHE adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2013

Ajen Mukarom

(4)

RINGKASAN

AJEN MUKAROM. Kajian terhadap Manajemen Konservasi Energi Listrik untuk Perencanaan dan Pengendalian pada Gedung Perkantoran PT. PHE. Dibimbing oleh ABDUL KOHAR IRWANTO dan ARMANSYAH H TAMBUNAN.

Penelitian ini mengkaji mengenai penerapan manajemen konservasi energi listrik pada PT. PHE. Pokok bahasan penelitian ini meliputi analisa profil konsumsi energi, IKE, kualitas kelistrikan, sistem selubung bangunan, sistem tata udara, sistem tata cahaya, rekomendasi peluang konservasi energi serta sistem manajemen konservasi energi. Metode penelitian yang digunakan yaitu audit energi, analisa IKE, peluang hemat energi dan analisa finansial konservasi energi. Hasil penelitian ini menunjukkan konsumsi energi listrik pada PT. PHE pada tahun 2012 cenderung menurun. Rata-rata konsumsi energi listrik selama tahun 2012 sebesar 446,191 kWh dengan rata-rata biaya per bulan 355,288,895 rupiah. Sedangkan nilai IKE termasuk dalam kategori cukup efisien dengan nilai rata-rata 12.45 kWh/m2/bulan. Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan energi listrik belum efisien. Sementara itu kualitas sistem kelistrikan peralatan yang

terpasang tergolong dalam kategori baik, kecuali nilai maksimum

ketidakseimbangan arus dan harmonisa berada di atas standar. Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan beban pada trafo 2. Hasil audit energi pada sistem selubung bangunan diperoleh nilai transfer panas menyeluruh sebesar 29.45 Watt/m2, nilai tersebut sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI). Hasil audit energi pada sistem tata udara juga menunjukkan kondisi secara umum, sesuai dengan SNI. Kisaran temperatur antara 24oC – 26oC dengan kelembaban udara 56 – 65 persen. Efisiensi energi pada sistem tata udara dapat ditingkatkan dengan cara menghidupkan air conditioner atau chiller 1 jam sebelum jam kerja dan mematikannya 30 menit sebelum akhir jam kerja. Cara tersebut dapat menghemat biaya energi 260,231,400 rupiah per tahun. Hasil audit energi sistem tata cahaya menunjukkan intensitas daya penerangan sesuai dengan SNI. Meskipun intensitas daya penerangan sudah sesuai SNI namun kuat pencahayaan yang dihasilkan belum sesuai standar. Oleh sebab itu, direkomendasikan untuk meretrofit lampu TL 36 watt dengan TL LED 18 watt, lampu TL 18 watt dengan TL LED 9 watt, PLC 14 watt dengan TL LED 9 watt di koridor dan lobi, serta mematikan lampu di lobi saat pencahayaan dari luar mencukupi. Apabila rekomendasi tersebut dijalankan total biaya yang dapat dihemat 128,922,300 rupiah per tahun. Pada analisis kelayakan finansial investasi konservasi energi akan lebih menguntungkan jika menggunakan modal dari kas internal perusahaan. Program konservasi energi tersebut perlu didukung oleh sistem manajemen energi. Alat yang digunakan untuk menganalisis sistem manajemen energi adalah matriks manajemen energi yang terdiri dari enam pilar utama yaitu kebijakan dan sistem, organisasi energi, motivasi, sistem informasi, promosi dan investasi. Berdasarkan hasil analisis manajemen energi pada PT. PHE berada pada level 1. Kata kunci: manajemen konservasi energi, audit energi, efisiensi energi.

(5)

SUMMARY

AJEN MUKAROM. The Study of Electrical Energy Conservation Management for Planning and Controlling at PT. PHE. Supervised by ABDUL KOHAR IRWANTO and ARMANSYAH H TAMBUNAN.

The purpose of this paper is to address the issue of electrical energy consumption through case studies as a sample of buildings on a PT. PHE. This study analyzes energy consumption profile, Energy Consumption Intensity (ECI), electricity quality, building envelope systems, HVAC, lighting systems, energy conservation opportunity and energy conservation management. This study uses energy audit method, ECI analyze, energy conservation opportunity, financial assessment and feasiblity study of energy conservation.

The result of this study indicated that the consumption of electrical energy in PT. PHE tended to decline in 2012. The average of electricity consumption amounted to 446,191 kWh with an average cost each month of 355,288,895 rupiah. ECI values was 12.45 kWh/m2/month, it is quite efficient category. The electricity quality systems generally meet the standard. Except the maximum value of current unbalance and harmonics are higher than standard, that are caused by an unbalance of the load factor at the transformer 2. Both of the energy audit on the overall transfer thermal value 29.45 kWh/m2 and HVAC systems are accordance with the Indonesian National Standard. But energy efficiency still can be upgraded simply by turning on the air conditioning or chiller mechine 1 hour before work and turn off 30 minutes before the end of working hours. The estimate cost saving of this implementation is 260,231,400 rupiah. Energy audit of lighting systems shows the power intensity of lighting which still meet with standards. However, the intensity of illumination is lower than standard. Therefore, the recommendation to retrofitting TL 36 watt with 18 watt tube LED, TL 18 watt with LED 9 watt tube, PLC 14 watt with 9 watt LED, turning off the lights in the lobby when outside lighting is sufficient. If the recommendations are implemented, it will save an amounted cost 128,922,300 rupiah per year. In order towards profitable energy conservation investment, it is recommended to invest with internal corporate capital. this energy conservation program must be supported by energy management systems. The tools utilized to analyzed energy management model is a matrix of energy management. It has six main pillars consisting of policy and system, organization of energy, motivation, information systems, and investment promotion. Based on the results of research, the status of implementation of SME in PT . PHE is at level 1 .

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Manajemen

KAJIAN TERHADAP MANAJEMEN KONSERVASI ENERGI

LISTRIK UNTUK PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN

PADA GEDUNG PERKANTORAN PT. PHE

AJEN MUKAROM

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(8)
(9)

Judul Tesis : Kajian terhadap Manajemen Konservasi Energi Listrik untuk Perencanaan dan Pengendalian pada Gedung Perkantoran PT. PHE

Nama : Ajen Mukarom

NIM : H251100161

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

ttd. ttd.

Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, MSc Ketua

Prof Dr Armansyah H Tambunan, MSc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Manajemen

ttd.

Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

ttd.

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(10)

Nama : Ajen Mukarom

NIM : H251100161

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, MSc Prof Dr Armansyah H Tambunan, MSc

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Manajemen

Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, MSc

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam ini ialah Kajian terhadap Manajemen Konservasi Energi Listrik untuk Perencanaan dan Pengendalian pada Gedung Perkantoran PT. PHE.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Abdul Kohar Irwanto dan Bapak Prof Armansyah H Tambunan selaku pembimbing, serta PT Energi Manajemen Indonesia dan PT. PHE yang telah memberi kesempatan dan pembelajaran dalam proses penelitian ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ruby Dharmapala, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada istriku tercinta Diah Kusumayanti, ayah, ibu, kakak, adik serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2013

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah Penelitian 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 3

Ruang Lingkup Penelitian 3

2 TINJAUAN PUSTAKA 4

Manajemen Konservasi Energi Listrik 4

Audit Energi 6

Audit Energi Pendahuluan 7 Audit Energi Rinci 7 Parameter Audit Energi 8 Audit Energi Selubung Bangunan 11 Audit Energi Sistem Tata Udara 12 Audit Energi Sistem Tata Cahaya 14 Tarif Dasar Listrik 15

Studi Kelayakan Program Konservasi Energi 16

Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu 17

Alur Pikir Studi 18

3 METODE 21 Waktu dan Lokasi Penelitian 21 Jenis dan Sumber Data 21 Metode Pengumpulan Data 21 Prosedur Audit Energi 22

Pengolahan dan Analisis Data 23

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 26 Profil Perusahaan 26 Sistem Kelistrikan 26 Konsumsi dan Biaya Energi Listrik 27

Intensitas Konsumsi Energi 29

Profil Beban Listrik Harian 30

Kualitas Kelistrikan 31

Konservasi Energi pada Selubung Bangunan 36

Analisis Sistem Tata Udara 39

Peluang Konservasi Energi Sistem Tata Udara 42

Analisis Sistem Tata Cahaya 44

Peluang Konservasi Energi Sistem Tata Cahaya 47

Analisis Kelayakan Finansial 50

Sistem Manajemen Energi 55

(13)

6 SIMPULAN DAN SARAN 61 Simpulan 61 Saran 61 DAFTAR PUSTAKA 63 LAMPIRAN 65 RIWAYAT HIDUP 72

(14)

DAFTAR TABEL

1 Potensi penghematan energi pada bangunan gedung 6

2 Kriteria IKE bangunan gedung tidak ber-AC 8

3 Kriteria IKE bangunan gedung ber-AC 9

4 Tingkat pencahayaan lingkungan kerja 14

5 Daya listrik maksimum untuk pencahayaan di gedung kantor menurut SNI

6197 tahun 2011 15

6 Tingkat pencahayaan rata-rata, rederensi dan temperatur warna yang

direkomendasikan untuk gedung kantor menurut SNI 6197 tahun 2011 15

7 Tarif dasar listrik untuk keperluan bisnis berlaku Juli - September 2013 16

8 Kajian penelitian terdahulu 18

9 Konsumsi dan biaya listrik di gedung PT. PHE tahun 2012 27

10 Nilai arus dan ketidakseimbangan arus 35

11 Nilai harmonisa arus 35

12 Nilai harmonisa tegangan 36

13 Nilai window to wall ratio (WWR) 38

14 Perhitungan nilai OTTV gedung PT. PHE 38

15 Performansi peralatan AC gedung PT. PHE 42

16 Peluang konservasi energi sistem tata udara dengan menggeser jam nyala

AC atau chiller 1 jam sebelum jam kerja 43

17 Peluang konservasi energi sistem tata udara melalui perubahan jam mati

AC atau chiller 30 menit sebelum jam kerja berakhir 44

18 Peluang konservasi energi sistem tata cahaya melalui retrofit lampu TL 36

watt dengan TL LED 18 watt 48

19 Peluang konservasi energi sistem tata cahaya melalui retrofit lampu TL 18

watt dengan TL LED 9 watt 48

20 Peluang konservasi energi sistem tata cahaya melalui retrofit lampu PLC

14 watt dengan LED 9 watt 49

21 Peluang konservasi energi sistem tata cahaya dengan cara mematikan

lampu di lobby saat pencahayaan dari luar mencukupi 50

22 Nilai sisa investasi konservasi energi listrik di gedung PT. PHE 52

23 Biaya investasi pelaksanaan rekomendasi konservasi energi 52

24 Kelayakan finansial rekomendasi konservasi energi skenario I 53

25 Kelayakan finansial rekomendasi konservasi energi skenario II 54

26 Matriks sistem manajemen energi PT. PHE 58

DAFTAR GAMBAR

1 Potensi penghematan energi 6

2 Alur pikir studi 20

3 Prosedur audit energi 22

4 Single line sistem distribusi listrik gedung PT. PHE 27

5 Trend konsumsi dan biaya energi listrik gedung PT. PHE tahun 2012 29

(15)

7 Profil beban listrik pada trafo 1 30

8 Profil beban listrik pada trafo 2 31

9 Profil cosphi trafo 1 32

10 Profil cosphi trafo 2 32

11 Profil ketidakseimbangan tegangan trafo 1 33

12 Profil ketidakseimbangan tegangan trafo 2 33

13 Profil ketidakseimbangan arus trafo 1 34

14 Profil ketidakseimbangan arus trafo 2 34

15 Kondisi kaca dan shading gedung PT. PHE 37

16 Profil daya listrik peralatan AC gedung PT. PHE 39

17 Kondisi temperatur udara di dalam bangunan gedung PT. PHE 40

18 Kondisi kelembaban udara di dalam bangunan gedung PT PHE 41

19 Sumber pencahayaan alami di gedung PT. PHE 45

20 Kondisi kuat pencahayaan di ruang kerja gedung PT. PHE 46

21 Siklus Sistem Manajemen Energi pada PT. PHE 55

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil pengukuran kenyamanan termis di bangunan gedung PT. PHE 65

2 Daya dan intensitas peralatan AC bangunan gedung PT. PHE 66

3 Intensitas daya penerangan bangunan gedung PT. PHE 66

4 Kuat pencahayaan pada bangunan gedung PT. PHE 67

5 Kelayakan investasi konservasi energi pada PT.PHE dengan skenario I 70

(16)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Listrik merupakan bentuk energi yang memliki peranan strategis sebagai penunjang produktivitas pada sektor pembangunan dan perekonomian. Sehingga penggunaan energi listrik di lingkungan bisnis maupun industri merupakan hal yang mutlak dan tak dapat dihindari. Hal ini disebabkan karena fasilitas industri ataupun bisnis modern, baik untuk kebutuhan administrasi, operasional dan produksi hampir seluruhnya menggunakan peralatan yang memakai energi listrik. Ditinjau dari segi efisiensi, efektifitas maupun optimalisasi proses produksi pemakaian peralatan yang menggunakan energi listrik sangat mendukung penyelenggaraan operasional perusahaan, namun disisi lain harga energi listrik semakin mahal. Sebuah survei menemukan bahwa sebelum krisis ekonomi pada tahun 1997, komponen biaya energi dalam operasional perusahaan hanya 10 persen dari total biaya rutin, tetapi sekarang biaya tersebut naik hingga 30 persen (Elyza 2005). Kondisi ini mengharuskan setiap perusahaan termasuk di PT PHE berupaya mengurangi biaya energi listrik dengan cara melakukan efisiensi energi.

Selain menekan biaya penggunaan energi, efisiensi energi dapat memberikan solusi yang sangat menguntungkan untuk upaya peningkatan kenyamanan. Ketika suatu perusahaan menghemat biaya energi dalam periode tertentu, akan tersedia dana yang dapat dikonversi untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan lainnya, serta secara otomatis akan mampu meningkatkan daya saing perusahaan (Elyza 2005).

Sebagai perusahaan yang bergerak pada bidang gas dan minyak bumi dengan kegiatan bisnis energi-intensif, PT.PHE memiliki tekad untuk mewujudkan kantor dengan predikat “green office”. Inisiatif tersebut dilakukan dalam rangka untuk memperoleh peringkat emas Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) tahun 2013. PROPER menjadi target Pertamina sebagai bagian dari menyeimbangkan kegiatan usaha di bidang ekonomi, sosial dan lingkungan. Salah satu kriteria penilaian PROPER adalah aspek efisiensi energi termasuk efesiensi dalam penggunaan energi listrik. Indikator yang sering digunakan dalam mengukur efisiensi energi listrik yaitu Intensitas Konsumsi Energi (IKE).

Nilai IKE listrik pada bangunan gedung PT. PHE pada tahun 2012 menunjukkan nilai rata-rata 12.45 kWh/m2/bulan. Sementara batas kisaran nilai efisien 7.93 – 12.08 kWh/m2/bulan. PT PHE dalam rangka memenuhi kriteria PROPER tersebut perlu melakukan langkah-langkah evaluasi dan perencanaan efisiensi penggunaan energi pada bangunan gedung PT PHE. Salah satu langkah evaluasi terhadap efisiensi energi listrik adalah melalui audit energi.

Elyza (2005) menuturkan untuk menghasilkan program efisiensi energi yang sukses, audit energi mutlak dilaksanakan. Proses audit energi juga merupakan langkah awal dalam mengidentifikasi data-data penggunaan energi yang dapat digunakan sebagai acuan dalam program efisiensi energi. Dengan demikian, hasil audit akan memberikan informasi mengenai langkah-langkah untuk menjalankan program efisiensi energi. Proses ini juga menjadi dasar dari

(17)

penentuan target efisiensi yang akan menjadi acuan dalam penyusunan rencana aksi berupa rekomendasi penghematan energi.

Pada tugas akhir ini, penulis melakukan Kajian terhadap Manajemen Konservasi Energi Listrik untuk Perencanaan dan Pengendalian pada Gedung Perkantoran PT PHE. Melalui penelitian ini diharapkan dapat diperoleh hasil-hasil audit energi.

Perumusan Masalah Penelitian

PT. PHE memegang teguh prinsip keberlanjutan dan green business dalam praktik perusahaan. Salah satu implementasi kebijakan tersebut adalah efisiensi energi. Disamping itu, efisiensi energi juga menjadi sebuah keharusan bagi PT. PHE dalam rangka memenuhi syarat penilaian PROPER tahun 2013. Efisiensi energi yang dimaksud salah satunya ialah efisiensi energi listrik.

Hasil audit pendahuluan menunjukkan nilai IKE pada gedung perkantoran PT. PHE rata-rata 12.45 kWh/m2/bulan. Nilai IKE tersebut termasuk kategori cukup efisien. Sementara batas kisaran nilai efisien 7.93 – 12.08 kWh/m2/bulan. Apabila PT. PHE ingin mewujudkan efisiensi energi, maka perlu melakukan langkah - langkah evaluasi dan perencanaan dengan baik. Evaluasi dan perencanaan efisiensi energi dapat diketahui melalui audit energi. Sehingga dengan hasil audit tersebut perusahaan dapat melakukan tindakan koreksi pengelolaan energi berdasarkan rekomendasi hasil audit energi. Berdasarkan pemaparan tersebut dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.

1 Bagaimanakah gambaran konsumsi energi listrik, Intensitas Konsumsi Energi, dan profil beban energi listrik di gedung perkantoran PT. PHE?

2 Bagaimanakah kualitas sistem kelistrikan di gedung perkantoran PT. PHE? 3 Bagaimanakah dengan manajemen konservasi energi pada sistem selubung

bangunan gedung perkantoran PT. PHE?

4 Bagaimanakah dengan manajemen konservasi energi sistem tata udara dan tata cahaya pada gedung perkantoran PT. PHE?

5 Bagaimanakah rekomendasi langkah-langkah konservasi energi pada gedung perkantoran PT. PHE?

Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1 Menganalisis gambaran konsumsi energi listrik, Intensitas Konsumsi Energi, dan profil beban energi listrik di gedung perkantoran PT. PHE

2 Menganalisis kualitas sistem kelistrikan di gedung perkantoran PT. PHE 3 Menganalisis manajemen konservasi energi pada sistem selubung bangunan

gedung perkantoran PT. PHE

4 Menganalisis manajemen konservasi energi sistem tata udara dan tata cahaya pada gedung perkantoran PT. PHE

5 Merekomendasikan langkah-langkah konservasi energi pada gedung perkantoran PT. PHE

(18)

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:

1 Pertimbangan manajerial dalam melakukan konservasi energi listrik sehingga penggunaan energi bisa lebih efisien tanpa mengorbankan kenyamanan para penggunanya.

2 Bahan informasi sebagai bahan pertimbangan, perbandingan, dan bacaan bagi peneliti lain yang ingin mengkaji masalah konservasi energi.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian yang dilakukan meliputi audit energi terhadap kualitas sistem kelistrikan, sistem selubung bangunan, tata udara dan tata cahaya. Data pengukuran mengacu pada proses pengukuran yang dilakukan sesuai waktu yang telah ditentukan.

Pelaksanaan audit energi berpedoman pada Standar Nasional Indonesia tahun 2011 tentang prosedur audit energi pada bangunan gedung, sistem selubung bangunan, konservasi energi sistem tata udara, dan konservasi energi sistem pencahayaan. Biaya energi listrik dihitung berdasarkan standar perhitungan tarif PLN.

(19)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Manajemen Konservasi Energi Listrik

Program manajemen energi adalah program terencana yang bertujuan untuk mengurangi anggaran biaya pengeluaran energi pada suatu instansi atau perusahaan. Awal mula manajemen energi adalah dengan menyelaraskan strategi perusahaan dengan penerapan manajemen energi, dengan demikian seluruh karyawan akan dapat berkomitmen terhadap penghematan energi di suatu instansi atau perusahaan (Rizkani dkk 2012).

Undang-Undang Energi No.30 tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah Nomor 70 tahun 2009 tentang konservasi energi menjabarkan konservasi energi adalah sebagai upaya sistematis, terencana, dan terpadu guna melestarikan sumberdaya energi dalam negeri serta meningkatkan efisiensi pemanfaatannya. Konservasi energi tidak selalu diartikan penggunaan energi yang sesedikit mungkin, tapi merupakan pengeluaran biaya untuk konsumsi energi yang serendah mungkin (Nugroho Hanan 2005). Konservasi energi juga dapat didefinisikan sebagai penggunaan energi, sumber energi dan sumber daya energi secara efisien dan rasional tanpa mengurangi penggunaan energi yang memang benar-benar diperlukan dan tidak menurunkan fungsi energi itu sendiri secara teknis namun memiliki tingkat ekonomi yang serendah-rendahnya dapat diterima oleh masyarakat serta tidak pula mengganggu lingkungan. Sehingga konservasi energi listrik adalah penggunaan energi listrik secara efisiensi tinggi melalui langkah-langkah penurunan berbagai kehilangan energi listrik pada semua taraf pengelolaan, mulai dari pembangkitan, transmisi, sampai dengan pemanfaatan.

Akhadi (2009) mengungkapkan bahwa gerakan konservasi berawal dari munculnya gerakan lingkungan hidup yang bertujuan menyelamatkan lingkungan dari kerusakan yang diakibatkan oleh kegiatan industri dan pembangunan. Gerakan tersebut dalam perkembangan selanjutnya dikenal sebagai gerakan konservasi. Konservasi muncul sebagai suatu falsafah yang berpola fikir baik dan telah menjadi suatu gerakan terencana selama beberapa tahun di abad ke-19 dan awal abad ke-20. Landasan pemikiran dalam konservasi energi adalah pemanfaatan sumber-sumber daya energi dengan efisiensi yang lebih tinggi, dengan menggunakan cara-cara yang layak dari sudut teknis, ekonomis, tidak mengganggu lingkungan dan dapat diterima oleh masyarakat. Konservasi energi mencakup semua langkah yang dapat ditempuh untuk menurunkan tingkat kehilangan energi pada semua tingkat pengelolaan.

Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (2011) menyebutkan bahwa masalah pemborosan energi di Indonesia sekitar 80 persen disebabkan oleh faktor manusia dan 20 persen disebabkan oleh faktor teknis. Penyebab pemborosan energi tersebut dapat diatasi dengan efisiensi energi. Pada kalangan masyarakat luas, efisiensi energi diartikan sebagai kegiatan penghematan energi. Keberhasilan program penghematan energi sangat dipengaruhi oleh perilaku, kebiasaan, kedisplinan dan kesadaran hemat energi. Efisiensi energi juga dapat dilakukan melalui cara lain diantaranya dengan melakukan perawatan dan perbaikan peralatan yang mengkonsumsi energi, menggunakan teknologi yang menerapkan efisiensi energi, mengaplikasikan teknologi proses yang hemat energi dan lain-lain.

(20)

Seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat serta bertambahnya gedung-gedung di Indonesia, penerapan efisiensi energi di gedung-gedung yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia menjadi hal yang sangat penting. Pada umumnya gedung di negara tropis seperti Indonesia paling banyak menggunakan energi untuk sistem tata udara (45-70 persen), sistem tata cahaya (10-20 persen), lift dan eskalator (2-7 persen) serta alat-alat kantor dan elektronik (2-10 persen). Gedung yang boros energi bukan hanya menyebabkan biaya operasional menjadi tinggi namun juga menghasilkan emisi gas rumah kaca yang dapat merusak lingkungan. Tipe-tipe gedung yang masih boros energi meliputi perkantoran, gedung pemerintah, pusat perbelanjaan, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan dan perhotelan.

Beberapa langkah utama untuk meningkatkan efisiensi energi di gedung diantaranya melalui peningkatan performa gedung. Langkah ini dapat difokuskan pada perbaikan sistem, operasional dan pemeliharaan gedung. Secara teknis untuk dapat mengetahui langkah perbaikan performa sebuah gedung perlu dilakukan audit energi. Ruang lingkup audit energi meliputi identifikasi dan analisis secara keseluruhan terhadap masalah-masalah efisiensi energi pada gedung seperti sistem operasional Heating, Ventilating, and Air Conditioning (HVAC), tingkat kenyamanan dan pemeliharan gedung. Langkah-langkah yang biasa diterapkan adalah retrofitting pada bangunan gedung, upgrade teknologi peralatan dan pembiasaan perilaku hemat energi bagi para penghuni gedung.

a. Retrofitting merupakan proses merombak ulang atau sebagian dari sebuah gedung guna meningkatkan performanya. Proses ini meliputi analisa kondisi gedung pada saat ini dan implementasi solusi-solusi yang memungkinkan gedung dapat beroperasi secara maksimal. Proses retrofitting meliputi pendekatan terintegrasi dari beberapa ilmu yang berbeda seperti arsitektur, desain interior, mekanikal elektrikal, teknik bangunan, dan keahlian lainnya. Dari segi arsitektur, gedung dapat dirombak agar lebih efisien misalnya dalam pemanfaatan cahaya alami. Penempatan dinding yang strategis, langit-langit yang ditinggikan serta jendela yang diperbanyak dapat membantu mengoptimalkan cahaya alami di dalam ruangan. Dari segi mekanikal dan elektrikal, teknologi seperti sensor okupansi dan stabilisasi voltase pada gedung dapat membantu mengurangi konsumsi energi.

b. Upgrade teknologi dengan yang lebih hemat energi pada gedung yang sudah ada dapat menghemat lebih dari 10 persen biaya energi. Dengan memilih peralatan yang lebih efisien, tagihan energi listrik pada suatu gedung dapat ditekan. Oleh karenanya peralatan yang digunakan hendaknya sesuai standar yang ditetapkan pemerintah. Contoh kegiatan upgrade teknologi pada bangunan gedung misalnya upgrade teknologi sistem tata cahaya. Untuk menghemat energi dan biaya pada sistem tata cahaya dapat digunakan lampu efisien energi dengan performa tinggi seperti light emitting diode (LED). c. Perilaku hemat energi yang dapat dilakukan para penghuni gedung misalnya

mengubah pengaturan komputer untuk selalu berada dalam kondisi standby

mode saat tidak digunakan, mencabut kabel listrik dari stop kontak saat

peralatan tidak digunakan atau menggunakan smart power strip untuk seluruh peralatan elektronik. Selain itu, pelatihan mengenai cara hemat energi bagi para karyawan dapat menjadi salah satu kegiatan dalam program manajemen energi.

(21)

Langkah-langkah diatas meskipun tergolong sebagai investasi biaya rendah, namun dapat memberikan potensi keuntungan berupa pengurangan biaya energi listrik (Tabel 1).

Tabel 1 Potensi penghematan energi pada bangunan gedung

Investasi Langkah-Langkah yang dapat dilakukan Potensi

Penghematan

Tanpa Biaya/Biaya Rendah

 Perubahan perilaku hemat energi

Mengurangi load gedung dengan “on-off

scheduling”

 Meningkatkan performa melalui kalibrasi dan

re-commissioning peralatan, tune up unit AC, cooling tower dan pompa air.

7% - 11%

Biaya Sedang

 Mengganti peralatan agar lebih hemat energi,

misalnya seluruh lampu di gedung  Building Automation Sistem (BAS)

Memperbaiki kualitas power (capacitor

bank, phase liner, harmonization).

15% - 25%

Biaya Tinggi

 Mengganti seluruh peralatan utama agar

lebih hemat energi

 Menggunakan sistem kogenerasi

Perhitungan kenyamanan termal overall

thermal transfer value (OTTV).

25% - 35%

Sumber: Kementerian ESDM (2011)

Menurut Kementerian ESDM (2011) kegiatan efisiensi energi listrik pada bangunan gedung dapat difokuskan pada sistem Air Conditioning (AC), house

keeping, utilitas, dan sistem penerangan. Potensi penghematan dari

masing-masing sistem disajikan pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1 Potensi penghematan energi

Audit Energi

Audit energi adalah cara yang dipakai untuk memeriksa dan menghitung besarnya konsumsi energi suatu sistem untuk melakukan kerja. BSN (2000) mendefinisikan audit energi sebagai teknik yang dipakai untuk menghitung besarnya konsumsi energi pada bangunan gedung dan mengenali cara-cara untuk penghematannya. Selain itu definisi audit energi lainnya yaitu:

1 Kegiatan menyusun data pemakaian energi pada sistem tertentu secara sistematis untuk mengidentifikasi titik-titik kerugian energi dan mencari peluang penghematan energi yang signifikan.

(22)

2 Identifikasi penggunaan energi pada proses dan atau operasi peralatan atau teknologi tertentu dengan fokus pada operasi yang tidak efisien.

3 Upaya pengamatan secara sistematis terhadap suatu sistem untuk mendapatkan atau mengidentifikasi peluang penghematan energi.

Jadi audit energi dapat disimpulkan sebagai suatu tindakan untuk mendapatkan potret atau profil penggunaan energi dari hasil kompilasi data energi yang terkumpul dan teranalisis pada suatu sistem, guna memberikan gambaran untuk merencanakan tindakan manajemen konservasi dalam menyelesaikan masalah energi (Siswoyo dan Zulkarnaen 2009). Berdasarkan tahapannya audit energi terdiri dari audit energi pendahuluan dan audit energi rinci.

Audit Energi Pendahuluan

Audit energi pendahuluan merupakan pengumpulan data awal, tidak menggunakan instrumentasi yang canggih dan hanya menggunakan data yang tersedia. Dengan kata lain audit energi awal merupakan pengumpulan data di mana, bagaimana, berapa, dan jenis energi apa yang dipergunakan oleh suatu fasilitas. Data ini diperoleh dari catatan penggunaan energi tahun atau bulan sebelumnya pada bangunan dan keseluruhan sistem kelengkapannya. Audit energi awal terdiri dari tiga tahap pelaksanaan yaitu:

1 Melakukan identifikasi berapa jumlah dan biaya energi menurut jenis energi yang dipergunakan oleh bangunan dan kelengkapannya.

2 Melakukan identifikasi konsumsi energi per bagian/sistem dari bangunan dan kelengkapannya.

3 Mengoreksi masukan energi dan keluaran produksi atau biasa disebut dengan instensitas energi.

Hasil dari audit energi awal berupa langkah-langkah „housekeeping’ tanpa biaya atau dengan biaya rendah, dan daftar sumber-sumber pemborosan energi yang nyata. Audit energi memberikan identifikasi tentang perlunya dilakukan audit energi rinci serta ruang lingkupnya.

Audit Energi Rinci

Audit energi rinci merupakan survey dengan memakai instrumen untuk menyelidiki peralatan-peralatan pemakai energi, yang selanjutnya diteruskan dengan analisa secara rinci terhadap masing masing komponen, peralatan, grup -grup komponen yang melengkapi bangunan guna mengidentifikasi jumlah energi yang dikonsumsi oleh peralatan, komponen, bagian-bagian tertentu dari bangunan, sehingga pada akhirnya dapat disusun aliran energi keseluruhan bangunan.

Prosedur audit energi rinci dapat dibagi kedalam delapan langkah utama sebagai berikut:

1 Perencanaan yaitu merencanakan audit secara teliti, mengidentifikasi bagian-bagian atau peralatan-peralatan utama pengguna energi dan merencanakan pemakaian waktu yang tersedia secara efisien bagi tim audit.

2 Pengumpulan data dasar yaitu mengumpulkan data dasar yang tersedia, meliputi penggunaan energi dan kegiatan produksi dan jadwal penggunaan gedung.

(23)

3 Data pengujian peralatan yaitu melakukan pengujian operasi dan mendapatkan data baru pada kondisi operasi yang sebenarnya.

4 Analisa data yaitu menganalisa data yang telah dikumpulkan, termasuk menggambarkan grafik energi spesifik, menghitung efisiensi peralatan dan membuat sistem balance dan electricity balance.

5 Rekomendasi tanpa biaya/dengan biaya rendah yaitu mengidentifikasi cara-cara operasi, pemeliharaan dan housekeeping yang akan menghilangkan pemborosan energi atau memperbaik efisiensi.

6 Investasi modal yaitu mengidentifikasi peluang penghematan energi yang memerlukan investasi.

7 Rencana pelaksanaan yaitu menggambarkan dengan jelas rencana pelaksanaan yang memuat semua langkah yang diperlukan oleh perusahaan untuk menerapkan rekomendasi.

8 Laporan yaitu menyusun laporan untuk manajemen, menyimpulkan temuan hasil audit, rekomendasi yang dibuat dan rencana pelaksanaan/implementasi.

Parameter Audit Energi Intensitas Konsumsi Energi

IKE listrik merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan besarnya pemakaian energi dalam bangunan gedung per meter persegi per bulan atau per tahun. Nilai IKE ini penting untuk dijadikan tolak ukur dalam menghitung potensi penghematan energi yang mungkin diterapkan di tiap ruangan atau seluruh area bangunan. Melalui perbandingan nilai IKE bangunan gedung dengan standar bisa diketahui tingkat efisiensi sebuah ruangan atau keseluruhan gedung dalam proses konservasi energi. Persamaan yang digunakan untuk menghitung IKE sebagai berikut.

IKE (kWh/m2) = Total konsumsi energi listrik ……….(1)

Luas area

Menurut Pedoman Pelaksanaan Konservasi Energi dan Pengawasannya di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional yang diacu dari Standar Nasional Indonesia (SNI), nilai IKE dari suatu bangunan gedung digolongkan dalam dua kriteria, yaitu untuk bangunan ber–AC (Tabel 2) dan bangunan tidak ber-AC (Tabel 3).

Tabel 2 Kriteria IKE bangunan gedung tidak ber-AC

Kriteria Keterangan

Efisien (0,84 – 1,67)

kWh/m2/bulan

a) Pengelolaan gedung dan peralatan energi dilakukan dengan prinsip konservasi energi listrik

b) Pemeliharaan peralatan energi dilakukan sesuai dengan prosedur c) Efisiensi penggunaan energi masih mungkin ditingkatkan melalui

penerapan sistem manajemen energi terpadu Cukup Efisien

(1,67 – 2,5)

kWh/m2/bulan

a) Penggunaan energi cukup efisien namun masih memiliki peluang konservasi energi

b) Perbaikan efisiensi melalui pemeliharaan bangunan dan peralatan energi masih dimungkinkan

Boros (2,5 – 3,34)

kWh/m2/bulan

a) Audit energi perlu dilakukan untukmenentukan langkah-langkah pernbaikan sehingga pemborosan energi dapat dihindari

b) Desain bangunan maupun pemeliharaan dan pengoperasian gedung belum mempertimbangkan konservasi energi

(24)

Lanjutan Tabel 2

Kriteria Keterangan

Sangat Boros (3,34 – 4,17)

kWh/m2/bulan

a) Instalasi peralatan, desain pengoperasian, dan pemeliharaan tidak mengacu pada penghematan energi

b) Agar dilakukan peninjauan ulang atas semua instalasi /peralatan energi serta penerapan manajemen energi dalam pengelolaan bangunan

c) Audit energi adalah langkah awal yang perlu dilakukan

Kriteria IKE bangunan gedung ber-AC disajikan pada Tabel 3 berikut ini. Tabel 3 Kriteria IKE bangunan gedung ber-AC

Kriteria Keterangan

Sangat Efisien (4,17 – 7,92)

kWh/m2/bulan

a) Desain gedung sesuai standar tata cara perencanaan teknis konservasi energi

b) Pengoperasian peralatan energi dilakukan dengan prinsip-prinsip manajemen energi

Efisien (7,93 – 12,08)

kWh/m2/bulan

a) Pemeliharaan gedung dan peralatan energi dilakukan sesuai prosedur

b) Efisiensi energi masih mungkin ditingkatkan melalui penerapan sistem manajemen energi terpadu

Cukup Efisien (12,08 – 14,58)

kWh/m2/bulan

a) Penggunaan energi cukup efisien melalui pemeliharaan bangunan dan peralatan energi masih memungkinkan

b) Pengoperasian dan pemeliharaan gedung belum

mempertimbangkan prinsip konservasi energi Agak Boros

(14,58 – 19,17)

kWh/m2/bulan

a) Audit energi perlu dipertimbangkan untuk menentukan perbaikan efisiensi yang mungkin dilakukan

b) Desain bangunan maupun pemeliharaan dan pengoperasian gedung belum mempertimbangkan konservasi energi

Bila IKE hasil perhitungan telah dibandingkan dengan IKE standar ternyata hasilnya sama atau kurang dari target IKE, maka kegiatan audit energi selanjutnya dapat dihentikan atau diteruskan dengan harapan diperoleh nilai IKE yang lebih rendah lagi. Sedangkan audit energi rinci dapat dilakukan bilamana nilai IKE yang diperoleh lebih besar dari target nilai IKE standar seperti yang dicantumkan di atas (Mukhlis 2011).

Profil Beban Listrik Harian

Pengukuran profil beban listrik harian bertujuan untuk mengetahui pola penggunaan dan pengoperasian peralatan yang menggunakan energi listrik pada perusahaan. Profil beban listrik gedung diperoleh melalui pengukuran langsung dengan menggunakan alat ukur Electrical Power Analyzer, pada panel utama gedung yang diikuti dengan load survey di tiap-tiap MCB pada panel subdistribusi dengan menggunakan Clamp on Meter. Profil beban listrik harian disajikan dalam bentuk kurva beban yang menunjukkan hubungan antara pemakaian listrik dengan waktu. Dengan adanya kurva beban akan terlihat seberapa besar penggunaan listrik setiap waktunya.

Kualitas Kelistrikan

a. Faktor Daya (Cosphi)

Nilai faktor daya didefinisikan sebagai perbandingan daya nyata dengan daya semu. Daya reaktif akan dikirim dari sumber beban, walaupun tidak akan didata pada alat ukur energi seperti layaknya daya aktif. Magnitude dari daya reaktif ini meningkat seiring dengan menurunnya faktor daya. Adanya energi

(25)

yang terbuang karena adanya daya reaktif ini menyebabkan beberapa penyuplai listrik memberikan penalti berupa denda kepada konsumen yang memiliki faktor daya rendah. Selain itu, keadaan ini akan meningkatkan rugi-rugi pada jaringan listrik karena meningkatnya arus yang dikirimkan. Oleh karena itu penghematan energi yang cukup signifikan dapat dilakukan dengan meningkatkan faktor daya. Peningkatan faktor daya dapat dilakukan dengan pemasangan kapasitor paralel pada sisi beban.

Di Indonesia nilai faktor daya (cosphi) yang diijinkan oleh PLN agar tidak terjadi denda KVAr di atas 85 persen. Nilai cosphi tersebut ditetapkan karena penyedia listrik harus mengirimkan daya kompleks (kVA) yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan energi listrik atau daya aktif yang tetap apabila faktor daya buruk.

b. Arus Listrik

Arus listrik merupakan gerakan kelompok partikel bermuatan listrik dalam arah tertentu. Besaran ini mempunyai satuan Ampere. Alat yang digunakan untuk mengukur arus listrik adalah Amperemeter.

Nilai ketidakseimbangan arus merupakan salah satu parameter yang diukur untuk mengetahui kualitas sistem kelistrikan. Nilai ketidakseimbangan arus tidak boleh melebihi 20 persen. karena jika nilai ketidakseimbangan arus melebihi nilai standar akan mengakibatkan Transformator Harmonic Derating

Factor (THDF) menjadi tinggi, timbul arus netral, dan isolasi menjadi panas

serta akan mempengaruhi kinerja trafo distribusi. c. Tegangan Listrik

Tegangan listrik adalah beda potensial antara dua penghantar yang bermuatan listrik. Besaran ini mempunyai satuan Volt. Alat yang digunakan untuk mengukur tegangan adalah voltmeter.

Tegangan listrik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tegangan fasa-netral dan fasa-fasa. Tegangan fasa-netral adalah beda tegangan antara fasa dengan netral, yaitu R-N, S-N dan T-N. sedangkan, tegangan fasa-fasa adala beda potensial antara fasa yang satu dengan yang lain, yaiut R-S, R-T dan S-T. standar untuk tegangan fasa-netral yaitu 220 V.

Nilai tegangan listrik merupakan hal penting dalam sistem kelistrikan karena bilai nilai ketidakseimbangan tegangan diatas nilai standar maka kinerja motor-motor listrik menjadi turun serta akan cepat mengalami kerusakan. Nilai ketidakseimbangan tegangan tidak boleh melebihi 3 persen. Ketidakseimbangan tegangan yang tinggi akan menimbulkan arus tidakseimbang yang menyebabkan motor menjadi panas.

d. Frekuensi

Frekuensi listrik adalah jumlah siklus arus bolak-balik per detik. Beberapa negara termasuk Indonesia menggunakan frekuensi listrik standar sebesar 50 Hz. Salah satu parameter kualitas sumber listrik yang baik adalah mempunyai frekuensi yang konstan. Ferkuensi dapat berubah-ubah, seperti halnya tegangan. (Rao Cen 1990).

e. Distrorsi Harmonik

Harmonisa merupakan gangguan yang terjadi pada sistem distribusi tenaga listrik akibat terjadinya distorsi gelombang arus dan tegangan. Pada dasarnya, harmonik adalah gejala pembentukan gelombang-gelombang dengan frekuensi berbeda yang merupakan perkalian bilangan bulat dengan frekuensi dasarnya

(26)

(Surya 2010). Hal ini disebut frekuensi harmonik yang timbul pada bentuk gelombang aslinya sedangkan bilangan bulat pengali frekuensi dasar disebut angka urutan harmonik.

Harmonisa tegangan dan arus adalah komponen-komponen gelombang sinus dengan frekuensi dan amplitudo yang lebih kecil dari gelombang asalnya.

Institute of Electrical and Electronics Engineers (IEEE) 159 menetapkan

THDV dan THDI minimum 15 persen. Tingkat harmonisa yang melewati standar dapat menyebabkan terjadinya peningkatan panas pada peralatan. Bahkan pada kondisi terburuk dapat terjadi gangguan bahkan kerusakan permanen pada beberapa peralatan elektronik yang sensitif termasuk komputer. Selain itu juga dapat menyebabkan berkurangnya umur peralatan.

Audit Energi Selubung Bangunan

Komponen pemakaian energi terbesar dalam suatu bangunan gedung adalah sistem pendingin. Air conditioning mencapai 50 – 70 persen dari seluruh energi listrik yang digunakan. Oleh karena itu sasaran dari penghematan energi dalam bangunan gedung seharusnya ditujukan pada optimasi sistem tata udara. Efisiensi sistem tata udara dapat dilakukan antara lain dengan cara memperkecil beban pendinginan serta pemilihan sistem kontrol tata udara yang tepat.

Beban pendinginan dari suatu bangunan gedung yang dikondisikan terdiri dari beban internal yaitu yang ditimbulkan oleh lampu, penghuni serta peralatan lain yang menimbulkan panas, dan beban eksternal yaitu panas yang masuk dalam bangunan akibat radiasi matahari dan konduksi melalui selubung bangunan. Untuk membatasi beban eksternal, selubung bangunan dan bidang atap merupakan elemen penting yang harus diperhitungkan dalam penggunaan energi (Loekita 2006). Karena fungsinya sebagai selubung eksternal itulah maka kriteria-kriteria konservasi energi perlu dipertimbangkan dalam proses desain suatu bangunan khususnya yang menyangkut perancangan bidang-bidang ekterior dalam hubungannya dengan penampilan tampak bangunan.

Untuk mengurangi beban eksternal Badan Standarisasi Nasional Indonesia menentukan kriteria desain selubung bangunan yang dinyatakan dalam Harga Alih Termal Menyeluruh (Overall Thermal Transfer Value, OTTV) yaitu OTTV ≤ 45 Watt/m2. Ketentuan ini berlaku untuk bangunan gedung yang dikondisikan dan dimaksudkan untuk memperoleh desain selubung bangunan yang dapat mengurangi beban eksternal sehingga menurunkan beban pendinginan. Perancangan selubung bangunan yang optimal dapat menghasilkan penggunaan energi yang efisien tanpa harus mengurangi dan mengubah fungsi bangunan, kenyamanan dan produktivitas kerja penghuni, serta mempertimbangkan aspek biaya.

Konsep OTTV mencakup tiga elemen dasar perpindahan panas melalui selubung luar bangunan yaitu: konduksi panas melalui dinding tidak tembus cahaya, radiasi matahari melalui kaca, dan konduksi panas melalui kaca. Nilai perpindahan termal menyeluruh (OTTV) untuk setiap bidang dinding luar bangunan gedung dengan orientasi tertentu dapat dihitung melalui persamaan:

(27)

OTTVi = α [Uw x (1-WWR)] x TDek+(SC x WWR x SF)+(Uf x WWR x ΔT)…(2) dimana:

OTTVi = nilai perpindahan panas termal menyeluruh pada dinding luar yang memiliki arah atau

orientasi tertentu (Watt/m2)

α = absorbtansi radiasi matahari

Uw = transmitansi termal dinding tak tembus cahaya (Watt/m2.oK) WWR = perbandingan luas jendela dengan luas seluruh dinding luar pada

orientasi yang ditentukan

TDek = beda temperatur ekivalen (oK)

SC = koefisien peneduh dari sistem fenestrasi SF = faktor radiasi matahari (Watt/m2)

Uf = transmitansi termal fenestrasi (Watt/m2.oK)

ΔT = beda temperatur perencanaan antara bagian luar dan bagian dalam (diambil 5oK).

Untuk mengitung OTTV seluruh dinding luar, hasil perhitungan OTTV pada semua bidang luar dijumlahkan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

……….. (3)

dimana:

Aoi = luas dinding pada bagian dinding luar i (m2). Luas ini termasuk semua permukaan dinding tak tembus cahaya dan luas permukaan jendela yang terdapat pada bagian dinding tersebut.

OTTVi =nilai perpindahan termal menyeluruh pada bagian dinding luar i sebagai hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan (1)

Audit Energi Sistem Tata Udara

Sistem tata udara adalah suatu proses mengolah udara untuk mengendalikan temperatur ruangan, kelembaban relatif, kualitas udara, dan penyegarannya untuk menjaga persyaratan kenyamanan bagi penghuni ruangan. jika seseorang berada di dalam suatu ruangan tertutup untuk jangka waktu yang lama, maka pada suatu ketika akan merasa kurang nyaman, begitu juga ketika berada pada ruang terbuka pada siang hari dengan sinar matahari mengenai tubuh akan terasa kurang nyaman. Hal ini diakibatkan dua hal utama yakni temperatur dan kelembaban udara tersebut tidak sesuai dengan yang dibutuhkan oleh tubuh.

Kondisi suhu dan kelembaban dalam suatu ruangan sangat mempengaruhi kenyamanan penghuni yang berada di ruangan tersebut. Rasa nyaman dapat diperoleh apabila suhu ruangan berkisar antara 24oC – 27oC dan dengan

OTTV = 𝑛 𝑖=1 (Aoi x OTTVi) 𝑛 𝑖=1 Aoi

(28)

kelembaban udara antara 55 - 65 persen (BSN 2011). Untuk mencapai kondisi yang diinginkan tersebut maka digunakan peralatan penyejuk udara seperti kipas angin dan air conditioning (AC).

Sistem pengkondisian udara atau air conditioning di sebuah gedung komersial merupakan peralatan pengguna energi terbesar di sektor komersial. Dari berbagai survey yang dilakukan diperkirakan bahwa sekitar 70 persen penggunaan energi listrik di gedung adalah digunakan sebagai sistem pendingin. Oleh karena itu penghematan energi di sistem pendingin udara akan sangat efektif untuk menurunkan penggunaan energi secara keseluruhan (BPPT 2012). Audit energi sistem tata udara bertujuan untuk mengetahui kondisi suhu dan kelembaban suatu ruangan serta mengetahui efisiensi peralatan penyejuk udara.

Sebuah bangunan gedung komersial yang besar pada umumnya menggunakan sistem pendingin terpusat. Sistem ini secara garis besar dibagi menjadi dua, berdasarkan tipe pendinginan chillernya yaitu chiller berpendingin udara (air cooled chiller) dan chiller berpendingin air (water cooled chiller). Menurut Ashrae (2009) peralatan pengkondisian udara saat ini berada pada nilai performa 2.8 – 3.45 untuk jenis pengkondisian udara air cooled dan 4.2 – 6.4 untuk jenis pengkondisian udara water cooled.

Pada Air Conditioning (AC) dikenal istilah Coefficient of Performance (COP) dan Energy Efficiency Ratio (EER). Koefisien kinerja pendinginan merupakan angka perbandingan antara laju aliran kalor yang diserap oleh sistem pendinginan dengan laju aliran energi yang dimasukkan ke dalam sistem tersebut. Sedangkan rasio efisiensi energi (Energy Efficiency Ratio/EER) merupakan perbandingan antara kapasitas pendinginan neto peralatan pendingin (Btu/jam) dengan seluruh masukan energi listrik (Watt) pada kondisi operasi yang ditentukan. Bila digunakan satuan yang sama untuk kapasitas pendingin dan masukan energi listrik, nilai EER sama dengan COP.

Kinerja siklus refrigerasi biasanya digambarkan oleh koefisien kinerja (COP), yang didefinisikan sebagai manfaat dari siklus (jumlah panas yang dihilangkan) dibagi dengan masukan energi yang dibutuhkan untuk siklus operasi. COP = efek pendinginan (kW) ……….. (4) Energi input (kW)

Sedangkan efisiensi adalah kapasitas dalam watt dibagi dengan masukan dalam watt. Untuk pengatur temperatur udara ruangan, disebut sebagai rasio efisiensi energi (EER) atau koefisien kinerja (COP). Untuk mengkonversi EER ke COP, kalikan EER dengan 0,293.

EER = Efek pendinginan (Btu/Jam) ………. (5) Energi input (W)

Penerapan konservasi energi listrik pada sistem pendinginan udara bisa dilakukan dengan berbagai macam cara, mulai dari pengaturan penetapan temperatur udara ruangan hingga sikap yang perlu diterapkan dalam pelaksanaan penerapan pola menejmen energi yang hemat (Handoko dkk 2012).

(29)

Audit Energi Sistem Tata Cahaya

Menurut Standar Nasional Indonesia, pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Tata cahaya bangunan gedung sangat penting bagi kegiatan bisnis karena memiliki dampak terhadap produktivitas para pekerja di dalam bangunan gedung tersebut. Pencahayaan yang baik dan memadai merupakan salah satu hal penting yang diperlukan agar pekerjaan yang berlangsung di dalamnya berlangsung efisien dan aman. Selain itu, pencahayaan yang baik berguna untuk menciptakan suasana yang nyaman dan menyenangkan.

Tingkat penerangan pada tiap pekerjaan berbeda tergantung sifat dan jenis pekerjaan (Tabel 4). Sebagai contoh gudang memerlukan intensitas penerangan yang lebih rendah dari tempat kerja administrasi, dimana diperlukan ketelitian yang lebih tinggi. Besarnya intensitas cahaya dapat diukur dengan menggunakan lux meter. Satuan dari intensitas cahaya disebut lumen/m2 atau sering dikatakan lux.

Tabel 4 Tingkat pencahayaan lingkungan kerja

Jenis Kegiatan Tingkat

pencahayaan minimal

Keterangan

Pekerjaan kasar dan tidak terus menerus

100 Ruang penyimpanan dan ruang

peralatan/intalasi yang memerlukan

pekerjaan kontinyu Pekerjaan kasar dan

terus-menerus

200 Pekerjaan dengan mesin dan perakitan kasar

Pekerjaan rutin 300 Ruang administrasi, ruang kontrol,

pekerjaan mesin dan perakitan/penyusun

Pekerjaan agak halus 500 Pembuatan gambar atau bekerja dengan

mesin kantor, pekerjaan pemeriksaan atau pekerjaan dengan mesin

Pekerjaan halus 1000 Pemilihan warna, pemrosesan tekstil,

pekerjaan mesin halus dan perakitan halus

Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2011)

Untuk mengetahui efisiensi dan peluang konservasi energi pada sistem tata cahaya perlu dilakukan audit energi sistem tata cahaya. Audit energi sistem tata cahaya ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kuat penerangan dalam suatu ruangan. Selain untuk mengetahui tingkat kuat penerangan dalam suatu ruangan, audit energi sistem tata cahaya juga bertujuan untuk mengetahui efisiensi penggunaan energi untuk sistem pencahayaan dalam suatu ruangan yang dapat diperoleh dengan mengukur intensitas daya penerangan yang dinyatakan dalam satuan Watt/m2.

Anderson (2003) menyatakan bahwa audit energi pada sistem tata cahaya dapat mengungkapkan pemborosan energi yang disebabkan oleh kesalahan – kesalahan umum pada desain sistem tata cahaya yang antara lain.

1 Inefisiensi luminer; terjadi dimana lampu yang digunakan memiliki intensitas daya tinggi tetapi menghasilkan iluminasi yang rendah.

2 Pencahayaan berlebihan; terjadi ketika output iluminasi melebihi dari yang diperlukan

(30)

3 Menghasilkan panas yang berlebihan; sehingga panas yang dihasilkan oleh sistem tata cahaya perlu diimbangi oleh pengkondisian udara

4 Kerugian transmisi; apabila luminer terpasang jauh dari tempat kerja, menyebabkan intensitas pencahayaan menjadi rendah.

Berkaitan dengan konservasi energi, SNI 6197:2011 menetapkan daya listrik maksimum untuk pencahayaan pada ruang kerja adalah sekitar 12 Watt/m2 (Tabel 5). Artinya bahwa pada setiap luasan area 1 m2, total daya maksimum untuk lampu penerangan yang dapat dipergunakan adalah sebesar 12 Watt.

Tabel 5 Daya listrik maksimum untuk pencahayaan di gedung kantor menurut SNI 6197 tahun 2011.

Fungsi Ruangan Daya pencahayaan Maks. (W/m2)

Ruang Resepsionis 13 Ruang Direktur 13 Ruang Kerja 12 Ruang Komputer 12 Ruang Rapat 12 Ruang Gambar 20 Ruang Arsip 6

Ruang Arsip Aktif 12

Ruang Tangga Darurat 4

Ruang Parkir 4

Sumber: BSN (2011)

Untuk mengkaji kesesuaian kuat pencahayaan pada ruangan dalam suatu bangunan gedung, Badan Standarisasi Nasional juga mengeluarkan SNI 6197:2011 (konservasi energi pada sistem pencahayaan), sesuai jenis bangunan dan peruntukkannya (Tabel 6).

Tabel 6 Tingkat pencahayaan rata-rata, rederensi dan temperatur warna yang direkomendasikan untuk gedung kantor menurut SNI 6197 tahun 2011

Fungsi Ruangan Tingkat pencahayaan maks. (lux)

Ruang Resepsionis 300 Ruang Direktur 350 Ruang Kerja 350 Ruang Komputer 350 Ruang Rapat 300 Ruang Gambar 750 Ruang Arsip 150

Ruang Arsip Aktif 300

Ruang Tangga Darurat 150

Ruang Parkir 100

Sumber: Badan Standarisai Nasional (2011)

Tarif Dasar Listrik

Tarif dasar listrik adalah tarif yang dikenakan oleh pemerintah untuk para pelanggan Perusahaan Listrik Negara (PLN). Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 30 tahun 2012 telah ditetapkan tarif dasar listrik yang diberlakukan sama di seluruh wilayah Republik Indonesia.

Karena PT. PHE termasuk ke dalam golongan untuk bisnis besar pada tegangan menengah (B3-TM) kontrak daya sebesar 2770 kVA maka tarif dasar listrik yang diberlakukan seperti pada Tabel 7.

(31)

Tabel 7 Tarif dasar listrik untuk keperluan bisnis berlaku Juli – September 2013 No Gol Tarif Batas Daya Reguler Biaya Beban (Rp/kVA/bln Biaya Pemakaian (Rp/kWh) dan Biaya kVArh (Rp/kVArh)

Pra Bayar 1 B-1/TR 450 VA 23.500 Blok I : 0 s.d. 30 kWh : 254 535

Blok II: di atas 30 kWh : 420

2 B-1/TR 900 VA 26.500 Blok I : 0 s.d. 108 kWh : 420 630 Blok II: di atas 108 kWh: 465

3 B-1/TR 1.300 VA *) 921 920 4 B-1/TR 2.200 VA s.d. 5.500 VA *) 1048 1048 5 B-2/TR 6.600 VA s.d. 200 kVA

**) Blok I:0 s.d 60 jam nyala = 1,310 Blok II:di atas 60 jam nyala: 1,380

1347

6 B-3/TM Di atas 200 kVA ***) Blok WBP = K x 975 Blok LWBP=975 kVArh = 1,067****)

-

Sumber: PLN (2012)

Catatan:

*) diterapkan Rekening Minimum (RM):

RM 1 = 40 (jam nyala) x daya tersambung (kVA) x biaya pemakaian **) diterapkan Rekening Minimum (RM):

RM 2 = 40 (jam nyala) x daya tersambung (kVA) x biaya pemakaian Blok 1 ***) diterapkan Rekening Minimum (RM):

RM 3 = 40 (jam nyala) x daya tersambung (kVA) x biaya pemakaian LWBP Jam nyala : kWh per bulan dibagi dengan kVA tersambung.

****) Biaya kelebihan pemakaian daya reaktif (kVArh) dikenakan dalam hal faktor daya rata-rata setiap bulan kurang dari 0,85 (delapan puluh lima per seratus).

K : Faktor perbandingan antara harga WBP dan LWBP sesuai dengan karakteristik beban sistem kelistrikan setempat (1,4 ≤ K≤ 2), ditetapkan oleh Direksi PT.PLN WBP : Waktu Beban Puncak

LWBP : Luar Waktu Beban Puncak

Studi Kelayakan Program Konservasi Energi

Studi kelayakan dalam konservasi energi adalah suatu proses mengkaji aspek-aspek suatu sistem energi. Untuk mengetahui pengelolaan energi yang telah ada tersebut tergolong masih layak dilaksanakan ataukah perlu dimodifikasi atau

retrofitting maupun perlu diganti dengan teknologi baru (Kemenperin 2011).

Pada penelitian ini studi kelayakan konservasi energi fokus terhadap analisa finansial yang terdiri dari skema pendanaan proyek dan simulasi model finansial. Skema pendanaan proyek berisi analisa biaya investasi untuk proyek konservasi energi dan alternatif komposisi pendanaan antara modal dan hutang serta skema project company yang akan diterapkan. Sedangkan simulasi model finansial berupa penyusunan model untuk menentukan kelayakan investasi dengan skema pembiayaan proyek yang dipilih.

Hasil studi kelayakan dalam konservasi energi sangat bergantung pada pembacaan dan pengukuran sistem energi yang ada. Oleh karena itu data audit energi yang diperoleh arus benar-benar merepresentasikan kondisi energi beserta subsistem yang mendukung berupa data peralatan, kelistrikan dan lain-lain (Kemenperin 2012).

(32)

Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu

Siswono dan Zulkarnaen (2009) meneliti tentang Konservasi Energi Listrik pada Bangunan Kantor BAPPEDA Kotamadya Daerah tingkat II Bandung. Tujuan dari penelitian tersebut adalah untuk mengetahui profil konsumsi energi listrik, kandungan harmonisa beban, dan memberikan solusi penghematan. Metode konservasi yang digunakan yaitu audit energi, analisas IKE, potensi dan peluang penghematan energi listrik. Hasil analisa dari penelitian ini menunjukkan bahwa Air Conditioning (AC) merupakan elemen sistem yang mengkonsumsi energi listrik paling besar yaitu sekitar 54 persen.

Karnoto (2008) meneliti tentang Efisiensi Energi Litrik Kampus Undip Tembalang. Penelitian dilakukan untuk mengevaluasi penggunaan konsumsi energi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa fakultas pelanggan berdasarkan kapasitas energi yang terpasang belum sesuai dengan penggunaannya. Rekomendasi dari penelitian ini berupa penurunan langganan PLN sebagai alternatif efisiensi pemakaian energi listrik untuk FMIPA dari 345 kVA menjadi 197 kVA dan penurunan langganan FPIK, FKM, Fakultas Psikologi dari 240 kVA menjadi 131 kVA.

Rizkani dan Ciptomulyono (2012) melakukan Audit Energi dengan Pendekatan Metode MCDM-PROMETHEE untuk Konservasi serta Efisiensi Listrik di Rumah Sakit Haji Surabaya. Analisis yang digunakan adalah analisis audit energi, analisis pemakaian energi listrik, analisis perhitungan IKE, analisis ANP dan Promethee. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa (1) hasil audit energi listrik pada RSU Haji Surabaya, termasuk dalam klasifikasi cukup efisien dengan nilai IKE 17.468 kWh/m2/bulan; (2) Unit cost pemakaian energi listrik per pasien 29,263 kwh/pasien dan telah sesuai standar yang telah ditetapkan pihak manajemen rumah sakit; (3) terdapat empat jenis alternatif peluang penghematan energi yang dapat diterapkan antara lain: perubahan SOP fasilitas rumah sakit, penyesuaian desain bangunan rumah sakit, penerapan teknologi hemat energi, dan pelatihan dan pengembangan sumberdaya manusia; (4) pada perhitungan bobot kriteria menggunakan metode ANP, kriteria yang memiliki bobot paling besar adalah kriteria kenyamanan pelanggan; (5) alternatif penghematan energi yang direkomendasikan untuk diterapkan adalah perubahan SOP rumah sakit.

Mukhlis (2011) meneliti tentang Evaluasi Penggunaan Energi Listrk pada Bangungan Gedung di Lingkungan Universitas Tadulako. Untuk mencapai tujuan penelitiannya digunakan metodologi berupa observasi langsung melakukan pengukuran luas ruangan dan mendata seluruh jumlah peralatan listrik yang ada pada suatu ruangan disamping membagikan format pengisian data peralatan pada setiap ruangan. setelah data terkumpul kemudian dilakukan perhitungan IKE. Hasil analisis memperlihatkan bahwa dari 136 ruangan yang diteliti, sebanyak 72 ruangan ber-AC dan 64 ruangan tidak ber-AC. Jumlah ruangan yang nilai IKE-nya masuk kategori agak boros 29 dengan peluang penghematan Rp 3,704,263; jumlah ruangan yang nilai IKE-nya masuk kategori boros 42 dengan peluang penghematan Rp 4,989,749; Jumlah ruangan yang nilai IKE-nya masuk kategori sangat boros 65 dengan peluang penghematan Rp 8,992,210; bila peluang penghematan dari 136 ruangan diimplementasikan maka universitas tersebut dapat menghemat biaya listrik sebanyak Rp 17,686,222 perbulan. Ringkasan dari uraian berbagai hasil penelitian tersebut disajikan pada Tabel 8.

(33)

Tabel 8 Kajian penelitian terdahulu

Peneliti dan Tahun

Analisis Data Hasil Penelitian Siswono dan Zulkarnaen (2009) Audit energi, Intensitas Konsumsi Energi, Potensi penghematan dan peluang penghematan energi listrik

Ditemukan nilai konsumsi energi terbesar yaitu pada Air Conditioning dengan persentasi konsumsi energi listrik sebesar 54 persen

Karnoto (2008)

Audit Energi Alternatif efisiensi energi dengan menurunkan langganan PLN, untuk FMIPA dari 345 KVA menjadi 197 KVA dan FPIK, FKM, fakultas Psikologi dari 240 KVA menjadi 131 KVA.

Rizkani dan Ciptomulyono (2012)

analisis audit energi, analisis pemakaian energi listrik, analisis perhitungan IKE, analisis ANP dan Promethee

RSU Haji Surabaya termasuk dalam klasifikasi cukup efisien; Unit cost pemakaian energi listrik per pasien 29,263 kwh/pasien dan telah sesuai standar yang telah ditetapkan pihak manajemen rumah sakit; terdapat 4 jenis alternatif peluang penghematan energi yang dapat diterapkan antara lain: (1) perubahan SOP fasilitas (2) penyesuaian desain bangunan (3) penerapan teknologi hemat energi, pelatihan dan pengembangan SDM; (4) pada analisis ANP, kriteria dengan bobot tertinggi adalah kenyamanan pelanggan; (5) alternatif penghematan energi yang direkomendasikan untuk diterapkan adalah perubahan SOP . Mukhlis

(2012)

Observasi langsung dan survei, serta perhitungan nilai IKE

Jumlah ruangan yang diteliti sebanyak 136 ruangan terdiri atas 72 ruangan ber-AC dan 64 ruangan tidak ber-AC. Jumlah ruangan yang nilai IKE-nya masuk kategori agak boros 29 dengan peluang penghematan Rp 3,704,263; jumlah ruangan yang nilai IKE-nya masuk kategori boros 42 dengan peluang penghematan Rp 4,989,749; Jumlah ruangan yang nilai IKE-nya masuk kategori sangat boros 65 dengan peluang penghematan Rp 8,992,210; bila peluang penghematan dari 136 ruangan diimplementasikan maka universitas tersebut dapat menghemat biaya listrik sebanyak Rp 17,686,222 perbulan. Alur Pikir Studi

Energi listrik memiliki manfaat yang strategis sebagai dalam sektor pembangunan dan perekonomian. Sehingga penggunaan energi listrik di lingkungan bisnis maupun industri merupakan hal yang mutlak dan tak dapat dihindari. Namun disisi lain harga energi listrik semakin mahal yang ditandai dengan naiknya tarif dasar listrik akibat menipisnya sumber energi fosil yang

(34)

mempengaruhi jumlah suplai energi tersebut. Kondisi ini mengharuskan para pelaku usaha di sektor industri maupun bisnis mengurangi biaya energi melalui implementasi efisiensi energi. Sebab kedua sektor tersebut tidak dapat mengendalikan pasokan listrik, kelangkaan energi, dan kenaikan harga energi. Akan tetapi faktor-faktor seperti perilaku penggunaan energi, tingkat konsumsi serta sistem peralatan kelistrikan masih dapat dikendalikan baik oleh sektor industri maupun sektor bisnis.

Hasil penelitian Kementerian ESDM (2011) menemukan fakta bahwa sekitar 80 persen masalah pemborosan energi disebabkan oleh faktor manusia dan 20 persen disebabkan oleh faktor teknis. Penyebab pemborosan energi tersebut dapat dicapai dengan menerapkan program konservasi atau efisiensi energi. Efisiensi energi penekanannya lebih manajemen energi dari sisi permintaan. Karena, keberhasilan penggunaan energi secara efisien sangat dipengaruhi oleh perilaku, kebiasaan, kedisplinan dan kesadaran terhadap efisiensi energi. Efisiensi energi juga dapat dilakukan dengan cara lain diantaranya melakukan perawatan dan perbaikan pada alat-alat yang mengkonsumsi energi, menggunakan teknologi yang efisiensi energi, mengaplikasikan teknologi proses yang hemat energi dan lain-lain. Dalam rangka untuk mencapai efisiensi penggunaan energi listrik maka perlu dilakukan langkah-langkah konservasi energi. Bagi PT. PHE program konservasi energi atau efisiensi energi disamping untuk mengurangi biaya energi juga ditujukan dalam rangka memenuhi syarat penilaian PROPER tahun 2013.

Pada tahun 2012 pada bangunan gedung PT. PHE menunjukkan nilai IKE rata-rata perbulan di atas ambang nilai efisien yaitu 12.45 kWh/m2/bulan, sementara nilai batasan efisien berkisar antara 7.93 – 12.08 kWh/m2/bulan. Apabila ingin menerapkan efisiensi energi maka PT. PHE perlu melakukan langkah evaluasi melalui audit energi.

Pelaksanaan audit energi merupakan langkah awal untuk memulai manajemen energi yang baik. Melalui audit energi akan diperoleh data yang konkrit mengenai kondisi peralatan yang ada pada gedung, profil konsumsi energi, dan peluang konservasi energi. Dari data-data tersebut dapat dianalisa sejauhmana peluang penghematan energi yang akan dicapai dan nilai uang yang dapat dihemat.

Berdasarkan uraian tersebut maka langkah-langkah yang dilakukan selanjutnya adalah melakukan audit energi dengan mengumpulkan data konsumi energi, peralatan energi, luas bangunan dan melakukan pengukuran energi. data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif dengan menggunakan pendekatan accounting base analysis. Dari analisis tersebut maka akan diajukan rekomendasi konservasi atau langkah-langkah efisiensi energi. Pemikiran tersebut dapat dibuat skema seperti ditunjukkan pada Gambar 2.

(35)

Gambar 5 Alur Pikir Studi

Gambar 2 Alur pikir studi

Existing Problem: 1. Kenaikan harga energi listrik 2. Peringkat PROPER PT. PHE 3. Peningkatan Nilai IKE Faktor yang dapat dikendalikan:

1. Tingkat konsumsi energi listrik 2. Beban listrik harian

3. Perilaku pengguna energi listrik

Faktor yang tidak dapat dikendalikan: 1. Pasokan listrik

2. Kenaikan tarif dasar listrik 3. Kelangkaan energi

Input: 1. Data konsumsi listrik 2. Luas bangunan

3. Data survey dan pengukuran Metode pengumpulan data

Proses Analisis & Audit Energi: 1. Perhitungan nilai IKE

2. Kinerja alat

3. Identifikasi peluang hemat energi 4. Feasibility Study

Impact: 1. Efisiensi energi

2. Penghematan dan konversi anggaran 3. Peningkatan daya saing

Feedback Parameter Kontrol: IKE= 7.93 – 12.08 kWh/m2/bln; Cos θ = >0.85; Ketidakseimbangan Tegangan=3%; Ketidakseimbangan arus:20%; Frekuensi: 50±0.6 Hz; Harmonisa: 15%; OTTV: ≤35W/m2 ; T: 25.5±1.5; Rh: 60±5; lux: 300-350; cd = 12 W/m2 Output:

IKE, OTTV, profil sistem tata udara, profil sistem tata cahaya; NPV; IRR; PP;NET B/C

Outcome:

Rekomendasi konservasi/efisiensi energi

Gambar

Tabel 4 Tingkat pencahayaan lingkungan kerja
Tabel 7 Tarif dasar listrik untuk keperluan bisnis berlaku Juli – September 2013  No  Gol  Tarif  Batas Daya  Reguler Biaya Beban  (Rp/kVA/bln  Biaya Pemakaian (Rp/kWh)  dan Biaya kVArh (Rp/kVArh)
Tabel 8 Kajian penelitian terdahulu  Peneliti dan
Gambar 5 Alur Pikir Studi
+7

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Secara keseluruhan berdasarkan hasil penelitian, dengan nilai R 2 sebesar 0,973 maka shopping lifestyle, fashion involvement, pre-decision stage, dan post-decision stage

Berdirinya pabrik asam fenil asetat di Indonesia ini, selain dapat memenuhi kebutuhan asam fenil asetat dalam negeri, diharapkan juga dapat menciptakan lapangan pekerjaan

Jika UML lebih kecil dari atau sama dengan salah saji yang dapat ditoleransi, hasil sampel mendukung kesimpulan bahwa nilai buku populasi tidak dicatat melebihi

Analisis antropologi sastra akan mengungkapkan berbagai hal, antara lain (1) kebiasaan-kebiasaan masa lampau yang berulang- ulang masih dilakukan dalam sebuah cipta

Pada kesempatan ini, saya menghaturkan selamat datang, ahlan wasahlan , dan terimakasih atas kehadirannya dalam acara pengukuhan saya sebagai Guru Besar dalam

Program KBR yang dilaksanakan pada tahun 2012lalu sudah mencapai tahap penanaman. Berdasarkan data dari Dinas Kehutanan dan Energi Sumber Daya Mineral Bengkulu

pada variabel “Tenaga ahli tidak memenuhi syarat”, “Tenaga Ahli Tidak Punya Referensi Kerja” dan “Legalitas Tenaga Ahli Tidak Lengkap” dengan besar. frekuensi yang

Salah satu sel bahan bakar yang saat ini sedang dikembangkan adalah direct methanol fuel cell (DMFC) yang menggunakan polimer sebagai membran elektrolit dan bekerja pada