• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2 Hidrologi sungai-sungai yang masuk ke Segara Anakan. Rerata Debit (m 3 /hari) Musim Penghujan. Musim Kemarau (x10 6 )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 2 Hidrologi sungai-sungai yang masuk ke Segara Anakan. Rerata Debit (m 3 /hari) Musim Penghujan. Musim Kemarau (x10 6 )"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Kondisi Perairan Pelawangan Barat

Laguna Segara Anakan bagian barat dan Samudera Hindia dihubungkan oleh PPB. Bagian yang berhubungan dengan laut merupakan teluk memanjang dari Perairan Pangandaran Jawa Barat hingga Pulau Nusa Kambangan Jawa Tengah. Pantai berhadapan dengan Samudera Hindia mempunyai gradasi dari yang curam hingga berkurang kecuramannya di bagian muara Nusa Were (SACDP-BAKOSURTANAL 1998).

Perairan Pelawangan Barat merupakan tempat keluar masuknya air ke Laguna Segara Anakan dengan mekanisme pasang surut. Karakter PPB adalah perairan yang pendek, dalam dan lebar sehingga membawa massa air pasang surut yang banyak (Purba dan Sujastani 1989). Pasang surut bersama debit Sungai Citanduy menentukan proses percampuran air. Sungai yang mengalir masuk ke Laguna Segara Anakan bagian barat terdiri dari Sungai Citanduy, Sungai Cibeureum, Sungai Cikonde. Debit Sungai Citanduy berperan sangat penting bagi hidrodinamika di bagian barat laguna, karena daerah tangkapan airnya yang luas.

Sungai-sungai yang masuk ke dalam Laguna Segara Anakan, setelah bercampur di laguna maka air yang keluar dari laguna akan mempengaruhi kondisi PPB ketika surut, dan sebaliknya ketika pasang maka laguna akan mendapat masukan air laut melalui PPB dan masukan air dari sungai. Tabel 2 menunjukkan sungai-sungai, luas daerah aliran sungai dan debit musiman rata-rata, beserta estimasi endapan yang masuk laguna.

Tabel 2 Hidrologi sungai-sungai yang masuk ke Segara Anakan

Basin dan Sungai Luas Basin (Ha)

Rerata Debit (m3/hari)

Estimasi transpor silt ke dalam laguna (ton/tahun) Musim Kemarau (x106) Musim Penghujan (x106) Rerata Tahunan (x106) Basin Citanduy 3500 Sungai Citanduy 14,77 24,45 19,61 3.039.000 Basin Segara Anakan 960

Sungai Cibeureum 0,05 0,17 0,11 9.000

Sungai Cikonde 0,08 1,5 0,79 2.194.000

Total 14,9 26,12 20,51 5.242.000

(2)

Menurut Kusnida et al. (2003) bahwa pada tahun 1944 luas Segara Anakan adalah sekitar 6.450 hektar, tahun 1992 sekitar 1.800 hektar, tahun 2000 sekitar 1.600 hektar, tahun 2003 sekitar 600 hektar. Area dan volume Laguna Segara Anakan mengalami penurunan secara gradual karena proses sedimentasi, yang menyebabkan akresi sedimen. Sebagai akibatnya adalah terbentuknya beberapa pulau di laguna dan ukurannya meningkat, beberapa pulau bergabung dengan pulau utama. Kecepatan akresi di laguna bervariasi karena kecepatan erosi di basin Segara Anakan dan atau basin Sungai Citanduy. Proses sedimentasi tersebut dapat mempengaruhi kedalaman perairan di Laguna Segara Anakan ataupun di PPB.

Batimetri Perairan Pelawangan Barat

Akibat dari proses sedimentasi dari Laguna Segara Anakan mengakibatkan perubahan kedalaman di Pelawangan Barat, deposisi sedimen mempengaruhi kedalaman perairan, menurut Purba dan Sujastani (1989) perubahan kedalaman dari 40 m (tahun 1817) menjadi 10 m (1987), sehingga akan mengurangi aliran pasang surut dan mengembalikan akresi sedimen ke laguna. Perubahan kedalaman dapat diketahui dengan membandingkan peta batimetri pada siklus waktu tertentu pada lokasi yang sama, dengan pengukuran kedalaman secara periodik. Data kedalaman tersebut digunakan untuk membangun peta kedalaman (batimetri).

Data batimetri adalah dasar yang sangat dibutuhkan untuk memahami hidrodinamika suatu perairan (Nugrahadi dan Tejakusuma 2007). Secara umum PPB merupakan perairan dangkal. Dalam menampilkan data batimetri dibuat garis isobath (garis khayal yang menghubungkan kedalaman perairan yang sama). Data batimetri dibangun dari pengukuran observasi berupa data kedalaman berkoordinat atau hasil digitasi peta kedalaman penelitian pada daerah yang sama (Siregar dan Selamat 2009). Data kedalaman dan data posisi yang bersesuaian selanjutnya dikoreksi dengan data pasang surut dan dibuat

grid dengan proses interpolasi.

Batimetri suatu perairan bersama dengan kondisi batas dan garis pantai menjadi masukan untuk pembuatan model suatu perairan untuk membentuk daerah model (model domain). Penelitian Holtermann et al. (2008) telah menampilkan batimetri Laguna Segara Anakan, tetapi untuk batimetri PPB hanya sedikit wilayah yang terekam.

(3)

Pasang Surut

Pasang surut merupakan proses naik turunnya muka laut yang hampir teratur, dibangkitkan oleh gaya tarik bulan dan matahari (harian). Karena posisi bulan dan matahari terhadap bumi selalu berubah secara hampir teratur, maka besarnya kisaran pasang surut juga berubah mengikuti perubahan posisi-posisi tersebut. Jika suatu perairan mengalami satu kali pasang dan surut per hari, maka kawasan tersebut dikatakan bertipe pasang surut tunggal. Jika terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam satu hari, maka pasang surutnya dikatakan bertipe pasang surut ganda. Tipe pasang surut lainnya merupakan peralihan antara tipe tunggal dan ganda, dan dikenal sebagai pasang surut campuran. Tipe pasang surut ini dapat berubah tergantung terutama pada kondisi perubahan kedalaman perairan atau geomorfologi pantai (Open University Course Team 1989; Ongkosongo dan Suyarso 1989).

Pergerakan air di laguna Segara Anakan dipengaruhi oleh aliran air sungai dan pasang surut yang berasal dari Samudera Hindia. Pengaruh pasang surut dari Samudera Hindia merambat masuk PPB melalui muara Nusa Were dan masuk ke laguna. Tipe pasang surut PPB adalah pasang surut campuran dengan dominasi pasang surut ganda (Ongkosongo et al. 1986; Purba dan Sujastani 1989; Nugrahadi dan Tejakusuma 2007; Holtermann et al. 2008). Pengukuran pasang surut memberikan hasil tunggang pasang surut adalah 0,04-1,90 m (Purba dan Sujastani 1989), 1,4 m (Holtermann et al. 2008).

Penjalaran gelombang pasang surut dari laut menuju estuari berlawanan arah dengan debit sungai yang mengalir menuju laut. Karena adanya perbedaan densitas antara air laut dan air tawar, maka akan terjadi percampuran diantara keduanya. Tingkat percampuran tergantung pada geometri estuari, kisaran pasang surut, besarnya debit sungai, perbedaan densitas antara air laut dan air tawar, dan angin.

Cepat rambat pasang surut ke dalam estuari tergantung pada kedalaman perairan. Puncak gelombang bergerak lebih cepat dari lembah, sehingga siklus pasang surut bersifat asimetris dengan interval waktu relatif lama antara pasang naik dan surut rendah berikutnya, dan interval yang lebih pendek antara surut rendah dengan pasang naik berikutnya (Open University Course Team 1989). Pasang surut dapat menyebabkan pergerakan horisontal (arus), yaitu aliran horisontal periodik air yang berkaitan dengan naik-turunnya pasang surut. Arus

(4)

non-pasang surut termasuk semua arus selain arus pasang surut. Arus yang di alam merupakan kombinasi dari arus pasang surut dan arus non-pasang surut.

Arus pasang surut mengalami saat berbalik arah dengan periode pendek dengan besaran arus kecil bahkan nol, yang dinamakan air berhenti (slack

water), terjadi ketika pergantian pasang menuju surut dan sebaliknya. Arus

bervariasi dari nol sewaktu air berhenti (slack water) sampai maksimum. Arus pasang berada di atas air berhenti (slack water), sedangkan arus surut berada di bawah air berhenti (slack water) (Open University Course Team 1989).

Tipe Estuari

Berdasarkan struktur salinitasnya estuari diklasifikasikan menjadi tiga tipe estuari, yaitu terstratifikasi (highly stratified), tercampur sebagian (partially

mixed), dan tercampur sempurna (well mixed) (Dyer 1986; Open University

Course Team 1989; Triatmojo 1999; Ji 2008). Tipe dari estuari dapat dilihat pada Gambar 2.

Estuari Terstratifikasi (Highly Stratified Estuaries)

Ketika debit sungai yang besar memasuki daerah dengan pasang surut yang lemah, dimana air tawar dengan densitas lebih ringan daripada air laut, cenderung mengalir ke arah laut melintasi permukaan dan air dengan densitas tinggi berada di bawah dan baji garam hampir tidak bergerak. Air laut berada di bawah dan dekat dengan mulut estuari, hanya sebagian kecil terjadi percampuran. Antara dua massa air ada zona sempit pada bagian permukaan dimana terdapat perbedaan salinitas tajam yang disebut haloklin. Gradien densitas membuat haloklin cenderung stabil dan dua massa air tersebut tidak bercampur dengan cepat. Karena kecilnya kisaran pasang surut yang kecil, maka massa air dekat dasar yang bersalinitas tinggi menjadi relatif stasioner, tetapi air tawar di permukaan mempunyai kecepatan yang tinggi. Beda kecepatan tersebut membuat tidak ada air tawar yang tercampur ke dasar dan hanya terjadi percampuran di bagian atas.

Estuari Tercampur Sebagian (Partially-Mixed Estuaries)

Estuari dengan pasang surut, dimana sebagian besar massa air bergerak ke arah darat saat pasang dan arah sebaliknya ketika surut, adanya gesekan

(5)

pada dasar menyebabkan tahanan kecepatan dan menimbulkan turbulensi. Turbulensi membuat proses percampuran massa air efektif, dimana terjadi proses percampuran air bersalinitas tinggi ke arah permukaan dan air bersalinitas rendah bercampur ke bawah. Proses penurunan salinitas mencapai dekat dasar sehingga menghasilkan gradien salinitas ke arah hulu estuari.

Di permukaan dengan lapisan densitas lebih rendah mengalir ke laut dengan membawa air bersalinitas hasil dari percampuran. Garam tersebut merupakan proses pergantian dari lapisan di bawahnya sebagai akibat masuknya air laut ke arah daratan yang menimbulkan turbulensi. Arus residu secara vertikal disebabkan perbedaan densitas secara vertikal dan proses percampuran yang disebut sirkulasi vertikal gravitasi. Tetapi arus ini hanya sepersepuluh dari arus yang disebabkan pasang surut.

Arus dari estuari tipe ini dalam irisan melintang menunjukkan fenomena di lapisan atas mengarah ke laut sedangkan dekat dasar arah aliran mengarah ke daratan, dengan profil salinitas semakin ke dalam semakin tinggi sebagai akibat proses percampuran turbulensi. Arus residu di permukaan lebih tinggi saat surut dari pada saat pasang, berkebalikan dengan arus dekat dasar, di daerah lapisan tengah mempunyai kondisi haloklin yang merupakan daerah tidak ada aliran. Distribusi horisontal salinitas merupakan isohaline dengan kemiringan yang tidak terlalu berbeda antar lapisan. Stratifikasi umumnya cenderung meningkat ke arah laut.

Estuari Tercampur Sempurna (Well-Mixed Estuaries)

Estuari dengan debit dari sungai tidak besar dan kisaran pasang surut cukup besar, saat arus pasang surut meningkat maka intensitas percampuran terjadi sampai pada kondisi bercampurnya kolom air dengan sempurna dengan menghasilkan variasi lateral salinitas. Arus residu dari sungai cenderung bercampur pada kolom air, sehingga terjadi variasi horisontal, dengan salinitas semakin tinggi ke arah laut. Kondisi tersebut menghasilkan arus residu horisontal dan tidak terjadinya arus vertikal atau pengangkatan (entrainment) vertikal. Perbedaan salinitas secara vertikal sangat kecil.

(6)

Gambar 2 Tipe estuari. (a) Estuari terstratifikasi (b) Estuari tercampur sebagian (c) Estuari tercampur sempurna

Kecepatan Arus

Arus adalah pergerakan kontinyu massa air menuju kesetimbangan yang menyebabkan perpindahan massa air secara horisontal dan vertikal. Gerakan tersebut merupakan resultan dari beberapa gaya yang bekerja dan beberapa faktor yang mempengaruhinya (Pond dan Pickard 1983). Gaya yang dapat menyebabkan terjadinya arus diantaranya: pasang surut, gravitasi, gesekan angin, tekanan atmosfer, Coriolis, pebedaan densitas. Berbagai macam gaya tersebut bekerja pada permukaan, kolom, dan dasar perairan. Hasil dari gerakan massa air adalah vektor yang mempunyai besaran kecepatan dan arah.

Daerah pantai dan estuari sangat dipengaruhi dinamika pasang surut. Perbedaan tekanan hidrostatis saat terjadi pasang dan surut menyebabkan pergerakan air yang disebut arus pasang surut (Ji 2008). Menurut Pond dan Pickard (1983) bahwa arus pasang (flood tide) terjadi ketika naiknya elevasi air, sedangkan arus surut (ebb tide) terjadi ketika turunnya elevasi air. Kecepatan arus pasang surut mencapai maksimum pada kondisi air pertengahan diantara muka air pasang dan surut (mean sea level). Kecepatan akan mencapai minimum, bahkan nol, pada kondisi air diam (slack water).

Sumber: Ji 2008 Keterangan: S = Salinitas (o/oo)

(7)

Untuk mengetahui arus digunakan 2 metode, yaitu cara Eulerian dan Lagrangian. Pengukuran metode Eularian adalah pengukuran besaran dan arah arus sepanjang waktu pada titik tetap dengan koordinat tertentu. Alat yag digunakan adalah pengukur arus konvensional di titik tetap, dengan mengukur arus tiap satuan waktu. Pengukuran metode Lagrangian adalah metode pengukuran arus dengan mengikuti lajur (trajectory) partikel. Besarnya kecepatan dan arah pada tiap satuan waktu dapat diketahui, tetapi dengan posisi yang berbeda koordinatnya. Dalam metode Eularian kecepatan tidak tergantung terhadap waktu disebut kondisi tetap (steady state), dalam metode Lagrangian kecepatan yang tetap terjadi saat kondisi lajurnya seragam (uniform). Kedua metode tersebut kecepatan akan sama jika aliran keduanya tetap dan seragam (Dyer 1986).

Hidrodinamika

Sistem perairan pantai dan estuari adalah suatu sistem yang sangat kompleks dan sangat bergantung pada ruang dan waktu. Untuk mengetahui hubungan antar sejumlah variabel dan parameter, maka cara terbaik untuk mengkajinya adalah melalui pendekatan model (Sugianto 2009), salah satunya dengan model matematik. Persamaan yang digunakan dalam model matematik yaitu persamaan hidrodinamika untuk pola arus, sedangkan untuk sedimen melayang digunakan persamaan transpor sedimen.

Hidrodinamika mempelajari pergerakan air dan gaya-gaya yang bekerja pada air tersebut. Model hidrodinamika dapat menyediakan informasi tentang transpor sedimen termasuk kecepatan air, pola percampuran, dan dispersi (Ji 2008). Dalam mempelajari hidrodinamika dinyatakan dalam persamaan-persamaan. Persamaan hidrodinamika dalam pemodelan dua dimensi yaitu persamaan kontinyuitas dan kekekalan momentum dengan berbagai asumsi untuk penyederhanaan.

Persamaan konservasi massa (kontinuitas) dan momentum yang diintegrasikan terhadap kedalaman. Persamaan hidrodinamika dan transpor mengacu pada Donnell (2008), Akhwady dan Sufyan (2008), Sachoemar dan Purwandani (2009), Sugianto (2009). Tanda dalam persamaan sebagai ciri khusus, misal (H-1) adalah persamaan hidrodinamika yang pertama.

(8)

Persamaan Hidrodinamika

Persamaan dasar aliran yang digunakan merupakan persamaan aliran 2 dimensi pada rerata kedalaman (depth average) untuk kondisi aliran sub kritik. Kondisi aliran yang terjadi pada kanal sangat lebar, sehingga variasi kecepatan terhadap kedalaman relatif kecil. Percepatan gravitasi lebih dominan dibandingkan dengan percepatan aliran vertikal. Sehingga persamaan aliran dapat didekati dengan persamaan aliran dangkal (shallow water equation). Komponen kecepatan rata-rata kedalaman dalam koordinat horizontal x dan y (𝑈 dan 𝑉) didefinisikan sebagai berikut:

𝑈 = 1 𝐻 𝑢 𝑑𝑧 𝑍𝑏+𝐻 𝑍𝑏 (H-1) 𝑉 = 1 𝐻 𝑣 𝑑𝑧 𝑍𝑏+𝐻 𝑍𝑏 (H-2) dimana:

𝐻

= kedalaman air

𝑍

𝑏 = elevasi

𝑍

𝑏

+ 𝐻

= muka air

𝑢

= kecepatan horizontal arah x

𝑣

= kecepatan horizontal arah y

Persamaan konservasi massa (persamaan kontinuitas):

Persamaan kontinuitas untuk aliran dua dimensi rata-rata kedalaman (averaged continuity equation) dapat dituliskan sebagai berikut:

𝜕𝐻

𝜕𝑡

+

𝜕

𝜕𝑥

𝐻𝑈 +

𝜕

𝜕𝑦

𝐻𝑉 = 0

(H-3)

Substitusi persamaan (H-1) dan (H-2) ke persamaan (H-3), maka persamaan konservasi massa menjadi:

𝜕𝑕

𝜕𝑡

+ 𝑕

𝜕𝑢

𝜕𝑥

+

𝜕𝑣

𝜕𝑦

+ 𝑢

𝜕𝑕

𝜕𝑥

+ 𝑣

𝜕𝑕

𝜕𝑦

= 0

(H-4)

(9)

Persamaan konservasi momentum:

Persamaan konservasi momentum pada arah x dan y untuk aliran 2 dimensi rata-rata kedalaman dapat ditulis sebagai berikut:

pada arah sumbu x:

𝛿

𝛿𝑡

𝐻𝑈 +

𝛿

𝛿𝑥

𝛽

𝑥𝑥

𝐻𝑈𝑈 +

𝛿

𝛿𝑦

𝛽

𝑥𝑦

𝐻𝑈𝑉 + 𝑔𝐻

𝛿𝑧

𝑏

𝛿𝑥

+

1

2

𝑔

𝛿𝐻

2

𝛿𝑥

+

1

𝜌

𝜏

𝑏𝑥

− 𝜏

𝑠𝑥

𝛿

𝛿𝑥

𝐻𝜏

𝑥𝑥

𝛿

𝛿𝑦

𝐻𝜏

𝑥𝑦

= 0

(H-5)

pada arah sumbu y:

𝛿

𝛿𝑡

𝐻𝑉 +

𝛿

𝛿𝑥

𝛽

𝑦𝑥

𝐻𝑈𝑉 +

𝛿

𝛿𝑦

𝛽

𝑦𝑦

𝐻𝑉𝑉 + 𝑔𝐻

𝛿𝑧

𝑏

𝛿𝑦

+

1

2

𝑔

𝛿𝐻

2

𝛿𝑦

+

1

𝜌

𝜏

𝑏𝑦

− 𝜏

𝑠𝑦

𝛿

𝛿𝑥

𝐻𝜏

𝑦𝑥

𝛿

𝛿𝑦

𝐻𝜏

𝑦𝑦

= 0

(H-6) dimana:

𝛽

𝑥𝑥,

𝛽

𝑥𝑦,

𝛽

𝑦𝑥,

𝛽

𝑦𝑦 = koefisien koreksi momentum

𝑔

= percepatan gravitasi

𝜌

= rapat massa air

𝜏

𝑏𝑥,

𝜏

𝑏𝑦 = tegangan geser dasar

𝜏

𝑠𝑥

, 𝜏

𝑠𝑦 = tegangan geser permukaan

𝜏

𝑥𝑥,

𝜏

𝑥𝑦,

𝜏

𝑦𝑥

, 𝜏

𝑦𝑦 = tegangan geser akibat turbulensi

(misal

𝜏

𝑥𝑦 adalah tegangan geser ke arah sumbu x yang bekerja pada bidang tegak lurus sumbu y).

Tegangan geser dasar dalam arah sumbu x dan y dapat dihitung sebagai berikut: pada arah sumbu x:

𝜏

𝑏𝑥

= 𝜌𝑐

𝑓

𝑈 𝑈

2

+ 𝑉

2

1 +

𝜕𝑧

𝑏

𝜕𝑥

2

+

𝜕𝑧

𝑏

𝜕𝑦

2 12 (H-7)

pada arah sumbu y:

𝜏

𝑏𝑦

= 𝜌𝑐

𝑓

𝑉 𝑈

2

+ 𝑉

2

1 +

𝜕𝑧

𝑏

𝜕𝑥

2

+

𝜕𝑧

𝑏

𝜕𝑦

2 12 (H-8)

(10)

Dengan 𝑐𝑓 adalah koefisien gesek dasar yang dapat dihitung sebagai berikut:

𝑐

𝑓 = 𝑔 𝐶2 = 𝑔𝑛2 𝜆2𝐻13 (H-9) dimana:

𝐶

= koefisien Chezy

𝑛

= koefisien kekasaran Manning

𝜆

= 1,486 jika menggunakan satuan Inggris dan 1,0 jika menggunakan satuan Internasional (SI)

Tegangan geser turbulen rata-rata kedalaman dihitung menggunakan konsep viskositas eddy dari Boussinesq, yaitu:

𝜏

𝑥𝑥

= 𝜌𝑣

𝑥𝑥

𝜕𝑈

𝜕𝑥

+

𝜕𝑈

𝜕𝑥

𝜏

𝑥𝑦

= 𝜏

𝑦𝑥

= 𝜌𝑣

𝑥𝑦

𝜕𝑈

𝜕𝑦

+

𝜕𝑉

𝜕𝑥

𝜏

𝑦𝑦

= 𝜌𝑣

𝑦𝑦

𝜕𝑉

𝜕𝑦

+

𝜕𝑉

𝜕𝑦

(H-10)

Untuk penyederhanaan perhitungan, maka nilai viskositas eddy kinematik rerata kedalaman diasumsikan isotropik yaitu nilai 𝜏𝑥𝑥 = 𝜏𝑥𝑦 = 𝜏𝑦𝑥 = 𝜏𝑦𝑦, dan viskositas eddy isotropik dinotasikan dengan v yang nilainya (0,3±0,6 U*H)

Dalam Donnell (2008) persamaan-persamaan hidrodinamika (H-7) hingga (H-10) disubstitusikan dalam persamaan (H-5) dan (H-6) dengan x dan y yang bersesuaian, maka persamaan konservasi momentum menjadi:

pada arah sumbu x:

𝑕

𝜕𝑢

𝜕𝑡

+ 𝑕𝑢

𝜕𝑢

𝜕𝑥

+ 𝑕𝑣

𝜕𝑢

𝜕𝑦

𝑕

𝜌

𝐸

𝑥𝑥

𝜕

2

𝑢

𝜕𝑥

2

+ 𝐸

𝑥𝑦

𝜕

2

𝑢

𝜕𝑦

2

+ 𝑔𝑕

𝜕𝑎

𝜕𝑥

+

𝜕𝑕

𝜕𝑥

+

𝑔𝑢𝑛

2

1.486𝑕

16 2

+ 𝑢

2

+ 𝑣

2 1 2

− 𝜁𝑉

𝑎2

cos 𝜓 − 2𝑕𝜔𝑣 sin 𝜙 = 0

(H-11)

(11)

pada arah sumbu y:

𝑕

𝜕𝑣

𝜕𝑡

+ 𝑕𝑢

𝜕𝑣

𝜕𝑥

+ 𝑕𝑣

𝜕𝑣

𝜕𝑦

𝑕

𝜌

𝐸

𝑦𝑥

𝜕

2

𝑣

𝜕𝑥

2

+ 𝐸

𝑦𝑦

𝜕

2

𝑣

𝜕𝑦

2

+ 𝑔𝑕

𝜕𝑎

𝜕𝑦

+

𝜕𝑕

𝜕𝑦

+

𝑔𝑣𝑛

2

1.486𝑕

16 2

+ 𝑢

2

+ 𝑣

2 1 2

− 𝜁𝑉

𝑎2

cos 𝜓 − 2𝑕𝜔𝑣 sin 𝜙 = 0

(H-12) dimana:

𝑕

= kedalaman perairan

𝑡

= waktu

𝑢, 𝑣

= komponen kecepatan dalam arah x dan y

𝜌

= kerapatan fluida

𝑔

= percepatan gravitasi

𝐸

= koefisien kekentalan turbulen,

𝐸

𝑥𝑥, dalam arah normal terhadap bidang x

𝐸

𝑦𝑦, dalam arah normal terhadap bidang y

𝐸

𝑥𝑦 dan

𝐸

𝑦𝑥, masing-masing berhimpit dengan bidang x dan y

𝑎

= elevasi dasar perairan

𝑛

= koefisien kekasaran Manning

𝜁

= koefisien tegangan geser angin empiris

𝑉

𝑎 = kecepatan angin

𝜓

= arah angin

𝜔

= kecepatan rotasi bumi

𝜙

= posisi lintang geografis

Diskritisasi dan Solusi Persamaan

Diskritisasi menggunakan variasi kontinu kecepatan aliran dan muka air (water level) yang merupakan gambaran dari model matematik hidrodinamik. Diskritisasi dan solusi persamaan dibuat dalam bidang pembentuk hasil model disebut elemen. Persamaan konservasi massa dan momentum diselesaikan dengan metode elemen hingga dengan mengunakan metode sisa berbobot (weighted residuals)-Galerkin (Donnell 2008; Sachoemar dan Purwandani 2009). Fungsi yang digunakan dalam interpolasi kecepatan arus dan kedalaman air

(12)

yaitu fungsi kuadratik untuk kecepatan arus dan fungsi linier untuk kedalaman. Integrasi Galerkin digunakan dalam pengintegralan, lalu derivatif terhadap waktu didekati dengan beda hingga non-linier. Arus dan muka air diasumsikan bervariasi pada tiap interval waktu dalam bentuk persamaan sebagai berikut:

𝑓 𝑡 = 𝑓 𝑡

0

+ 𝑎𝑡 + 𝑏𝑡

𝑐

𝑡

0

≤ 𝑡 < 𝑡

0

+ ∆𝑡

(H-13)

dimana a, b, dan c adalah konstanta

Tahanan Dasar dan Hambatan Aliran

Energi gaya gesek dasar atau kekasaran dasar perairan adalah hal utama dalam perhitungan kecepatan arus. Untuk mengetahui besarnya tegangan gesek dasar (

𝜏

) dengan persamaan:

𝜏 = 𝜌𝑔𝑅𝑆

(H-14)

dimana:

𝑅

= rerata radius hidrolis

(irisan melintang area dibagi dengan perimeter basah)

𝑆

= kemiringan dasar

Tahanan dasar dihitung dengan persamaan Manning jika masukan nilai kekasaran <3,0, selain nilai tersebut menggunakan persamaan Chezy (H-9). Persamaan Manning untuk aliran seragam (uniform) adalah:

𝑉 = 1.486

𝑅

2 3

𝑆

1 2

𝑛

(H-15)

dimana:

𝑉

= kecepatan

𝑛

= koefisien kekasaran Manning

Untuk menyelesaikan persamaan Manning untuk nilai S maka substitusikan pada persamaan tegangan gesek dasar (

𝜏

) (H-14), didapatkan persamaan:

(13)

𝜏 = 𝜌𝑔

𝑛

1.486

2

𝑉

2

𝑅

1 3

(H-16)

Sehingga bentuk akhir dari komponen

tegangan gesek dasar dengan menggunakan persamaan Manning adalah:

𝜏

𝑥

= 𝜌𝑔

𝑛

1.486

2

𝑢 𝑢

2

+ 𝑣

2

𝑕

1 3

𝜏

𝑦

= 𝜌𝑔

𝑛

1.486

2

𝑣 𝑢

2

+ 𝑣

2

𝑕

1 3 (H-17) Turbulensi

Turbulensi secara umum dapat didefinisikan sebagai efek variasi temporal dari kecepatan dan pertukaran momentum dimana ada gradien secara spasial. Pada kasus khusus, misal dalam model, turbulensi sebagai efek temporal yang terjadi dalam skala waktu yang lebih kecil dari langkah waktu (time step) model. Persamaan turbulen dari salah satu bagian persamaan (H-11) dan (H-12) dapat diformulasikan menjadi (Donnell 2008; Sachoemar dan Purwandani 2009):

𝐸

𝑥𝑥

𝜕

2

𝑢

𝜕𝑥

2

= 𝜇

𝜕

2

𝑢

𝜕𝑥

2

+

𝜕

𝜕𝑥

𝛿𝑢

′2

𝜕𝑥

𝐸

𝑥𝑦

𝜕

2

𝑢

𝜕𝑦

2

= 𝜇

𝜕

2

𝑢

𝜕𝑦

2

+

𝜕

𝜕𝑥

𝛿𝑢

𝑣

𝜕𝑦

𝐸

𝑦𝑥

𝜕

2

𝑣

𝜕𝑥

2

= 𝜇

𝜕

2

𝑢

𝜕𝑥

2

+

𝜕

𝜕𝑦

𝛿𝑣

𝑢

𝜕𝑥

𝐸

𝑦𝑦

𝜕

2

𝑣

𝜕𝑦

2

= 𝜇

𝜕

2

𝑣

𝜕𝑦

2

+

𝜕

𝜕𝑦

𝛿𝑣

′2

𝜕𝑦

(H-18) dimana:

𝜇

= viskositas molekuler

𝑢

= fluktuasi kecepatan turbulen pada sumbu x

𝑣

= fluktuasi kecepatan turbulen pada sumbu y

𝑢

′2

(14)

Sedimen

Karakteristik Sedimen

Sedimen dapat dikelompokkan berdasarkan ukuran butirnya dalam Skala Wentworth. Klasifikasi ini dapat dilihat pada Tabel 3. Skala tersebut merupakan ukuran standar kelas sedimen dari fraksi berukuran mikron sampai beberapa mm (Dyer 1986). Dalam Skala Wentworth menggunakan unit phi (

𝜑

), untuk mempermudah pengklasifikasian apabila sampel sedimen mengandung partikel yang berukuran kecil dalam jumlah yang besar. Bentuk konversi phi (

𝜑

) dari diameter sedimen dan sebaliknya, dengan persamaan berikut:

𝜑 = − log

2

𝑑

𝑑 = 2

−𝜑 (S-1)

dimana:

𝑑

= diameter partikel (mm)

Catatan: tanda dalam persamaan sebagai ciri khusus, misal (S-1) adalah persamaan tentang sedimen yang pertama.

Distribusi Ukuran Butir Sedimen

Sedimen dasar dapat diolah dengan metode pengayakan (APHA 2005; Wibisono 2005). Prosentase dari berat total yang tertinggal di ayakan dan ukuran butir dapat ditampilkan dalam grafik histogram. Hasilnya adalah distribusi asimetris dengan prosentase yang besar adalah sedimen dengan ukuran butir halus, dari diameter rata-rata. Diameter rata-rata adalah ukuran yang berhubungan dengan nilai tengah dari area di bawah kurva distribusi frekuensi ukuran butir sedimen. Kurva tersebut sangat berguna untuk mengetahui keberadaan dari beberapa jenis dalam campuran sedimen. Kurva kumulatif menampilkan kumulatif dari persentase dari partikel halus (Dyer 1986; Blott dan Pye 2001). Nilai yang diberikan pada persentil ke-50 (D50) adalah median dari ukuran butir.

(15)

Tabel 3 Klasifikasi ukuran butir sedimen (Dyer 1986; Blott dan Pye 2001)

Skala Wentworth Diameter partikel

phi (

) mm m Batu besar Sangat besar Besar Medium Kecil

Batu bulat Besar

Kecil Batu kerikil Sangat kasar Kasar Medium Halus

Granula Sangat halus 1

Pasir (Sand) Sangat kasar Kasar Medium Halus Sangat halus Lanau (Silt) Kasar Medium Halus Sangat halus Lempung (Clay) Kasar Medium Halus Sangat halus Koloid Diagram Ternary

Sebaran sedimen di alam berasal dari berbagai sumber yang berbeda menghasilkan percampuran antar ukuran yang beragam. Percampuran antar ukuran butir sedimen dinyatakan dalam diagram Ternary yaitu diagram berbentuk segitiga dengan memasukkan data ukuran sedimen dalam persen pada ketiga sisinya (juga sering disebut segitiga Shephard). Tiap sumbu berukuran 100% dari ukuran butir tertentu dan di dalam segitiga dibagi ke dalam berbagai kriteria, misal pasir lanauan, pasir berbatu, dan lainnya (Dyer 1986). Gambar 3

1000 500 250 125 62,5 31,3 15,6 7,8 3,9 1,95 0,98 0,49 0,24 – 11 – 10 – 9 – 8 – 7 – 6 – 5 – 4 – 3 – 2 – 1 + 0 + 1 + 2 + 3 + 4 + 5 + 6 + 7 + 8 + 9 + 10 + 11 + 12 2048 1024 512 256 128 64 32 16 8 4 2 1 ½ ¼ 1/8 1/16 1/32 1/64 1/128 1/256 1/256 1/1024 1/4096

(16)

merupakan diagram Ternary dengan kombinasi pasir-lanau-liat (sand-silt-clay). Kombinasi lain yang sering digunakan adalah kerikil-pasir-liat (gravel-sand-clay). Diagram ini dapat memberikan gambaran tentang perbandingan deskriptif dan juga pembagian sampel berdasarkan daerah jenis sedimen dasar.

Gambar 3 Diagram Ternary untuk campuran pasir-lanau-liat (Dyer 1986)

Parameter Statistik Sedimen

Untuk mengetahui sedimentasi dan transpor sedimen, beberapa parameter statistik yang sering digunakan yaitu: ukuran butir rata-rata (mean grain size), standar deviasi (sortasi), kemencengan (skewness) dan kurtosis (Dyer 1986; Blott dan Pye 2001).

Ukuran Butir Rata-rata (Mean Size)

Dalam sebaran normal nilai modus, mean, dan median merupakan persentil ke-50. Adanya deviasi dari normal dapat membuat perbedaan nilai. Untuk mendapatkan rata-rata yang akurat, perlu menghitung nilai tengah dari area dibawah kurva ukuran butir, atau nilai tengah dari kurva itu sendiri pada distribusi frekuensi. Persamaan untuk menentukan ukuran rata-rata butiran sedimen, adalah:

𝑥 𝜙 =

𝑓𝑚𝜙

100 (S-2)

(17)

Sortasi (Sorting)

Dalam distribusi ukuran butir dapat diketahui ukuran sebarannya, yaitu standar deviasi yang juga disebut sortasi, dengan persamaan:

𝜎𝜙 =

𝑓 𝑚𝜙 − 𝑥 𝜙 2

100 (S-3)

Dalam kurva sebaran normal, nilai 68,3 persen dari distribusi terletak pada ±𝜎𝜑 dari ukuran rata-rata, diantara persentil ke-84 dan 16, nilai 95,4 persen terletak pada ±2𝜎𝜑 dan nilai 99,7 persen terletak pada ±3𝜎𝜑 (Dyer 1986; Blott dan Pye 2001). Karakteristik sebaran yang bernilai rendah dengan ditandai dengan puncak yang tajam dengan ukuran butir lebih besar atau kecil dari ukuran rata-rata, untuk kasus sebaliknya sampel seragam.

Kemencengan (Skewness)

Persamaan dari kemencengan adalah: 𝑆𝑘𝜙 = 𝑓 𝑚𝜙 − 𝑥 𝜙

3 100𝜎𝜙3

(S-4)

Kemencengan mengurangi kesimetrisan dari kurva dari rata-rata (mean). Dalam sebaran normal nilai kemencengan dari modus, mean, dan median adalah nol. Distribusi kemencengan positif, letak median dan modus terletak pada sisi ukuran butir kasar (sebelah kanan), dimana ekor kurva berada pada ukuran butir halus (sebelah kiri). Kebalikannya adalah kemencengan negatif.

Kurtosis

Nilai kurtosis merupakan ukuran penyimpangan dari normal pada distribusi ekstrim. Sangat memungkinkan bahwa sedimen dengan tersortasi dengan baik dengan kemencengan sama dengan nol dengan jumlah butiran yang terbatas. Persamaan Kurtosis:

𝐾𝜙 =

𝑓 𝑚𝜑 − 𝑥 𝜙 4 100𝜎𝜑4

(18)

Jenis Kurtosis adalah kurva platykurtic dengan puncak cenderung datar jika dibadingkan dengan kurva normal (dengan nilai kurtosis <3), kurva leptokurtic dengan puncak runcing jika dibandingkan dengan kurva normal (dengan nilai kurtosis >3), kurva normal atau mesokurtic dengan nilai kurtosis 3.

Kriteria parameter statistik sedimen menurut Dyer (1986); Blott dan Pye (2001), dengan sistem logaritmik, dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Kriteria parameter statistik sedimen

Standar Deviasi (Sortasi) Kemencengan (Skewness) Kurtosis

- Very well sorted - Well sorted - Moderately well

sorted

- Moderately sorted - Poorly sorted - Very poorly sorted - Extremely poorly sorted < 0.35 0.35 – 0.50 0.50 – 0.71 0.71 – 1.00 1.00 – 2.00 2.00 – 4.00 > 4.00 -Very coarse-skewed -Coarse-skewed -Nearsymmetrical -Fine-skewed -Very fine-skewed < -0.3 -0.3 – -0.1 -0.1 – +0.1 0.1 – +0.3 >+0.3 -Very platykurtic (flat) - Platykurtic - Mesokurtic (normal peakedness) - Leptokurtic (peaked) - Very leptokurtic - Extremely leptokurtic < 0.65 0.65 - 0.90 0.90 - 1.11 1.11 - 1.50 1.50 - 3.00 > 3.00 Sedimen Tersuspensi

Sebelum mempelajari persamaan transpor sedimen tersuspensi, maka perlu diulas tentang beberapa definisi yang berkaitan dengan sedimen. Pengetahuan tentang sedimen kohesif dan karakter-karakter pendukung transpor perlu diketahui. Pengetahuan tentang MPT sangat diperlukan karena perannya dalam kualitas perairan, karena mempengaruhi densitas, penetrasi cahaya, dan ketersediaan nutrien. Meningkatnya konsentrasi MPT mengurangi masuknya sinar matahari di kolom air, yang akhirnya berpengaruh pada suhu perairan, faktor biologis dan reaksi kimia. Ketersediaan nutrien berkaitan erat dengan konsentrasi MPT, dimana terjadi hubungan yang kuat dengan mekanisme adsorpsi-desorpsi, yang akhirnya berpengaruh terhadap kecepatan endap MPT ketika terjadi proses flokulasi (agregasi) (Ji 2008).

Sedimen terdiri dari partikel-partikel yang berasal dari materi batuan dan komponen biologis. Sedimen dapat tersuspensi di kolom air atau terendapkan dan terakumulasi di dasar perairan. Sifat-sifat sedimen berupa ukuran partikel distribusi butir sedimen, rapat massa, bentuk, kecepatan endap, dan tahanan terhadap resuspensi merupakan sifat yang sangat penting diketahui dalam mempelajari proses resuspensi dan sedimentasi. Diantara berbagai sifat

(19)

tersebut, distribusi butir partikel yang paling penting (Triatmojo 1999; Ji 2008). Sedimen pantai diklasifikasikan berdasarkan ukuran butir menjadi lempung (clay), lanau (silt), pasir (sand), kerikil (gravel), koral (pebble), batu kerikil (cobble), dan batu (boulder). Berdasarkan klasifikasi pada Tabel 3 dan Tabel 5, pasir memiliki diameter antara 0,063 dan 2,0 mm, yang selanjutnya dibagi menjadi lima kelas. Material sangat halus di bawah 0,063 mm merupakan sedimen kohesif, termasuk didalamnya adalah MPT.

Total Suspended Solid (TSS) atau MPT adalah bahan-bahan tersuspensi

(diameter lebih dari 1μm) terdiri dari lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik yang tertahan pada saringan milipore dengan diameter pori 0.45 μm. Penyebab MPT yang utama adalah erosi tanah yang terbawa ke badan air. Secara umum masukan (load) sedimen dibagi menjadi dua komponen, yaitu masukan sedimen dasar (bed load) dan sedimen tersuspensi (suspended load). Pembagian tersebut berdasarkan ukuran partikel sedimen, partikel lebih besar dari 150 μm (pasir) masuk kategori sedimen dasar, sedimen tersuspensi lebih kecil dari 63 μm (0,063 mm; silt dan clay ; Tabel 5) (Ji 2008; Sachoemar dan Purwandani 2009). MPT masuk kategori sedimen melayang sedimen tersuspensi.

Tabel 5 Tipe dan ukuran partikel sedimen

Tipe Kisaran Ukuran (mm)

Gravel 2,0–20,0

Pasir 0,063–2,0

Silt 0,0039–0,063

Clay <0,0039

Sumber : Ji (2008)

Perairan jernih kisaran nilainya berada di bawah 10 mg/l dan untuk perairan keruh nilainya di atas 100 mg/l. Proses dinamika MPT sangat dipengaruhi oleh kedalaman perairan dan komposisinya. Pada umumnya sedimen yang berada di daerah pantai (perairan pantai, muara sungai atau estuari, teluk) adalah sedimen kohesif. Sedimen kohesif adalah partikel yang sangat halus dan sifat sedimen lebih tergantung pada gaya-gaya permukaan daripada gaya berat (Ji 2008), dengan ilustrasi dapat dilihat pada Gambar 4. Gaya-gaya permukaan tersebut adalah gaya tarik dan gaya tolak. Apabila resultannya merupakan gaya tarik, partikel akan berkumpul dan membentuk flokon dengan dimensi yang lebih besar daripada dimensi partikel individu, fenomena ini sering disebut dengan flokulasi.

(20)

Sebagian besar sedimentasi yang terjadi di daerah pantai merupakan hasil flokulasi sedimen kohesif (Triatmojo 1999).

Gambar 4 Proses pengendapan sedimen non-kohesif dan kohesif

Menurut van Rijn (1993), proses flokulasi menyebabkan ukuran dan kecepatan endap partikel sedimen menjadi lebih besar. Proses ini sangat penting dalam mempelajari mekanisme transpor sedimen kohesif. Kecepatan endap butir sedimen juga penting dalam mempelajari mekanisme transpor sedimen, terutama untuk sedimen tersuspensi. Untuk sedimen kohesif, kecepatan endap (settling) dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya konsentrasi sedimen tersuspensi, salinitas, dan diameter partikel. Konsentrasi tersuspensi merupakan parameter yang paling penting dalam proses flokulasi, yang berarti pada kecepatan endap. Salinitas juga berpengaruh pada kecepatan endap, dimana kecepatan endap meningkat cepat sampai pada salinitas 2 ppt, lalu konstan. Diameter butir partikel berpengaruh terhadap flokulasi, dimana flokulasi berkurang dengan bertambahnya dimensi partikel karena kohesi berkurang (Triatmojo 1999).

Kedalaman perairan dan kecepatan aliran juga berpengaruh pada kecepatan endap. Diperlukan kedalaman minimum 2 m untuk terjadinya flokulasi minimum dan perbedaan kecepatan endap (van Rijn 1993). Kecepatan arus yang besar menyebabkan kecepatan endap dekat lapisan dasar akan menurun karena adanya gaya gesekan (gradien tekanan) pada lapisan dasar (van Rijn 1993).

Penambahan sedimen dalam suspensi karena adanya suplai dari perairan dalam arus turbulen dan transpor advektif, serta resuspensi sedimen karena adanya gesekan arus pada lapisan dasar, juga karena adanya gesekan arus

(21)

pada lapisan dasar. Sedangkan penurunan konsentrasi padatan tersuspensi pada lapisan permukaan karena adanya proses penenggelaman (sink) atau digerakkan oleh proses adveksi.

Pergerakan Sedimen

Pergerakan sedimen meliputi pengangkatan (entrainment), transpor dan pengendapan (settling). Ketiga proses ini bekerja pada waktu yang bersamaan dan dapat saling berinteraksi dengan sesama lain. Laju pergerakan sedimen dapat didefinisikan sebagai konsentrasi sedimen per-unit waktu yang melewati sebuah bidang vertikal dengan unit lebar yang tegak lurus dengan arah aliran (van Rijn 1993).

Laju bersih pengendapan atau erosi dari suatu daerah pada dasar laut bergantung pada perbedaan laju masuk dan keluarnya sedimen di daerah tersebut. Jika sedimen yang memasuki suatu daerah lebih banyak daripada yang terbawa keluar, maka di dasar lautnya akan terjadi pengendapan, dan jika sebaliknya maka akan terjadi erosi (van Rijn 1993). Walaupun laju pergerakan sedimen sangat besar, batimetri dasar tidak akan berubah jika pergerakan masuk dan keluar sama untuk seluruh daerah.

Sedangkan efek dari unsur hidrodinamika pada dinamika sedimen terjadi terutama melewati gesekan pada dasar dinyatakan dalam istilah tegangan geser dasar, yang merupakan gaya gesekan yang bekerja akibat aliran per unit luasan dasar. Tegangan geser dasar yang terbentuk tergantung bukan hanya pada kecepatan aliran, tapi juga pada kekasaran dasar. Tegangan geser dasar dapat disebabkan oleh arus, gelombang atau gabungan dari arus dan gelombang.

Tegangan geser dasar kritis pergerakan sedimen adalah tegangan geser yang bekerja pada dasar pada tahap aliran dimana pergerakan sedimen dapat dianggap sudah mulai. Tegangan kritis pergerakan sedimen pada dasar adalah faktor penting dalam perhitungan bersangkutan dengan respon sedimen pada arus. Terutama diperlukan dalam aplikasi menyangkut pergerakan sedimen dasar yaitu untuk sedimen yang lebih kasar dan pengangkatan sedimen halus ke keadaan melayang (van Rijn 1993).

Pada dasarnya pergerakan sedimen dibagi menjadi pergerakan sedimen dasar dan sedimen melayang (van Rijn 1993; Triatmojo 1999). Pergerakan sedimen dasar terjadi jika kecepatan aliran fluida melebihi tegangan kritis pergerakan sedimen, tetapi tidak cukup kuat untuk mengangkat butiran ke

(22)

keadaan melayang. Sedangkan pergerakan sedimen tersuspensi terjadi jika arus cukup cepat dan butiran cukup halus, butiran akan diangkat ke keadaan melayang bahkan sampai ketinggian beberapa meter di atas dasar, dan dibawa oleh arus.

Pengendapan sedimen terjadi jika butiran berhenti di dasar pada pergerakan sedimen dasar, atau dengan mengendapnya butiran dari keadaan melayang. Biasanya pengangkatan dari beberapa butiran ke atas ke keadaan melayang dan pengendapan dari butiran lainnya ke bawah akibat berat sendiri terjadi bersamaan. Kadang ada butiran sedimen yang terus menerus melayang, walaupun fluida mengalir pada kecepatan rendah untuk waktu yang cukup lama. Butiran yang tidak pernah mengendap ini disebut wash load.

Persamaan Transpor Sedimen Tersuspensi

Persamaan model transpor dari sebaran konsentrasi sedimen tersuspensi merupakan persamaan transpor (adveksi-difusi) dan ditambah dengan masukan sedimen kohesif dari Laguna Segara Anakan. Dasar persamaan tersebut menurut Xiaohong et al. (2005) dan Donnel (2006):

𝜕𝐶

𝜕𝑡

+ 𝑢

𝜕𝐶

𝜕𝑥

+ 𝑣

𝜕𝐶

𝜕𝑦

=

𝜕

𝜕𝑥

𝐷

𝑥

𝜕𝐶

𝜕𝑥

+

𝜕

𝜕𝑦

𝐷

𝑦

𝜕𝐶

𝜕𝑦

+ 𝛼

1𝐶

+ 𝛼

2 (S-6) dimana,

𝐶

= konsentrasi (kg/m3)

𝑡

= waktu (detik)

𝑢

= kecepatan aliran dalam arah-x

𝑥

= arah aliran utama (m)

𝑣

= kecepatan aliran dalam arah-y

𝑦

= arah tegak lurus terhadap x (m)

𝐷

𝑥 = koefisien difusi efektif dalam arah x (m2/detik)

𝐷

𝑦 = koefisien difusi efektif dalam arah y (m2/detik)

𝛼

1 = koefisien untuk suku sumber (erosi – deposisi, 1/detik)

𝛼

2 = konsentrasi seimbang dari suku sumber (kg/m2/detik)

(23)

Perhitungan Tegangan Geser Dasar

Tegangan geser dasar dibutuhkan dalam mengetahui adanya sumber masukan sedimen, dinyatakan dengan persamaan:

𝜏𝑏 = 𝜌 𝑢∗ 2 (S-7)

dimana,

𝜌 = densitas air 𝑢∗ = kecepatan geser

Profil Kecepatan Logaritma Dinding Halus

Dinyatakan dengan persamaan: 𝑢 𝑢∗= 5,75 log 3,32 𝑢∗𝐷 𝑣 (S-8) syarat: 𝑢∗𝐷 𝑣 > 30 (S-9) dimana, 𝐷 = kedalaman

𝑣 = kekentalan kinematik air

Persamaan Tegangan Geser Manning

𝑢∗= 𝑔𝑢 𝑛

𝐶𝑀𝐸𝐷1 6 (S-10)

dimana,

𝑔 = kecepatan gravitasi

𝑛 = koefisien kekasaran Manning

𝐶𝑀𝐸 = koefisien, 1 untuk SI, 1.486 untuk unit Inggris

Sumber Sedimen Dasar

Sedimen dasar dapat berupa sumber (source) dan perosotan (sink), dinyatakan dalam

𝑆 = 𝛼

1𝐶

+ 𝛼

2

dalam persamaan (S-6), sama dengan

deposisi dan erosi untuk pasir ataupun sedimen kohesif (liat). Metode

(24)

perhitungan koefisien alfa (𝛼) tergantung tipe sedimen dan ada/tidaknya

erosi ataupun deposisi.

Transpor Sedimen Kohesif

Kecepatan endap sedimen kohesif dihitung dengan persamaan Krone 1962 dalam Donnell (2006), yaitu:

𝑆 = −𝑉𝑠 𝐷𝐶 1 − 𝜏 𝜏𝑑 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝐶 < 𝐶𝑐, 𝜏 < 𝜏𝑑 −𝑉𝑘 𝐷 𝐶7 3 1 − 𝜏 𝜏𝑑 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝐶 > 𝐶𝑐, 𝜏 < 𝜏𝑑 (S-11) dimana:

𝜏 = tahanan geser dasar

𝜏𝑑 = tahanan geser kritis deposisi 𝐶𝑐 = konsentrasi kritis

Kecepatan erosi dihitung dengan persamaan:

𝑆 =𝑀 𝐷 𝜏 𝜏𝑒− 1 , 𝜏 > 𝜏𝑒 (S-12) dimana, 𝑀 = kecepatan erosi

𝜏𝑒 = tahanan geser kritis erosi

Sumber erosi dinyatakan bahwa:

𝑆 =𝑇𝐿𝜌𝐿 𝐷Δ𝑡, 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝜏 > 𝜏𝑠 (S-13) dimana, 𝑇𝐿 = ketebalan lapisan 𝜌𝐿 = densitas lapisan Δ𝑡 = interval waktu

(25)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Dalam bab ini akan dijelaskan tentang: waktu dan lokasi penelitian, alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian, perolehan data, pengolahan data, dan pembuatan model hidrodinamika dan sebaran MPT.

Waktu dan Lokasi Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan pembuatan model hidrodinamika dan sebaran MPT di PPB. Penelitian dilaksanakan pada Mei 2010-September 2011 berupa perolehan data (Juni 2010), analisis data, dan pemodelan arus dan sebaran sedimen melayang. Kegiatan perolehan data meliputi: survei batimetri, data pasang surut, data arus, data salinitas dan temperatur (dengan CTD), data sedimen dasar, dan pengambilan sampel air untuk MPT. Pengolahan dan analisis data serta pembuatan model dengan bantuan komputer, perangkat lunak yang digunakan antara lain MS Excel, Surfer, Grapher, Global Mapper, dan SMS.

Lokasi penelitian di Perairan Pelawangan Barat, dengan posisi 7,72o -7,67oLS dan 108,76o-108,81oBT, seperti dapat dilihat pada Gambar 5.

(26)

Penentuan stasiun berdasarkan pertimbangan daerah yang mewakili bagian dekat dengan Laguna Segara Anakan sebagai sumber debit air dan sedimen melayang, daerah tengah PPB sebagai stasiun validasi model, daerah mulut PPB, dan daerah laut. Posisi tiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Posisi stasiun perolehan data Stasiun Bujur Lintang Keterangan

1 108,7758 BT 7,7052 LS 2 108,7786 BT 7,7026 LS 3 108,7874 BT 7,6973 LS 4 108,7962 BT 7,6926 LS Stasiun menetap 5 108,7968 BT 7,6871 LS 6 108,7925 BT 7,6824 LS Stasiun sumber

Stasiun-stasiun yang ada dikategorikan dalam stasiun sumber, stasiun menetap dan stasiun spasial. Dimana stasiun sumber (stasiun 6) merupakan stasiun dengan pengambilan data dalam satu siklus pasang surut. Stasiun menetap (stasiun 4) merupakan stasiun dengan pangambilan data 24 jam. Data-data yang diambil pada stasiun sumber dan stasiun menetap sama yaitu Data-data arus, CTD, dan sampel air untuk MPT. Data pasang surut diukur di daerah stasiun 4. Stasiun spasial merupakan stasiun pengukuran data dengan pertimbangan sebaran data CTD dan MPT pada saat pasang dan surut. Keterangan lebih lengkap tentang stasiun dapat dilihat pada Tabel 7. Sampel sedimen dasar diambil pada titik-titik yang mewakili bagian dekat hulu, tengah, dan dekat mulut PPB.

Tabel 7 Perolehan data pada tiap kategori stasiun

Stasiun Data Keterangan

Menetap - Arus - Pengukuran arus dekat permukaan dan dekat dasar dengan perekaman data tiap 10 menit (data logger) selama 24 jam - CTD - Pengukuran kedalaman, salinitas, dan suhu dengan

pengambilan data tiap 30 menit selama 24 jam

- MPT - Pengambilan air sampel pada dekat permukaan dan dekat dasar dengan pengambilan data tiap 1 jam selama 24 jam Sumber - Arus - Pengukuran arus dekat permukaan dengan perekaman data

tiap 10 menit (data logger) selama 12 jam

- CTD - Pengukuran kedalaman, salinitas, dan suhu dengan pengambilan data tiap 30 menit selama 12 jam

- MPT - Pengambilan air sampel pada dekat permukaan dengan pengambilan data tiap 1 jam selama 12 jam

Spasial - CTD - MPT

- Pengukuran CTD pada beberapa titik acak pada waktu pasang dan waktu surut.

- Pengambilan data MPT pada tiap stasiun pada waktu pasang dan waktu surut.

(27)

Alat dan Bahan

Daftar alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 8 berikut :

Tabel 8 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian

No Alat dan Bahan Satuan Keterangan

Observasi

1. GPS olat-lon Untuk mengetahui posisi (lintang-bujur)

2. Kapal - Mobilisasi saat pengambilan sampel

3. Water Sampler Van Dorn - Pengambilan sampel air

4. Botol sampel - Tempat penyimpanan sampel air.

5. Kotak pendingin (cool box) - Tempat penyimpanan sampel

6. Grab Sampler - Pengambilan sampel sedimen dasar

7. Kantung plastik - Tempat penyimpanan sampel sedimen

8. GPS-Echo-Sounder - Pengukuran kedalaman dan posisi

9. Tongkat berskala cm Pengukuran pasang surut, ditambah data

dari prediksi pasang surut NaOTide 10. Valeport Current meter m/dtk Pengukuran kecepatan dan arah arus

11. CTD (salinitas, suhu, kedalaman) o /oo o C m

Pengukuran sebaran salinitas, suhu, dan kedalaman

Laboratorium

1. Pompa vacum dan filter - Menyaring sampel air

2. Oven - Memanaskan sampel untuk menguapkan air

dan bahan organik pada sampel

3. Kertas saring Whatman µm Kertas Whatman tipe 0,45 µm 47 mm fine

crystaline (CN Membrane WP)

4. Desikator - Pendingin sampel setelah dari proses

pengovenan, untuk mempertahankan suhu

5. Timbangan mg Menimbang sampel dari desikator

6. Analisa sedimen dasar - Mengetahui fraksi sedimen dasar

Analisa Data

1. Peta lingkungan laut, data

dari GoogleEarth, gambar satelit, perangkat lunak pengolah gambar

- Pembuatan peta dasar, mengkonversi sistem

koordinat (dari Latitude-Longitude menjadi Northing-Easting, UTM)

2. Perangkat lunak

pengolahan peta dan batimetri

- Pembuatan peta batimetri, mencari luas

penampang, mengetahui luas area,

mengetahui volume, profil melintang dan horisontal

3. Perangkat lunak ODV

(Ocean Data View) dan perangkat lunak pengolah data spread-sheet

- Mengolah data-data sebaran secara

horisontal dan vertikal (salinitas, suhu, MPT, densitas). Mengolah data yang bersifat data baris-kolom dengan fungsi-fungsi matematis (MS. Excel). Lay-out (tampilan) data secara grafis (diagram Ternary, stick plot)

4. Perangkat lunak

pemodelan

- Pembuatan model hidrodinamika dan

sebaran sedimen melayang, analisa data model

(28)

Perolehan Data

Sebelum penelitian, dilakukan survei pendahuluan untuk mengetahui pengukuran awal kedalaman, pengambilan sampel air untuk mengetahui sebaran MPT permukaan, dan pengambilan sampel sedimen dasar. Perolehan data penelitian meliputi data: kedalaman, pasang surut, arus, CTD, sedimen dasar dan sampel air untuk pengukuran konsentrasi MPT. Sedangkan bahan yang disediakan untuk pengolahan data diantaranya peta dasar, peta batimetri, data observasi, data untuk pemodelan. Foto kegiatan penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

Kedalaman

Data kedalaman (batimetri) merupakan dasar yang sangat dibutuhkan untuk memahami hidrodinamika (Nugrahadi dan Tejakusuma 2007). Untuk membuat peta batimetri dibutuhkan data kedalaman berkoordinat. Pengukuran kedalaman dilakukan dengan menggunakan alat GPS-Echo-Sounder yang dipasang pada badan perahu, sedemikian sehingga bagian penerima (receiver) di bawah permukaan air (20 cm). Jalur perlintasan perahu mengikuti pola zig-zag sehingga didapat sebaran acak kedalaman yang mewakili daerah penelitian.

Data kedalaman yang diperoleh berupa data posisi dan kedalaman dalam format x-y-z (x, y, z adalah berturut-turut bujur, lintang, kedalaman), dikoreksi dengan pasang surut untuk mendapatkan data kedalaman rerata muka air harian (MSL, mean sea level). Lalu data kedalaman dan data garis pantai hasil digitasi dibuat gambar profil dengan bantuan perangkat lunak Surfer dengan metode interpolasi adalah Metode Krigging (Siregar dan Selamat 2009). Sedangkan file interpolasi dalam bentuk grid (jaring) dapat digunakan untuk beberapa kepentingan dalam pengolahan data selanjutnya.

Pasang Surut

Data pasang surut diambil dengan menggunakan tongkat duga berskala dengan tabung transparan berpelampung (untuk mengurangi pengaruh dari luar) yang dipasang di lokasi penelitian, dengan pengamatan tiap 30 menit, dengan titik ikat mengikuti data dari DISHIDROS untuk wilayah Cilacap. Data pasang surut yang didapat merupakan pegamatan jangka waktu pendek, sehingga penentuan rerata muka air dugaan menurut Metode Doodson (Ongkosongo dan

(29)

Suyarso 1986), dengan minimal pengukuran selama 39 jam. Perhitungan MSL dugaan dapat dilihat pada Lampiran 2. Rerata muka air dugaan tersebut dijadikan dasar analisa data selanjutnya. Tipe pasang surut berdasarkan penelitian tentang pasang surut yang pernah dilakukan sebelumnya di Laguna Segara Anakan dan PPB (Ongkosongo et al. 1986; Purba dan Sujastani 1989; Holtermann et al. 2008). Tipe lokal pasang surut di daerah penelitian adalah campuran cenderung semidiurnal, dua kali pasang dan dua kali surut (Ongkosongo et al. 1986; Purba dan Sujastani 1989; Nugrahadi dan Tejakusuma 2007; Holtermann et al. 2008). Data pasang surut diambil sebagai data dasar pengolahan data selanjutnya. Untuk data pasang surut sebagai input model diperoleh dari data pasang surut dari model NaOTide yang divalidasi dengan data observasi.

Pengukuran Arus

Data kecepatan dan arah arus diperoleh dengan metode Eularian, yaitu arus diukur pada titik tetap pada interval waktu tertentu. Data arus diperoleh dengan valeport current-meter (akurasi 0,001 m/detik) dengan penyimpanan automatis (data logger) tiap 10 menit selama 24 jam. Pengukuran dilakukan pada dua level kedalaman yaitu yang mewakili permukaan dan dekat dasar. Arus maksimum umumnya terjadi pada jarak 0,05 sampai 0,25 dari kedalaman air dihitung dari permukaan (Kodoatie 2002). Pada stasiun menetap dan stasiun sumber, kedalamannya kurang lebih 6 m, maka diambil kedalaman 1 m terhitung dari permukaan dalam pengambilan data arus. Pada saluran terbuka yang lebar, dengan kedalaman dangkal, kecepatan maksimum terjadi pada permukaan air. Untuk data arus dekat dasar diambil kurang lebih 1 m dari dasar.

Kriteria perolehan data arus dapat dilihat pada Tabel 7. Data arus pada stasiun sumber dan stasiun menetap merupakan data arus yang berubah terhadap waktu pada siklus pasang surut. Data arus (𝑣) pada stasiun sumber dengan luas penampang (𝐴) merupakan data debit (𝑄) yang berubah menurut waktu dalam siklus pasang surut (seperti pada rumus H-14). Data debit digunakan sebagai input kondisi batas flow dalam model. Data arus pada stasiun menetap merupakan data arus yang digunakan dalam validasi model.

(30)

Data CTD

Kriteria perolehan data CTD (salinitas, suhu, dan kedalaman) dapat dilihat pada Tabel 7. Prosedur pemakaian alat CTD adalah setting (penyesuaian parameter alat) dengan komputer, menghidupkan alat, memasukkan alat pada lokasi, ditunggu beberapa saat, ditarik ke arah permukaan. Data CTD digunakan untuk mengetahui proses percampuran (mixing) densitas di PPB dan profil menegak densitas untuk penentuan pemakaian model 2-dimensi. perolehan data CTD dilakukan pada stasiun sumber, stasiun menetap, dan stasiun spasial (pada saat pasang dan surut).

Data MPT

Sampel air diperoleh dengan Van Dorn Water Sampler dengan kriteria perolehan data dapat dilihat pada Tabel 7. Prosedur pengambilan sampel dengan mempersiapkan penutup automatis Van Dorn Water Sampler lalu dimasukkan pada kedalaman yang telah ditentukan, lalu lepaskan messenger yang akan menutup botol sampler, lalu diangkat dan sampel air dimasukkan pada botol sampel dan dimasukkan ke kotak pendingin. Sampel air selanjutnya digunakan untuk mengetahui konsentrasi MPT. Data konsentrasi MPT diperoleh dengan menganalisa sampel air di laboratorium dengan metode gravimetri (APHA 2005), dilakukan di Laboratorium kualitas air LIPI, Jakarta. Prosedur pengukuran konsentrasi MPT dapat dilihat pada Lampiran 3.

Data Sedimen Dasar

Sampel sedimen dasar diperoleh dengan alat Sediment Grab pada titik-titik tertentu yang mewakili bagian dekat hulu, tengah, dan dekat mulut PPB. Prosedur pemakaian alat Sediment Grab adalah membuka penutup pengambil sedimen, memasukkan alat ke lokasi pengambilan sampel, melepaskan

messenger sehingga membuka kunci penutup alat, tarik alat ke permukaan,

masukkan sedimen ke dalam tempat sampel, dimasukkan ke kotak pendingin. Sampel selanjutnya dianalisa butir 7 fraksi (600-2000µm, 212-600µm, 63-212µm, 20-63µm, 6,3-20µm, 2-6,3µm, <2µm) di laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Unsoed, Purwokerto. Dimana diameter butir antara 63-2000µm masuk dalam golongan pasir (sand), 2-63µm masuk dalam golongan debu (silt), dan diameter <2µm masuk dalam golongan liat (clay). Metode untuk mengetahui

(31)

karakter sedimen dasar adalah pengayakan bertingkat (APHA 2005; Wibisono 2005).

Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh dikelompokkan menurut jenisnya, yaitu data: kedalaman berkoordinat, pasang surut, kecepatan dan arah arus, salinitas dan suhu dari CTD berkoordinat, konsentrasi MPT berkoordinat, dan prosentase butiran sedimen dasar. Data diolah dengan perangkat lunak yang bersesuaian menghasilkan tampilan ataupun hitungan untuk pengolahan data selanjutnya. Beberapa data menjadi dasar dan masukan (input) model.

Peta Batimetri

Data kedalaman berkoordinat merupakan data awal untuk dijadikan peta batimetri, yaitu peta kedalaman berkoordinat dan dinyatakan dengan garis yang menghubungkan titik-titik (kontur) mempunyai kedalaman yang sama (isobath). Menurut Siregar dan Selamat (2009) batimetri digital menggambarkan topografi dasar perairan yang dibangun dari operasi interpolasi sejumlah besar titik kedalaman hasil pemeruman (sounding). Peta batimetri yang dibuat meliputi wilayah (Gambar 5) dari stasiun 6 di sebelah utara hingga batas laut di selatan.

Peta batimetri dibuat dengan proyeksi UTM (PPB masuk zona S-UTM 49, datum WGS 1984) menghasilkan file jaring (grid) dengan ekstensi *.grd. Grid dapat ditampilkan dalam bentuk plot dengan bantuan perangkat lunak Surfer atau diolah lagi menjadi data pendukung dengan perangkat lunak yang lain. Hasil olahan dari peta batimetri yaitu: luas penampang melintang suatu kanal, profil penampang membujur PPB, mengetahui luas area PPB, mengetahui volume PPB.

Luas penampang melintang kanal diketahui dengan mendigitasi melintang, dan profil horisontal PPB membujur diketahui dengan mendigitasi membujur, lalu hasilnya diolah dengan perangkat lunak MS Excel dan Grapher dengan menggunakan metode planimetri (Buchan et al. 1980). Luas area PPB dan volume PPB diketahui dengan bantuan perangkat lunak Surfer dimana membutuhkan nilai MSL dugaan sebagai acuan perhitungan.

Peta batimetri merupakan data penting dalam pembuatan model. Data batimetri dan garis pantai dalam format UTM digunakan untuk membuat wilayah

(32)

(domain) model hidrodinamika. Data tersebut diubah dalam format sebaran titik (scatter) yang diinterpolasi dengan jaring model (mesh).

Data Pasang Surut

Data pasang surut dengan susunan data: waktu perolehan data dan ketinggian air (m), dianalisa sehingga dapat diketahui kisaran pasang surut, rerata muka air dugaan, koreksi data batimetri, grafik pasang surut, dan volume prisma pasang surut. Kisaran pasang surut didapat dari selisih data maksimal (pasang tertinggi pengukuran) dan data minimal (surut terendah pengukuran. Rerata muka air dugaan dihitung dengan Metode Doodson (Ongkosongo dan Suyarso 1986), dimana hanya membutuhkan 39 jam pengukuran. Untuk koreksi batimetri yaitu dengan menyesuaikan waktu pengukuran kedalaman dengan waktu pengamatan tinggi pasang surut, apabila pengukuran kedalaman dilakukan pada saat pasang, maka kedalaman dikoreksi dengan selisih tinggi muka air pengukuran dikurangi tinggi air untuk menjadi muka air rata-rata (MSL). Tipe pasang surut diketahui dari penelitian-penelitian terdahulu dengan lokasi Laguna Segara Anakan dan sekitar PPB.

Pengukuran pasang surut pada daerah sekitar stasiun 4. Data elevasi untuk model dipilih NaOTide (Nurjaya dan Surbakti 2010) yang dibandingkan keakurasiannya atau divalidasi dengan data observasi pasang surut pada titik koordinat yang sama. Apabila menghasilkan tingkat kesesuiaan tinggi maka data pasang surut hasil model NaOTide dapat digunakan untuk masukan elevasi dalam kondisi batas model. Hasil elevasi keluaran model juga akan divalidasi dengan elevasi hasil observasi.

Data Arus

Data arus dalam bentuk besar arus (m/detik) dan arah arus (o, derajat). Data arus diolah dalam bentuk: grafik stick plot arus pada stasiun pengamatan, perhitungan debit pada stasiun sumber. Pembuatan grafik stick plot dengan bantuan perangkat lunak Grapher dan MS Excel. Penentuan besarnya debit air dari keluaran Laguna Segara Anakan dihitung pada stasiun 6. Debit air dihitung dari perhitungan luas penampang melintang pada stasiun 6 dikalikan arus persatuan waktu. Data pengukuran arus pada stasiun 4 digunakan untuk validasi hasil arus dari model.

(33)

Debit masukan dari Laguna Segara Anakan diperoleh dengan cara pengukuran luas penampang basah stasiun 6 dan kecepatan arus. Luas penampang basah diketahui dengan metode planimetri dari Buchan et al. (1980) yang dihitung dengan bantuan perangkat lunak Grapher. Debit dapat diperoleh melalui persamaan:

𝑄 = 𝑣. 𝐴 (H-14)

dimana:

𝑄 = debit (m3 /detik)

𝑣 = kecepatan air pada stasiun 6 (m/detik)

𝐴 = luas penampang basah limpasan air sungai (m2)

Dalam Kodoatie (2002) besarnya debit dapat didekati dengan persamaan (H-14) dikalikan 0,806 sebagai faktor koreksi bentuk profil kecepatan dalam suatu kanal. Hasil debit dari stasiun 6 dapat dilihat pada Lampiran 4.

Data CTD

Data CTD merupakan data salinitas, suhu, densitas, dan kedalaman pada suatu titik di stasiun menetap, stasiun sumber, dan stasiun sebaran (spasial). Format data berupa titik berkoordinat, waktu pengukuran, kedalaman, salinitas, suhu, densitas. Pengolahan data CTD: profil menegak salinitas, suhu, dan densitas dengan perangkat lunak ODV (Ocean Data View); profil salinitas, suhu, dan densitas irisan membujur pada waktu pasang dan surut dengan perangkat lunak ODV. Profil menegak densitas pada waktu dan tempat tertentu menunjukkan tipe stratifikasi PPB, apabila PPB merupakan perairan dengan stratifikasi densitas sebagian (partially mixed), maka akan memenuhi syarat digunakannya model 2D (depth average) (Donnell 2008). Hasil profil menegak densitas dapat dilihat pada Lampiran 5. Untuk profil irisan membujur dapat diketahui tipe proses percampuran dengan didukung dengan hitungan Angka Richardson. Hasil perhitungan Angka Richardson dapat dilihat pada Lampiran 6.

Konsentrasi MPT

Sampel air yang diperoleh dengan alat pengambil sampel Van Dorn, selanjutnya dianalisa di laboratorium Produktivitas Primer LIPI. Format data MPT berupa: titik koordinat pengambilan sampel, waktu pengambilan sampel, konsentrasi MPT (mg/l atau kg/m3). Data yang diperolah berupa data deret waktu

(34)

konsentrasi MPT pada stasiun sumber dan menetap. Selanjutnya data konsentrasi MPT dibuat grafik dengan bantuan perangkat lunak Grapher dengan dibandingkan dengan data pasang surut, arus, salinitas, suhu, dan densitas.

Debit MPT dari Laguna Segara Anakan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan umum hubungan antara debit air dengan debit sedimen, yaitu:

𝑄𝑠= 𝑄. 𝐶𝑠 (S-14)

dimana:

𝑄𝑠 = debit MPT (kg/detik)

𝑄 = debit tempat tertentu (m3/detik)

𝐶𝑠 = konsentrasi sedimen (mg/l dijadikan kg/m3)

Nilai 𝑄 dari stasiun sumber adalah dari debit stasiun 6. Data konsentrasi MPT jenis deret waktu dari stasiun sumber digunakan sebagai masukan (input) model sebaran MPT. Sedangkan data MPT jenis deret waktu stasiun 4 digunakan sebagai validasi hasil dari model. Analisa lebih lanjut dilakukan dengan perangkat lunak model. Untuk menghitung load dari mulut PPB digunakan 𝑄 dari debit mulut, yaitu perkalian kecepatan arus titik tertentu dengan luas penampang mulut PPB.

Menghitung laju MPT (fluks MPT), yaitu besarnya konsentrasi MPT yang melewati bidang tegak lurus arah kecepatan MPT dengan kecepatan tertentu, diketahui menggunakan rumus:

𝐹𝑙𝑢𝑘𝑠𝑀𝑃𝑇 = 𝑣. 𝐶𝑠 (S-15)

dimana:

𝐹𝑙𝑢𝑘𝑠𝑀𝑃𝑇 = laju MPT (kg/m2/detik)

𝑣 = kecepatan arus di tempat tertentu (m/detik) 𝐶𝑠 = konsentrasi sedimen (mg/l dijadikan kg/m3)

Data Sedimen Dasar

Sampel sedimen dasar dianalisa menghasilkan format data titik koordinat pengambilan sampel dan prosentase butiran untuk tiap-tiap kelas diameter butir sedimen (fraksi). Selanjutnya dibuat grafik Ternary untuk diketahui sebaran

(35)

butiran dan penyusun sedimen dasar, dan hasil dari komposit sampel sedimen dasar diolah dengan parameter statistik sedimen (mean size, sortasion,

skewness, dan kurtosis). Hasil olah data parameter statistik dapat dilihat pada

Lampiran 7. Dari mean size dapat diketahui D50 sebagai dasar untuk menentukan koefisien kekasaran untuk model (Donnell 2006; Lippa 2006). Untuk grafik sebaran ditampilkan dengan bantuan perangkat lunak Grapher dan Surfer.

Pembuatan Model Hidrodinamika dan Sebaran MPT

Model yang digunakan adalah Surface-Water Modelling System (selanjutnya ditulis SMS), dibuat oleh Engineering Computer Graphics Laboratory di Brigham Young University yang bekerjasama dengan U.S. Army Corps of

Engineer Waterways Experiment Station (WES) dan U.S Federal Highway Administration (FHWA). Modul yang dipakai adalah RMA2 dan SED2D. Modul

RMA2 dan SED2D dapat memodelkan dengan cukup akurat untuk sedimen pada kondisi aliran tetap (steady state) dan dinamis, dimana kecepatan dan arah aliran diasumsikan seragam pada seluruh kedalaman. Secara umum model SMS mempunyai beberapa kelebihan yang dijadikan dasar pemilihan model tersebut, yaitu (Donnell 2008; Sachoemar dan Purwandani 2009):

1. Membuat, mengolah, menganalisa hasil dilakukan pada satu perangkat lunak SMS (pre- dan post-analisis).

2. Mampu membuat, mengenali error, membuat perhitungan pada mesh yang besar, kompleks, berbeda-beda bentuk dan ukuran.

3. Menggunakan sistem Inggris maupun Standar Internasional (SI)

4. Dapat menjalankan model keadaan tetap (steady state) dan dinamis (berubah terhadap waktu, transient).

5. Simulasi kejadian basah dan kering (wetting dan drying) pada elemen 6. Memperhitungkan efek Coriollis

7. Memperhitungkan pengaruh cuaca

8. Dapat menentukan pengenalan langsung koefisien Manning dari kedalaman

9. Penentuan perubahan koefisien turbulen secara manual maupun otomatis (Direct assigment methods, Peclet method, dan Smagorinski method) 10. Penentuan parameter dengan langkah yang cukup mudah.

11. Tersedia panduan penelusuran kesalahan dari buku panduan secara online.

Gambar

Tabel 2  Hidrologi sungai-sungai yang masuk ke Segara Anakan
Gambar 2  Tipe estuari. (a) Estuari terstratifikasi (b) Estuari tercampur sebagian  (c) Estuari tercampur sempurna
Tabel 3  Klasifikasi ukuran butir sedimen (Dyer 1986; Blott dan Pye 2001)  Skala Wentworth  Diameter partikel
Diagram  ini  dapat  memberikan  gambaran  tentang  perbandingan  deskriptif  dan  juga pembagian sampel berdasarkan daerah jenis sedimen dasar
+6

Referensi

Dokumen terkait

Pembahasan mengenai kinerja guru mempunyai hubungan yang signifikan dengan prestasi belajar siswa pada SMA Negeri Kota Sigli Kabupaten Pidie, secara psikologis

Peterson, Kolen&amp; Hoover (Linn,1989: 242) menyatakan, penyetaraan adalah suatu prosedur empiris yang diperlukan untuk mentransformasi skor dari tes yang satu

Bagi Australia, kebijakan Indonesia yang menolak bekerja sama untuk membuka detention center seperti yang sudah dilakukan dengan negara-negara Pasifik, berarti

al (2018) tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait faktor yang dapat mempengaruhi opini audit going concern yang berfokus pada indikator keuangan

Formulir Pemesanan Pembelian Unit Penyertaan beserta bukti pembayaran yang diterima secara lengkap dan disetujui oleh Manajer Investasi atau Agen Penjual Efek Reksa Dana yang

meneruskan dokumen hasil pengawasan Bawaslu terhadap Verifikasi Administrasi Partai Politik calon Peserta Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf c kepada

Pada sapi tidak menimbulkan kerugian yang tak berarti karena tak mengakibatkan kematian, dan hanya menimbulkan gangguan atau kerusakan kulit dan bulu saja sehingga menurunkan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan model PBL terhadap prestasi belajar IPA siswa.Data dianalisis menggunakan uji independent sample t