• Tidak ada hasil yang ditemukan

STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN EKOWISATA MANGROVE KOTA REBAH SEI CARANG TANJUNGPINANG KEPULAUAN RIAU. Rendi Angga Saputra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN EKOWISATA MANGROVE KOTA REBAH SEI CARANG TANJUNGPINANG KEPULAUAN RIAU. Rendi Angga Saputra"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN EKOWISATA MANGROVE KOTA REBAH SEI CARANG TANJUNGPINANG KEPULAUAN RIAU

Rendi Angga Saputra

Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, rendianggasaputra@gmail.com

Andi Zulfikar

Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, andizulfikar@rocketmail.com

Fitria Ulfah

Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP UMRAH, ulfahfita@gmail.com

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi dan kondisi ekosistem mangrove, mengetahui indeks kesesuaian ekosistem mangrove, daya dukung kawasan untuk kegiatan ekowisata mangrove dan menyusun rekomendasi berupa strategi alternatif untuk pengembangan dan pengelolaan lanjutan ekowisata mangrove di Kota Rebah Sei Carang Tanjungpinang Kepulauan Riau. Dari hasil penelitian dan Pembahasan dapat disimpulkan bahwa ekosistem mangrove Kota Rebah Sei Carang ditemukan 6 jenis mangrove, yaitu Bakau Hitam (Rhizophora spp.), Nyireh (Xylocarpus moluccensis spp.), Waru Laut (Hibiscus tiliaceus spp.), Teruntum (Lumnitzera littorea spp.), Perepat Lariang (Scyphiphora hydropillaceae spp.), Jeruju Hitam (Acanthus ilicifolius spp.). Sedangkan hasil indeks kesesuaian ekosistem untuk kegiatan wisata mangrove di Kota Rebah Sei Carang yang didapatkan adalah kategori sesuai bersyarat (SB). Telah didapat 3 priorotas utama strategi alternatif untuk pengelolaan ekowisata mangrove di Kota Rebah Sei Carang, yang mencangkup tiga aspek (ekowisata, masyarakat dan sarana prasarana) yaitu Pertama meningkatkan sistem pengelolaan ekosistem mangrove di kota rebah lebih maksimal, serta menjaga ekosistem mangrove dan fauna yang ada guna menarik wisatawan lokal maupun manca negara, Kedua memaksimalkan keterlibatan masyarakat tempatan dalam kegiatan ekowisata dan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengelola bisnis ekowisata seperti menjadi pemandu, jasa rumah penginapan, dsb., dan yang Ketiga membangun track (jalur darat dan perairan) sebagai media pengunjung dalam mengamati ekosistem mangrove dan fauna yang ada. Terdapat 2 Usulan track dengan nilai daya dukung kawasannya untuk track perairan adalah 40 dan track darat 69,6 dapat digenapkan menjadi 70. Nilai daya dukung kawasan ini bisa berubah dan bersifat tidak mutlak, karena harus disesuaikan dengan track yang akan dibuat oleh pihak pengelola.

Kata Kunci: mangrove, ekowisata, indeks kesesuaian, daya dukung kawasan dan strategi pengembangan.

(2)

ABSTRACT

The purpose of this research was to know the potential and condition of mangrove ecosystems, to know suitability index of mangrove ecosystems, the carrying capacity of the region's mangrove ecotourism activities and make recommendations in the form of alternative strategies for continued development and management of ecotourism mangrove at Kota Rebah Sei Carang Tanjungpinang Kepulauan Riau. From the result of research and discussion can be concluced that the mangrove ecosystem at Kota Rebah Sei Carang found 6 species of mangrove, Bakau Hitam (Rhizophora spp.), Nyireh (Xylocarpus moluccensis spp.), Waru Laut (Hibiscus tiliaceus spp.), Teruntum (Lumnitzera littorea spp.), Perepat Lariang (Scyphiphora hydropillaceae spp.), Jeruju Hitam (Acanthus ilicifolius spp.). While the results of the suitability index mangrove ecosystem for tourism activities in the city of Kota Rebah Sei Carang obtained are as many categories suit conditional. Has obtained 3 main priorities prime strategy alternatives for ecotourism management, mangrove at Kota Rebah Sei Carang, which includes 3 aspects (ecotourism, community and infrastructure) are first increase the system of management of mangrove ecosystems in Kota Rebah more leverage, as well as maintaining mangrove ecosystems and fauna that exist in order to attract local and foreign travelers, Second maximize the involvement of local communities in ecotourism activities and increase the ability of communities to manage ecotourism business as a guide, services of lodging houses, etc., and the third build a track (land and water) as a medium for visitors to observe the mangrove ecosystem and fauna there. There are 2 Proposed track with carrying capacity to track the waters of the region is 40 and land track can be fullfilled 69.6 to 70. Carrying capacity of this region can be changed and are not absolute, because it must be adapted to the track that will be made by the manager.

Keyword : mangrove, ecotourism, suitability index, the carrying capacity of the region and the development strategy.

(3)

PENDAHULUAN

Mangrove sebagai salah satu komponen ekosistem pesisir memegang peranan yang cukup penting, baik di dalam memelihara produktivitas perairan pesisir maupun di dalam menunjang kehidupan penduduk di wilayah tersebut. Bagi wilayah pesisir, keberadaan hutan mangrove, terutama sebagai jalur hijau di sepanjang pantai/muara sungai sangatlah penting untuk suplai kayu bakar, nener/ikan dan udang serta mempertahankan kualitas ekosistem pertanian, perikanan dan permukiman yang berada di belakangnya dari gangguan abrasi, instrusi dan angin laut yang kencang. Onrizal (2002) dalam Muhaerin (2008). Salah-satu potensi yang juga dapat dikembangkan pada ekosistem mangrove adalah ekowisata.

Pengertian ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggung jawab terhadap kelestarian area yang masih alami (natural area), memberikan manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya pada masyarakat setempat (Fandeli, 2000). Sumberdaya ekowisata terdiri dari sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang dapat diintegrasikan menjadi komponen terpadu bagi pemanfaatan wisata. Berdasarkan konsep pemanfaatan, wisata dapat diklasifikasikan menjadi wisata alam, wisata budaya dan ekowisata (Fandeli, 2000; META, 2002 dalam Yulianda, 2007).

Salah-satu wilayah di Kota Tanjungpinang yang sangat potensi untuk

pengembangan dan pengelolaan ekowisata mangrove adalah Kota Rebah Sei Carang. Sungai Carang terletak di Kecamatan Tanjungpinang Timur, Kelurahan Air Raja. Hutan mangrove memiliki fungsi-fungsi ekologis penting, antara lain sebagai penyedia nutrien, tempat pemijahan (spawning grounds), tempat pengasuhan (nursery grounds) dan tempat mencari makan (feeding grounds) bagi biota laut tertentu. Ekosistem hutan mangrove merupakan tipe sistem fragile, yang sangat peka terhadap perubahan lingkungan. Wiharyanto (2007) dalam Shiddieqy (2014). Kota Rebah sebelumnya pernah dijadikan tempat ekowisata mangrove oleh Pemerintah Kota Tanjungpinang, namun dengan berjalannya waktu kawasan ekowisata mangrove tersebut tidak terurus dan terbiar hingga mengalami kerusakan pada sarana dan prasarana yang cukup parah. Kawasan Kota Rebah memiliki potensi yang baik jika dilakukan pengembangan dan pengelolaan lanjutan untuk dijadikan tempat ekowisata mangrove, karena dilihat dari beberapa faktor pendukungnya seperti diketahui dari hasil penelitian terdahulu dari aspek sumberdaya mangrovenya terbilang baik, selain itu akses jalan menuju ke Kota Rebah tersebut sangat baik, pengunjung ramai menghabiskan waktu bersantai di Kota Rebah karena pemandangan yang indah menjadi tujuan utama para pengunjung. Jika kawasan Kota Rebah tersebut dikelola lagi dengan maksimal dijadikan kawasan ekowisata mangrove dapat

(4)

meningkatkan taraf perekonomian bagi masyarakat tempatan dan dapat menjadi salah satu pendapatan asli daerah dari sisi pariwisatanya.

Oleh karena itu, untuk dapat mengoptimalkan potensi sumberdaya dan lingkungan di kawasan hutan mangrove yang terletak di Kota Rebah Sei Carang Tanjungpinang perlu dilakukan pengkajian lanjutan untuk mengetahui potensi, daya dukung kawasan, permasalahan dan alternatif strategi pengembangan berkelanjutan yang mampu berkembang secara optimal untuk dijadikan sebagai kawasan ekowisata.

Hutan mangrove Kota Rebah dengan kondisinya yang sangat berpotensi pernah dilakukan pengelolaan oleh pemerintah Kota Tanjungpinang di era Kepemimpinan Walikota Hj. Suryatati A. Manan, saat itu fasilitas pendukung seperti sarana dan prasarana seperti Boardwalk atau pelantar kayu menjadi track utama bagi pengunjung dalam mengamati dan menikmati keindahan ekosistem mangrove yang ada, fasilitas lainnya juga layak pakai seperti toilet umum dan pondok-pondok peranginan tempat pengunjung bersantai. Namun dengan berjalannya waktu kawasan ekowisata mangrove tersebut tidak terurus dan terbiar hingga mengalami kerusakan pada sarana dan prasarana yang cukup parah. Boardwalk atau track pelantar kayu yang ada mengalami kerusakan sehingga tidak layak pakai dan akhirnya dibongkar namun sampai saat ini belum ada gantinya. Selain itu fasilitias

lainnya juga tidak terawat dan tidak dapat digunakan.

Berdasarkan survey pendahuluan kegiatan pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat di sekitar Kota Rebah khususnya di ekosistem mangrove ini belum terdeteksi, maka perlu dilakukan kajian kepada masyarakat tempatan kawasan Kota Rebah. Apakah dapat menimbulkan dampak positif dan negatif baik itu terhadap sumberdaya mangrovenya maupun pada masyarakat tempatan Kota Rebah. Sebagai gambaran dampak positif dari kegiatan pemanfaatan ini contohnya adalah dapat menambah penghasilan bagi masyarakat yang memanfaatkan, seperti hasil sumberdaya mangrove (berupa kayu, ikan, udang dan kepiting) yang dapat dijual. Dampak negatif contohnya adalah kerusakan ekosistem mangrove itu sendiri karena pemanfaatan yang tidak terkelola dengan baik, seperti pemanfaatan sumberdaya yang over eksploitasi. Agar dampak pemanfaatan yang bersifat positif dapat dioptimalkan dan berkelanjutan, serta dampak negatifnya dapat diminimalkan maka perlu adanya suatu pengelolaan secara benar dengan mengikuti kaidah-kaidah keseimbangan dan kelestarian.

Dari hasil penelitian terdahulu Shiddieqy (2014) diketahui bahwa hasil perhitungan nilai kelayakan ekowisata (NKE) di lokasi pengamatan, kawasan ekowisata Sei Carang memiliki kriteria kategori sedang dengan hasil kategori bernilai 1,72. Kategori sedang menunjukan bahwa kondisi biofisik

(5)

mangrove sebelum dikembangkan untuk kawasan objek ekowisata, perlu pengelolaan yang lebih lanjut agar potensi yang ada pada ekosistem mangrove ini dapat menjadi kawasan ekowisata, beberapa hal yang yang dapat dilakukan adalah dengan melaksanakan reboisasi mangrove serta menjaga kebersihan sungai dan wilayah sekitarnya.

Pengembangan konsep ekowisata dapat didekati melalui analisis potensi, kesesuaian ekologis, daya dukung ekosistem mangrove serta analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities dan Threats) guna mendapatkan alternatif strategi untuk pengembangan ekowisata, serta rekomendasi pengelolaan yang berkelanjutan. Untuk itulah maka dilakukan penelitian lanjutan mengenai strategi pengembangan dan pengelolaan ekowisata mangrove di Kota Rebah Sei Carang Tanjungpinang Kepulauan Riau.

TUJUAN PENELITIAN

1. Mengetahui potensi dan kondisi ekosistem mangrove di Kota Rebah Sei Carang Tanjungpinang Kepulauan Riau. 2. Mengetahui indeks kesesuaian ekosistem

mangrove Kota Rebah dan daya dukung kawasannya untuk kegiatan ekowisata mangrove.

3. Menyusun rekomendasi berupa strategi alternatif untuk pengembangan dan pengelolaan lanjutan ekowisata mangrove di Kota Rebah Sei Carang Tanjungpinang Kepulauan Riau.

TINJAUAN PUSTAKA

Wisata merupakan suatu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yang mengandalkan jasa alam untuk kepuasan manusia. Kegiatan manusia untuk kepentingan wisata dikenal juga dengan pariwisata (Yulianda, 2007). Ekowisata lebih popular dan banyak dipergunakan dibandingkan dengan terjemahan yang seharusnya dari istilah ecotourism. Pengertian tentang ekowisata mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Namun, pada hakekatnya, pengertian ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggung jawab terhadap kelestarian area yang masih alami (natural area), memberikan manfaat secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya pada masyarakat setempat. Atas dasar pengertian ini, bentuk ekowisata pada dasarnya merupakan bentuk gerakan konservasi yang dilakukan oleh penduduk dunia. Eco-traveler ini pada hakekatnya konservasionis (Fandeli, 2000).

Menurut Dahuri (1996), alternative pemanfaatan ekosistem mangrove yang paling memungkinkan tanpa merusak ekosistem ini meliputi: penelitian ilmiah (scientific research), pendidikan (education), dan rekreasi terbatas/ ekoturisme (limited recreation/ecoturism).

Menurut Muhaerin (2008), Sifat dan karakteristik dari ekowisatawan adalah mempunyai rasa tanggung jawab sosial terhadap daerah wisata yang dikunjunginya.

(6)

Kunjungan yang terjadi dalam satu satuan tertentu yang mereka lakukan tidak hanya terbatas pada sebuah kunjungan dan wisata saja. Wisatawan ekowisata biasanya lebih menyukai perjalanan dalam kelompok-kelompok kecil sehingga tidak mengganggu lingkungan disekitarnya. Daerah yang padat penduduknya atau alternatif lingkungan yang serba buatan dan prasarana lengkap kurang disukai karena dianggap merusak daya tarik alami.

Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada Desember 2015 - Maret 2016. Penelitian dilaksanakan dalam dua tahap yaitu :

1. Pengumpulan data, baik itu data sekunder maupun data primer 2. Pengolahan data dan penyusunan

laporan hasil penelitian.

Lokasi penelitian berada di Kota Rebah Sei Carang. Secara administratif Kota Rebah Sei Carang berada di Kecamatan

Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau. Batasan wilayah penelitian berada pada 1 (satu) Kelurahan, yaitu Kelurahan Batu IX, Kecamatan Tanjungpinang Timur (Gambar 3).

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian Kota Rebah Sei Carang, Kota Tanjungpinang (Sumber: Peta Kab. Bintan - Citra Spot Tahun 2007)

B. Alat Dan Bahan

C. Metode Pengambilan Data Penelitian

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dikelompokan menjadi empat kelompok jenis data. Kelompok jenis data tersebut terdiri dari faktor fisik, faktor sosial (masyarakat dan wisatawan), faktor biologi dan faktor-faktor lainnya (isu-isu yang berkembang dan kebijakan pengelola di wilayah penelitian).

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.

(7)

Tabel Komposisi dan Jenis Data

a. Metode Pengamatan Ekosistem Mangrove

Data vegetasi mangrove yang diambil berupa data sekunder dan penentuan lokasi stasiun pengamatan dibantu oleh literatur penelitian terdahulu.

b. Metode Pengambilan Data Responden (masyarakat dan pengunjung)

1) Masyarakat

Data responden (masyarakat) dikumpulkan secara langsung di lokasi penelitian melalui wawancara secara terstruktur dengan responden (pedoman dengan kuisioner terlampir). Metode pengambilan sampel/responden yang digunakan adalah accidental sampling, adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok

sebagai sumber data (Sugiyono, 2001). Adapun jumlah responden sebanyak 46 orang yang merupakan masyarakat tempatan yang bersdomisili di Kota Rebah Sei Carang.

Dalam hal ini yang menjadi pertimbangan adalah responden (masyarakat) yang memanfaatkan ekosistem mangrove dan bersedia untuk diwawancarai. Data yang dikumpulkan meliputi:

- Data Karakteristik Responden (umur, pendidikan formal, pekerjaan)

- Kegiatan Pemanfaatan Kawasan Perairan Kota Rebah Sei Carang oleh Masyarakat

- Pemahaman atau Persepsi Masyarakat Tentang Ekowisata Mangrove

- Keterlibatan Masyarakat

2) Pengunjung/wisatawan

Data responden (pengunjung/ wisatawan) dikumpulkan secara langsung di lokasi penelitian melalui wawancara secara terstruktur dengan responden (pedoman dengan kuisioner terlampir). Metode pengambilan sampel/responden yang digunakan adalah accidental sampling, Pertimbangan yang digunakan adalah responden (pengunjung/wisatawan) yang berada di sekitar lokasi penelitian dan bersedia diwawancarai. Data responden pengunjung ini diambil dalam 4 tahap per akhir pekan selama rentang waktu 1 bulan dengan jumlah responden sebanyak 40 orang. Data yang dikumpulkan meliputi:

(8)

- Data karakter responden (umur, pendidikan, pendapatan, asal wisatawan)

- Pemahaman atau persepsi wisatawan tentang ekowisata, mangrove, kondisi mangrove serta sarana dan prasarana - Keinginan untuk berwisata mangrove.

3) Faktor Fisik dan Faktor Biologi Pengumpulan data Faktor Fisik dan Faktor Biologi Ekosistem Mangrove di Daerah Penelitian. dilakukan dengan cara mengumpulkan hasil penelitian terdahulu dari Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi dan sebagainya. Adapun data hasil penelitian terdahulu yang digunakan adalah keadaan umum atau faktor fisik lokasi penelitian seperti (geografi, topografi, demografi, aksesibilitas, d.s.b.) yang didapatkan dari Pemerintah Daerah. Sedangkan data faktor biologi (vegetasi mangrove dan obyek biota mangrove) menggunakan hasil penelitian terdahulu Shiddieqy (2014).

C. Analisis Data

1. Analisis Potensi Ekosistem Mangrove

Data yang dikumpulkan meliputi: data mengenai jenis spesies, jumlah individu, dan diameter pohon yang didapatkan dari penelitian terdahulu, data-data tersebut kemudian diolah untuk mengetahui kerapatan setiap spesies dan kerapatan total semua spesies.

a. Kerapatan Spesies

Kerapatan spesies adalah jumlah individu spesies i dalam suatu unit area yang dinyatakan sebagai berikut :

Kerapatan Spesies = ni / A

b. Kerapatan Total

Kerapatan Total adalah jumlah semua individu mangrove dalam suatu unit area yang dinyatakan sebagai berikut :

Kerapatan Total = ∑n / A

Keterangan :

Ni: Jumlah total individu dari spesies i ∑n: Jumlah total individu seluruh spesies

A: Luas area pengambilan contoh

2. Analisis Kesesuaian Ekologis

Kegiatan wisata yang akan dikembangkan hendaknya disesuaikan dengan potensi sumberdaya dan peruntukannya. Setiap kegiatan wisata mempunyai persyaratan sumberdaya dan lingkungan yang sesuai objek wisata yang akan dikembangkan. Rumus yang digunakan untuk kesesuaian wisata pantai dan wisata bahari adalah (Yulianda, 2007) :

Penentuan kesesuaian berdasarkan perkalian skor dan bobot yang diperoleh dari

(9)

setiap parameter. Kesesuaian kawasan dilihat dari tingkat persentase kesesuaian yang diperoleh penjumlah nilai dari seluruh parameter.

Kesesuaian wisata pantai kategori wisata mangrove mempertimbangkan 5 parameter dengan 4 klasifikasi penilaian. Parameter kesesuaian wisata pantai kategori wisata mangrove antara lain: ketebalan mangrove, kerapatan mangrove, jenis mangrove, pasang surut, dan obyek biota.

Matriks Kesesuaian Lahan Untuk Wisata Pantai Kategori Wisata Mangrove

Sumber : Yulianda (2007)

3. Analisis Daya Dukung

Analisa daya dukung ditujukan untuk pengembangan wisata bahari dengan memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir, pantai dan pulau-pulau kecil secara lestari. Mengingat pengembangan wisata bahari tidak bersifat mass tourism, mudah rusak dan ruang untuk pengunjung sangat terbatas, maka perlu penentuan daya dukung kawasan. Metode yang diperkenalkan untuk menghitung daya dukung pengembangan ekowisata alam adalah dengan menggunakan konsep Daya Dukung Kawasan (DDK).

DDK adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. Perhitungan DDK dalam bentuk rumus adalah sebagai berikut (Yulianda, 2007) :

4. Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi pengelolaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Kekuatan dan kelemahan merupakan faktor internal, sedangkan faktor eksternal meliputi peluang dan ancaman. Keterkaitan antara faktor internal dan faktor eksternal tersebut digambarkan dalam matriks SWOT. Alternatif strategi yang diperoleh adalah SO, ST, WO, dan WT. Matriks SWOT adalah alat yang dapat menggambarkan bagaimana kekuatan dan kelemahan yang merupakan faktor internal dipadukan dengan peluang dan ancaman yang merupakan faktor eksternal untuk menghasilkan empat golongan alternatif strategi yang dapat diterapkan bagi kelangsungan suatu kegiatan.

(10)

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Potensi Sumberdaya Mangrove Ekosistem mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini umumnya tumbuh pada daerah intertidal dan supratidal yang cukup mendapat aliran air, dan terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat. Ekosistem mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai yang terlindung (Bengen, 2001 dalam Muhaerin, 2008).

Data potensi ekosistem mangrove pada penelitian ini menggunakan dari hasil penelitian terdahulu yang dilakukan di Kota Rebah Sei Carang, oleh Shiddieqy (2014). Dari hasil penelitian tersebut ditemukan 8 spesies mangrove dari 6 famili, yaitu famili Rhizophoraceae, Meliaceae, malvaceae, Combretaceae, Rubiaceae, Acanthaceae (Lampiran 1 dan 2).

Dari penelitian yang dilakukana Shiddieqy (2014) diperoleh kisaran Kerapatan jenis dan Kerapatan total setiap stasiunnya baik itu untuk tingkat pohon, anakan maupun semai (lampiran 3).

Stasiun 1 terdiri dari 4 jenis mangrove, yaitu Rhizopora apiculata, Rhizophora mucronata, Lumnitzera littorea, Scyphiphora hydropillaceae Kerapatan jenis

yang paling besar pada stasiun ini adalah pada jenis Rhizophora Apiculata. Pada stasiun ini, kisaran kerapatan total semua jenis mangrovenya adalah 32 ind/ 100 m2 untuk tingkat pohon, 3 ind/ 25 m2 untuk tingkat anakan dan 0 ind/ 1 m2 untuk tingkat semai (Shiddieqy, 2014).

Stasiun 2 terdiri dari 6 jenis mangrove, yaitu Rhizopora apiculata Rhizophora mucronata, Bruguiera gymnorrhiza , Xylocarpus mekongensis, Hibiscus tiliaceus, Acanthus ilicifolius. memiliki kisaran kerapatan yang paling besar. Kisaran kerapatan total semua jenis mangrove pada stasiun ini adalah 9 ind/ 100 m2 untuk tingkat pohon, 2-6 ind/ 25 m2 untuk tingkat anakan dan 4 - 16 ind/ 1 m2 untuk tingkat semai (Shiddieqy, 2014).

Sama halnya dengan stasiun 1, pada stasiun 3 terdapat 4 jenis mangrove, yaitu Rhizopora apiculata, Rhizophora mucronata, Bruguiera gymnorrhiza, Hibiscus tiliaceus. Kerapatan jenis yang paling besar pada stasiun ini adalah pada jenis Rhizophora spp.. Pada stasiun ini, kisaran kerapatan total semua jenis mangrovenya adalah 16 ind/ 100 m2 untuk tingkat pohon, 0 - 6 ind/ 25 m2 untuk tingkat anakan dan 1 - 4 ind/ 1 m2 untuk tingkat semai (Shiddieqy, 2014).

B. Keberadaan Fauna Ekosistem Mangrove

Mangrove memiliki fungsi ekologis sebagai habitat berbagai jenis satwa. Komunitas fauna yang didapati berdasarkan

(11)

pengamatan langsung serta pengkolaborasian data penelitian Shiddieqy (2014) yang dijadikan data sekunder terdapat dua jenis kelompok fauna, yaitu kelompok fauna darat (terestrial) dan kelompok fauna perairan (akuatik). Kelompok fauna darat (terestrial) di sei carang terdapat burung jenis bangau putih (Pandio haliateus alba), burung gagak hutan (Covvus enca), reptil jenis biawak (Varanus salvator), dan hewan mamalia yaitu monyet yang termasuk hewan primata dengan jenis Mocca fascicularis.

C. Kesesuaian Ekologis untuk Kegiatan Ekowisata

Muhaerin (2008), Kegiatan wisata yang akan dikembangkan hendaknya disesuaikan dengan potensi sumberdaya dan peruntukannya. Indeks kesesuaian ekologis dapat mengidentifikasikan apakah suatu ekosistem sesuai (S), sesuai bersyarat (SB), atau tidak sesuai (N) untuk suatu kegiatan wisata. Kesesuaian wisata mangrove mempertimbangkan 5 parameter dengan 4 klasifikasi penilaian. Parameter-parameter tersebut adalah ketebalan mangrove, kerapatan mangrove, jenis mangrove, pasang surut dan obyek biota.

Parameter ketebalan mangrove, kerapatan mangrove, jenis mangrove dan obyek biota menggunakan data penelitian terdahulu (Shiddieqy, 2014). Sedangkan parameter pasang surut menggunakan data perbandingan, yaitu antara data primer yang diakses melalui situs resmi pasanglaut.com

dan data berdasarkan pengamatan langsung di lapangan demi keakuratan data yang didapatkan.

Indeks kesesuaian ekosistem untuk wisata mangrove

Dari 3 stasiun penelitian yang dibagi menjadi 18 plot tidak didapat satupun lokasi yang berkategori sesuai (S). Hasil indeks kesesuaian ekosistem tingkat kesesuaian yang didapatkan adalah kategori sesuai bersyarat (SB) yang menunjukkan bahwa kondisi ekosistem mangrove di Kota Rebah Sei Carang dapat dijadikan daerah wisata mangrove, dengan syarat terlebih dahulu harus dilakukan pengelolaan yang matang sebelum kawasan ini dijadikan kawasan wisata mangrove.

D. Rekomendasi Usulan Track Darat dan Perairan berdasarkan Analisis Daya Dukung Kawasan untuk Kegiatan Ekowisata Mangrove Salah satu rekomendasi yang diberikan pada penelitian ini adalah membangun track (darat dan perairan) sebagai media pengunjung dalam mengamati ekosistem mangrove dan fauna yang ada. Berdasarkan pertimbangan melihat kondisi track lama yang pernah dibuat sudah rusak dan tidak layak untuk digunakan lagi, maka demi keselamatan pengukuran track lama yang dibutuhkan untuk analisis daya dukung

(12)

kawasan (DDK) menggunakan ukuran perkiraan, dengan menyesuaikan ukuran track lama.

Adapun nilai daya dukung kawasan ekosistem mangrove Kota Rebah Sei Carang berdasarkan track yang diusulkan adalah sebagai berikut.

Nilai daya dukung kawasan untuk wisata mangrove

1) Perairan

Kegiatan ekowisata mangrove Kota Rebah Sei Carang dapat dilakukan dengan mengitari sungai di kawasan ekosistem mangrove tersebut, namun kegiatan yang dilakukan harus mematuhi daya dukung kawasan sebagaimana terdapat 1 usulan track perairan di kawasan ini dengan nilai DDK 40. Artinya dalam 1 hari pengunjung yang bisa menggunakan track perairan hanya 40 orang dengan rentang waktu yang disediakan selama 4 jam/hari dengan pertimbangan faktor pasang surut perairan di kawasan ini. Para wisatawan dapat menikmati keindahannya langsung dari perairan. Sarana dan prasarana yang dibutuhkan adalah alat transportasi laut tradisional seperti sampan kolek dan pelantar tempat mengangkut dan menurunkan wisatawan. Selain dapat digunakan sebagai media observasi juga dapat digunakan untuk kegiatan lain seperti fotografi, memancing

dan tempat olah raga air seperti olah raga kano, lomba dayung dan sebagainya. Untuk penjelasan penghitungan analisis DDK.

2) Daratan

Pada penelitian ini terdapat 3 usulan track daratan yang dapat dilakukan dalam kegiatan ekowisata mangrove di Kota Rebah Sei Carang dengan total nilai DDK 69,6 dimana pengunjung yang dapat melakukan aktifitas sebanyak 69,6 digenapkan menjadi 70 orang dalam 1 hari dengan rentang waktu 8 jam/hari. Kegiatan yang dilakukan di daratan lebih efektif guna pengamatan yang lebih jelas pada ekosistem mangrove itu sendiri maupun fauna yang ada di kawasan ini. Untuk penjelasan penghitungan analisis DDK.

Sarana dan prasarana yang dibutuhkan pada kawasan ini salah satunya adalah boardwalk atau pelantar kayu yang dibuat guna mengitari kawasan mangrove ini. Kawasan ini tidak terlalu dipengaruhi oleh pasang surut air, namun untuk mengantisipasi perlu dibangun boarwalk yang tingginya melebihi dari kondisi pasang tertinggi air laut di kawasan ini.

G. Strategi Pengembangan dan Pengelolaan Ekowisata Mangrove Analisis SWOT digunakan untuk mengidentifikasi relasi-relasi sumberdaya ekowisata dengan sumberdaya yang lain. Oleh sebab itu, semua pihak khususnya masyarakat lokal perlu mengetahui apa

(13)

kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh kawasan dan obyek ekowisata tersebut (Damanik dan Weber, 2006). dalam (Muhaerin, 2008).

1. Faktor-Faktor Internal (IFAS) Identifikasi faktor-faktor strategis internal didapatkan dari hasil wawancara dengan masyarakat, pengunjung dan pengamatan secara langsung di lapangan. a. Kekuatan (strengths)

1) Potensi ekosistem mangrove yang mendukung untuk dilakukan pengelolaan lanjutan kegiatan ekowisata mangrove. Kawasan mangrove kota rebah sei carang ditemukan 8 spesies mangrove dari 6 famili, yaitu famili Rhizophoraceae, Meliaceae, malvaceae, Combretaceae, Rubiaceae, Acanthaceae (Tabel 10). 2) Antusias masyarakat setempat yang ingin

terlibat dalam kegiatan ekowisata mangrove kota rebah, baik itu sebagai penyedia jasa home stay, pemandu wisata, berdagang kuliner, dan jasa transportasi air (pengemudi pompong atau perahu).

3) Keberadaan Fauna ekosistem mangrove kota rebah yaitu terdapat 2 kelompok fauna, kelompok fauna darat (terestrial) dan kelompok fauna perairan (akuatik). Kelompok fauna darat (terestrial) di sei carang terdapat burung jenis bangau putih (Pandio haliateus alba), burung gagak hutan (Covvus enca), reptil jenis biawak (Varanus salvator), dan hewan mamalia

yaitu monyet yang termasuk hewan primata dengan jenis Mocca fascicularis. (Shiddieqy, 2014).

b. Kelemahan (weaknesses)

1) Berdasarkan indeks kesesuaian ekosistem tingkat kesesuaian yang didapatkan adalah kategori sesuai bersyarat (SB) yang menunjukkan bahwa kondisi ekosistem mangrove di Kota Rebah Sei Carang dapat dijadikan daerah wisata mangrove, namun dengan syarat terlebih dahulu harus dilakukan pengelolaan yang matang sebelum kawasan ini dijadikan kawasan wisata mangrove. Jika tidak dilakukan pengelolaan yang serius dikhawatirkan nilai indeks kesesuaian ekosistem akan menurun dan tidak sesuai sebagai kawasan ekowisata mangrove. 2) Kesadaran sebagian masyarakat tentang

pentingnya ekosistem mangrove masih rendah. Sebagian masyarakat setempat menyadari kurangnya perhatian mereka terhadap ekosistem mangrove yang ada di kota rebah, sehingga lambat laun kondisinya semakin memperihatinkan dan terkesan tidak terjaga.

3) Terjadi erosi tanah di sekitar kawasan ekowisata mangrove kota rebah sei carang saat dilanda hujan yang mengakibatkan perairan berubah warna menjadi kemerahan (keruh) dan kondisi ini dapat dilihat secara kasat mata. Sehingga dikhawatirkan akan mempengaruhi ekosistem mangrove yang ada.

(14)

2. Faktor-faktor Eksternal (EFAS) Identifikasi faktor-faktor strategis eksternal didapatkan dari hasil wawancara dengan masyarakat, pengunjung dan pengamatan secara langsung di lapangan. a. Peluang (opportunity)

1) Adanya event tahunan yang diselenggarakan di kawasan kota rebah sei carang. Event tahunan yang telah menjadi agenda tetap menjadi harapan besar bagi kawasan ini untuk dapat diketahui banyak orang. Salah satu agenda besar yang selalu melibatkan banyak pengunjung adalah serangkaian Festival Sungai Carang. Selain pesertanya dari dalam daerah, ada pula peserta yang berasal dari luar daerah Provinsi Kepri bahkan juga menarik peserta dari manca negara untuk ikut serta.

2) Nilai Daya Dukung Kawasan (DDK) yang mendukung, dapat dibangun 2 jenis track yaitu track darat dan track perairan guna pengunjung mengamati dan menikmati wisata mangrove di Kota Rebah. Dari 2 jenis track tersebut jika ditotalkan daya tampung pengujung sebanyak 110 orang perhari dalam jangka waktu 8 jam. Nilai DDK ini dapat berubah dan ditingkatkan lagi sesuai keinginan dan desain perencanaan sebagaimana yang diinginkan oleh pihak pengelola.

3) Keinginan pengunjung untuk berwisata mangrove, sebanyak 85% pengunjung

mengatakan akan datang kembali berwisata di kawasan hutan mangrove ini jika fasilitas, sarana dan prasarana sudah terpenuhi sesuai perencanaan pengelolaan yang ditawarkan.

b. Ancaman (threats)

1) Sistem pengelolaan yang dilakukan pemerintah daerah yang kurang maksimal. Kurang maksimalnya sistem pengelolaan yang dilakukan oleh pemerintah kota Tanjungpinang terhadap kawasan ini dapat menghambat proses pengembangannya. Tidak fokusnya instansi atau dinas yang ditunjuk dalam mengelola akan berdampak sangat buruk. 2) Berpotensi dilakukannya perbuatan-perbuatan tidak terpuji. Seperti yang diketahui kawasan ini selain tempatnya tertutup, tempat ini juga sudah tak ramai pengunjung sehingga suasana menjadi sepi. Kondisi yang seperti inilah kerap mengundang hal-hal yang tidak terpuji. Terutama yang terjadi dikalangan anak muda, tidak menutup kemungkinan termasuk yang masih berstatus pelajar.

3. Penentuan Bobot dan Skor Setiap Faktor

Pemberian bobot masing-masing faktor harus sesuai dengan kriteria penilaian obyek wisata hutan mangrove. Sedangkan hasil penilaian faktor-faktor internal dan eksternal digunakan untuk menghitung rating atau tingkat kepentingan suatu faktor terhadap suatu kegiatan. (Muhaerin, 2008).

(15)

4. Matriks SWOT

Setelah matriks IFAS dan EFAS selesai, selanjutnya unsur-unsur tersebut dihubungkan dalam matriks untuk memperoleh beberapa alternative strategi. Matriks ini menghubungkan empat kemungkinan strategi, yaitu menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengambil peluang yang ada (strategi S-O), mengunakan peluang yang dimiliki untuk mengatasi ancama yang dihadapai (Stategi S-T), mendapatkan keuntungan dari peluang dengan mengatasi kelemahan (Stategi W-O), meminimalkan kelemahan untuk menghindari ancama (Stategi W-T) (Muhaerin, 2008).

5. Alternatif Strategi

Prioritas dari strategi yang dihasilkan dengan memperhatikan faktor-faktor yang saling terkait. Rangking akan ditentukan berdasarkan urutan jumlah skor terbesar sampai terkecil (Muhaerin, 2008)

Matriks Faktor Strategi Internal (IFAS)

Matriks Faktor Strategi Eksternal (EFAS)

Berdasarkan hasil analisis SWOT yang dilakukan maka telah diperoleh alternatif strategi kegiatan ekowisata mangrove di Kota Rebah Sei Carang sebagai berikut :

1. Meningkatkan sistem pengelolaan ekosistem mangrove di kota rebah lebih maksimal, serta menjaga ekosistem mangrove dan fauna yang ada guna menarik wisatawan lokal maupun manca negara.

2. Memaksimalkan keterlibatan masyarakat tempatan dalam kegiatan ekowisata dan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengelola bisnis ekowisata seperti menjadi pemandu, jasa rumah penginapan, dsb.

3. Membangun track (jalur darat dan perairan) sebagai media pengunjung dalam mengamati ekosistem mangrove dan fauna yang ada.

4. Meningkatkan pemahaman masyarakat dengan melaksanakan sosialisasi, seminar maupun pelatihan tentang ekosistem mangrove. Guna menjadi

(16)

pemandu wisata yang berwawasan dalam melayani pengunjung.

5. Membangun komitmen bersama antara Pemda dengan Instansi/dinas/badan bahkan pihak ke 3 dalam menyukseskan proses pengembangan dan pengelolaan kawasan ekosistem mangrove kota rebah sebagai daerah ekowisata mangrove.

6. Membangun sistem monitoring dan evaluasi yang baik dengan melibatkan para pemangku kepentingan.

7. Meningkatkan nilai indeks kesesuaian ekosistem guna kelayakan kawasan kota rebah sebagai kawasan ekowisata mangrove sehingga mendapatkan nilai kategori sesuai (S).

8. Merangkul masyarakat dan pengunjung dalam kegiatan reboisasi secara rutin, untuk menghindari erosi tanah dan meningkatkan ekosistem mangrove yang ada.

9. Perbanyak event agar kawasan kota rebah menjadi lebih ramai dikunjungi sehingga tidak terlihat sepi.

10. Meningkatkan kesadaran masyarakat dan pengunjung tentang pentingnya menjaga serta menciptakan suasana alam dan lingkungan yang sehat.

Dari sepuluh alternatif strategi yang didapat, maka telah diambil tiga prioritas utama alternatif strategi untuk pengelolaan ekosistem mangrove kota rebah sei carang sebagai daerah ekowisata. tiga strategi prioritas utama yang diperoleh adalah :

Pertama : Meningkatkan sistem pengelolaan ekosistem mangrove di kota rebah lebih maksimal, serta menjaga ekosistem mangrove dan fauna yang ada guna menarik wisatawan lokal maupun manca negara.

Kedua : Memaksimalkan keterlibatan masyarakat tempatan dalam kegiatan ekowisata dan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengelola bisnis ekowisata seperti menjadi pemandu, jasa rumah penginapan, dsb.

Ketiga : Membangun track (jalur darat dan perairan) sebagai media pengunjung dalam mengamati ekosistem mangrove dan fauna yang ada.

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ekosistem mangrove Kota Rebah Sei Carang ditemukan 6 jenis mangrove, yaitu Bakau Hitam (Rhizophora spp.), Nyireh (Xylocarpus moluccensis spp.), Waru Laut (Hibiscus tiliaceus spp.), Teruntum (Lumnitzera littorea spp.), Perepat Lariang (Scyphiphora hydropillaceae spp.), Jeruju Hitam (Acanthus ilicifolius spp.). Nilai kerapatan spesies didominasi oleh jenis Rhizophora spp. Baik itu ditingkat pohon, semai maupun anakan.

Hasil indeks kesesuaian ekosistem untuk kegiatan wisata mangrove di Kota Rebah Sei Carang yang didapatkan adalah kategori sesuai bersyarat (SB) yang

(17)

menunjukkan bahwa kondisi ekosistem mangrove di Kota Rebah Sei Carang dapat dijadikan daerah wisata mangrove, dengan syarat terlebih dahulu harus dilakukan pengelolaan yang matang sebelum kawasan ini dijadikan kawasan wisata mangrove. Ada 2 usulan lokasi track yaitu track perairan dan track darat, dimana track perairan berjumlah 1 track usulan dan track darat berjumlah 3 track usulan. adapun nilai daya dukung kawasan untuk track perairan adalah 40 dan track darat 69,6 dapat digenapkan menjadi 70. Nilai daya dukung kawasan ini bisa berubah dan bersifat tidak mutlak, karena harus disesuikan dengan track yang akan dibuat oleh pihak pengelola.

Telah didapat 3 priorotas utama strategi alternatif untuk pengelolaan ekowisata mangrove di Kota Rebah Sei Carang, yang mencangkup 3 aspek (ekowisata, masyarakat dan sarana prasarana) yaitu adalah :

1. Meningkatkan sistem pengelolaan ekosistem mangrove di kota rebah lebih maksimal, serta menjaga ekosistem mangrove dan fauna yang ada guna menarik wisatawan lokal maupun manca negara.

2. Memaksimalkan keterlibatan masyarakat tempatan dalam kegiatan ekowisata dan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengelola bisnis ekowisata seperti menjadi pemandu, jasa rumah penginapan, dsb.

3. Membangun track (jalur darat dan perairan) sebagai media pengunjung dalam mengamati ekosistem mangrove dan fauna yang ada.

B. Saran

1. Perlu perhatian khusus Pemerintah Daerah dalam hal pengembangan dan Pengelolaan kawasan Kota Rebah ini, sehingga apa yang direncanakan dapat berjalan sesuai harapan.

2. Perlu dilaksanakannya program rehabilitasi mangrove di kawasan Kota Rebah Sei Carang ini, agar mendapatkan nilai kategori sesuai (S) sebagai kawasan ekowisata mangrove.

DAFTAR PUSTAKA

Bahar, A. 2004. Kajian Kesesuaian dan Daya Dukung Ekosistem Mangrove untuk Pengembangan Ekowisata di Gugus Pulau Tanakeke Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Bengen, D. G. 2001. Ekosistem dan sumberdaya pesisir dan laut serta pengelolaan secara terpadu dan berkelanjutan. Prosiding pelatihan pengelolaan wilayah pesisir terpadu. Bogor, 29 Oktober – 3 November 2001. Bengen, D. G. 2002. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat Kajian

Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Institut Pertanian Bogor. Bogor

BPS (Badan Pusat Statistik) Kota Tanjungpinang. 2014. Tanjungpinang

(18)

dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kota Tanjungpinang.

BPS (Badan Pusat Statistik) Kota Tanjungpinang. 2015. Tanjungpinang dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kota Tanjungpinang.

BPS (Badan Pusat Statistik) Kota Tanjungpinang. 2016. Tanjungpinang dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kota Tanjungpinang.

Dahuri, R. 1996. Pengembangan Rencana Pengelolaan Pemanfaatan Berganda Hutan Manrove di Sumatera. PPLH. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Damanik, J dan H. Weber. 2006. Perencanaan Ekowisata. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada dan C.V Andi Offset. Fandeli, C. 2000. Pengusahaan Ekowisata.

Yogyakarta: Fakultas kehutanan. Universitas Gadjah mada.

Kelurahan Air Raja. 2013. Kondisi Umum Wilayah Kelurahan Air Raja. Pemerintah Kota Tanjungpinang.

Kelurahan Air Raja. 2014. Kondisi Umum Wilayah Kelurahan Air Raja. Pemerintah Kota Tanjungpinang.

Muhaerin, M. 2008. Kajian Sumberdaya Ekosistem Mangrove untuk Pengelolaan Ekowisata di Estuari Perancak, Jembrana, Bali [Skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Irwanto. 2006. Keanekaragaman Fauna Pada Habitat Mangrove.

http:// www.irwantoshut.com. Diakses 1 April 2014.

Nontji, A. 2005. Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan.

Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut: Suatu Tinjauan Ekologis. Jakarta: PT. Gramedia.

Rangkuti, F. 2005. Analisis SWOT: Teknik membedah kasus bisnis-reorientasi konsep perencanaan strategis untuk menghadapi Abad 21. cetakan ke-10. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Santoso, N. 2006. Pengelolaan Ekosistem Mangrove Berkelanjutan di Indonesia. Dalam bahan pelatihan. 2006. “Training Workshop on Developing The Capacity of Environmental NGOs in Indonesia to Effeticvely Implement Wetland Project According to the Ramsar Guidelines and Obyectives of the Convention on Biodiversity”. Bogor.

Shiddieqy, 2014. Kelayakan Ekowisata Mangrove Arungan Sungai Di Sungai Carang Berdasarkan Pada Biofisik Mangrove [Skripsi]. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan : Universitas Maritim Raja Ali Haji.

Sugiyono, 2015. Defenisi sampling dan teknik

sampling. www.eurekapendidikan.com/ 2015/09/defenisi-sampling-dan-teknik-sampling.html. Disalin dan dipublikasikan melalui Eureka Pendidikan. Diakses 26 Desember 2015. Yulianda, F. 2006. Bahan Kuliah Pengelolaan

Kawasan Wisata Air. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK. IPB.

Yulianda, F. 2007. Ekowisata bahari sebagai alternatif pemanfaatan sumberdaya pesisir berbasis konservasi. Makalah Seminar Sains 21 Februari 2007. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK. IPB.

Gambar

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian Kota Rebah Sei Carang, Kota  Tanjungpinang (Sumber: Peta Kab
Tabel Komposisi dan Jenis Data

Referensi

Dokumen terkait

Anak dengan skor 6 yang diperoleh dari kontak dengan pasien BTA positif dan hasil uji tuberkulin positif, tetapi tanpa gejala klinis, maka dilakukan observasi atau

Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti dengan pihak BMT AL-Hikmah Mlonggo, manager marketing dan manager cabang menyatakan bahwa penanganan pembiayaan

Telah dilakukan penelitian tentang Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas Var Ayamurasaki) terhadap Bakteri Staphylococcus aureus

Tujuan dan penelitian ini adalah untuk menjelaskan pengaruh latihan Kekuatan dan kelentukan otot punggung terhadap penurunan tingkat nyeri punggung bawah pada lansia di

Namun sampai saat ini belum diketahui perihal optimalisasi sintesis fosfolipid tinggi EPA dari minyak hasil samping penepungan ikan lemuru pada fosfolipid kedelai

Hal ini sesuai dengan Sunarya dkk (1991) dalam Antari dan Sundra (2005) kandungan Pb lebih banyak pada tanaman tepi jalan yang padat kendaraan bermotor di- bandingkan dengan

Oleh karena pada STEMI telah terjadi nekrosis miokard yang cukup luas, maka kadar LDL teroksidasi yang dimiliki STEMI juga lebih tinggi dibandingkan UA [12], dan

Pada kelompok I atau kelompok kontrol negatif yaitu kelompok mencit yang tidak mendapat perlakuan infeksi dan tidak menerima pemberian ekstrak etanol daun iler terlihat