• Tidak ada hasil yang ditemukan

Frissilia Tarigan, Ditha Wiradiputra. Program Studi Ilmu Hukum. Fakultas Hukum. Universitas Indonesia.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Frissilia Tarigan, Ditha Wiradiputra. Program Studi Ilmu Hukum. Fakultas Hukum. Universitas Indonesia."

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Implementasi Pengaturan Denda Atas Keterlambatan Pemberitahuan

Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan (Studi Kasus:

Pengambilalihan Saham PT HD Finance Oleh PT Tiara Marga Trakindo)

Frissilia Tarigan, Ditha Wiradiputra

Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia Email : frissilia.tarigan@gmail.com

Abstrak

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) berwenang menjatuhkan denda administratif sebesar Rp 1.000.000.000 untuk setiap hari keterlambatan pemberitahuan penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan dengan ketentuan denda paling tinggi sebesar Rp 25.000.000.000. Penulisan skripsi ini membahas mengenai apakah implementasi pengaturan denda administratif sudah memenuhi keadilan dan kepastian hukum bagi pelaku usaha. Penelitian terkait skripsi ini menggunakan metode yuridis normatif. Besaran denda dirasakan tidak wajar jika hanya melihat masalah keterlambatan sehingga pengaturan denda tidak memenuhi keadilan dan kepastian hukum bagi pelaku usaha. Dalam hal pelaku usaha terlambat melakukan pemberitahuan bukan berarti tindakan penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan yang dilakukan dapat menyebabkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat. Keterlambatan pemberitahuan dapat terjadi dikarenakan perbedaan pemahaman antara Komisi dengan pelaku usaha.

The Implementation of Fines Regulation For The Delay of Merger, Consolidation, and Acquisition Notification (Case Study: The Acquisition of Shares PT HD Finance by PT

Tiara Marga Trakindo) Abstract

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) authorized to impose administrative fines amounting Rp 1.000.000.000 for every day delay of merger, consolidation, or acquisition with the highest fines amounting Rp 25.000.000.000. Of writing this minithesis concerning on whether the implementation of administrative fines regulation already meet justice and legal certainty for businessmen. Of associated research this minithesis uses the method of juridical normative. The amount of fines perceived unnatural if only look at delays problem so that the regulation of administrative fines does not meet the justice and legal certainty for businessmen. In terms of businessmen failure to fill the notification does not mean that the act of merger, consolidation, or acquisition was being done may result a monopolistic practice and unfair business competition. The failure to fill notification can occur due to the difference understanding between KPPU and businessmen.

Keywords : Fines, Delay, Notification

Pendahuluan

Transaksi penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan merupakan salah satu cara yang digunakan oleh pelaku usaha untuk memaksimalkan keuntungan dalam menjalankan kegiatan usahanya. Tindakan penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan perusahaan

(2)

dapat memperbesar penguasaan dari satu pelaku usaha dalam pasar.1 Melalui tindakan

penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan, pelaku usaha berupaya untuk memaksimalkan keuntungan. Perolehan keuntungan secara maksimal yang dilakukan oleh pelaku usaha melalui kegiatan penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan dapat terjadi karena secara teori penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan dapat menciptakan efisiensi sehingga mampu mengurangi biaya produksi suatu perusahaan. Tindakan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan disadari atau tidak, dapat mempengaruhi persaingan antara para pelaku usaha di dalam pasar bersangkutan dan membawa dampak kepada konsumen dan masyarakat. Pada dasarnya penggabungan, peleburan dan pengambilalihan dalam dunia usaha dapat membawa pengaruh yang positif karena tercapainya efisiensi. Namun kegiatan ini juga dapat disalahgunakan oleh pelaku usaha yang bermaksud untuk mengekspansi pasarnya, karena disadari atau tidak, akan memengaruhi persaingan antara para pelaku usaha dalam pasar bersangkutan dan membawa dampak yang merugikan konsumen dan masyarakat.2

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) berwenang untuk menilai aspek persaingan dari suatu transaksi penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan yang berpotensi menimbulkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. KPPU mengawasi setiap tindakan pelaku usaha yang menimbulkan dampak, baik langsung maupun tidak langsung, terhadap kondisi pasar dan persaingan yang sehat. KPPU melakukan kontrol terhadap kegiatan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan dengan cara mewajibkan pelaku usaha untuk melakukan pemberitahuan. Dalam melakukan kontrol kegiatan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan terdapat perbedaan antara satu negara dengan negara lain, terutama mengenai sistem notifikasinya. Indonesia menerapkan sistem post notification, yaitu pelaku usaha tidak diwajibkan melakukan notifikasi atas rencana penggabungan, peleburan dan pengambilalihan ke otoritas persaingan sebelum mereka menutup transaksi penggabungan, peleburan dan pengambilalihannya, tetapi hal tersebut dapat dibatalkan apabila berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap persaingan.

Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 juncto Pasal 5 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010, pemberitahuan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari

                                                                                                                         

1  Susanti Adi Nugroho, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia dalam Teori dan Praktik serta Penerapan Hukumnya, cet. 1, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm. 441.  

2 Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha (Teori dan Praktiknya di Indonesia), cet. 2, ed. 1,

(3)

setelah penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan selesai dilaksanakan. Pelaku usaha dapat melakukan pemberitahuan jika penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan badan usaha memenuhi ketentuan batasan nilai (threshold). Batasan nilai (threshold) pemberitahuan atau notifikasi berbeda antara satu negara dengan negara lain. Ada yang menggunakan pangsa pasar sebagai dasar penentuan batasan nilai. Besarnya juga berbeda antara 20% sampai 50% lebih pangsa pasar setelah penggabungan, peleburan atau pengambilalihan.3 Batasan nilai pemberitahuan juga dapat ditentukan berdasarkan nilai aset maupun penjualan perusahaan yang telah melakukan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan. Indonesia termasuk negara yang menentukan batasan nilai berdasarkan nilai aset maupun penjualan.

Pelaku usaha dapat melakukan pemberitahuan jika penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan memenuhi nilai aset badan usaha hasil penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan yaitu melebihi dua triliun lima ratus miliar rupiah dan/atau nilai penjualan badan usaha hasil penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan melebihi lima triliun rupiah. Dalam hal pelaku usaha tidak memenuhi kewajiban untuk menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atas penggabungan, peleburan atau pengambilalihan saham yang telah berlaku efektif, maka KPPU berwenang menjatuhkan sanksi sesuai ketentuan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 berupa denda administratif sebesar Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk keterlambatan per hari, dengan ketentuan denda administratif secara keseluruhan paling tinggi sebesar Rp 25.000.000.000,- (dua puluh lima miliar rupiah). Ada beberapa pandangan terhadap pengaturan besaran denda tersebut.

Pengaturan besaran denda administratif tersebut menimbulkan pro dan kontra dari berbagai pihak karena dirasakan terlalu eksklusif. Ditinjau dari pandangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, pengaturan tersebut belum memberikan sanksi yang tegas dan mengikat kepada pelaku usaha karena pada akhirnya tidak memberikan efek jera terhadap pelaku usaha dalam hal kewajiban melaporkan secara tertulis hasil penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan. Menurut Komisi Pengawas Persaingan Usaha, batas maksimal sanksi yang harus dibayarkan tersebut terlalu kecil dibandingkan nilai transaksi penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan yang mencapai triliunan rupiah. Nilai transaksi penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan yang mencapai triliunan rupiah menjadi salah satu alasan sanksi tersebut terlalu kecil sehingga efek jera yang diharapkan menjadi minimum.4 Sementara ditinjau dari pandangan pelaku usaha, keharusan membayar denda sebesar satu

                                                                                                                          3 Nugroho, op. cit., hlm. 531.

4 Harian Okezone.

(4)

miliar per hari atas keterlambatan notifikasi dinilai sangat berat dan justru berpotensi mengurangi minat pelaku usaha untuk melakukan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan. Padahal, aktivitas korporasi tersebut adalah pendorong berkembangnya usaha dan pertumbuhan ekonomi. Pada umumnya, kasus keterlambatan pemberitahuan yang terjadi disebabkan karena terjadi perbedaan pemahaman antara pelaku usaha dan KPPU.

Perbedaan pemahaman antara KPPU dan pelaku usaha antara lain, meliputi:

1. Pelaku usaha menilai bahwa nilai aset dan/atau nilai penjualan perusahaan tidak melebihi batasan nilai (threshold) sehingga tidak diwajibkan untuk melakukan pemberitahuan atas penggabungan, peleburan atau pengambilalihan yang terjadi, sementara menurut Komisi Pengawas Persaingan Usaha perusahaan tersebut sudah memenuhi batasan nilai (threshold) sehingga wajib untuk melakukan pemberitahuan. Akibat kesalahpahaman informasi mengenai batasan nilai tersebut, Komisi Pengawas Persaingan Usaha menjatuhkan putusan denda atas keterlambatan pemberitahuan penggabungan, peleburan atau pengambilalihan kepada pelaku usaha namun pelaku usaha menolak untuk membayar denda keterlambatan tersebut karena merasa tidak berkewajiban.

2. Adanya perbedaan pendapat dalam penentuan tanggal efektif berlakunya penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan secara yuridis antara pelaku usaha dan KPPU di mana dalam pandangan pelaku usaha belum mencapai batas akhir pemberitahuan sementara KPPU berpendapat sudah melewati batas akhir pemberitahuan. Sehingga, KPPU menjatuhkan denda atas keterlambatan melakukan pemberitahuan.

Perbedaan pemahaman ini tentu menimbulkan pertanyaan apakah pengaturan mengenai batasan nilai dan tanggal efektif yuridis belum memberikan payung hukum bagi para pelaku usaha atau karena sosialisasi yang kurang mengenai peraturan yang diterbitkan oleh KPPU. Pelaku usaha menolak membayar denda atas keterlambatan pemberitahuan karena pengaturan besaran denda dalam peraturan perundang-undangan lainnya tidak seperti pengaturan besaran denda oleh KPPU yang dianggap terlalu tinggi. Misalnya, apabila wajib pajak melanggar jatuh tempo pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) berakibat pada sanksi denda sebesar Rp 100.000,00 atau Rp 500.000,00 per SPT untuk masa dan sanksi denda sebesar Rp 100.000,00 atau Rp 1.000.000,00 per SPT untuk tahunan.5

Pelaku usaha juga mempertanyakan dasar KPPU menetapkan besaran denda tersebut sementara pengaturan besaran denda atas keterlambatan pemberitahuan di negara lain tidak seperti di Indonesia. Misalnya, pengaturan denda atas keterlambatan notifikasi di Amerika

                                                                                                                         

5   Direktorat Jenderal Pajak, http://www.pajak.go.id/content/pemeriksaan-pajak-dan-sanksi-administrasi, Kementerian Keuangan Republik Indonesia, diunduh pada tanggal 20 Oktober 2014.  

(5)

Serikat dan Jepang. Amerika Serikat sebagai salah satu negara yang menerapkan sistem pre-merger notification, menerapkan denda sebesar $16.000 per hari untuk setiap pelaku usaha yang terlambat melakukan notifikasi merger kepada Federal Trade Commission selaku lembaga otoritas persaingan usaha di Amerika Serikat.6 Begitu juga dengan Jepang, yang menerapkan sistem pre-merger notification, apabila pelaku usaha terlambat melakukan notifikasi maka akan dikenakan sanksi denda maksimal 2 juta Yen atau sekitar 200 juta rupiah.7 Pengaturan sanksi denda atas keterlambatan notifikasi di Indonesia jauh melampaui pengaturan sanksi atas denda di negara lainnya.

Oleh karena itu, penulisan ini ditujukan untuk mengetahui penyebab perbedaan pemahaman antara KPPU dan pelaku usaha dalam menentukan tanggal efektif berlakunya pengambilalihan secara yuridis dan dasar pengaturan besaran denda atas keterlambatan pemberitahuan di negara lain. Dalam penelitian ini penulis melakukan studi kasus terhadap pengambilalihan saham PT HD Finance oleh PT Tiara Marga Trakindo untuk menjawab permasalahan. Adapun pokok permasalahan dalam penelitian ini antara lain:

1. Apakah pengaturan besaran denda keterlambatan pemberitahuan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan sudah memenuhi rasa keadilan dan kepastian hukum bagi pelaku usaha?

2. Bagaimana keterkaitan antara keterlambatan melaporkan secara tertulis (notifikasi) hasil penggabungan, peleburan dan pengambilalihan dengan dugaan adanya kesengajaan pelaku usaha menyembunyikan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat?

Dalam melakukan penelitian ini, penulis memiliki tujuan umum yang hendak dicapai, yaitu memberikan gambaran dan pemahaman yang luas mengenai pengaturan dan kebijakan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan ditinjau dari Hukum Persaingan Usaha dengan dasar hukum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010. Selain daripada tujuan umum yang telah disebutkan tersebut, penelitian ini juga bertujuan untuk:

1. Mengetahui keadilan dan kepastian hukum pengaturan besaran denda atas keterlambatan pemberitahuan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan berdasarkan perspektif Hukum Persaingan Usaha Indonesia.

                                                                                                                         

6 J. Fred Weston&Samuel C. Weaver, Mergers and Acquisitions, (USA: The McGraw-Hill Executive

MBA Series), hlm. 28.

(6)

2. Mengetahui keterkaitan antara keterlambatan melakukan pemberitahuan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan dengan dugaan adanya kesengajaan pelaku usaha menyembunyikan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian yang berbentuk yuridis normatif, yakni penelitian hukum yang berbasis atau mengacu kepada kaidah-kaidah atau norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Metode penelitian yuridis normatif menggunakan data sekunder. Dalam penelitian ini, penulis menentukan bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan studi dokumen. Studi dokumen merupakan langkah awal seorang peneliti dalam melakukan penelitian.8 Peneliti menggunakan sumber data sekunder/ bahan pustaka hukum. Peneliti menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat berupa peraturan perundang-undangan Indonesia, dalam skripsi ini yang dipakai antara lain Undang-Undang dan Peraturan Lembaga Negara. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa, memahami, menjelaskan bahan hukum primer, dan yang dipakai yaitu buku, internet, skripsi, dan tesis. Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan atas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, yang dipakai adalah kamus dan ensiklopedi.

Peneliti memilih tipe penelitian dengan memadukan beberapa jenis tipe penelitian. Dari sudut sifatnya, peneliti menentukan penelitian ini didasarkan atas penelitian eksplanatoris karena peneliti menggambarkan atau menjelaskan lebih dalam mengenai aspek keadilan dan kepastian hukum dari pengaturan besaran denda keterlambatan. Penelitian ini bersifat mempertegas hipotesa yang ada, yaitu bahwa pelaporan rencana merger penting untuk mencegah persaingan usaha tidak sehat di antara para pelaku usaha. Dari sudut bentuknya, peneliti menentukan penelitian ini didasarkan atas penelitian diagnostik karena penelitian ini, salah satunya dilakukan untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya perbedaan pemahaman antara pelaku usaha dan KPPU dalam menentukan tanggal efektif berlakunya penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan secara yuridis.

                                                                                                                         

8  Sri Mamudji, et al., Metode Penelitian dan Penulisan Hukum, (Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005), hlm. 29.  

(7)

Pembahasan

Dampak tindakan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Sebelum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 berlaku, setiap perbuatan-perbuatan yang bersifat anti persaingan dikualifikasi sebagai tindak pidana. Pengaturannya didasarkan pada Pasal 1365 KUHPerdata dan Pasal 382 bis KUHPidana. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 muncul dalam kondisi krisis moneter yang sedang melanda Indonesia. Akibat krisis moneter tersebut, kondisi perekonomian Indonesia saat itu betul-betul terpuruk. Ketika krisis moneter muncul yang menggoncangkan roda pemerintahan dan sistem perekonomian, inflasi meningkat, pemerintahan kesulitan di sektor keuangan, maka untuk mengatasinya pemerintah mencari sumber dana lain untuk menghidupi perekonomian dan pemerintahannya. Hampir semua lembaga keuangan dunia dilobi agar bisa mengucurkan dananya ke Indonesia.9 International Monetary Fund (IMF)10 mau mengucurkan dana pinjaman dengan berbagai persyaratan yang salah satunya diadakan atau dibuatnya undang-undang antimonopoli. Namun, jauh sebelum itu tuntutan agar Indonesia memiliki Undang-Undang Antimonopoli sudah ada. Tuntutan agar Indonesia mempunyai undang-undang antimonopoli itu untuk pertama kalinya muncul pada tahun 1990 sebagai bagian perdebatan tindakan kebijakan antimonopoli di Indonesia, tetapi tuntutan itu tampaknya sulit untuk diwujudkan karena tidak didukung oleh political will dari pemerintah pada masa orde baru saat itu.

Praktik monopoli pertama kali terjadi pada tanggal 20 Maret 1602, yaitu pada saat Pemerintah Belanda memberikan hak (octrooi) untuk berdagang sendiri (monopoli) pada VOC di wilayah Indonesia.11 Cara VOC melakukan praktik monopoli perdagangan di

Indonesia seperti melakukan pelayaran hongi, ekstirpasi, verplichte leverantien atau penyerahan wajib, dan menerapakan contingenten.

Tindakan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan memiliki tujuan yang utama untuk meningkatkan sinergi perusahaan, menciptakan diversifikasi produk, kesempatan bagi

                                                                                                                         

9 Suhasril dan Mohammad Taufik Makarao, Hukum Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat di Indonesia, cet. 1, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 101.

10 Organisasi internasional yang bertanggung jawab dalam mengatur sistem finansial dan menyediakan

pinjaman kepada negara anggotanya yang mengalami kesulitan untuk membantu masalah keseimbangan neraca keuangan masing-masing negara.

11   Johnny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha: Filosofi, Teori, dan Implikasi Penerapannya di Indonesia, cet. 2, ed. 1, (Surabaya: Penerbit Bayumedia, 2007), hlm. 10.  

(8)

perusahaan untuk mengadakan alih teknologi, atas dasar pertimbangan pajak, memperluas pangsa pasar, meningkatkan prestige perusahaan, dan sebagai alat investasi. Tindakan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan dapat dilakukan antara perusahaan yang bergerak dalam lini bisnis yang sama, perusahaan yang berada dalam satu mata rantai produksi, atau antara perusahaan yang tidak berkaitan sama sekali. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 mengatur penggabungan, peleburan dan pengambilalihan secara rule of reason, artinya penggabungan, peleburan dan pengambilalihan tidak dilarang apabila tidak mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat terjadi jika badan usaha hasil penggabungan, peleburan dan pengambilalihan diduga melakukan perjanjian yang dilarang, kegiatan yang dilarang dan/atau penyalahgunaan posisi dominan.

Praktik monopoli dirumuskan sebagai pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan/atau pemasaran atas barang dan/atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.12 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 juga memberikan arti kepada “persaingan usaha tidak sehat” sebagai suatu persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan cara-cara yang tidak jujur atau dengan cara melawan hukum atau menghambat persaingan usaha (vide Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999). Dalam literatur ilmu hukum anti monopoli, biasanya yang diartikan anti persaingan sehat adalah dampak negatif tindakan tertentu terhadap13:

1. Harga barang dan/atau jasa 2. Kualitas barang dan/atau jasa 3. Kuantitas barang dan/atau jasa

KPPU berwenang mempelajari dan menilai transaksi penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan yang berpotensi menimbulkan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Oleh karena itu, pelaku usaha wajib melakukan pemberitahuan terkait tindakan penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan yang berakibat nilai aset dan/atau nilai penjualan melebihi batasan nilai yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun

                                                                                                                         

12  Indonesia, Undang-Undang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, UU No. 5 Tahun 1999, LN No. 33 Tahun 1999, TLN No. 3817, Pasal 1 angka 2.  

13 Munir Fuady, Hukum Anti Monopoli: Menyongsong Era Persaingan Sehat, cet. 1, (Bandung: PT.

(9)

2010 paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan berlaku efektif secara yuridis. Dalam hal pelaku usaha tidak menyampaikan pemberitahuan sesuai waktu yang ditentukan maka dijatuhkan denda administratif sebesar Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) untuk setiap hari keterlambatan dan secara keseluruhan paling tinggi Rp 25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah).14

Pengaturan besaran denda inilah yang akan penulis kritisi dengan melakukan studi kasus terhadap pengambilalihan saham PT HD Finance oleh PT Tiara Marga Trakindo. PT Tiara Marga Trakindo (selanjutnya disebut “Terlapor”) diduga melanggar Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 juncto Pasal 5 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010. Kronologis pengambilalihan saham PT HD Finance oleh PT Tiara Marga Trakindo adalah sebagai berikut15:

1. Sebelum melakukan proses pengambilalihan saham PT HD Finance, pada tanggal 14 Januari 2013 Terlapor terlebih dulu melaksanakan konsultasi terkait rencana pengambilalihan saham perusahaan PT HD Finance Tbk.

2. KPPU mengeluarkan Pendapat terhadap Konsultasi terkait Rencana Pengambilalihan Saham Perusahaan PT HD Finance Tbk pada tanggal 27 Februari 2013.

3. Tepat pada tanggal 8 Maret 2013 Terlapor melakukan pengambilalihan saham terhadap 693.000.000 saham atau setara dengan 45% saham PT HD Finance Tbk dari PT HD Corpora dan Wealth Paradise Holdings Limited.

4. Setelah melakukan pengambilalihan saham perusahaan PT HD Finance Tbk, Terlapor membuat pengumuman pengambilalihan 45% saham PT HD Finance Tbk di Surat Kabar Bisnis Indonesia pada tanggal 11 Maret 2013.

5. Terlapor menyampaikan pemberitahuan kepada Otoritas Jasa Keuangan terkait Pengumuman Keterbukaan Informasi Pengambilalihan Saham PT HD Finance Tbk pada tanggal 11 Maret 2013 dan pada tanggal tersebut pengambilalihan saham PT HD Finance Tbk oleh Terlapor berlaku efektif secara yuridis.

6. Pada tanggal 13 April sampai dengan 12 Mei 2013, Terlapor melakukan penawaran tender (tender offer). Hasil pelaksanaan tender offer tersebut Terlapor memperoleh 172.571.500 saham atau setara dengan 11,21% saham PT HD Finance Tbk.

                                                                                                                         

14 KPPU, Peraturan Tentang Pedoman Pengenaan Denda Keterlambatan Pemberitahuan

Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan, Perkom No. 4 Tahun 2012, Pasal 12.

15  KPPU, Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam Perkara Nomor 07/KPPU-M/2014, hlm. 8.  

(10)

7. Sesudah melakukan tender offer Terlapor melakukan pemberitahuan kepada Otoritas Jasa Keuangan terkait Laporan Hasil Penawaran Wajib (tender offer) pada tanggal 27 Mei 2013.

8. Terlapor melakukan penjualan saham PT HD Finance pada tanggal 14 Juni 2013 sebanyak 6.223.833 saham atau setara dengan 0,43% saham PT HD Finance Tbk sehingga mengubah jumlah kepemilikan saham Terlapor pada PT HD Finance Tbk. 9. Pada tanggal 21 Juni 2013 Terlapor melakukan pemberitahuan kepada Otoritas Jasa

Keuangan mengenai Keterbukaan Informasi terkait Perubahan Jumlah Kepemilikan Saham Terlapor pada PT HD Finance Tbk menjadi 55,81%.

10. Pemberitahuan terkait pengambilalihan saham PT HD Finance Tbk oleh Terlapor dilakukan pada tanggal 24 Juni 2013.

Hal yang menjadi permasalahan sehingga menyebabkan keterlambatan pemberitahuan oleh Terlapor adalah perbedaan pemahaman antara Terlapor dan KPPU terkait batas waktu kewajiban pemberitahuan tepatnya mengenai tanggal efektif berlakunya pengambilalihan secara yuridis. Jika merujuk kepada pendapat KPPU, dalam menentukan tanggal efektif yuridis menggunakan Pasal 2 ayat (2) huruf c Peraturan Komisi Nomor 4 Tahun 2012.16 Sementara menurut Terlapor, PT HD Finance merupakan perusahaan terbuka sehingga dalam pengambilalihan perusahaan terbuka, pihak yang mengambil alih wajib mengikuti prosedur atau tata cara pengambilalihan sebagaimana diterapkan dalam Peraturan Bapepam No. IX.H.1 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka. Peraturan Bapepam No. IX.H.1 mewajibkan calon pengendali baru melakukan proses penawaran tender (tender offer). Dalam menentukan tanggal efektif yuridis masih terdapat kesalahan pengaturan yang dilakukan oleh KPPU. Ketentuan Pasal 2 ayat (2) huruf c Peraturan Komisi Nomor 4 Tahun 2012 menyatakan bahwa kewajiban pemberitahuan berlaku paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak keterbukaan informasi pengambilalihan saham perusahaan terbuka, di mana menurut KPPU tanggal efektif yuridis berlakunya pengambilalihan adalah 11 Maret 2013 dan berakhir pada tanggal 24 April 2013 sehingga Terlapor sudah terlambat 41 hari melakukan pemberitahuan. Sementara

                                                                                                                         

16 Pasal 2 ayat (2) huruf c Peraturan Komisi Nomor 4 Tahun 2012 berbunyi: “Khusus untuk

pengambilalihan saham yang terjadi di bursa efek maka pemberitahuan dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal keterbukaan informasi pengambilalihan saham perusahaan terbuka.”

(11)

menurut Peraturan Bapepam LK No. IX.H.1 terdapat beberapa macam keterbukaan informasi pengambilalihan saham perusahaan terbuka, yaitu17:

a. Keterbukaan informasi dalam bentuk pengumuman dan surat kepada OJK pada tahap negosiasi pengambilalihan;

b. Keterbukaan informasi dalam bentuk pengumuman dan surat ke OJK pada tahap transaksi pembelian saham;

c. Keterbukaan informasi dalam bentuk surat ke OJK pada tahap rencana penawaran tender wajib;

d. Keterbukaan informasi dalam bentuk pengumuman pada tahap penawaran tender wajib; e. Keterbukaan informasi dalam bentuk surat ke OJK pada tahap penyelesaian penawaran

tender wajib.

Dengan adanya berbagai tahapan keterbukaan informasi dalam proses pengambilalihan perusahaan terbuka dan tidak adanya penjelasan lebih lanjut mengenai Surat Keterbukaan Informasi Pengambilalihan yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c Peraturan Komisi Nomor 4 Tahun 2012, Terlapor dapat saja menafsirkan bahwa keterbukaan informasi yang dimaksud adalah keterbukaan informasi pada tahap penyelesaian penawaran tender wajib mengacu pada Peraturan Bapepam LK No. IX.H.1, di mana tanggal efektif yuridis berlakunya pengambilalihan adalah 27 Mei 2013 dan batas akhir kewajiban pemberitahuan adalah 27 Juni 2013 sehingga menurut Terlapor belum memenuhi keterlambatan pemberitahuan. Ketentuan UU No. 5 Tahun 1999 dan PP No. 57 Tahun 2010 tidak mengatur mengenai pengertian tanggal efektif yuridis. Sementara dalam Peraturan yang diterbitkan KPPU yaitu Pasal 2 ayat (2) Peraturan Komisi Nomor 4 Tahun 2012 diatur mengenai tanggal efektif yuridis. Namun, sampai saat ini Peraturan Komisi tidak masuk dalam tata urutan perundang-undangan sehingga tidak dapat dijadikan dasar hukum dan tidak memiliki kekuatan mengikat. Hal ini berarti Terlapor tidak dapat disalahkan sepenuhnya karena masih terdapat kesalahan pengaturan mengenai tanggal efektif yuridis sehingga menyebabkan multi tafsir.

Besaran denda dirasakan terlalu tinggi apabila hanya dilihat secara administratif dari adanya keterlambatan saja. Besaran denda yang tinggi akan mengurungkan niat pelaku usaha untuk mengembangkan usaha melalui tindakan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan. Pengambilalihan saham PT HD Finance oleh PT TMT dinilai tidak terdapat

                                                                                                                         

17  Terlapor dalam menentukan tanggal efektif berlaku secara yuridis memperhatikan berlakunya ketentuan Peraturan Bapepam-LK No.IX.H.1 (Lihat Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha dalam Perkara Nomor 07/KPPU-M/2014, hlm. 31.  

(12)

dugaan praktik monopoli/persaingan usaha tidak sehat oleh KPPU namun karena keterlambatan dijatuhkan denda sebesar satu miliar. Besaran jumlah denda dapat dipahami manakala pelaku usaha melakukan tindakan penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan yang dapat mengakibatkan praktik monopoli atau persaingan usaha tidak sehat karena sepanjang pemberitahuan belum dilakukan dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha belum mengetahui kondisi tersebut, pelaku usaha dapat menyalahgunakan keuntungan yang diperoleh dengan melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Saat melakukan wawancara, KPPU tidak bisa menjelaskan apa dan bagaimana dasar pengaturan angka/nominal denda tersebut.

Sanksi denda administratif yang dijatuhkan KPPU kepada pelaku usaha yang terlambat melaporkan tindakan penggabungan, peleburan atau pengambilalihan sangat signifikan apabila dibandingkan putusan KPPU terhadap perjanjian dan kegiatan yang dilarang dalam ketentuan persaingan usaha yang sudah jelas terbukti melanggar Undang-Undang Persaingan Usaha. Berikut beberapa putusan KPPU atas tindakan yang terbukti melanggar Undang-Undang Persaingan Usaha:

1. Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor: 04/KPPU-L/2007 tentang Persekongkolan Tender Dalam Kasus Pengadaan LCD di Biro Adwil Prov. DKI Jakarta Tahun Anggaran 2006 yang menetapkan para terlapor terbukti melanggar ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Akibat dari pelanggaran tersebut, KPPU menjatuhkan denda kepada PT Sima Agustus sebesar Rp 250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

2. Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor: 03/KPPU-L/2009 tentang Persekongkolan Tender Dalam Proyek Pemeliharaan Berkala Jalan Simpang Kota Pinang-Batas Tapsel Kabupaten Labuhan Batu yang menetapkan para terlapor terbukti melanggar ketentuan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999. Akibat dari pelanggaran tersebut, KPPU menjatuhkan denda kepada PT Audison Nusantara sebesar Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).

Pengaturan besarnya jumlah denda administratif keterlambatan yang dibuat oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha dirasakan terlalu eksklusif daripada pengaturan denda dalam peraturan perundang-undangan lainnya. Ketentuan Angka 7 huruf d butir 2 Peraturan Bapepam-LK No. IX.H.1:

“Pelanggaran atas keterlambatan menyampaikan informasi sebagaimana dimaksud dalam angka 2 huruf b, angka 3 huruf a butir 1, angka 4 huruf a butir 1, angka 4 huruf a butir 3,

(13)

angka 6 huruf c, dan angka 6 huruf d dikenakan sanksi administratif berupa denda Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah) atas setiap hari keterlambatan.”

Begitu juga dengan pengaturan denda atas keterlambatan pemberitahuan merger di negara lain yang jauh berbeda dengan Indonesia. Amerika Serikat menerapkan denda $16.000 atau sekitar 200 juta rupiah untuk setiap hari keterlambatan pemberitahuan merger. Jepang menerapkan denda paling tinggi 2 juta yen atau sekitar 200 juta rupiah atas keterlambatan pemberitahuan merger. Dan perlu diketahui lembaga persaingan usaha Amerika Serikat menjatuhkan sanksi denda tersebut atas kegagalan pemberitahuan penggabungan, peleburan, pengambilalihan yang sudah berulang akibat ketidakhati-hatian pelaku usaha. Sanksi denda tidak akan ditujukan kepada keterlambatan pemberitahuan yang baru pertama kali dilakukan. Beberapa contoh kasus keterlambatan pemberitahuan di AS seperti:

1. Pelanggaran ketentuan Hart-Scott-Rodino oleh John Malone karena melakukan pengambilalihan saham Liberty Media Corporation pada tahun 2005 dan mengambil alih lagi saham Discovery Holding Company di antara tahun 2005-2008 tetapi tidak pernah melakukan notifikasi atau pemberitahuan kepada Pre-Merger Notification Office (PNO) 2. Pelanggaran ketentuan Hart-Scott-Rodino oleh Barry Diller seorang corporate investor

karena melakukan pengambilalihan 120.000 saham Coca-Cola pada tanggal 1 November 2010, kemudian mengambil alih kembali 605.000 saham Coca-Cola di antara tanggal 1 November 2010-26 April 2012, dan terakhir mengambil alih 264.000 saham Coca-Cola pada tanggal 27 April 2012 dengan tidak sekalipun mengajukan notifikasi. Pertimbangan utama Pemerintah Amerika Serikat mengenakan sanksi denda kepada Diller karena terbukti telah gagal berulang kali mengajukan notifikasi

3. Pelanggaran ketentuan Hart-Scott-Rodino oleh MacAndrews&Forbes sebuah investment firm karena menambah kepemilikan saham pada SIGA Technologies, Inc. pada bulan Juni 2011 dan menambah kepemilikan saham pada Scientific Games pada bulan Juni 2012 tanpa melakukan notifikasi

Ketentuan denda administratif di Indonesia terbilang tinggi daripada negara-negara lainnya. Dasar pengaturan besarnya denda juga tidak jelas. Pada saat penulis menanyakan dasar pengaturan sanksi denda minimal dan sanksi denda maksimal, Komisi Pengawas Persaingan Usaha hanya menyatakan bahwa hal tersebut adalah murni otoritas KPPU selaku lembaga independen di bidang persaingan usaha yang diberikan wewenang oleh

(14)

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 untuk menjatuhkan sanksi.18 Komisi Pengawas Persaingan

Usaha tidak pernah memberikan jawaban yang jelas pertimbangan menentukan nominal tersebut. Berikut negara yang memiliki pertimbangan penentuan nominal denda:

1. Dasar pengaturan penentuan denda di Amerika Serikat adalah penyesuaian terhadap Produk Nasional Bruto (Gross National Product) tahunan Amerika Serikat;19

2. Uni Eropa menentukan denda kepada pelaku usaha yang lalai menyampaikan notifikasi sebesar 10% dari jumlah seluruh omset para pihak di dunia;20

3. Untuk Badan Hukum yang tidak melakukan notifikasi di Perancis dikenakan denda sebesar 5% dari omset tidak kena pajak tahun anggaran sebelumnya ditambah, jika memungkinkan, omset pihak yang diambil alih pada tahun terjadinya pengambilalihan; 4. Pemerintah India mengenakan sanksi denda kepada pelaku usaha yang gagal memenuhi

kewajiban notifikasi sebesar 1% dari jumlah aset atau saham para pihak. Antara aset atau saham dipilih yang paling tinggi nilainya;

Sanksi denda yang dijatuhkan kepada pelaku usaha di Mexico yang tidak melaporkan transaksi penggabungan, peleburan atau pengambilalihan sebesar 5% dari total omset para pihak yang terlibat.

Menjawab pokok permasalahan kedua, keterlambatan menyampaikan pemberitahuan tidak berkaitan dengan adanya unsur kesengajaan pelaku usaha menyembunyikan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat karena prosedur penilaian keterlambatan merupakan hal yang berbeda dengan prosedur penilaian penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan. Dalam kasus ini, alur penilaian yang dilakukan KPPU sudah benar. Berikut merupakan penjelasan mengenai alur penilaian penggabungan, peleburan badan usaha atau pengambilalihan saham perusahaan:

1. Pelaku usaha yang sudah melakukan konsultasi tidak dibebaskan dari kewajiban melakukan pemberitahuan. Terhadap pelaku usaha yang sudah melakukan konsultasi maka Komisi tidak akan melakukan penilaian ulang kecuali apabila Komisi merasa perlu

                                                                                                                         

18 Indonesia, op. cit., Pasal 36 huruf l.

19 Alston & Bird LLP (et.al), Pre-Merger Notification Survey, diakses pada

http://www.lexmundi.com/premerger-notification-survey, diunduh pada tanggal 18 Desember 2014.

20 Squire Sanders, Merger Control Notification: Penalties for Failure to Notify, diakses pada

http://www.squiresanders.com/merger-control-notification-penalties-for-failure-to-notify, diunduh pada tanggal 18 Desember 2014.

(15)

dilakukan penilaian ulang. Penilaian dalam konsultasi meliputi penilaian awal dan penilaian menyeluruh.21

2. Hasil penilaian dari konsultasi adalah Pendapat Komisi terhadap rencana penggabungan, peleburan atau pengambilalihan.22

3. Apabila pelaku usaha tidak melakukan konsultasi sebelumnya, maka Komisi akan melakukan penilaian perusahaan hasil penggabungan, peleburan atau pengambilalihan setelah pelaku usaha melakukan pemberitahuan.

4. Komisi akan melakukan penilaian menyeluruh terhadap pelaku usaha yang tidak melakukan konsultasi. Hasil penilaian mencakup Pendapat Komisi terhadap Penggabungan, Peleburan atau Pengambilalihan yang terjadi yang mengikat pelaku usaha.

Keterlambatan pemberitahuan penggabungan, peleburan atau pengambilalihan saham perusahaan diidentifikasi dari laporan monitoring dan/atau laporan penyelidikan.23 Komisi

dapat melakukan monitoring terhadap penggabungan, peleburan atau pengambilalihan tanpa adanya pemberitahuan berdasarkan data atau informasi yang bersumber dari berita di media massa, laporan masyarakat, atau sumber lainnya.24 Apabila Terlapor sudah melakukan pemberitahuan maka dalam jangka waktu selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja Komisi akan melakukan Penilaian atas Pemberitahuan yang dilakukan Terlapor.25 Penilaian tersebut berupa penilaian mengenai ada tidaknya kekhawatiran terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat atas pengambilalihan saham PT HD Finance, Tbk.26

Atas pemberitahuan yang disampaikan Terlapor, KPPU telah mengeluarkan tanggapan tidak ada dugaan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Setelah memberikan

                                                                                                                          21 Nugroho, op. cit., hlm. 526.

22 Lampiran Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Petunjuk

Pelaksanaan Pra-Notifikasi Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan, hlm. 20.

23 KPPU, Peraturan Tentang Pedoman Pengenaan Denda Keterlambatan Pemberitahuan

Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan, Perkom No. 4 Tahun 2012, Pasal 4 ayat (1).

24 Ibid., Pasal 3 ayat (1).

25 Lampiran Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 2 Tahun 2013 tentang Perubahan

Ketiga Atas Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Pedoman Pelaksanaan Tentang Penggabungan Atau Peleburan Badan Usaha Dan Pengambilalihan Saham Perusahaan Yang Dapat Mengakibatkan Terjadinya Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, hlm. 26.

(16)

tanggapan atas pemberitahuan, baru kemudian Komisi Pengawas Persaingan Usaha menyusun Laporan Keterlambatan Pemberitahuan Pengambilalihan Saham PT HD Finance Tbk oleh Terlapor berdasarkan Laporan Penyelidikan terhadap keterlambatan pemberitahuan.27 Penetapan keterlambatan pemberitahuan pengambilalihan saham PT HD Finance, Tbk oleh Terlapor diputuskan dalam Rapat Komisi.28 Setelah Rapat Komisi menetapkan keterlambatan pemberitahuan, Ketua Komisi akan menetapkan Pemeriksaan Pendahuluan. Berdasarkan penetapan Pemeriksaan Pendahuluan akan dibentuk Majelis Komisi yang akan menangani perkara keterlambatan melalui Sidang Majelis Komisi.29 Melalui Sidang Majelis Komisi akan ditetapkan jadwal Pemeriksaan Pendahuluan dan apabila diperlukan akan dilakukan Pemeriksaan Lanjutan. Setelah melewati rangkaian pemeriksaan, Majelis Komisi akan melakukan musyawarah untuk menilai, menganalisa, menyimpulkan dan memutuskan perkara berdasarkan alat bukti yang cukup tentang telah terjadi atau tidak terjadi keterlambatan pemberitahuan.30

Meskipun berada dalam satu institusi yang sama, yaitu KPPU, prosedur penilaian pengambilalihan saham perusahaan dilakukan oleh Direktorat Merger berpedoman pada Peraturan Komisi Nomor 13 Tahun 2010, Peraturan Komisi Nomor 3 Tahun 2012, dan Peraturan Komisi Nomor 2 Tahun 2013 sedangkan prosedur penilaian keterlambatan pemberitahuan dilakukan oleh Majelis Komisi yang memimpin persidangan berpedoman pada Peraturan Komisi Nomor 4 Tahun 2012. Penilaian Pengambilalihan Saham Perusahaan akan menghasilkan Pendapat KPPU Tentang Pengambilalihan Saham Perusahaan sementara Penilaian Keterlambatan Pemberitahuan Pengambilalihan Saham Perusahaan akan menghasilkan Putusan Majelis Komisi tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 juncto Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010.

Kesimpulan

1. Implementasi pengaturan besaran denda administratif atas keterlambatan pemberitahuan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan belum memenuhi rasa keadilan dan kepastian hukum bagi pelaku usaha karena selain masih terdapat kesalahan pengaturan mengenai tanggal efektif yuridis berlakunya penggabungan, peleburan, atau

                                                                                                                         

27 KPPU, op. cit., Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 4 ayat (2). 28 Ibid., Pasal 5 ayat (2).

29 Ibid., Pasal 7 ayat (1). 30 Ibid., Pasal 11.

(17)

pengambilalihan sehingga menyebabkan multitafsir, pelaku usaha tidak dapat mengetahui apa dan bagaimana dasar KPPU dalam menentukan besaran denda satu miliar dan dua puluh lima miliar muncul. Apabila hanya ditujukan secara administratif atas keterlambatan pemberitahuan, angka tersebut terlalu tinggi karena pengaturan denda keterlambatan dalam peraturan perundang-undangan lain tidak setinggi itu. Pengaturan besaran denda keterlambatan pemberitahuan merger Indonesia juga jauh lebih tinggi dibandingkan pengaturan denda keterlambatan pemberitahuan merger negara lain.

2. Keterlambatan menyampaikan pemberitahuan tidak berkaitan dengan adanya unsur kesengajaan pelaku usaha menyembunyikan praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat karena prosedur penilaian keterlambatan merupakan hal yang berbeda dengan prosedur penilaian penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan.

Saran

1. KPPU mengajukan kepada Pemerintah agar Peraturan Komisi masuk dalam Tata Urutan Perundang-Undangan sehingga memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

2. KPPU mengajukan agar denda administratif atas keterlambatan pemberitahuan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

3. KPPU mengajukan perubahan besaran denda administratif atas keterlambatan pemberitahuan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan.

4. KPPU mengajukan agar mengenai tanggal efektif yuridis diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 secara jelas dan rinci.

Daftar Pustaka

A. Buku

Bengtsson, A.M. (1992). Managing mergers and acquisitions: A european perspective. England: Gower Publishing Company Limited.

DePamphilis, D. (2011). Mergers and acquisitions basics: All you need to know. Oxford: Academic Press an imprint of Elsevier.

Departemen Perindustrian dan Perdagangan dan GTZ. (2000). Undang-Undang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Fuady, M. (1999). Hukum anti monopoli: Menyongsong era persaingan sehat. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

(18)

___________. (2008). Hukum tentang merger. Cet. III. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. ___________. (2008). Hukum tentang akuisisi, take over, dan LBO. Cet. III. Bandung: PT

Citra Aditya Bakti.

Gotts, I.K. (2013). The merger control review. (4th ed.). United Kingdom: Law Business Research Ltd.

Hansen, K. Et al. (2002). Undang-Undang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Ed. Revisi, Cet. 2. Jakarta: Katalis Mitra Plaosan.

Hermansyah. (2008). Pokok-Pokok hukum persaingan usaha di indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Ibrahim, J. (2007). Hukum persaingan usaha: Filosofi, teori, dan implikasi penerapannya di Indonesia. Cet. 2. Surabaya: Penerbit Bayumedia.

Kansil, C.S.T. dan Christine S.T.K. (1996). Hukum perusahaan Indonesia (aspek hukum dalam ekonomi). Jakarta: Pradnya Paramita.

Lubis, A.F. Et al. (2009). Hukum persaingan usaha: antara teks dan konteks. Jakarta: ROV Creative Media.

Mamudji, Sri. Et al. (2005). Metode penelitian dan penulisan hukum. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Nugroho, S.A. (2012). Hukum persaingan usaha di Indonesia dalam teori dan praktik serta penerapan hukumnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Pakpahan, N.S. (1994). Pokok-Pokok pikiran tentang hukum persaingan usaha. ELIPS. Rokan, M.K. (2012). Hukum persaingan usaha (teori dan praktiknya di Indonesia). Jakarta:

Rajagrafindo Persada.

Saliman, A.R. (2014). Hukum bisnis untuk perusahaan: teori dan contoh kasus. Ed. 4, Cet. 7. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.

Sirower, M.L. (1988). The synergy trap (bagaimana menghindari kehancuran dalam proses merger dan akuisisi). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Siswanto, A. (2002). Hukum persaingan usaha. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia.

Suhasril dan Mohammad T.M. (2010). Hukum larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di Indonesia. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.

Weston, J.F. dan Samuel C.W. Mergers and acquisitions. USA: The McGraw-Hill Executive MBA Series.

(19)

Indonesia. (1995). Undang-Undang pasar modal, UU No. 8 Tahun 1995, LN No. 64 Tahun 1995, TLN No. 3608.

______. (1999). Undang-Undang tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, UU No. 5 Tahun 1999, LN No. 33 Tahun 1999, TLN No. 3817.

______. (2010). Peraturan pemerintah tentang penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham perusahaan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, PP No. 57 Tahun 2010, LN No. 89 Tahun 2010, TLN No. 5144.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia. (2009). Peraturan tentang pra-notifikasi penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan. Peraturan KPPU Nomor 1 Tahun 2009.

______. (2012). Peraturan tentang pedoman pengenaan denda keterlambatan Pemberitahuan penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengambilalihan saham perusahaan. Peraturan KPPU Nomor 4 Tahun 2012.

Japan. (2009). The act concerning prohibition of private monopolization and maintenance of fair trade. The AntiMonopoly Act.

C. Artikel, Putusan, Jurnal, dan Karya Ilmiah

Harty, R.P. (2010). United States. Kumpulan artikel mengenai merger control 2010. Global Competition Review. London: Law Published Research, Ltd.

Jurnal Hukum Bisnis. (26 Mei 2011). KPPU setujui 3 akuisisi. Bisnis Indonesia. Tirthayatra, I.M.B. Peraturan BAPEPAM atas merger dan akuisisi.

Tua, S.M. Analisis putusan KPPU atas keterlambatan pemberitahuan terhadap pengambilalihan saham (studi putusan no.09/KPPU-L/2012).

Uesugi, A. dan Kaori Y. (2010). Japan. Kumpulan artikel mengenai merger control 2010. Global Competition Review. London: Law Published Research, Ltd.

(20)

D. Wawancara

Reza, Mohammad. (7 Oktober 2014). Wawancara Langsung.

Armanda, Yosa Wirsan. (14 November 2014). Wawancara Langsung.

E. Internet

Harian Okezone. (16 September 2014).

http://m.okezone.com/read/2012/11/05/320/714050/320/kppu-desak-pemerintah-dpr-revisi-uu-praktek-monopoli.

Direktorat Jenderal Pajak. (20 Oktober 2014). Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

http://www.pajak.go.id/content/seri-kup-surat-pemberitahuan-dan-batas-pembayaran-pajak.

Alston & Bird LLP. Et al. (18 Desember 2014.). Pre-Merger notification survey. http://www.lexmundi.com/premerger-notification-survey.

Levine, J.L. (18 Desember 2014). Hart-Scott-Rodino filing considerations. http://www.lexology.com/library/detail.aspx.

Rule, C.F. Et al. (18 Desember 2014). Lessons learned from recent penalties for failures to file HSR. http://www.lexology.com/library/detail.aspx.

Squire Sanders. (18 Desember 2014). Merger control notification: Penalties for failure to notify. http://www.squiresanders.com/merger-control-notification-penalties-for-failure-to-notify.

Referensi

Dokumen terkait

Figur perempuan Bali digambarkan sebagai perempuan yang memiliki kecantikan khas, pandai menari, patuh pada suami, bahkan sebagai perempuan pekerja keras baik secara fisik

mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang

Hendro Prasetyo di

Proposal harus mencakup rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan dan sosial (Tabel 4). Informasi tentang status kepemilikan lahan harus dijelaskan dalam

Dari bulbil, biasanya akan diperoleh umbi bahan tanaman dengan komposisi 1-3 yaitu 1 bulbill relatif besar dan 3 bulbil kecil, karena perbedaan ukuran umbi

Berdasarkan hasil uji statistik dapat diketahui bahwa p value (0,000) < α (0,05) maka H 0 ditolak yang berarti ada pengaruh antara sikap, norma subyektif dan perceived

hydrothermal treatment lebih diminati karena dapat menghasilkan solid fuel , dapat dijalankan pada suhu operasi yang lebih rendah, serta lebih efektif untuk

Prosedur dari sistem pengendalian internal aset tetap khususnya tabung oksigen pada PT Lingga Djaja Palembang seharusnya pengembalian tabung oksigen kosong dari pelanggan