• Tidak ada hasil yang ditemukan

MONOGRAF. Biogas Eceng Gondok Dengan Digester Polyethilane. Penulis:

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MONOGRAF. Biogas Eceng Gondok Dengan Digester Polyethilane. Penulis:"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ii

MONOGRAF

Biogas Eceng Gondok Dengan Digester Polyethilane

2020

Penulis: Karno, S.KM, M.Si Hery Koesmantoro, S.T, M.T Sunaryo, S.ST, M.M Aries Prasetyo, S.KM, M.P.H Penerbit :

Prodi Kebidanan Magetan Poltekkes Kemenkes Surabaya

(3)

iii

MONOGRAF

Biogas Eceng Gondok Dengan Digester Polyethilane

2020

Penulis : Karno, S.KM, M.Si Hery Koesmantoro, S.T, M.T Sunaryo, S.St, M.M Aries Prasetyo, S.KM, M.P.H

Cetakan Pertama : Oktober 2020

Editor : Sunarto, S.Kep, NS, M.MKes Tata Letak : Sunarto, S.Kep, NS, M.MKes Tata Muka : Tim Prodi Kebidanan Magetan

Diterbitkan Oleh : Prodi Kebidanan Magetan Poltekkes Kemenkes Surabaya

Jl. Jend S Parman No.1 Magetan 63313 Telp.0351-895216; Fax.0351-891565 Magetan Email : prodikebidananmagetan@yahoo.co.id

ISBN : 978-623-92343-9-3

 Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002. Dilarang memperbanyak/menyebarluaskan dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis dari penerbit Prodi Kebidanan Magetan Poltekkes Kemenkes Surabaya

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Buku berjudul “Biogas Eceng Gondok Dengan Digester Polyethilene” ini disusun oleh inspirasi dari tim penulis ketika menyaksikan betapa cepatnya tanaman ini tumbuh dan berkembang dipermukaan perairan hingga menjadikan tanaman ini dengan sebutan sebagai gulma perairan. Pengalaman penulis selama beberapa tahun terakhir ini dalam mengembangkan biogas bahan baku kotoran sapi segar ini memberikan inspirasi dan peluang untuk mengembangkan sumber energi baru dan terbaharukan untuk biogas bahan baku biomassa yaitu Eceng gondok. Inspirasi dan peluang ini akhirnya mendapatkan wadah, yaitu dengan diterimanya proposal Penelitian Terapan Unggulan Perguruan Tinggi (PTUPT) tahun 2019 dan salah satu luaran dari penelitian ini adalah disusunnya buku baik ber ISBN atau ber-HKI dalam memperkaya khazanah Ilmu pengetahuan teknologi khususnya Teknolgi Tepat Guna (TTG).

Dengan memanfaatkan eceng gondok untuk bahan baku biogas ini dapat diperoleh multi manfaat antara lain mengatasi gulma perairan, penyedia energi ramah lingkungan dan pupuk organik serta mengerem laju pemanasan global.

Semoga karya kecil hasil penelitian ini dapat memberi manfaat kepada masyarakat.

Madiun, Oktober 2020

(5)

v

DAFTAR ISI

Halaman Halaman Judul ii Kata Pengantar iv Daftar Isi v Daftar Gambar vi

Daftar Tabel viii

Bab I Eceng Gondok 1

Bab II Biogas 5

Bab III Plastik Polyethilene 11

BAB IV Digester Biogas Polyethilene 15

BAB V Teknologi Tepat Guna 19

BAB VI Rancangan Digester Biogas Eceng Gondok 23

BAB VII Prinsip dan Tahap Pembentukan Biogas 27

BAB VIII Membuat Biogas Eceng Gondok 29

BAB IX Waktu dan Volume Biogas Eceng Gondok 35

BAB X Effluent Digester Biogas Eceng Gondok 39

BAB XI Penutup 41

(6)

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.1 Waduk atau Bendungan Selorejo, Desa Selorejo,

Kecamatan Ngantang,Kabupaten Malang 2

Gambar 2.1 Eceng gondok yang mudah tumbuh di perairan tawar 10

Gambar 4.1 Berbagai bahan untuk digester 15

Gambar 4.2 Unit reaktor biogas Polyethilene Bagian-bagiannya skala rumah tangga 18

Gambar 6.1 Sketsa rancangan digester 23

Gambar 6.2 Rancangan digester 24

Gambar 6.3 Kerangka digester biogas polyethylene 24

Gambar 6.4 Ujicoba blender untuk eceng gondok 25

Gambar 6.5 Ujicoba dan modifikasi mesin parut kelapa 25

Gambar 6.6 Aktivitas membuat digester polyethylene dibuat rangkap 3 26

Gambar 7.1 Kerangka prinsip pembuatan biogas 27

Gambar 8.1 Penulis/peneliti sedang diskusi dengan pengelola Waduk Bening 29

Gambar 8.2 Pengambilan dan pengangkutan eceng gondok 29

Gambar 8.3 Memarut eceng gondok hingga menjadi bubur 30

Gambar 8.4 Bubur eceng gondok diaduk merata dengan campuran air 30

Gambar 8.5 Bubur eceng gondok sudah dialirkan dalam digester Polyethilene 31

Gambar 8.6 Minggu ke-2 (hari ke-13) digester mulai menghasilkan gas dan uap air 31

Gambar 8.7 Minggu ke-4 digester menghasilkan gas dan tekanan digester makin kuat 32

Gambar 8.8 Mengalirkan gas ke tanki penampung melalui pipa penyalur dengan menekan digester 32

Gambar 8.9 Tanki penampung biogas eceng gondok yang digester 33

Gambar 8.10 Tangki-tangki penampung biogas yang dihasilkan digester 33

Gambar 8.11 Ujicoba nyala api baik dengan stopkran maupun kompor 34

(7)

vii

Gambar 8.12 Tanki penampung biogas eceng gondok dan kompor

nyala dan untuk memasak 34

Gambar 9.1 Mengukur volume/isi tangka biogas 36

(8)

viii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 10.1 Komposisi gas-gas dalam digester 39

(9)

1

BAB I

ECENG GONDOK

A. Sejarah Eceng Gondok.

Eceng gondok atau dengan nama latinnya Eichornia crassipes merupakan tumbuhan yang hidup mengapung di air dan kadang-kadang berakar dalam tanah. Eceng gondok pertama kali ditemukan oleh seorang ilmuwan bernama Carl Friedrich Philipp von Martius, seorang ahli botani berkebangsaan Jerman pada tahun 1824 ketika sedang melakukan ekspedisi di Sungai Amazon, Brasil.Eceng gondok masuk ke Indonesia pada tahun 1894 dengan cara mendatangkannya ke Indonesia dari Brazil untuk koleksi Kebun Raya Bogor. Tumbuhan ini cepat menyebar luas ke beberapa perairan di Indonesia karena kemampuannya menyerap nutrient terutama nitrogen (N), fosfat (P) dan potassium (K) juga logam-logam berat seperti Cr, Pb, Hg, Cd, Cu, Fe, Mn, Zn dengan baik.

Para ahli menempatkan tanaman eceng gondok dalam klasifikasi dunia tumbuhan sebagai berikut :

 Kerajaan: Plantae  Divisi: Magnoliophyta  Kelas: Liliopsida

 Ordo: Commelianales

 Famili: Pontederiaceae  Genus: Eichhornia, Kunth  Spesies: E. Crassipes

(10)

2

Eceng gondok memiliki kemampuan tumbuh yang sangat cepat, terutama pada perairan yang mengandung banyak nutrient. Dalam waktu 7-10 hari eceng gondok dapat berkembang biak menjadi dua kali lipat. Dengan laju pertumbuhan yang cepat ini menyebabkan eceng gondok telah berubah menjadi tanaman gulma perairan dan menimbulkan kerugian pada perairan antara lain : mempercepat pendangkalan perairan, menurun kan produksi ikan karena eceng gondok mengambil ruang dan unsur hara yang juga dibutuhkan oleh ikan, mempersulit saluran irigasi, menghalangi lalulintas perahu, media penyebaran penyakit dan menyebabkan penguapan air sampai tiga sampai tujuh kali lebih besar daripada penguapan air di perairan terbuka. Pengendalian pertumbuhan eceng gondok sangat sulit dilakukan, baik secara mekanik, biologi maupun secara kimiawi. Contoh di Bendungan Selorejo yang terletak di kabupaten Malang merupakan salah satu Bangunan cadangan air untuk keperluan irigasi pertanian bagi wilayah sekitar yang saat ini mulai banyak ditumbuhi eceng gondok dan telah menjadi gulma perairan.

Gambar 1.1 Waduk atau Bendungan Selorejo, Desa Selorejo,Ngantang,Kabupaten Malang

Selain sebagai gulma perairan,dari sisi lain Eceng gondok dapat juga dimanfaatkan sebagai pakan ternak, bahan kerajinan, pupuk dan

(11)

3

bahan baku untuk menghasilkan biogas melalui implementasi Teknologi Tepat Guna (TTG).

B. Kandungan.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa tumbuhan

Eichhornia crassipes atau Eceng gondokmampu mengakumulasi logam berat Cd dan Pb. Organ yang paling berpotensi dalam menyerap Cd dan Pb adalah organ batang dengan rata-rata titik : Cd = 0,056 ppm dan Pb = 0,5002 ppm (Sri Teguh Rahayu, 2014).

Tanaman Eceng gondok ini memiliki kandungan 43% hemiselulosa dan selulosa sebesar 17%. Hemiselulosa akan dihidrolisis menjadi glukosa oleh bakteri melalui proses anaerobic digestion, yang akan menghasilkan gas metana (CH4) atau dikenal dengan istilah lain biogas

dan karbon dioksida (CO2) (Yunathan,2012).

Biogas merupakan salah satu energi alternatif baru dan terbaharukan yang perlu dikembangkan dengan teknologi yang mudah untuk diimplementasikan oleh masyarakat melalui implementasi Teknologi Tepat Guna (TTG)

C. Payung hukum pengembangan Energi Alternatif.

Pengembangan energi alternatif terbaharukan ini menjadi peluang dan makin kuat setelah diterbitkan Peraturan Presiden RI nomor 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai payung hukum.

Pasal 5 butir 2 b dinyatakan bahwa pada tahun 2025 adanya peran masing-masing jenis energi terhadap konsumsi energi nasional :

(12)

4

1. Minyak bumi menjadi kurang dari 20% (dua puluh persen). 2. Gas bumi menjadi lebih dari 30% (tiga puluh persen). 3. Batubara menjadi lebih dari 33% (tiga puluh tiga persen). 4. Biofuel menjadi lebih dari 5% (lima persen).

5. Panas bumi menjadi lebih dari 5% (lima persen).

6. Energi baru dan terbarukan lainnya, khusus nya, Biomasa, Nuklir, Tenaga Air Skala Kecil, Tenaga Surya, dan Tenaga Angin menjadi lebih dari 5% (lima persen).

7. Bahan Bakar Lain yang berasal dari pencair an batubara menjadi lebih dari 2% (dua persen).

Biogas sebagai salah satu energi alternatif baru dan terbaharukan yang berbahan baku bio massa, antara lain Eceng gondok yang efisien dan efektif untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak dapat dikembangkan sekaligus mengerem laju pertumbuhannya di badan air atau diperairan.

(13)

5

BAB II

B I O G A S

A. Biogas

1. Biogas

Biogas atau gas bio dengan nama ilmiah Methana dengan rumus kimia CH4 merupakan gas yang dihasilkan oleh aktivitas mikro

organisme an-aerobik dari bahan-bahan organik, seperti kotoran manusia dan hewan termasuk hewan herbivora seperti kerbau, kambing dan sapi, limbah domestik atau rumah tangga, sampah organik termasuk tanaman air yang mudah diurai (biodegradable).

Biogas merupakan bahan bakar alternatif masa depan berkelanjutan dan ramah lingkungan yang berupa gas yang dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan maupun untuk menghasilkan listrik termasuk untuk memenuhi kebutuhan energi rumah tangga.

Biogas atau gas Metana (CH4) merupakan salah satu dari

kelompok Gas Rumah Kaca (GRK) yang lebih berbahaya dalam pemanasan Global bilamana dibandingkan dengan gas Karbon dioksida (CO2). Hal ini dikarenakan karbon yang menyusun biogas

merupakan karbon yang diambil dari atmosfer oleh fotosintesis tanaman, sehingga bilamana dilepaskan lagi ke atmosfer lagi tidak akan menambah jumlah karbon diatmosfer apabila dibandingkan dengan pembakaran bahan bakar fosil.

(14)

6 2. Sejarah Biogas

Sejarah biogas dimulai dari kebudayaan Mesir, China dan Romawi kuno yang diketahui telah memanfaatkan biogas alami yang ada di alam ini yang dibakar untuk menghasilkan panas. Namun demikian, orang pertama yang mengaitkan gas bakar ini dengan proses pembusukan sayuran adalah Alessandro Volta pada tahun 1776.

Volta mengamati bahan organik yang sedang melapuk menghasilkan gas yang mudah terbakar dan ini disebut gas metana. Pada akhir abad ke-19 Jerman dan Perancis melakukan beberapa riset unit pembangkit biogas dengan memanfaatkan limbah dari pertanian. Di Inggris dan benua Eropa selama perang dunia ke II banyak petani yang membuat digester (Pencerna) kecil untuk menghasilkan biogas yang digunakan untuk menggerakkan traktor. Mengingat pada tahun 1950-an harga BBM (Bahan Bakar Minyak) fosil semakin murah dan dengan mudah diperoleh, maka pemakaian biogas di Eropa mulai di tinggalkan.

Di negara China sejak tahun 1975 dicanangkan program “Biogas for every household” dan pada tahun 1992 sebanyak 5 juta rumah tangga di China telah menggunakan biogas dengan bahan baku kotoran ternak dan manusia serta limbah pertanian. Di India pada

tahun 1981 telah dikembangkan biogas dalam program “ The

National Project on Biogas Development“ oleh Departemen Sumber Energi non Konvensional dan pada tahun 1999 jumlah rumah tangga yang menggunakan biogas sudah sebanyak 3 juta.

(15)

7 3. Biogas di Indonesia.

Di Indonesia biogas mulai diperkenalkan pada tahun 1970-an dan selanjutnya pada tahun 1981 melalui Proyek Pengembangan

biogas dengan dukungan dana dari FAO (Food Agriculture

Organization) dibangun contoh instalasi biogas di beberapa Propinsi atau kawasan peternakan antara lain Aceh, Padang, Jambi, Lampung, Jawa Barat dan Timor Timur.

Penggunaan biogas di Indonesia saat itu memang belum cukup berkembang luas. Hal ini antara lain dikarenakan masih relatif murahnya harga khususnya minyak tanah yang masih disubsidi dan secara kebetulan pula Negara Indonesia masih sebagai anggota negara pengekspor minyak (OPEC). Namun Saat ini negara Indonesia sudah bukan lagi sebagai negara eksportir Minyak dan selanjutnya subsidi BBM secara berangsur-angsur oleh pemerintah dikurangi secara bertahap untuk selanjutnya ditiadakan. Oleh karena itu biogas sebagai energi alternatif masa depan sudah selayaknya dikembangkan mulai sekarang juga utamanya di sentra pertanian dan peternakan.

B. Pengembangan Biogas di Indonesia

Pemikiran untuk mengembangkan energi biogas di Indonesia

sebagai sumber energi alternatif rumah tangga masa

depan,berkelanjutan dan ramah lingkungan memiliki banyak manfaat, antara lain :

1. Limbah (kotoran) ternak telah menjadi salah satu penyumbang Gas Rumah Kaca (GRK) dan sebagai faktor yang mempercepat pemanasan

(16)

8

global dan laju degradasi lingkungan. Pengolahan limbah ternak menjadi material yang “ramah lingkungan” ini memiliki arti yang sama dengan menjamin keberlanjutan sektor peternakan di masa depan menuju “Zerro waste” limbah ternak.

2. Rumah tangga pedesaan sebagai basis sektor pertanian dan

peternakan juga memiliki tingkat konsumsi energi (minyak maupun gas) dan listrik yang cukup besar. Dengan istilah lain ketergantungan rumah tangga saat ini terhadap energi gas (LPG = Liquid Petrolium Gas) diperoleh dari sumber-sumber yang berada diluar wilayah desa yang menyebabkan kerentanan kesejahteraan ketika terjadi gejolak harga energi nasional, sementara di desa ini sebenarnya sudah tersedia bahan baku biogas untuk dimanfaatkan,yaitu limbah atau sampah organik hasil aktivitas rumah tangga.

3. Melalui penerapan Teknologi Tepat Guna (TTG) dari bahan-bahan organik yang ada di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA) ini dapat menjadi bahan baku gas Methana atau biogas .

C. Potensi pengembangan Biogas di Indonesia

1. Populasi ternak herbivora.

Pengembangan biogas di Indonesia cukup potensial dalam upaya memenuhi kebutuhan energi rumah tangga pedesaan. Hal ini dikarenakan besarnya populasi hewan ternak herbivora seperti Sapi = 11 juta ekor, kerbau = 3 juta ekor dan kuda sebanyak 500.000 ekor. Sebagai gambaran, bahwa setiap ekor ternak sapi atau kerbau dapat menghasil kan 10 kg/ hari kotoran atau Letong yang dapat disetarakan dengan + 2 M³ biogas per siklus (20-21 hari).

(17)

9

Dengan besarnya populasi ternak herbivora tersebut, maka dapat dihasilkan dalam jumlah yang cukup besar pula biogas yang diperoleh. Perhitungan secara ekonomis bahwa setiap ekor sapi menghasilkan kotoran sapi segar sebanyak 10 kg dan menghasilkan biogas 2m³. Setiap 1m³ biogas dapat disetarakan dengan 0,62 liter minyak tanah,maka jelaslah bahwa setiap ekor sapi dalam satu siklus telah menghasilkan 2m³ atau setara dengan 1,24 liter minyak tanah. Kondisi ini terus berlangsung sepanjang sapi masih tetap ada di kandangnya (Karno, 2013).

Dilihat dari sisi nilai kalori, bahwa setiap 1m³ biogas, menghasilkan kalori sekitar 4.800 – 6.700 kcal dan ini setara dengan + 0,48 kg LPG. Dengan demikian setiap ekor sapi dalam satu periode (21 hari) menghasilkan biogas 2m³ atau setara dengan + 0,48 kg X 2 = 0.96 Kg LPG.

Oleh karena itu biogas sangat cocok digunakan sebagai bahan bakar alternatif masa depan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan sebagai pengganti LPG, batubara maupun bahan bakar lain yang berasal dari fosil.

2. Limbah organik rumah tangga.

Aktivitas rumah tangga antara lain aktivitas di dapur,berkebun, budidaya dilahan pertanian yang menghasilkan limbah organik, limbahnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku biogas.

3. Tanaman air gulma perairan Tawar

Tanaman air yang merupakan gulma perairan tawar yang saat ini sedang menjadi perhatian Bidang Sumber Daya Air, Irigasi dan

(18)

10

Limbah Dinas PUPR yaitu Eceng gondok Eichhornia crassipes. Eceng gondok ini dapat menjadi bahan baku biogas.

Gambar 2.1 Eceng gondok yang mudah tumbuh di Perairan tawar

(19)

11

BAB III

PLASTIK POLYETHILENE

A. Poly Ethilene.

1. Plastik

Poly Ethilene atau plastik merupakan material yang baru yang secara luas dikembangkan dan digunakan sejak abad ke-20 dan berkembang secara luar biasa penggunaannya dari hanya beberapa ratus ton pada tahun 1930-an, menjadi 150 juta ton/ tahun pada tahun 1990-an dan 220 juta ton/tahun pada tahun 2005. Sintesis

polyethilene pertama kali pada atahun 1898 oleh Hans von

Pechmann seorang ahli kimia berkebangsaan Jerman. Sintesis pertama kali ini dilakukan secara tidak sengaja ketika sedang

memanaskan diazometana. Pada saat itu juga kolega Hans von

Pechmann, yakni Eugen Bamberger dan Friedrich Tschirner mencari

tahu tentang substansi putih, berlilin dan mereka mengetahui bahwa

bahan yang mereka buat mengandung rantai panjang -CH2- dan

dinamakan polymethilene (Wikipedia, 2020).

Kegiatan sintesis polyethilena secara industri pertama kali pada

tahun 1933 dilakukan oleh Eric Fawcett dan Reginald Gibson di

fasilitas ICI di Northwich, Inggris. Mereka mencampurkan ethilene dan benzaldehida pada tekanan yang sangat tinggi, dan menghasilkan substansi yang sama seperti yang didapatkan oleh Pechmann. Reaksi

diinisiasi oleh keberadaan oksigen dalam reaksi sehingga sulit

(20)

12

kimia ICI lainnya, berhasil mensintesisnya sesuai harapan dan pada

tahun 1939 industri LDPE pertama dimulai (Wikipedia, 2020).

2. Polyethilene.

Polyethilene (PE) merupakan salah satu jenis plastik yang paling banyak digunakan dalam industri, karena memiliki sifat mudah dibentuk, tahan terhadap bahan kimia, jernih dan mudah dilaminasi. PE juga banyak digunakan untuk mengemas buah-buahan dan sayuran segar, roti, produk pangan beku dan tekstil.

Berikut dibawah ini beberapa sifat dari PE antara lain : a. Penampakan bervariasi dari transparan hingga keruh.

b. Mudah dibentuk, lemas dan mudah ditarik.

c. Daya rentang yang tinggi tanpa sobek. d. Memiliki elastisitas.

e. Tahan terhadap asam, basa, alkohol dan deterjen. f. Kedap air dan uap air.

Selain itu polyethilene memiliki beberapa sifat yang menonjol dari jenis resin lainnya, seperti:

a. Ringan

b. Tahan Lama

c. Fleksibel d. Tahan Korosi

Dari beberapa sifat PE tersebut selanjutnya dipilih PE sebagai bahan pembangkit reaktor biogas yang mudah, murah dan aman serta praktis.

(21)

13

B. Pembangkit reaktor biogas

Pembangkit reaktor biogas atau digester atau ruang pencerna merupakan bagian utama dan vital dari rangkaian unit pembuatan biogas. Berhasil tidaknya unit pembangkit biogas sangat tergantung pada pembangkit reaktor biogas ini.

Untuk membuat pembangkit reaktor biogas secara mandiri oleh dan bersama masyarakat sangat ditentukan oleh 2 hal, yaitu : mudah membuatnya dan murah biayanya.Murah dan tidaknya biaya yang dibutuhkan untuk pembuatan digester biogas sangat tergantung dari : 1. Mudah-sulitnya digester dibuat.

2. Murah tidaknya biaya untuk membuat digester.

3. Mudah tidaknya untuk mengoperasikan dan perawatan atau

pemeliharaan digester.

4. Keberlangsungan atau keberlanjutan dalam penggunaan pembangkit

reaktor biogas.

5. Mudahnya mengelola gas yang dihasilkan digester ke dalam tanki penampung gas.

6. Mudahnya mengelola atau mengeluarkan lumpur dalam digester

setelah lumpur tersebut tidak mengandung gas lagi sehingga tidak perlu dilakukan pengurasan. Dengan menguras, itu artinya operasional digester berhenti dan berakibat produksi gas terhenti. 7. Masyarakat dapat menjaga keberlangsungan fungsi digester,artinya

bila ada kerusakan masyarakat bisa memperbaiki sendiri.

Dengan pertimbangan kemudahan dalam membuat dan murah dalam pembiayaan serta mudah pula dalam pengoperasian maupun perawatannya, maka penggunaan plastik PE sebagai pembangkit reaktor

(22)

14

biogas atau digester menjadi pilihan terbaik untuk di implementasikan dengan Teknologi Tepat Guna oleh dan untuk masyarakat dalam upaya memenuhi kebutuhan energi rumah tangga baru, terbaharukan ,ramah lingkungan berbasis biogas.

(23)

15

BAB IV

DIGESTER BIOGAS POLYETHILENE

A. Digester

Digester atau ruang pencerna dalam proses pembuatan biogas merupakan salah satu bagian dari rangkaian unit biogas yang mempunyai peranan yang sangat vital. Hal ini dikarenakan, berhasil tidaknya dalam proses membuat biogas sangat ditentukan berfungsi tidaknya digester ini dengan sempurna. Oleh karenanya ruang pencerna ini disebut ruang pembangkit reaktor biogas.

Dalam ruang pembangkit reaktor ini terjadi fermentasi an-aerob (artinya fermentasi tanpa udara dari luar ruang digester) dan menghasilkan gas Methana dengan rumus kimia CH4 dan dikenal

masyarakat sebagai biogas atau gas bio. Gas methana juga merupakan salah satu anggota kelompok Gas Rumah Kaca (GRK) yang menjadi salah satu penyebab pemanasan global.

Bermacam-macam bahan yang digunakan untuk membuat digester, antara lain plat besi, adukan beton (Semen, Pasir dan Kerikil), serat fiber (fiberglass) serta plastik atau polyethilene (PE).

Gambar 4.1 Berbagai bahan untuk Digester (fiber, Plastik dan Semen)

(24)

16

Apapun pilihan bahan yang digunakan untuk membuat digester biogas, pada prinsipnya digester harus mampu berfungsi sebagai pembangkit reaktor biogas dan pada akhirnya mampu menghasilkan biogas.

Dari berbagai macam bahan yang dipilih dan digunakan untuk membuat digester ada satu prinsip yang dapat menjadi pedoman,yaitu terjadinya fermentasi an-aerob didalam ruang digester dan hasil fermentasi yaitu menghasilkan berbagai jenis gas, diantaranya gas bio.

B. Pilihan digester Poly Ethilne

Setiap bahan yang dipilih untuk membuat digester, tentulah masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihan. Ada beberapa pertimbangan dalam memilih bahan untuk digester dalam implementasi teknologi tepat guna membuat biogas, antara lain :

1. Mudah dibuat bersama-sama masyarakat,

2. Mudah mengatur besaran volume digester,

3. Mudah dicari bahannya,

4. Murah harganya,

5. Mudah mengoperasikannya,

6. Mudah perawatannya,

7. Mudah dilakukan penge-check-an bilamana terjadi kebocoran,mudah

pula memperbaikinya,

8. Mudah mengisi digester maupun mengeluar kan isi digester bila sudah tiba waktunya.

(25)

17

9. Tidak perlu mengurasnya, artinya dengan adanya beda tinggi antara inlet dan outlet, bahan yang masuk dahulu, keluarnya dahulu pula (FIFO = First in,First Out).

10.Tekanan gas dalam digester dapat dikelola sehingga gas dengan mudah dialirkan ke dalam tanki tampung biogas yang terbuat dari plastik PE. Hal ini karena adanya 2 valve atau stopkran yang dipasang sesudah bak inlet dan sebelum bak outlet.

11.Lumpur yang keluar melalui pipa effluent mudah dikelola dengan cara menyimpan di bak outlet atau bilamana ingin,dapat langsung dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair.

Dari berbagai pertimbangan dalam memilih bahan untuk digester tersebut diatas, maka pilihan jatuh pada Poly Ethilene (PE) atau oleh masyarakat lebih mengenalnya sebagai plastik. Skema dan bagian-bagian dari Unit Reaktor Biogas dari polyethilene skala rumah tangga adalah sebagai berikut :

1. Bak inlet

2. Digester dan rangkanya

3. Tangki gas

4. Botol penjebak air

5. Bak outlet

Adapun gambar dari rangkaian unit reaktor biogas dari polyethilene skala rumah tangga dapat dilihat pada gambar berikut ini

(26)

18

Gambar 4.2 Unit Reaktor biogas Poly Ethilene dan bagian-bagiannya skala rumah tangga

Bak Inlet

Stopkran Tanki gas

Bak Outlet Digester& Rangkanya Kompor Botol penjebak air

(27)

19

BAB V

TEKNOLOGI TEPAT GUNA

A. Pendahuluan

Istilah Teknologi Tepat Guna atau disingkat TTG mulai populer pada dasawarsa 1970-an dimana ditandai dengan munculnya krisis minyak bumi sebagai sumber energi utama penduduk di planet ini. TTG dimanfaatkan untuk menjawab kebutuhan daerah pengembangan dengan memanfaatkan teknologi yang ditinjau dari berbagai aspek antara lain aspek lingkungan, keetisan yang berlaku di masyarakat, budaya, sosial, politik dan ekonomi masyarakat yang bersangkutan. Implementasi atau pemanfaatan teknologi tepat guna dilakukan dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat (SNPT,2020)

Penerapan dan pengembangan teknologi tepat guna dilakukan dalam upaya percepatan pembangunan perdesaan melalui program pemberdayaan masyarakat guna mempercepat kemajuan desa.

Pemberdayaan masyarakat sendiri merupakan pengembangan

masyarakat melalui penciptaan kondisi yang memungkinkan masyarakat mampu membangun diri dan lingkungannya secara mandiri melalui pemberian sumberdaya, kesempatan dan ketrampilan masyarakat.

Dengan demikian implementasi Teknologi Tepat Guna dapat mendorong, menumbuhkan dan meningkatkan serta mengembangkan perekonomian dan pada akhirnya dapat mengentaskan kemiskinan

(28)

20

B. Teknologi Tepat Guna

Teknologi Tepat Guna (TTG) dapat diartikan sebagai teknologi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dapat menjawab permasalahan masyarakat, tidak merusak lingkungan, dapat dimanfaatkan dan dipelihara oleh masyarakat secara mudah serta menghasilkan nilai tambah dari aspek ekonomi dan aspek lingkungan. Teknologi tepat guna sebagai inovasi dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai luaran kegiatan penelitian dapat memberikan manfaat sekaligus memberdayakan masyarakat dan pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan.

C. Penerapan Teknologi Tepat Guna

Penerapan atau implementasi TTG dilakukan melalui program pemberdayaan masyarakat desa dengan menggunakan prinsip-prinsip, antara lain :

1. Meningkatkan usaha ekonomi

2. Mengembangkan kewirausahaan

3. Memberikan manfaat secara berkelanjutan,

4. Sederhana

Keempat prinsip tersebut diatas dilakukan dengan mempertimbangkan potensi sumberdaya lokal yang dimiliki masyarakat setempat dengan telah berlangsungnya alih teknologi tepat guna sehingga masyarakat setempat mampu memanfaatkan potensi yang dimiliki dan memberdayakan dirinya untuk meningkatkan kesejahteraan.

(29)

21

Maksud dari implementasi Teknologi Tepat Guna, yaitu :

1. Mempercepat penanggulangan kemiskinan melalui peningkatan

kemampuan kelembagaan pemanfaatan teknologi tepat guna oleh masyarakat.

2. Menunjang revitalisasi pertanian melalui pengembangan agroindustri dan agribisnis.

3. Meningkatkan kualitas teknologi tepat guna yang digunakan

masyarakat dengan mendaya gunakan sumberdaya lingkungan sekitarnya.

4. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam identifikasi potensi lokal, perencanaan, pelaksanaan dan pelestarian serta pengembang an kegiatan pemanfaatan TTG bagi masyarakat

Adapun tujuan dari implementasi Teknologi Tepat Guna, yaitu :

1. Menumbuhkan,menguatkan dan memandirikan fungsi kelembagaan

Teknologi Tepat Guna di desa atau kelurahan, kecamatan dan kabupaten/kota bagi masyarakat,

2. Memperluas pemanfaatan Teknologi Tepat Guna sesuai kebutuhan masyarakat,

3. Meningkatkan kualitas teknologi perdesaan yang dimanfaatkan

masyarakat

Eceng gondok merupakan gulma perairan air tawar yang merugikan keberadaannya dan pemanfaatannya masih belum banyak oleh masyarakat. Pemanfaatan eceng gondok yang semula sebagai limbah perairan yang tidak bermanfaat dengan teknologi tepat guna menjadi bahan yang bermanfaat keberadaannya. Salah satu penerapan teknologi tepat guna di pedesaan yaitu pembuatan biogas bahan baku eceng

(30)

22

gondok. Implementasi pemanfaatan eceng gondok sebagai bahan baku untuk pembuatan biogas ditujukan untuk :

1. Menjawab akan kebutuhan energi gas,

2. Mengatasi masalah yang dialami masyarakat, yaitu eceng gondok, dan tidak merusak lingkungan.

(31)

23

BAB VI

RANCANGAN DIGESTER BIOGAS ECENG GONDOK

A. Inspirasi rancangan

Inspirasi merancang digester bahan biogas eceng gondok muncul sewaktu tim penulis yang juga peneliti mengikuti kegiatan “Capacity Building” Poltekkes Kemenkes Surabaya Tahun 2018 yang berlangsung di sekitar area Waduk Selorejo dan penulis sempat wawancara singkat dengan petugas yang membersihkan Eceng gondok yang menutupi permukaan waduk. Dari wawancara singkat penulis mendapat penjelasan betapa sulit nya membersihan area waduk dari Eceng Gondok atau Eichhornia crassipes dan dari waktu ke waktu jumlahnya makin bertambah banyak.

Hal ini dikarenakan pertumbuhan eceng gondok lebih cepat daripada kemampuan petugas dalam membersihan eceng gondok. Untuk selanjutnya terinspirasi membuat sketsa digester dengan tulisan tangan berikut ini.

(32)

24

Dari sketsa tulisan tangan tersebut,selanjutnya didesain dengan menggunakan computer dengan hasil rancangan sebagai berikut :

Gambar 6.2 Rancangan digester

Desain yang dibuat menggunakan computer ini selanjutnya di printout guna pemesanan kerangka luar digester (untuk tempat digester polyethilene) biogas di bengkel las besi.

B. Pembuatan kerangka digester dan Blender.

Desain kerangka luar tempat digester dipesankan ke bengkel las besi sekaligus memesan Juicer untuk membuat bubur eceng gondok

Gambar 6.3 Kerangka digester biogas Poly Ethilene

Beda tinggi Lantai dasar kerangka antara inlet dan outlet dikonstruksikan 10-15 % untuk memudah kan aliran bubur dan menjadikan prinsip FIFO

(33)

25

(First In First Out). Untuk memudahkan memasukkan bahan dalam digester dan keluar pada effluent, maka eceng gondok diubah jadi bubur dengan mesin Blender. Sebelum memesan blender atau juicer, maka perlu dilakukan ujicoba terlebih.

Gambar 6.4 Ujicoba Blender untuk Eceng gondok

Setelah melakukan uji coba blender, hasilnya blender yang ditawarkan belum mampu memblender eceng gondok menjadi bubur dan selanjutnya melakukan uji coba dengan menggunakan mesin parut kelapa untuk membuat bubur bahan baku eceng gondok.

Gambar 6.5 Ujicoba dan modifikasi mesin parut kelapa

Hasil ujicoba mesin parut kelapa dan sedikit modifikasi,maka mesin parut kelapa dapat menjalankan fungsinya sebagai pembuat bubur eceng gondok. Eceng gondok yang telah diblender ini menjadi bahan baku membuat biogas. Dengan demikian mesin untuk memblender

(34)

26

eceng gondok sebagai bahan baku utama biogas yaitu mesin parut kelapa hasil modifikasi.

C. Pembuatan digester dan tanki biogas.

Digester sebagai komponen utama membuat biogas dan tanki penampung biogas dibuat dengan menggunakan bahan plastik Poly Ethilene (PE). Mengenai keunggulan PE sebagai bahan pembuat digester telah dijelaskan pada bab sebelumnya.

(35)

27

BAB VII

PRINSIP DAN TAHAP PEMBENTUKAN BIOGAS

A. Prinsip dasar Biogas

Prinsip dasar biogas adalah proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme dalam kondisi tanpa udara (anaerob) untuk menghasil kan campuran dari beberapa gas, diantaranya gas Metana atau biogas (dengan rumus kimia CH4) dan CO2. Adapun

kerangka prinsip pembuatan biogas secara sederhana, sebagai berikut :

Bahan organik

Fermentasi An-Aerob dalam digester

Biogas

Gambar 7.1 Kerangka prinsip pembuatan biogas

B. Tahap Hidrolisis

Pada tahap hidrolisis, bahan organik dienzimatik secara eksternal oleh enzim ekstraselular (Selulose, amilase,protease dan lipase) oleh mikroorganisme. Bakteri an-aerob memutuskan rantai panjang karbohidrat komplek, protein dan lipida menjadi senyawa rantai pendek

(36)

28

C. Tahap Asidifikasi (Pengasaman)

Pada tahap ini bakteri menghasilkan asam, mengubah senyawa rantai pendek hasil proses pada tahap hidrolisis menjadi asam asetat, hidrogen (H2) dan karbondioksida.

Bakteri tersebut merupakan bakteri anaerobik yang dapat tumbuh dan berkembang pada keadaan asam. Untuk menghasilkan asam asetat, bakteri tersebut memerlukan oksigen dan karbon yang diperoleh dari oksigen yang sudah terlarut dalam larutan. Pembentukan asam pada kondisi an-aerobik tersebut penting untuk pembentukan gas Metana oleh mikroorganisme pada proses selanjutnya. Selain itu bakteri tersebut juga mengubah senyawa yang bermolekul rendah menjadi alkohol, asam organik, asam amino, karbondioksida, H2S dan sedikit gas metana.

D. Tahap Pembentukan Gas Metana.

Pada tahap ini bakteri metanogenik mendekompo sisikan senyawa dengan berat molekul rendah menjadi senyawa dengan berat molekul tinggi. Bakteri ini menggunakan hidrogen, CO2 dan asam asetat untuk

membentuk gas metan dan CO2. Bakteri ini menghasilkan asam dan gas

metana yang bekerjasama secara simbiosis.

Bakteri penghasil asam membentuk keadaan atmosfir yang ideal untuk bakteri penghasil metana, sedangkan bakteri pembentuk gas metana menggunakan asam yang dihasilkan bakteri penghasil asam. Tanpa adanya proses simbiotik tersebut, akan menciptakan kondisi toksik bagi mikroorganisme penghasil asam.

(37)

29

BAB VIII

MEMBUAT BIOGAS ECENG GONDOK

A. Penyiapan dan Pengambilan Bahan

Eceng gondok sebagai bahan utama membuat biogas diambil dari Waduk Bening yang dikelola oleh PT Jasa Tirta, berada di desa Pajaran,Saradan, Kabupaten Madiun, Jawa Timur dan pengambilan atas izin pengelola PT.Jasa Tirta.

Gambar 8.1 Penulis/Peneliti sedang diskusi dengan Pengelola Waduk Bening.

Setelah mendapat izin, pengambilan Eceng gondok di permukaan waduk dilakukan oleh tim peneliti sekaligus penulis buku ini dengan bantuan tenaga lokal yang ada di sekitar waduk.

(38)

30

B. Penyiapan Bubur Isi Digester

Digester PE dirakit (rangkap 3) dalam kerangka digester dan selanjutnya membuat bubur Eceng gondok (sebagai pengisi digester PE) dengan mesin parut kelapa modifikasi.

Gambar 8.3 Memarut Eceng gondok hingga jadi bubur

Untuk memudahkan mengalirnya bubur masuk dalam digester melalui pipa inlet,maka perlu penambahan air dengan perbandingan 1:1, artinya 1 bagian (volume bubur eceng gondok) ditambah 1 bagian (volume air) dan diaduk hingga rata.

Gambar 8.4 Bubur eceng gondok diaduk merata dengan campuran air Pengenceran dengan air dengan tujuan untuk memudahkan aliran bubur kedalam digester dan mengeluarkannya dari digester (setelah tidak produksi gas) melalui pipa outlet dengan lancar.

(39)

31

C. Digester Terisi Bubur

Bubur Eceng gondok yang telah diencerkan dan selanjutnya dimasukkan dalam digester PE dan dipantau perkembangannya, artinya terjadi nya fermentasi An-aerob yang menghasilkan gas

Gambar 8.5 Bubur Eceng gondok sudah dialirkan dalam Digester PE Gas-gas hasil fermentasi an-aerob dalam digester mulai muncul pada minggu ke-2 (mulai hari ke-13) dengan indikasi adanya gelembung dan uap air yang menggelantung dibagian atas bagian dalam digester.

Gambar 8.6 Minggu ke 2 (hari ke-13) digester mulai menghasilkan gas dan uap air

D. Digester Memproduksi Biogas

Fermentasi an-aerob dalam digester sudah mulai nampak pada minggu ke-2 dan semakin produktif gasnya pada hari-hari berikutnya yang ditunjukan dari semakin menggelembungnya digester PE.

(40)

32

Hal ini menunjukkan bahwa fermentasi an-aerob sedang berlangsung dan tekanan digester semakin kuat dengan kerasnya digester bilamana ditekan. Bila sudah demikian tekanannya, maka saatnya gas dialirkan ke tanki penampung melalui pipa.

Gambar 8.7 Minggu ke-4 digester menghasilkan gas dan tekanan digester makin kuat

Gambar 8.8 Mengalirkan gas ke tanki penampung melalui pipa penyalur dengan menekan digester

E. Tanki Penampung Biogas

Tanki biogas dari bahan PE ini mampu menampung biogas yang dihasilkan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan energi rumah tangga. Ukuran tanki PE dapat disesuaikan dengan gas yang dihasilkan dan kebutuhan gas.

(41)

33

Gambar 8.9: Tanki penampung biogas eceng gondok yang dihasilkan digester.

Plastik PE ini sudah biasa digunakan sebagai bahan membuat tanki penampung biogas bahan baku kotoran sapi segar dalam berbagai kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) oleh dosen. Untuk pembuatan tanki biogas, plastik PE dibuat dua rangkap sudah cukup kuat.

Gambar 8.10 Tanki-tanki penampung biogas yang dihasilkan digester.

F. Uji Coba Nyala Api.

Uji nyala api ini dilakukan sebagai bukti bahwa gas yang ada dalam tanki ini adalah Methana yang dengan mudah menyala bilamana disulut api.Uji nyala api dilakukan dengan cara menyambung tanki gas dengan stopkran ½ inchi dan bila stopkran dibuka perlahan-lahan dan disulut

(42)

34

korek api menyala, maka dilanjutkan uji nyala api dengan kompor gas biasa yang telah dimodifikasi.

Gambar 8.11 Uji coba nyala api baik dengan stop kran maupun kompor modifikasi

Gambar 8.12 Tanki penampung biogas eceng gondok dan kompor nyala siap untuk memasak.

(43)

35

BAB IX

WAKTU DAN VOLUME BIOGAS ECENG GONDOK

A. Waktu Pembentukan Biogas

Secara prinsip bahwa semua bahan-bahan organik yang mudah membusuk dapat menjadi bahan baku biogas atau membuat biogas dapat dilakukan dengan fermentasi secara an-aerobik bahan-bahan organik yang mudah membusuk.

Dengan fermentasi anaerobik ini, maka hasil fermentasi,yaitu gas-gas, diantaranya gas CH4 atau methana dan dikenal sebagai biogas.

Waktu yang dibutuhkan untuk awal pembentukan biogas antara lain ditentukan atas jumlah rantai C (Karbon) yang terkandung didalam bahan baku baik selulosa maupun hemiselulosa. Semakin panjang rantai Karbon (C), semakin lama pula mulai terbentuknya biogas dan semakin lama pula berakhirnya waktu produksi biogas. Contoh biogas bahan baku kotoran sapi segar, awal pembentukan gas pada hari ke-4-5 dan berakhir pada hari ke-21-28 (3-4 minggu).

Biogas bahan baku eceng gondok,berdasarkan pengamatan selama penelitian berlangsung,tanda- tanda awal pembentukan gas terjadi pada hari ke-13-14 dan optimal produksi gas pada hari ke-60 serta berakhir sampai hari ke-120.Setelah hari ke-120,digester sudah tidak ada tanda-tanda muncul nya gelembung udara dalam lumpur yang menjalar menuju bagian digester yang lebih tinggi untuk menuju ujung pipa penyalur ke tanki.

(44)

36

B. Ukur Volume Biogas Eceng Gondok

Gas yang dihasilkan dari fermentasi an-aerob yang berlangsung dalam digester dialirkan ke dalam tanki (tanki dari bahan PE) biogas dengan cara menyambungkan selang plastik ukuran ¾ inchi yang di masukkan pada shock drat luar pipa PVC ½ Inchi dan diklem dengan klem ukuran 1 inchi.

Volume gas dalam tanki dapat diukur dengan rumus (isi tabung),yaitu : panjang X lebar X tinggi dengan satuan cm³ atau m³. Pengukuran volume dapat dilakukan dalam berbagai periode waktu tergantung kebutuhan seperti untuk penelitian.

Gambar 9.1 Mengukur volume/isi tanki biogas

C. Variasi Mengukur Volume Biogas Eceng Gondok

Eceng gondok yang digunakan sebagai bahan baku utama dalam penelitian (sebelum berwujud bubur) ditimbang seberat 76 Kg dan telah

(45)

37

menghasilkan sumber energi alternatif biogas, yang diukur dengan berbagai variasi waktu pengukuran hasilnya sebagai berikut :

1. Volume biogas Periode 60 hari. Volume = π r² X l (lebar)

Lebar/tinggi : 80 Cm ; Jari-jari = 31,85 Cm Volume gas biogas : π r² X l (lebar).

3,14 X (31,85 )² X 80 Cm = 254,822 cm³.

2. Volume biogas Periode 90 hari

Volume = π r² X l (lebar)

Lebar/tinggi : 92 Cm ; Jari-jari = 31,85 Cm Volume gas biogas : π r² X L (lebar)

3,14 X (31,85 )² X 92 Cm = 290,562 cm³.

3. Volume biogas Periode 120 hari. Volume = π r² X l (lebar)

Lebar/tinggi : 97 Cm ; Jari-jari = 31,85 Cm Volume gas biogas : π r² X L (lebar)

3,14 X (31,85 )² X 97 Cm = 308,972 cm³.

Selain menghasilkan biogas,bahan organik yang mudah membusuk seperti Eceng gondok ini, dengan fermentasi an-aerob ini dapat pula merombak unsur organik yang terkandung dalam bahan organik menjadi

(46)

38

unsur an-organik. Contoh tanaman banyak mengandung unsur organik N (nitrogen),P (phosphor) ,K (kalium) dan C (karbon).

Hasil fermentasi anaerob ini merupakan unsur organik N,P,K dan C dapat dirombak menjadi N,P,K dan C bentuk anorganik yang sering disebut sebagai hara makro. Dengan demikian effluent digester dapat dikaji unsur hara makro sebagai bahan pupuk organiK.

(47)

39

BAB X

EFLUENT DIGESTER BIOGAS ECENG GONDOK

A. Pembuatan Biogas Dengan Digester Poly Ethilene

Peran unit digester dalam pembuatan biogas yaitu sebagai tempat untuk memfermentasikan bahan-bahan organik yang mudah membusuk atau dibusuk kan dalam kondisi an-aerob. Kondisi anaerob ini menjadi tempat yang baik berkembang dan aktif nya berbagai mikroorganisme an-aerob yang meng hasilkan berbagai gas dalam digester antara lain karbondioksida (CO2), karbon monooksida (CO), nitrogen (N2), hidrogen

sulfida (H2S), oksigen (O2) dan Methana (CH4) seperti dalam tabel berikut

ini :

Tabel 10.1 : Komposisi Gas-gas Dalam Digester

No Komponen gas Prosentase (%)

1. Methana (CH4) 55 – 75 2. Karbondioksida (CO2) 25 – 45 3. Karbonmonooksida (CO) 0 - 0,3 4. Nitrogen (N2) 0 - 0,3 5. Hidrogen (H2) 0 – 3 6. Hidrogen Sulfida (H2S) 0,1 - 0,5 7. Oksigen (O2) Traces

Dari tabel diatas terlihat bahwa komponen gas yang dihasilkan dalam digester yang terbesar adalah gas Methana (CH4) dengan prosentase

antara 55 – 75 %. Hal inilah yang menjadikan digester sebagai unit paling vital atau terpenting dalam setiap instalasi biogas.

Selain sebagai penghasil berbagai macam gas termasuk Methana (CH4) atau biogas, didalam digesterpun telah terjadi perombakan

(48)

40

organik) menjadi bahan-bahan atau unsur-unsur an-organik.Sebagai contoh :bahan organik yang digunakan bahan baku biogas mengandung karbohidrat dengan komponen utamanya unsur Karbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O2) atau mengandung protein, makan komponen

organik penyusunnya antara lain: Karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O2), Nitrogen (N2), Suflida (S) dan Phospor (P). Unsur-unsur organik yang

terkandung dalam baku biogas ini selanjutnya dalam digester dirombak menjadi unsur-unsur anorganik dan unsur-unsur anorganik ini sangat dibutuhkan oleh tanaman.

B. Efluent digester biogas Eceng gondok

Isi digester Poly Ethilene yang berwujud lumpur ini bilamana sudah tidak menghasilkan gas, maka dapat dikeluarkan dari dalam digester dengan cara membuka stopkran pada pipa outlet dan selanjut nya dilepas ke lingkungan.

Bilamana hal ini terjadi,maka akan memunculkan masalah baru, yaitu pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah effluent digester biogas. Pengalaman penulis sewaktu meneliti effluent digester biogas bahan baku kotoran sapi menunjuk kan adanya kandungan unsur hara makro dalam effluent dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik maupun pembenah tanah, yaitu bahan yang mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan/biologi tanah.

(49)

41

BAB XI

P E N U T U P

Tujuan utama dari penyusunan buku yang berjudul “BIOGAS ECENG GONDOK DENGAN DIGESTER POLY ETHILENE” ini sebagai luaran dari Penelitian Terapan Unggulan Perguruan Tinggi (PTUPT) tahun 2019 berjudul “Pengembangan Energi Biomassa dengan memanfaatkan Eceng gondok (Eichornia crassipes) sebagai sumber energi alternatif biogas “.

Hasil penelitian yang disusun dalam bentuk Buku ini semoga dapat berguna dalam memandu masyarakat dan berbagai pihak dalam mengembangkan sumber energi alternatif biogas bahan baku Eceng gondok atau bahan organic lain sebagai Sumber energi Alternatif masa depan berkelanjutan dan ramah lingkungan dalam implementasi Teknologi Tepat Guna di desa.

Dengan memanfaatkan eceng gondok sebagai bahan baku biogas, maka kita minimal sudah mendapatkan 4 (empat) manfaat yaitu :

1. Mengatasi masalah gulma diperairan terbuka

2. Mengurangi laju pemanasan global sebagai akibat peningkatan Gas Rumah Kaca (GRK) salah satu diantaranya Methana (CH4) atau biogas

3. Memenuhi kebutuhan energi bagi masyarakat dengan biogas, dan

4. Menyediakan pupuk organik dengan memanfaatkan effluent digester.

Semua manfaat tersebut dapat diawali dengan pengenalan kepada masyarakat melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat oleh dosen dengan melibatkan mahasiswa. Tidak kalah pentingnya adalah peran serta aktif dan partisipasi masyarakat secara berkelanjutan sangatlah penting dalam pengembangan teknologi tepat guna dengan memanfaatkan limbah

(50)

42

air tawar yaitu eceng gondok sebagai energi alternatif atau energi terbarukan sebagai pengganti bahan bakar alam yang semakin hari semakin menipis keberadaannya. Selain itu juga peran pemerintah daerah sangatlah diperlukan dalam mendukung kegiatan ini baik dari segi pendanaan maupun tenaga yang diwujudkan dalam suatu program kegiatan bagi pengembangan desa mandiri energi. Semoga kegiatan ini dapat berkelanjutan sehingga dapat mengurangi dampak pemanasan global.

(51)

43

DAFTAR PUSTAKA

Herdiyanto,Diyan. 2009. BIOGAS: alternatif Bahan Bakar Masa Depan,Universitas Padjadjaran , Bandung.

Karno,2011,Teknologi Pemanfaatan Limbah, IKIP PGRI, Madiun.

Karno, Hery Koesmantoro. 2013. Panduan praktis membuat biogas itu mudah dan murah, Ponorogo. Forum Riset Kesehatan.

Karno,Beny Suyanto, Hery Koesmantoro.2015. Peman faatan effluent digester (Poly Ethilene) biogas bahan baku kotoran sapi sebagai pupuk organic cair di desa Janggan kecamatan Poncol kabupaten Magetan.(Penelitian Hibah Bersaing. Tahun 2015)

Karno, Hery Koesmantoro,Sunaryo. 2019.Pengembang an Energi Biomassa dengan memanfaat kan Eceng gondok Eichornia crassipes Sebagai Sumber Energi Alternatif Biogas, Penelitian Terapan Unggulan Perguruan Tinggi.Tahun 2019. Keputusan Menteri Pertanian RI Nomor : 261/ KPTS/ SR.310/M/4/2019 tentang

Pupuk Organik, Pupuk hayati dan Pembenah Tanah.

Murjito,2014.Desain alat penangkap gas methan pada sampah menjadi biogas. Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Malang.

Nurweni,Susi.Karno.2016.Teknologi tepat guna efektif mikro organisme (EM) hasil rekayasa bio-inokulan untuk meningkatkan kuantitas biogas. Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya.

Novitasari,Sintani.2014.Biogas yang dihasilkan dari dekomposisi Eceng gondok (Eichornia crassipes) dengan penambahan kotoran sapi sebagai starter. Jurnal Institut Teknologi Nasional No. 1 Vol.2. Februari 2014.

Peraturan Presiden RI Nomor 5 tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor : 70/ PERMENTAN/HR.140/10/2011 tentang

Pupuk Organik, Pupuk hayati dan Pembenah Tanah.

Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor :01 Tahun 2019 tentang Pendaftaran Pupuk Organik dan Pembenah Tanah

(52)

44

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor :3 Tahun 2020 tentang Staandar Nasional Pendidikan Tinggi

Rahayu,Sri Teguh, Meutia Faradilla, Ester Yani Verawati, Muchrib Triana. 2014.Respon bio akumulator Eceng gondok (Eichornia crassipes) terhadap logam berat Pb dan Cd di sungai Pegangsaan dua.Jurnal Pharm Sci Res .ISSN 2407-2354. Vol.1 No. 1. April 2014.

Renilaili,2015.Eceng gondok sebagai biogas yang ramah lingkungan, Jurnal Ilmiah TEKNO Vol. 12, April 2015 :1-10

Shelga Sapta, 2015.Pemanfaatan Eceng gondok terhadap penurunan kadar Merkuri (Hg) limbah cair PAA pertambangan Emas tanpa izin (PETI).e.Jurnal Pustaka Kesehatan, Vol 2 (no.2) Mei 2015

Yonathan, Arnold.Avianda Rusba Prasetya, Bambang Pramudono.2012. Produksi biogas dari Eceng gondok (Eicchornia crassipes) :Kajian konsistensi dan pH terhadap biogas yang dihasilkan. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol 1 No.1 Tahun 2012.

(53)

Gambar

Gambar 1.1 Waduk atau Bendungan Selorejo,  Desa Selorejo,Ngantang,Kabupaten Malang
Gambar 2.1 Eceng gondok yang mudah tumbuh   di Perairan tawar
Gambar 4.1  Berbagai bahan untuk Digester  (fiber, Plastik dan Semen)
Gambar 4.2  Unit Reaktor biogas Poly Ethilene dan bagian-bagiannya  skala rumah tangga
+7

Referensi

Dokumen terkait

Parameter tersebut dibangkitkan menggunakan model WRF pada waktu kejadian siklon Narelle dari tanggal 8 hingga 14 Januari 2013, sehingga diketahui dari analisis korelasi

UML digunakan dalam ruang lingkup pemrograman berorientasi objek yang dapat membantu desainer perangkat lunak sebagai sarana analisis, pemahaman, visualisasi, dan

Hasil wawancara awal yang dilakukukan kepada Bapak Pamrih selaku pencipta serta kreator kesenian tari Jaranan Turonggo Yakso di Kabupaten Trenggalek mengatakan bahwa,

Hasil dari penelitian ini adalah sistem informasi android dengan bunga yang ringan serta mudah memberikan pinjaman kepada peminjaman yang sering kali mengajukan

communicantes yang berhubungan dengan saraf spinal T10-L1. Sensasi nyeri ini dominan dibawa oleh serabut C. Selama akhir kala satu persalinan dan dimulainya kala

Atas dasar pemikiran ini, peneliti menganggap perlu mengkaji aktualisasi nilai- nilai ajaran agama Khonghucu oleh etnis Tionghoa dalam memperkuat nasionalisme pada NKRI. Hal

Dua variabel dikatakan berkorelasi apabila perubahan pada satu variabel akan diikuti oleh perubahan variabel lain, baik dengan arah yang sama maupun dengan arah yang