• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV INO FO MAKATINYINGA DARI PRESPEKTIF KONSELING MULTIKULTURAL DAN KONSELING SOCIAL JUSTICE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV INO FO MAKATINYINGA DARI PRESPEKTIF KONSELING MULTIKULTURAL DAN KONSELING SOCIAL JUSTICE"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

79

BAB IV

INO FO MAKATINYINGA DARI PRESPEKTIF KONSELING MULTIKULTURAL DAN KONSELING SOCIAL JUSTICE

4.1 Ino fo Makati Nyinga Dari Prespektif Konseling Multikultural

Setiap manusia pada hakikatnya merupakan mahluk sosial yang secara naluri ingin hidup bersama dengan yang lain. Dalam artian, manusia itu saling membutuhkan satu dengan yang lainnya untuk bisa hidup bersama dan menciptakan sebuah cara atau kebiasaan untuk bisa diteruskan dari generasi ke generasi yang bisa membentuk tata nilai yang baik. Tidak ada masyarakat yang tidak menghasilkan budaya dan budaya tidak mungkin ada tanpa masyarakat.

Setiap masyarakat tentu memiliki kebudayaan yang selalu di jaga dan dipelihara yang bisa berisi aturan dan tata cara membentuk satu komunitas yang bisa hidup berdampingan satu dengan yang lain dari kebudayaan itu membentuk sebuah pandangan berfikir masyarakat dalam kehidupannya yang mengikat satu sama lain dalam satu kesatuan.

Kalau dilihat secara historis, masyarakat Halmahera Barat merupakan masyarakat yang berdiri sebagai satu kerajaan yang paling tua di kawasan Moloku Kie Raha namun dalam dalam segi kebudayaan, masyarakat Halmahera Barat pada zaman dahulu dipengaruhi oleh Ternate dan bagian dari kedaulatan kerajaan Ternate meskipun tidak keseluruhan tapi sukup mempengaruhi kebudayaan yang ada. buktinya adalah bahasa Ternate dipakai sebagai

lingua franca (bahasa pengantar) dari setiap suku yang ada yang masuk dalam ke empat kesultanan Maluku Utara. Budaya masyarakat Halmahera Barat banyak dipengaruhi oleh model tradisi Kesultanan Ternate karena alasannya adalah secara historis wilayah Halmahera Barat menjadi wilayah kekuasaan Ternate setelah Kesultanan Jailolo menghilang dan juga karena masyarakat berinteraksi dengan menggunakan bahasa Ternate. Masyarakat juga

(2)

80

mengetahui budaya dalam bentuk tradisi-tradisi yang dilakukan dalam kehidupan masyarakat dan masih dipelihara sampai sekarang. Terlebih khusus tradisi-tradisi lisan yang merupakan bagian dari sastra masyarakat Ternate. Tradisi lisan ini hadir dimaksudkan sebagai bentuk pembahasaan dari adat aturan agar aturan-aturan yang ada bisa untuk dipahami oleh masyarakat yang pada zaman dahulu belum mengenal tulisan.

Hal ini pula yang terjadi pada pandangan hidup atau moto masyarakat Halmahera Barat yaitu Ino fo makati nyinga yang merupakan salah satu penggalan kalimat dari Dolo Bololo yang berlandaskan pada falsafah Jou Se Ngofangare. (Aku dan Engkau). Pengertian ini dipahami tentang bagaimana hubungan antara Jou ( Tuhan) dan Ngofangare ( manusia ) dalam bingkai kehidupan yang di hidupi masyarakat Ternate. Dahulu masyarakat Ternate dikenal dengan animisme dan dinamisme, pada masa itu pemimpin atau penguasa disebut

Momole. mole berasal dari kata To Mole, artinya orang yang ucapannya memiliki tuah, apa yang dikatakan itulah yang terjadi.

Konsep Ketuhanan yang ada dalam Jou Se Ngofangare dipahami sebagai bentuk hubungan antara pencipta manusia dan alam bagaimana hubungan ini saling mempengaruhi dan ada respon timbal balik kalau digambarkan maka akan muncul segitiga hubungan yaitu:

TUHAN

MANUSIA ALAM

(3)

81

Dari gambaran di atas, maka dapat dilihat bahwa ada saling mempengaruhi dan saling terhubung antar ketiga identitas ini. Manusia dikatakan ketika dia memahami Tuhan sebagai kekuatan yang transenden, hal itu ditunjukan bagaimana hubungannya dengan alam, dan bagaimana hubungannya dengan manusia yang lain .yang diwujudkan dalam simbol Kerajaan Ternate yaitu Gogeba Dopolo Romdidi (Burung berkepala dua namun memiliki tubuh satu). Pengertiannya meskipun berbeda dalam segi pemikiran dalam aspek kehidupan, tapi tetap memiliki kesatuan hati. Falsafah Jou Se Ngofangare dimaknai sebagai bentuk penghormatan terhadap sang Pencipta kalau dilihat secara keyakinan, tetapi dari segi sosial adalah bagaimana menyatunya masyarakat dengan. pemimpin. Atas dasar ini maka keharmonisan atau keseimbangan tatanan kehidupan masyarakat bisa terjaga. hal ini sejalan dengan konsep keragaman budaya atau multikultural yang ditawarkan Sue, bagaimana dalam konteks kehidupan yang beragam, adanya pengakuan tentang kehidupan di luar dari komunitas budaya yang sama. Meningkatkan pemahaman multikultural dan sensitivitas budaya berarti menyeimbangkan pemahaman tentang kekuatan sosiopolitik yang mencairkan pentingnya ras, dan di sisi lain tentang kebutuhan kita untuk mengakui keberadaan kelompok lain, identitas yang terkait dengan kelas sosial, jenis kelamin, kemampuan / kecacatan, usia, afiliasi keagamaan, Dan orientasi seksual.1

Sesuai dengan pernyataan Sue di atas, maka dapat dianalisa bahwa pemahaman tentang bagaimana pemahaman manusia sebagai individu dalam memahami konteks Jou Se Ngofangare merupakan wujud kesatuan dalam keragaman. Artinya masyarakat dalam bentuk pemahaman dirinya terhadap kekauatan di luar dirinya dalam hal ini ( Jou) tidak akan pernah bisa terwujud jika tidak dibarengi sikap saling melengkapi dalam hubungan antara sesama manusia yang mungkin berbeda latar belakang budaya. Jadi dapat dikatakan bahwa dalam landasan hidup Jou Se Ngofangare merupakan bagian dari proses multikultural, bagaimana

(4)

82

manusia memandang manusia yang lain, membangun hubungan sebagai bentuk penghargaan dan pemahaman terhadap kekuatan yang transenden sebagai bentuk kesimbangan hidup.

Untuk membuat masyarakat Ternate bisa memahami bentuk sila dasar dari Jou Se Ngofangare yang di buat dalam bentuk tradisi lisan, maka di buat cara agar nilai-nilai ini bisa diresapi oleh masyarakat dalam bentuk tradisi lisan salah satunya yaitu Dolo Bololo. Kalimat

Ino fo makati nyinga terdiri dari 3 kata, Kata Ino mempunyai arti mengajak orang (kamari) kemudian fo makati dalam pengertian luas artinya kita bersatu (Torang satu) kemudian kata

nyinga berarti hati. Ino’fo makati nyinga berarti mari kita satu hati. Satu hati di sini bukan semata-mata sebagai upaya dalam rangka menyatukan masyarakat tapi sebagai upaya menyatukan hati dalam rangka memahami nilai-nilai yang ada sebagai tata hidup masyarakat Ternate yang di pahami sebagai pengikat dalam setiap aspek kehidupan masyarakat.

Dalam pengertian ini maka dapat dipahami bahwa penyatuan hati merupakan bentuk bagaimana masyarakat saling merasakan satu sama lain dalam kehidupan, satu rasa, saling sepenanggungan dalam kehidupan masyarakat hal ini sesuai dengan salah satu sifat dasar yang harus dipunyai dalam proses konseling yaitu empati menurut Engel.2 Empati tidak hanya bentuk kita memahami orang lain tapi bagaimana kita memandang permasalahan yang terjadi dari sudut pandang orang lain, seperasaan dengan mereka sebagai bentuk dasar empati. Jadi konsep kesatuan hati yang ditawarkan dalam Ino fo makati nyinga merupakan bagian bagaimana kita dapat memahami dan mengenal masyarakat dalam bentuk rasa saling sepenanggungan, rasa tumbuh dan hidup bersama sebagai satu komunitas. Meskipun berbeda tapi tetap satu rasa sebagai bentuk keharmonisan dalam hidup. Hal ini juga selaras dengan pemikiran Vontress3 yang mengidentifikasi rangkaian pengalaman bersama yang berkontribusi terhadap empati bahwa dalam empati, masyarakat secara individu maupun kelompok memaknai dan memahami kehidupan dalam bentuk memahami individu yang lain

2 J. D. Engel, Pastoral…, 49-60

(5)

83

merasakan bagaimana kebutuhan hidup setiap manusia sebagai hal yang universal dan mampu beradaptasi dengan lingkungan dimana dia hidup dan berkembang. Kenapa sejalan dengan nilai-nilai di atas, karena dalam konteks masyarakat Ternate, ketika memahami falsafah Jou Se Ngofangare, ada prinsip yang sama menjadi patokan yaitu prinsip saling berhubungan sebagai bentuk penghargaan terhadap kekuatan yang menciptakan kehidupan (Jou) dalam wujud empati. Empati disini adalah bagaimana masyarakat Ternate di bentuk melaui pola pemikirannya bahwa dalam menggambarkan kehidupan masyarakat yang menyatu dengan budaya artinya ikut terlibat dalam tingkah lakunya dalam kebudayaan yang saling menghargai, saling melindungi, sehingga masyarakat yang hidup berasal dari budaya yang bisa merasakan diterima dan mampu beradaptasi dengan kebudayaan khususnya kebudayaan Ternate. Perbedaan sebagai bagian kehidupan yang dianggap unik. Empati tidak hanya sebagai bentuk bahwa masyarakat menghargai kehidupan masyareakat yang lain tapi bagaimana menciptkana suasana yang bisa membuat orang dari latarbelakang yang berbeda merasa diterima dan bisa beradaptasi dengan kebudayaan tersebut. Budaya Jou Se Ngofangare merupakan sebuah ikatan yang bisa menghubungkan orang tanpa memandang latar belakang budayanya.

Selain membutuhkan falsafah hidup. Masyarakat juga memerlukan aturan yang bisa mengatur kehidupan mereka. Hal ini yang terlihat dalam falsafah Jou Se Ngofangare yang merupakan landasan filosofis dari Ino fo makati nyinga yang memiliki enam sila dasar falsafah adat orang Ternate merupakan warisan dari para leluhur yang dalam bahasa daerah Ternate disebut “Kie se Gam Magogugu Matiti Rara”, yang terdiri dari :

1. Adat se Atorang

Hukum dasar yang ada, harus dipatuhi dan disusun menurut kebiasaan yang dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat. Artinya hukum adat harus bisa berperan merangkul masyarakat dan bisa menjadi patokan hidup bersama.

(6)

84

2. Istiadat se kabasarang

Lembaga adat dengan kekuasaannya menurut ketentuan adat yang berlaku dijunjung tinggi sebagaimana menjaga martabat orang Ternate. Dalam pengertian saling menghormati antara pimpinan dan bawahan begitu pula dalam lingkungan masyarakat yang menghormati pemimpin dan juga pemimpin yang bisa menghargai dan menghormati masyarakat.

3. Ghalib se Likudi

Kebiasaan hidup yang menjadi patokan dalam kehidupan dan yang dilazimkan dalam masyarakat harus disesuaikan dengan jaman tanpa ada pertentangan. Hal ini merupakan bentuk pengakuan eksistensi manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak bisa hidup sendiri namun sebagai mahluk sosial yang saling berhubungan satu sama lain yang diatur dengan suatu ketentuan hukum adat,

4.Ngale se Cara

Setiap individu dalam masyarakat yang ada, disatukan dalam satu wadah kehidupan dan saling menghidupi satu sama lain.

5. Sere se Duniru

Budaya yang ada dimaksudkan untuk membangun suatu keutuhan hidup yang kuat dan kokoh yang tetap mempersatukan masyarakat dalam setiap segi kehidupan.

6. Cing se Cingari

Pengaturan tentang perempuan dan lelakinya. Artinya setiap individu maupun pasangan pria dan wanita merupakan kesatuan yang utuh dengan hak dan kewajiban masing-masing perlu dibina dan dijaga kelestariannya karena orang Ternate selalu memaknai filosofi laki-laki dan perempuan sebagai sesuatu hal yang tidak terpisahkan dan saling melengkapi satu sama lain.

(7)

85

Tata aturan atau sila dasar di atas, sejalan dengan pemikiran Tyler4 tentang komponen budaya bahwa proses interaksi sosial yang dipakai sebagai komponen dasar budaya merupakan bentuk pengetahuan dan pola pengaturan relasi antar masyarakat sebagai sebuah bentuk pengaturan kolektif masyarakat. Kenapa sama dengan Tyler karena menurut penulis budaya merupakan bentuk kebiasaan yang membentuk hubungan komunitas. Alasannya sebagai mahluk sosial, terlebih khusus di Indonesia yang menekankan hubungan masyarakat, budaya memainkan peran selain sebagai identitas juga sebagai nilai-nilai aturan yang bisa membuat masyarakat bisa hidup dan berkembang dengan nilai-nilai positif. Ino fo makati nyinga sebagai cara agar masyarakat Ternate mengerti bagaimana berperilaku dengan baik dan bisa memahami setiap kepribadian masyarakat artinya bagaimana membentuk manusia yang memiliki sikap hidup yang baik tapi ditunjukan dalam sikap dan perilakunya terhadap orang lain.

Maka dapat di simpulkan bahwa landasan filosofis dari Ino’fo makati nyinga adalah

Jou Se Ngofangare hal ini didasarkan bahwa kehidupan masyarakat Ternate dalam membangun hubungan dengan sang pencipta (Jou) ditunjukan dengan bagaimana pengenalan akan dirinya sendiri, juga bagaimana memandang orang lain dan juga terhadap alam (Ngofangare) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam persamaan sebagai masyarakat yang kolektif dalam membangun hubungan yang baik dan harmonis yang terbentuk dalam pemaknaan masyarakat tentang Ino fo Makati Nyinga

(8)

86

4.2 Pemaknaan Ino fo Makati Nyinga sebagai bentuk personalisasi Manusia

Masyarakat dalam kehidupannya mentransformasi nilai-nilai budaya sebagai bagian dalam memaknai budaya itu sendiri dalam hubungan dengan membangun relasi dengan individu yang lain. Hal ini pula berlaku bagi masyarakat Desa Soakonora ketika memaknai

Ino’fo makati nyinga. Ino’fo makati nyinga dimaknai bukan hanya sebagai bagian penting melambangkan identitas budaya saja, tetapi sebagai bagian dari prinsip hidup yang dipahami masyarakat sebagai tolak ukur bagaimana manusia berperilaku. Pemaknaan mengenai Ino’fo

makati nyinga seperti yang diungkapkan di atas mengandung nilai-nilai penggerak kehidupan artinya bahwa masyarakat tidak akan bisa berjalan tanpa ada sesuatu yang mebentuk kepribadiannya dalam.kehidupan yang beraneka ragam.

Berdasarkan hasil penelitian di bab sebelumnya pemaknaan masyarakat di Soakonora beragam dalam memahami Ino’fo makati nyinga. Ino’fo makati nyinga dalam pandangan masyarakat sudah lama hidup atau masyarakat asli dan mejadikan Ino’fo makati nyinga

sebagai pedoman dalam kehidupannya. ino fo makatinyinga merupakan suatu cara aturan yang coba dibahasakan oleh para masyarakat dahulu untuk membentuk pola keteraturan dalam kehidupan yang di pakai masyarakat sebagai sebuah kebiasaan yang mengatur kehidupannya, kehidupannya dengan orang-orang disekitarnya karena didalamnya mengandung-nilai-nilai kehidupan yang sangat bermanfaat buat komunitas dalam membangun sebuah kebersamaan. Dalam pemaknaan masyarakat Ternate, terhadap ino fo makatinyinga, ada pada tiga tataran atau Tri potensi yaitu cipta, rasa, dan karsa. Tataran pemahaman, perasaan ( emosional) dan perilaku

(9)

87

4.2.1 Ino fo Makati Nyinga sebagai Cipta (pemahaman)

Cipta yang dimaksud dalam hubungannya dengan pemaknaan ino fo makatinyinga bagi masyarakat Desa Soakonora, adalah bentuk pemahaman akan asal-usul dari ino fo makatinyinga yang disampaikan bukan dalam bentuk tulisan tapi lebih kepada ungkapan lisan akan bentuk-bentuk aturan-aturan dan norma-norma yang ada. Pemahaman akan ino fo makatinyinga dimaksudkan agar masyarakat bisa mengetahui bahwa sejak awal, para pendahulu sudah hidup dalam budaya yang berfungsi mempersatukan kehidupan masyarakat yang dikenal dengan berbagai macam kebudayaan.

Dalam prespektif konseling, dikenal dengan konsep realitas, dimana masyarakat memahami budaya dalam hubungannya dengan realitas dan memahami realitas dengan caranya masing-masing.5 Dalam konteks masyarakat Soakonora, pemahaman tentang ino fo makatinyinga berbeda dalam hubungannya pandangan masyarakat asli dan pendatang. Masyarakat asli memahami bahwa ino fo makatinyinga merupakan bentuk aturan yang coba dikomunikasikan dalam setiap aspek kehidupan masyarakat yang menghidupi ino fo makatinyinga sehingga bisa mengatur dan menjadikan masyarakat ada dalam satu kesatuan. Sedangkan bagi masyarakat pendatang yang ada di Soakonora, mereka memahami bahwa ino fo makatinyinga adalah sebuah simbol akan persatuan, akan keberagaman masyarakat sehingga dipahami sebatas motto daerah saja. Masyarakat desa Soakonora sama-sama memahami realitas ino fo makatinyinga dalam tataran pemahaman identitas dan memiliki persatuan, saling membutuhkan satu sama lain.

Gertz menyatakan bahwa budaya merupakan pola makna yang coba ditransmisikan dalam simbolik yang digunakan orang untuk berkomunikasi, bertahan hidup, dan mengembangkan pengetahuan tentang dirinya dan bagaimana bersikap untuk menyingkapi

(10)

88

fenomena-fenomena yang ada.6 Disini ketika di analisa, sebenarnya pemaknaan masyarakat baik pendatang maupun masyarakat asli, semuanya satu dan merujuk pada nilai-nilai yang ada dalam Ino’fo makati nyinga secara tidak langsung, masyarakat desa Soakonora sudah menerapkan kehidupan Ino’fo makati nyinga ketika mengenal nilai kebersamaan, ketika mengenal nilai persatuan hanya masalah pemaknaan masyarakat terkendala di dalam masalah bahasa. Hal ini yang menurut Sue termasuk dalam salah satu hambatan konseling yang efektif, yaitu Variabel Bahasa: penggunaan bahasa standar dan penekanan pada komunikasi lisan.7 Karena Ino’fo makati nyinga berasal dari bahasa Ternate yang disampaikan dalam bentuk lisan tentu terjadi pergeseran makna terkait pemahaman awal yang tentu mengakibatkan perbedaan cara berfikir masyarakat sehingga masyarakat pendatang yang tidak memahami bahasa Ternate menjadikan mereka tidak terlalu melihat Ino’fo makati

nyinga sebagai sesuatu yang bisa dijadikan pedoman hidup masyarakat pendatang.

Dalam pemahaman Ino’fo makati nyinga sebagai bentuk dari pemahaman, hal ini berkaitan dengan proses multikultural dalam penekanan berkaitan dengan aspek kultur oaling dasar yaitu konsep realitas. Realitas dualisme berdampak pada peningkatan pemisahan antara diri dan objek, atau diri dan yang lain. Diri dikaitkan dengan jiwa dan dirancang di luar serta jauh dari dunia luar. Dunia luar yang dimaksud adalah dunia segala sesuatu atau orang lain.8 Pemahaman yang dapat dianalisa disini adalah bagaimana masyarakat desa Soakonora sampai pada tahapan memahami Ino’fo makati nyinga berdasarkan konteks realitas kehidupan masyarakat bahwa Ino’fo makati nyinga merupakan konteks kesatuan hati dalam keberagaman masyarakat. Masyarakat desa Soakonora menyadari bahwa kesatuan hidup tidak akan bisa dibentuk dari dalam diri tapi bagaimana kasatuan untuk melihat perbedaan sebagai cara untuk saling melengkapi masyarakat kehidupan masyarakat asli danh pendatang

6 Gertz dalam Mcleod, Pengantar Konseling…., (275. 7 Derald Wing Sue, David Sue, Counseling…,138

(11)

89

perlu dihubungkan dalam satu titik pemikiran bersama sebagai bagian penting dalam satu komunitas masyarakat sosial.

Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa masyarakat sampai pada tahapan pemahaman memahami Ino’fo makati nyinga sesuai dengan realitas kehidupan yang ada. Tapi intinya merujuk pada satu pemahaman yaitu sebagai daya rekat antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain.

4.2.2 Ino fo Makati Nyinga sebagai Rasa (pengelolaan emosional)

Berkaitan dengan pengelolaan emosional, bagi masyarakat yang menghidupi Ino’fo

makati nyinga, masyarakat harus memiliki jati diri dalam pengakuannya sebagai manusia. Jati diri ini meliputi:

a) Tata karma atau sopan santun. b) Tata kesusilaan

c) Moral budi pekerti d) Taat dan istiqamah

e) Percaya pada kemampuan diri sendiri.

Dalam hal ini masyarakat dituntut untuk menjadi manusia yang mampu memiliki sikap hidup yang baik karena dalam kehidupan masyarakat menyadari bahwa kehidupan ini akan terbentuk harmonis ketika manusia bisa hidup dalam kehidupannya sebagai manusia yang memiliki sikap hidup yang baik dan benar. karena identitas hidup dengan memiliki sikap-sikap yang baik menyatakan bahwa manusia mampu mengelola emosionalnya. Artinya manusia sampai pada tahap dia memahami hubungan dengan dirinya sendiri. Dalam konseling dalam memahami aspek kultur dasar budaya, hal ini berkaitan pemahaman terhadap diri sendiri dan konstruksi moral melalui pendekatan kolektif, Bahwa manusia ketika berusaha memahami dirinya sendiri, dia merasa bahwa melihat hubungannya dengan orang lain berkaitan dengan bagaimana dirinya memahami dirinya sendiri dalam rangka

(12)

90

pengelolaan emosionalnya. Manusia bisa lebih bertanggung jawab dan menghadirkan nilai kesesuian dengan konteks hubungan dengan orang lain.9

Berkaitan dengan pemahaman diri yang diungkapkan di atas, masyarakat desa Soakonora melihat bahwa setiap wujud tindakan yang dilakukan adalah murni keinginan untuk bisa bermanfaat terhadap orang lain. Artinya ada nilai-nilai untuk mengontrol emosional artinya ketika masyarakat memahami bahwa Ino’fo makati nyinga, merupakan nilai yang menyatukan dan kebersamaan, disini masyarakat menyadari bahwa setiap hubungan yang baik lahir dari bagaimana masyarakat bertanggung jawab menjaga sikap yang baik. Sejak awal masyarakat asli dan pendatang hidup dalam hubungan yang baik karena dalam dirinya sudah bisa mengontrol emosionalnya masyarakat sudah menciptakan nilai-nilai kesadaran moral dan kesatuan hati artinya masyarakat desa Soakonora menyaradari bahwa mereka tidak hidup sebagai individu tetapi masyarakat sosial yang bisa bermanfaat untuk orang lain.

Jadi, masyarakat desa Soakonora memahami Ino’fo makati nyinga, sebagai bagian dalam hubungan dengan pemahaman diri, memahami bahwa ikatan persaudaraan yang baik antar masyarakat yang berbeda budaya baik masyarakat Asli maupun pendatang tidak akan terwujud jika masyarakat tidak bisa menghidupkan nilai-nilai yang baik. Menghadirkan sikap-sikap yang berkaitan dengan pengelolaan emosional, Karena masyarakat harus menyesuaikan dengan kehidupan dalam lingkungannya.

4.2.3 Ino fo Makati Nyinga sebagai Karsa ( Perilaku dalam Kehidupan)

Ino’fo makati nyinga sebagai bentuk perilaku masyarakat Desa Soakonora merupakan tujuan dari setiap bentuk yang ada artinya pemahaman dan pengelolaan diri aplikasinya ada pada pola perilaku yang diterapkan dalam kehidupan masyarakat. Berdasarkan hasil penelitian pada bab sebelumnya, ketika memperhatikan konteks

(13)

91

masyarakat Desa Soakonora, dapat dilihat bahwa konteks kehidupan masyarakat yang ada, tidak hanya terdiri dari masyarakat asli saja tapi masyarakat dengan budaya yang lain atau masyarakat pendatang. Masyarakat pendatang yang datang di Soakonora dengan berbagai macam faktor salah satunya faktor pekerjaan yang memungkinkan mereka untuk datang dan berdomisili di Soakonora. Dalam hal ini masyarakat menyadari bahwa dalam kehidupan masyarakat pun dalam komunitas kehidupan masyarakat tidak hanya berasal dari satu budaya saja tapi juga dengan berbagai macam budaya yang datang dan hidup bersama-sama. Disini terdapat nilai kehidupan masyarakat yang mengedepankan kehidupan bersama. Artinya sejak awal masyarakat Desa Soakonora sudah memahami keberagaman sebagai bagian kehidupan mereka.

Baker yang menjelaskan bahwa kebudayaan dari pendekatan Psikologis sebagai bentuk penyesuaian diri (adjustment) manusia kepada alam sekelilingnya kepada syarat-syarat hidup. Artinya, bahwa manusia berusaha untuk mengetahui apa yang dialaminya dan mengartikannya untuk menemukan makna dalam kehidupan yang sesungguhnya sebagai bentuk penyesuaian diri.10 karena secara sosiologis, manusia mempunyai keinginan untuk bisa hidup sebagai suatu komunitas bersama yang membutuhkan satu sama lain untuk bisa membangun hubungan yang harmonis. Demi tujuan ini, manusia harus mampu beradaptasi dengan lingkungan dimana dia berada sebagai bentuk bahwa dia bisa memaknai dirinya sendiri melalui orang lain.

Pemaknaan Ino fo Makati Nyinga sebagai bentuk perilaku diwujudkan dalam hubungan sebagai sebuah komunitas yang saling menunjang dan mendukung satu sama lain. sejak awal Ino fo makati nyinga dibuat berdasarkan realitas kehidupan yang sudah berlaku sejak masa dimana budaya Ternate dibentuk. sejak awal. Ketika berbicara satu hati itu berarti ada perbedaan baik secara suku, ras bahkan sampai pada dalam tingkah laku, proses berfikir.

(14)

92

Perbedaan ini jika tidak kelola bisa menimbulkan konflik. Disinilah dipahami bahwa Ino fo makati nyinga merupakan cara mengikat masyarakat yang berbeda ini menjadi sebuah kesatuan yang saling menopang dan menguatkan. Sejalan dengan itu, ada 3 nilai atau kultur dasar yang berkaitan erat dengan pemahaman ini yaitu konstruksi moral dan konsep waktu dan tempat. Membuat pilihan moral, memutuskan yang benar dan salah adalah inti kehidupan. Akan tetapi membuat pilihan moral ada dan dipengaruhi oleh budaya.11 Ino fo Makati Nyinga dipahami dan dimaknai masyarakat desa Soakonora tidak hanya sebagai bentuk membangun hubungan tapi juga ikut mengambil peran membentuk sebuah pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Dalam kehidupan sebagai masyarakat, pengambilan keputusan dalam masyarakat dibuat dan diatur sebagai bentuk keadilan artinya setiap orang dalam masyarakat bisa merasakan dan ikut berpartipasi dalam kehidupan, dalam setiap kegiatan masyarakat. dan tidak ada ketimpangan sosial. Bagi kehidupan masyarakat desa Soakonora terlebih khusus masyarakat asli, masyarakat mampu untuk berfikir secara logis, artinya setiap keputusan yang diambil berkaitan dengan kebutuhan masyarakat. Seperti yang dijelaskan di bab sebelumnya, masyarakat yang tidak melaksanakan nilai-nilai yang ada di Ino fo Makati Nyinga tidak terikat dengan sanksi yang berhubungan dengan denda berupa barang atau uang tapi sanksi sosial tidak selalu mendapat perhatian dari masyarakat bila ada masalah. Bagi masyarakat Soakonora, prinsip satu hati (fo Makati) menyangkut tanggung jawab menyatukan masyarakat Soakonora ada pada prinsip hidup, memilah mana yang slaah dan mana yang benar dalam pengambilan keputusan dan bisa berlaku adil terhadap setiap masyarakat bahwa kunci masyarakat yang maju adlah masyrakat yang mampu saling menerima perbedaan.

Dalam prinsip waktu dan tempat Dari perspektif person (individu) dan kelompok sosial, waktu adalah salah satu elemen tempat cara hidup dan hubungan terbentuk. Salah satu

(15)

93

ciri masyarakat industrial modern adalah berorientasi pada masa depan. Masa lalu dilupakan dan dihancurkan. Cerita yang diterima oleh keluarga atau komunitas di masa lalu, bertahan ditingkat yang paling rendah. Masa lalu diartikan sebagai warisan. Sebaliknya, masyarakat tradisional dan kolektif didominasi oleh orientasi masa lalu. 12 Dalam konteks masyarakat Soakonora terkait pemaknaan Ino fo Makati Nyinga sebagai perilaku, konsep waktu dan tempat menjadi dasar masyarakat memaknai nilai-nilai bahkan pengertian itu sendiri sehubungan dengan kehidupan masyarakat. Perbedaannya adalah konsep kehidupan yang ditawarkan Ino fo Makati Nyinga tidak bersifat kaku. Bagi masyarakat Ternate dulu, kehidupan saling gotong royong menjadi dasar hidup bersama sebagai bentuk sebuah integrasi sosial yang ada dan hidup dalam kehidupan masyarakat Ternate. Dan itu berlaku dalam kehidupan masyarakat yang hidup dalam menjalani kehidupan berlandaskan Ino fo Makati Nyinga. Konsep gotong royong sebagai bentuk kesatuan menjadi landasan kehidupan masyarakat yang ada di Soakonora. bahkan berlaku sampai sekrang. Itu artinya nilai-nilai kehidupan, kebersamaan tetap menjadi patoklan kehidupan dan menjadi landasan masyrakat untuk tetap menjadikan masyarakat Soakonora dari generasi ke generasi mulai dari awal terbentuknya desa sampai pada pasca konflik tetap menjadikan budaya sebagai pengikat kehidupan sebagai masyarakat yang hidup dlaam keberagaman.

Dari sini yang perlu dilihat dan dipahami bahwa Ino fo makati nyinga tidak hanya bisa dipandang sebagai pendekatan yang menekankan keunikan dan identitas masyarakat yang sudah hidup dan berkembang dari generasi ke generasi dalam hal ini masyarakat Ternate, tapi juga merupakan bagian yang bisa dimaknai sebagai bentuk penyatuan nilai-nilai budaya yang sudah hidup dan merangkul nilai kehidupan sebagai bagian yang saling melengkapi kehidupan masyarakat. Dalam pemaknaan masyarakat desa Soakonora, Ino fo makati nyinga tidak hanya sebagai aturan yang atau nasihat yang disampaikan kepada

(16)

94

masyarakat yang harus selalu di ingat, seperti prinsip orang tua kepada anak tapi juga bisa memiliki dampak dalam kehidupan mereka ketika berperilaku. Ino fo makati nyinga tidak hanya ada pada prinsip dipahami saja tapi juga berkaitan dengan pengelolaan emosional dan diwujudkan dalam perilaku.

4.3 Peranan Ino fo Makati Nyinga Dalam Permasalahan Masyarakat Desa Soakonora dari Prespektif Social Justice

Masyarakat desa Soakonora merupakan sebuah komunitas masyarakat yang memiliki keragaman suku yang ada didalamnya. Dalam kehidupan masyarakatnya yang beraneka ragam, secara budaya, tentu memiliki cara memahami budaya tidak selalu sama. Hal ini yang ditekankan Strong et all, yang menyatakan bahwa individu dalam masyarakat juga mempunyai perbedaan baik secara nilai, ide, rasa dan tujuan dalam hidup13. Di sini dapat di analisa bahwa secara psikologis manusia memiliki keunikan yang tidak dimiliki oleh orang lain dalam memaknai setiap aspek-aspek kehidupannya. Sehingga tidak bisa dikatakan bahwa orang dalam kebudayaan yang sama bisa dikategorikan orang yang memiliki karakter yang sama. Pola pikir manusia dalam mewujudkan dan mengkonsepkan nilai tentu berbeda yang kalau tidak bisa di kendalikan dan di kelola, maka perbedaan-perbedaan itu bisa menjadi pemicu konflik. Hal ini yang juga dirasakan masyarakat Desa Soakonora yang terdiri dari masyarakat Pendatang dan masyarakat Asli perbedaan-perbedaan yang ada membuat terjadinya konflik yang sampai sekarang menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat desa Soakonora.

Masyarakat desa Soakonora dari awal berdiri dari yang semula dusun kecil kemudian menjadi sebuah desa, merupakan masyarakat yang cukup menghargai keanekaragaman budaya yang ada, hal ini dibuktikan dengan kehidupan masyarakat yang tinggal berdampingan baik masyarakat pendatang maupun masyarakat asli. Masyarakat saling

(17)

95

melengkapi satu sama lain dalam hal membangun hubungan yang baik, saling menjaga satu sama lain.14 Hal itu kemudian mulai hilang setelah konflik berlangsung. Menurut analisa penulis, konflik ini. hal ini memicu permasalahan antara masyarakat Asli dan masyarakat pendatang yang ada di Desa Soakonora. Menurut hasil penelitian pada bab sebelumnya, masalah-masalah yang terjadi karena masyarakat tidak lagi menyadari dirinya sendiri sebagai masyarakat yang hidup dalam kapasitas sebagai komunitas yang menghargai keberagaman. Trauma akan konflik mempengaruhi sikap hidup masyarakat. Pada taraf pemikiran, pengelolaan emosional dan dalam perilaku.

Kehidupan yang dulunya saling menghargai dan menjunjung nilai-nilai persaudaran, masyarakat Soakonora ketika konflik tahun 1999-2002 mengalami sebuah perubahan tentang pemaknaan hidup bersama .masyarakat sampai pada tahap perilaku. Masyarakat tidak lagi menyadari bahwa pentingnya hidup tumbuh bersama dalam rangka pengembangan kehidupan.ketika hubungan terganggu maka pola hubungan sosial juga menjadi terganggu. Perlu ada titik temu yang bisa membangun semangat kebersamaan itu. Dalam proses konseling,budaya tidak lagi menjadi prinsip hidup masyarakat Desa Soakonora. Sebagai sebuah komunitas masyarakat tidak lagi membentuk dirinya dengan landasan nilai-nilai. Konflik 1999-2002 membuat masyarakat Desa Soakonora baik masyarakat Ternate yang merupakan penduduk Asli dan pendatang yang dari luar yang sudah hidup bersama harus terjebak dalam penilaian yang tidak lagi memandang perbedaan sebagai sesuatu yang mempersatukan tapi sebagai sesuatu yang bisa menjadi ancaman dalam kehidupan, Hal inilah yang dikategorikan sebagai bagian bagaimana masyarakat tidak lagi hidup dalam tata aturan yang sudah dibuat dalam bentuk kebersamaan untuk tumbuh dan berkembang bersama. Dalam hal ini pengaturan tata kehidupan masyarakat sesuai dengan Konseling, menurut Thompson, bagaimana konselor mencoba menganalisa perilaku manusia untuk mendeteksi

(18)

96

“psikologi klien memakai budaya yang menekankan pada norma hidup yang diadopsi masyarakat dalam hubungannya dengan dunia.15

Kenapa sesuai dengan pernyataan di atas, menurut penulis, manusia mempunyai pola hidup yang terbentuk menjadi menjadi budaya yang mengatur bagaimana manusia berfikir dan bertindak untuk mewujudkan kehidupan yang harmonis satu dengan yang lain bagaimana tumbuh bersama tanpa saling menjatuhkan satu sama lain oleh karena itu budaya juga bisa memainkan fungsi mendeteksi klien yang bermasalah dengan melihat dia melakukan penyimpangan atau tidak karena ketika dia tidak mejalankan budaya dengan semestinya maka dia dikatakan melanggar cara hidup dan melanggar norma-norma yang ada. Ketika masyarakat tidak mempunyai hak istimewa, penghargaan terhadap kehidupan, masalah- masalah yang muncul berkaitan dengan keadilan sosial. konseling social justice (keadilan sosial), Tujuan social justice adalah memberdayakan semua individu, terlepas dari latar belakang mereka Sehingga mereka dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilan untuk mencapai potensi penuh mereka.16

Dalam konteks masyarakat desa Soakonora masalah-masalah yang terjadi di dalam komunitas masyarakat berkaitan tentang bagaimana masyarakat dalam hal ini masyarakat asli maupun masyarakat pendatang melihat kebudayaan di luar kebudayaan mereka artinya perbedaan yang ada tidak dijadikan sebagai bagian untuk saling menyatukan tapi menjadi sesuatu yang bisa sebagai bentuk pemecah kehidupan masyarakat desa Soakonora. Trauma akan konflik yang pernah terjadi mengakibatkan pandangan masyarakat tidak lagi sebagai satu komunitas. muncul prasangka, kecemasan, yang mengakibatkan perlakuan masyarakat berubah, terlebih khusus yang berbeda budaya. sehingga dapat diidentifikasi permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat desa Soakonora yaitu 1) masalah

15 Tompson dalam Carter, Handbook…, 221

(19)

97

kesatuan hati; 2) masalah kecemburuan sosial; 3) masalah prasangka; 4) masalah keterbukaan; 5) masalah penghargaan sosial 6) masalah ketidakutuhan. Masalah-masalah yang tercipta merupakan bagian bagaimana masyarakat Desa Soakonora tidak lagi hidup dalam sebuah komunitas yang menghargai perbedaan. Dalam hal ini, berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan sebagai individu, Dalam konteks permasalahan yang terjadi, masyarakat desa Soakonora mengalami pergolakan terkait prinsip keutuhan bersama. Konflik yang pernah terjadi merupakan pemicu yang menjadikan masyarakat terlebih khusus masyarakat asli maupun pendatang sama-sama menghasilkan stigma negatif buat perbedaan dalam masyarakat. Tidak ada lagi keutuhan sebagai sebuah komunitas ketika masyarakat tidak lagi memandang kehidupan setara, kalau kehidupan tidak lagi setara maka secara otomatis muncul rasa ketidakadilan.

Dalam menyelesaikan konflik yang berlandaskan ketidakadilan, konsep keadilan sosial berfokus untuk menyadarkan masyarakat akan hak-hak yang dimiliki setiap orang dalam komunitas. ketidakadilan tidak hanya terjadi ketika masyarakat tidak lagi memandang setiap individu sama atau setara tapi ketika masyarakat tidak bisa memberdayakan dirinya secara penuh. Karena dalam konteks masyarakat desa Soakonora, masyarakat tidak mampu memberdayakan dirinya secara utuh karena belum bisa memahami dan memaknai kehidupan bersama sebagai bagian dari hubungan yang tercipta karena budaya bersama sebagai bagian kehidupan.

Dalam konseling, kultur cukup mengambil peran penting dalam mengatasi masalah dalam diri individu sendiri. Suatu budaya tertentu akan mempengaruhi kehidupan masyarakat tertentu. Dengan demikian, suatu budaya hasil kelompok masyarakat tertentu akan dianggap lebih tinggi dan bahkan mungkin lebih diinginkan. Hal ini dilakukan agar kelompok masyarakat tertentu memiliki derajat atau tingkatan yang lebih baik. Nilai selalu berhubungan dengan hal yang baik dan buruk, karena nilai berkaitan dengan keyakinan yang dimiliki

(20)

98

individu, maka hal itu akan terkait pula dengan bagaimana individu mengadopsi nilai. Dengan demikian, antara individu yang satu dengan individu yang lain dapat mempunyai perbedaan walau mereka berasal dari latar belakang budaya yang sama.17 Dalam konteks kehidupan masyarakat Desa Soakonora yang hidup berdasarkan budaya, prinsip yang terkandung dalam Ino fo makati nyinga merupakan bentuk dari landasan kehidupan masyarakat bagaimana hidup, bersikap sebagai individu yang hidup dalam keharmonisan. Karena nilai-nilai yang hidup dalam Ino fo makati nyinga merupakan sebuah tata cara kehidupan bagaimana masyarakat terlebih khusus individu menjalani kehidupan.

Sejak awal, Ino fo makati nyinga merupakan sebuah bentuk keuniversalan nilai yang dibuat agar masyarakat yang hidup dan melakukannya sebagai tata aturan yang sarat nilai. dan bisa mengerti dan memahami tentang kehidupan yang menekankan kehidupan yang harmonis meskipun dalam berbagai budaya yang berbeda. Budaya menyiratkan suatu cara hidup, yang sudah berakar dalam masyarakat yang mereka tidak sadari asumsi mereka tentang diri mereka sendiri dan orang lain. Peran dari Ino fo makati nyinga sangat dibutuhkan untuk mampu melihat dan membangun pola kehidupan masyarakat yang hilang sebagai budaya yang bersifat sebagai roh kehidupan masyarakat secara otomatis dalam permasalahan yang terjadi antara sebuah komunitas yang sudah hidup bersama, Hal ini sama dengan yang diungkapkan Krauss, spiritual dilihat sebagai energi yang menggerakan, energi kehidupan, yang membuat manusia dapat hidup, bernapas, dan bergerak termasuk pikiran, perasaan, tindakan dan karakter kita pada tataran konseptual.18 Kenapa sama dengan Krauss, ketika manusia mengadopsi nilai-nilai budaya, di sini manusia berusaha mencari jati dirinya dalam hal bagaimana mengelola kepribadiannya. Artinya masyarakat memakai budaya sebagai cara menemukan dan mengelola kepribadiannya. Dia harus paham betul apakah dalam dirinya dia sudah memiliki hal-hal yang sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam budayanya atau tidak

17 Sulistyarini, Mohammad jauhar, Dasar-Dasar Konseling..,265 18 Krauss dalam. Engel, Konseling Pastoral…, 11

(21)

99

baru setelah itu dia membangun hubungan dengan orang lain hal ini dapat dilihat apakah dirinya bisa bermanfaat bagi orang lain. Dalam konteks masyarakat Halmahera Barat khususnya masyarakat Soakonora, Ino fo makati nyinga sebagai dasar hidup yang melekat dan terdiri dari nilai-nilai yang bermakna untuk kehidupan masyarakat. Tidak hanya bagi masyarakat itu sendiri tapi masyarakat diluar atau pendatang yang sudah hidup bersama-sam sebagai satu komunitas.

Berdasarkan asal-usul dan pemaknaan tentang Ino fo makati nyinga dan konsep tentang keadilan sosial, maka dapat disimpulkan bahwa kedua pemahaman ini memiliki pandangan yang sama yaitu mengelola identitas individu dalam menentang ketidakadilan dalam konteks perbedaan. Melalui peran Ino fo makati nyinga dan konseling social justice, masyarakat diberdayakan dalam menyelesaikan permasalahan-permaslahan berkaitan dengan keadilan untuk menciptakan kehidupan yang harmonis baik interpersonal maupun intrapersonal. Dari kesamaan ini maka konseling social justice memakai budaya sebagai bagian yang terkait berkaitan penggalian identitas masyarakat untuk menemukan dan menyelesaikan permasalahan berkaitan dengan hubungan sebagai masyarakat yang plural.

Berdasarkan pola pemahaman melalui asal-usul dan pemaknaan Ino fo makati nyinga

dan juga tujuan dan analisis konseling social justice maka ditarik beberapa hal sebagai bentuk peran dari konseling Ino fo makati nyinga dalam mengatasi permasalahan-permaslahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat desa Soakonora yaitu :

1. Sebagai Pengingat Budaya

Peran Ino fo makati nyinga sebagai pengingat akan kebudayaan berarti masyarakat disadarkan kembali tentang sistem kekerabatan yang sudah terbentuk dan menjadi dasar pijakan masyarakat yang dibentuk melalui budaya. Permasalahan yang terjadi dalam realitas kehidupan masyarakat Soakonora menyebabkan masyarakat tidak lagi memandang hubungan

(22)

100

antara masyarakat terkait dengan perbedaan budaya sebagai suatu hubungan yang saling terkait satu dengan yang lain. Masyarakat Desa Soakonora yang terdiri dari masyarakat yang berbeda budaya sering berkonflik karena tidak lagi hidup sebagai kesatuan masyarakat tapi lebih kepada hubungan dengan budaya yang sama tanpa memperdulikan masyarakat dengan budaya yang lain sehingga berdampak pada kehidupan masyarakat desa Soakonora. Masyarakat desa Soakonora tidak lagi membentuk kehidupan yang saling bersatu dalam perbedaan di tambah lagi dengan masalaah kecemburuan sosial yang diakibatkan karena masyarakat merasa bahwa tidak ada pemerataan dalam segi pemenuhan kesetaraan secara sosial. Ada yang diuntungkan dan dirugikan,

Dalam Konseling menurut Cavanagh adalah bagaimana bentuk menghadapi kenyataan. Konseling adalah kesempatan untuk menangani realitas secara lebih efektif. Konseli yang masuk dalam proses konseling tidak hanya bersembunyi dari realitas dan memanipulasi realitas untuk mengurangi kecemasan tetapi mereka seringkali bisa membutuhkan dukungan orang lain untuk membantu mereka menghadapi kenyataan.19 Dalam hal ini karena masyarakat desa Soakonora mengalami krisis kepercayaan. Prasangka terhadap yang lain berdampak pada kehidupan keseharian masyarakat desa Soakonora bagaimana masyarakat menghadapi realitas hidup. Masalah kecemburuan sosial merupakan bentuk permasalahan ketika satu pihak merasa tidak mendapatkan perlakuan yang setara dengan pihak lain sehingga terjadi konflik yang satu pihak lebih diutamakan daripada yang lain.

Oleh karena itu diperlukan cara yang dapat menyelesaikan masalah kesatuan hati dan kecemburuan sosial dalam kehidupan masyarakat Desa Soakonora. itu,. Hak berfokus pada apa yang dipercaya bahwa masyarakat sebagai satu komunitas harus menyediakannya sebagai bagian dari menjadi anggota di dalam masyarakat tersebut.20 dalam menangani permasalahan tentang kesatuan hati ini yaitu dengan pola makna dan nilai-nilai yang terkandung di dalam

19 Cavanagh dalam. Engel, Konseling Pastoral, 26-27

(23)

101

Ino fo makati nyinga sebagai landasan hidup bersama. Ino fo makati nyinga memiliki peran menjaga hubungan masyarakat tetap selalu bersama. ada kesamaan dalam penilaian terhadap setiap individu. Artinya masyarakat dibentuk memiliki peran dan pengakuan yang sama dalam sebuah komunitas. Berkaitan dengan itu, hal tersebut sesuai dengan salah satu fokus

social justice yaitu hak. Hak berfokus pada apa yang dipercaya bahwa masyarakat sebagai satu komunitas harus menyediakannya sebagai bagian dari menjadi anggota di dalam masyarakat tersebut.21

Ketidakadilan muncul karena pandangan yang berbeda dalam sebuah komunitas bersama dan ketidak samaan dalam memandang hak dalam komunitas. Dalam konteks masyarakat Soakonora yang terdiri dari masyarakat asli dan pendatang, masyarakat melalui

Ino fo makati nyinga sebagai landasan berfikir masyarakat sejak dahulu bahwa dalam komunitas masyarakat, setiap individu saling terkait satu dengan yang lain dan menjadi menjadi satu, tumbuh dan berkembang bersama, menjaga supaya tali silahturahmi tetap terjaga. dalam hal ini budaya dalam kehidupan setiap individu, maka setiap orang selalu menjadi bagian dari kebersamaan dan membentuk satu kesatuan hati tanpa membedakan latar belakang budaya karena bersifat mengikat kehidupan masyarakat. Berkaitan dengan hal tersebut, titik letak dasar analisa. Bagaimana membentuk pengembangan identitas manusia yang mengakui setiap perbedaan melalui budaya. Pengembangan identitas sosial bersifat dinamis, dalam setiap tahap perkembangan, karakteristik dan kualitas dibagi antara individu dalam kelompok sosial tertentu. Setiap tahap perkembangan identitas merupakan hasil refleksi bagaimana individu melihat diri mereka dalam kaitannya dengan dunia mereka dan juga dari pengalaman di luar dunia mereka.22 Perkembangan zaman juga mempengaruhi pemikiran masyarakat, sehingga melupakan nilai-nilai yang sudah tertanam sejak lama dalam kehidupan masyarakat desa Soakonora sehingga peran pengingat kebudayaan, melalui para

21 Llewellyn J. Cornelius dan Donna Harrington, A Social Justice …., 8

(24)

102

tokoh adat, penyampaian Ino fo makati nyinga sebagai bentuk agar dapat menciptakan hubungan yang lebih bermakna. Masyarakat diajak untuk saling bersatu hati sebagaimana kehidupan para leluhur yang bisa hidup berdampingan satu dengan yang lain menciptakan satu kesatuan hidup, masyarakat tidak akan bisa berkembang tanpa menghargai kebudayaan sebagai tolak ukur kehidupan masyarakat yang harmonis dalam hal pengakuan dalam segi pengalaman nilai-nilai yang sama yang dipunyai setiap orang dalam komunitas yang harmonis.

Ketika para tokoh-tokoh adat menyampaikan Ino fo makati nyinga kepada masyarakat, hal itu berarti pasti ada masalah yang terjadi sehingga dipakailah kalimat ini untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang ada dalam kehidupan masyarakat dan memperbaiki tingkah lakunya yang salah. Dalam hal ini peran ini tidak hanya dimiliki oleh tokoh adat tapi juga pemerintah sebagai orang yang memberikan nasihat. Nasihat yang disampaikan itu bertujuan untuk mengingatkan masyarakat bahwa ada hubungan timbal balik dalam kehidupan antara kehidupan masyarakat dan pemimpin yang dianggap mewakili setiap lapisan masyarakat sebagai bentuk menjujung tinggi kekuasaan adat sebagai bentuk pengaturan hidup.

2. Memperbaiki hubungan yang rusak

Ketika masyarakat berada pada titik dimana terjadi persoalan, masyarakat seringkali tidak bisa mengelola perilakunya untuk lebih mengedepankan nilai-nilai kehidupan. Hal ini yang terjadi pada kehidupan masyarakat Soakonora. Masyarakat desa Soakonora kadang mudah terpengaruh terkait dengan stigma negatif yang bermula dari prasangka. Masyarakat yang semula sadar dan mengerti tentang makna kehidupan bersama, mengalami sebuah perubahan terkait kepercayaan terhadap masyarakat dalam hal ini yang tidak sesuai dengan yang sudah tertanam dalam diri mereka, sehingga dapat menyebabkan konflik antar masyarakat sehiungga menyebabkan terganggunya hubungan dengan orang lain. Tidak ada

(25)

103

lagi rasa kedamaian, yang ada hanya rasa ketakutan dalam diri bahkan untuk menjalin hubungan seakan- akan hanya sebatas pemahaman saja tidak ada lagi rasa simpati. Meskipun sudah pulih dari luka-luka konflik yang terjadi, tapi masyarakat masih menutup diri dan tidak lagi terbuka terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat. Masyarakat ada pada situasi dimana prasangka yang buruk membuat hubungan yang semula baik-baik saja menjadi hubungan yang selalu dipenuhi rasa kecurigaan karena perasaan itulah yang membuat masyarakt mudah terpancing sehingga menyebabkan perselisihan. Oleh karena itu dibutuhkan suatu cara untuk menyatukan hubungan yang terjadi karena konflik menjadi harmonis kembali.

Terkait dengan hal ini konseling social justice melihat hal ini terkait manfaat yang berfokus pada bagaimana masyarakat melihat dan mengamati setiap kebebasan dalam pengeksploran diri apakah individu mampu mengembangkan dirinya.23 Kalau ditarik secara historis, Ino fo makati nyinga yang merupakan penggalan bentuk Dolo Bololo adalah bentuk pesan yang berkaitan dengan tata kehidupan masyarakat yang dilihat berada dalam situasi tidak saling berdamai satu dengan yang lain yang menyebabkan prasangka yang negatif. Ketika seseorang sudah berprasangka yang negatif, setiap realitas yang terjadi selalu dilihat bertentangan dengan kehidupannya. Masyarakat Soakonora dalam kenyataanya selalu memiliki prasangka seperti itu sehingga gampang dipengaruhi sehingga menyebabkan konflik antar masyarakat. Masyarakat rentan dan mudah terpancing sehingga masalah-masalah yang terjadi meskipun hanya sepele tapi selalu bisa menjadi masalah-masalah yang tidak bisa di cari jalan keluarnya karena prasangka yang sudah mengakar dalam kehidupan masyarakat setelah konflik. Sehingga masyarakat menjadi terpecah-pecah.

Para tokoh adat dan juga pemerintah melalui Ino fo makati nyinga mampu membangun kepercayaan diri masyarakat untuk mengelola keputusan yang dihasilkan secara

(26)

104

bersama juga demi kepentingan bersama. masyarakat juga bisa bertanggung jawab terhadap apa yang sudah diputuskan bersama Sebagai masyarakat yang hidup bersama maka keputusan yang dihasilkan harus merupakan tanggung jawab bersama demi memajukan kehidupan secara utuh.

Dalam konteks tersebut maka dapat dilihat bahwa masyarakat belum mampu mengelola kehidupannya terkaita dengan pemahaman manfaat dalam hal ini kegunaan hidupnya demi sebuh komunitas yang hidup bersama. sehingga dalam hal ini penyampaian

Ino fo makati nyinga para tokoh-tokoh adat tidak hanya membantu masyarakat menyelesaikan permasalahan dan memperbaiki hubungan tapi juga dalam segi manfaat mampu menciptakan individu yang bisa mengedepankan dan mengenali dirinya sebagai bagian yang memiliki peran yang sama satu sama lain dalam menciptakan kehidupan yang lebih baik dalam hal ini menurut Sue tahapan ini masuk pada dimensi identitas kelompok yangmengacu pada pengalaman bersama yang dimiliki orang sebagai akibat dari menjadi anggota kelompok sosial. Sebagai manusia, kita semua adalah anggota ras, jenis kelamain, orientasi seksual, religious dan kemampuan kelompok sosial. Sebagai anggota kelompok, kita berbagi hal-hal tertentu, seperti bahasa atau identitas kelompok, yang membentuk pengalaman kehidupan. 24

Melalui Ino fo makati nyinga para Tua-tua adat melakukan konseling dengan tujuan untuk menyadarkan orang yang bermasalah sebagai kunci untuk menciptakan kedamaian dan dan keadilan. Bagi Tua-tua adat, i ira ua, ngone fo ma gulaha “Dunia ini tidak selalu buruk, yang buruk adalah perilaku manusia itu sendiri” adalah untuk mengajari bahwa manusialah yang menentukan kehidupan di dunia ini baik atau buruk melalui tindakannya jadi untuk menciptakan dunia yang baik, maka manusia harus selalu bersikap baik sehingga tercipta hubungan yang saling memiliki satu sama lain. peran Ino fo makati nyinga sebagai solusi

(27)

105

berkaitan dengan memperbaiki hubungan yang tidak lagi menyatu, dalam menyampaikan Ino fo makati nyinga baik dalam pertemuan antara para tokoh adat, pemerintah dan masyarakat.

Ketika penyampaian pesan ini dilakukan, masyarakat bisa cepat-cepat menyadarinya. Dalam pertemuan dengan tokoh-tokoh adat, Masyarakat diajak untuk mengubah pola pikir bahwa Pertentangan, prasangka tidak menghasilkan apa-apa yang ada hanya meninggalkan luka batin dan kerugian yang tidak membuat rasa tenang tapi kesatuan hati. Peranan Ino fo makati nyinga bagi masyarakat Soakonora, masyarakat dirangkul sebagai satu bagian penting dan mengarahkan masyarakat untuk menumbuhkan rasa percaya ( Trust ) satu dengan yang lain, sehingga masyarakat secara sadar bisa saling melengkapi dalam kehidupan yang harmonis. Dalam menghubungkan atau memulihkan kembali hubungan yang pernah rusak karena prasangka sebagai salah satu masalah yang dialami oleh masyarakat Soakonora, maka para tokoh adat dan seluruh lapisan masyarakat untuk memiliki kesadaran sebagai mahluk sosial yang saling membutuhkan satu dengan yang lain demi terciptanya hubungan yang erat antar anggota masyarakat.

3. Pendidikan Budaya

Dalam peran sebagai upaya pendidikan di sini, masyarakat dibentuk untuk semakin menumbuhkan pemikiran tentang nilai-nilai yang ada dalam Ino fo makati nyinga kepada masyarakat, Penelitian mengidentifikasi ada perbedaan antara adaptasi psikologis dan sosikultural. Adaptasi psikologis mengacu pada hasil psikologis internal, yaitu rasa identitas pribadi dan budaya, kesehatan mental dan pencapaian kepuasan pribadi dalam hidup dan bekerja dalam konteks budaya yang baru; sedangkan adaptasi sosiokultural mengacu pada hasil psikologis eksternal yang menghubungkan individu dengan kehidupan yang baru, termasuk kemampuan mereka menghadapi masalah sehari-hari.25

(28)

106

Berkaitan dengan hal ini sebagai bentuk pendidikan budaya Ino fo makati nyinga

membuat masyarakat sebagai satu komunitas menyadari dan memahami bahwa aspek budaya merupakan bagian terpenting dalam kehidupan masyarakat dalam memebntuk hubungan yang baik dalam masyarakat. Artinya, bagi masyarakat dengan budaya yang berbeda saling melengkapi sebagai satu bagian kehidupan. Dalam hubungan sebagai mahluk sosial, individu terlebih dahulu menyadari bahwa hubungan yang harmonis tidak akan terwujud jika sebagai individu belum bisa mengatasi atau mengelola pribadinya. Sebagai peran pengelolaan diri dari Ino fo makati nyinga individu harus menjadi pribadi yang tidak hanya menjalin hubungan dengan orang lain tapi juga bagaimana bentuk pengelolaan emosional dalam dirinya. Masyarakat sebagai individu membentuk kepribadian yang berpengaruh terhadap perilaku. Individu dalam hal ini kurang peka dalam melihat pengelolaan dirinya karena tidak bisa mengelola kepribadiannya akhirnya berujung pada konflik dapat merusak semua hubungan antara aspek-aspek kehidupan yakni hubungan individu dengan individu menjadi rusak, hubungan individu dengan kelompok menjadi rusak, hubungan kelompok dengan kelompok menjadi rusak, terkait dengan penghargaan sosial, dan keutuhan bersama. masyarakat diarahkan untuk dapat mengembangkan dirinya dan mengenakan budaya sebagai sesuatu yang akan terus dipakai dan digunakan dalam kehidupan dari generasi ke generasi.

Tokoh adat sangat berperan penting dalam hubungannya dengan pemberdayaan diri, artinya dalam peran sebagai pendidikan, masyarakat diberdayakan mampu menemukan kelemahan dan kelebihan dalam dirinya, membantu individu bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri sehingga bisa bermanfaat bagi orang lain. Dalam proses konseling social justice, baik konselor maupun klien secara aktif terlibat dalam proses mengeksplorasi dan mendapatkan pengetahuan tentang bagaimana struktur sosial mempengaruhi perkembangan klien. Proses ini menyebabkan konselor dan klien mempertimbangkan apakah intervensi

(29)

107

harus dipusatkan Pada perubahan individu atau perubahan tingkat sistem.26 Dalam rangka pemberdayaan diri masyarakat, ada proses intervensi dari tokoh adat dalam hal pengenalan fungsi dan makna hidup masyarakat terkait dengan kebutuhan hidup jadi terjadi perubahan pada sistem individu dalam melihat dan ikut berbagi pengalaman yang sama sebagai bentuk pendidikan moral agar masyarakat bisa lebih bisa mengenali dan memahami dirinya dalam rangka pemenuhan sikap hidup yang lebih baik.

4.4 Proses Akulturasi dalam Ino Fo Makati Nyinga

Permasalahan-permasalahan yang timbul dalam kehidupan masyarakat Soakonora di picu dari konflik 1999-2002. Masyarakat mengalami perubahan cara berfikir terkait dengan hubungan antar budaya yang ada. Hal ini berpengaruh pada pola ketidakadilan terkait cara pandang terhadap budaya sehingga harus dicari solusi yang tepat untuk dapat menyelesaikan masalah-masalah yang timbul. Permasalahan-permasalahan terkait ketidakadilan tidak akan pernah bisa diselesaikan apabila masyarakat tidak diberdayakan. Menurut Ibrahim, Kunci untuk memahami banyak identitas dalam masyarakat yang beragam secara budaya adalah dengan memahami tingkat akulturasi klien terhadap budaya mainstream, seiring dengan identitas budaya, identitas etnik, dan worldview.27

Dari pemahaman di atas terkait dengan kehidupan masyarakat Soakonora juga karena terbentur tentang pemahaman bahwa ketika dalam komunitas yang baru maka masyarakat pendatang khususnya harus melepaskan identitas dirinya. Tapi sebenarnya proses akulturasi adalah bagian dimana proses adaptasi nilai-nilai universal sebagai bagian dari menjaga keseimbangan hidup. keterlibatan masyarakat untuk lebih memahami budaya sebagai bagian dari penyatuan yang menjadi sorotan.bagaimana kebutuhan setiap individu dalam masyarakat diberdayakan bisa terwujud.

26 Manivong J. Ratts, Paul B Pedersen, Counseling…,28 27 Farah A. Ibrahim dan Jiana R. Heuer, Cultural…,79

(30)

108

Proses akulturasi bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan terkait dengan ketidakadilan dalam konteks perbedaan budaya, bagaimana membangun kepercayaan dalam hubungan dengan pembangunan identitas sosial sebagai satu kesatuan masyarakat. Menurut Berry terkait dengan proses adaptasi, antara adaptasi psikologis dan sosikultural. Adaptasi psikologis mengacu pada hasil psikologis internal, yaitu rasa identitas pribadi dan budaya, kesehatan mental dan pencapaian kepuasan pribadi dalam hidup dan bekerja dalam konteks budaya yang baru; sedangkan adaptasi sosiokultural mengacu pada hasil psikologis eksternal yang menghubungkan individu dengan kehidupan yang baru, termasuk kemampuan mereka menghadapi masalah sehari-hari.28 Bagi masyarakat Pendatang dalam masyarakat Soakonora, kedua adaptasi ini menentukan bagaimana masyarakat bisa bersosialisasi dengan lingkungan yang baru. bagaimana kehidupan yang baru ini ikut menjadi bagian dalam kehidupan mereka sebagai bagian dari kehidupan masyarakat dan bagaimana mereka membangun hubungan dengan lingkungan dimana mereka tinggal.

Ketiga peran Ino fo makati nyinga, dapat diklasifikasikan dalam dua pendekatan akulturasi yang dikemukakan Green at.al, yaitu pendekatan individualisme dan kolektivisme. Pendekatan individualisme ditemukan pada peran ketiga dimana bentuk pengelolaan diri individu, bagaimana individu dalam proses akulturasi menekankan pada pengelolaan kepribadian, memberdayakan dirinya dalam melihat keberagaman sebagai kehidupan yang setara. Individualisme dikaitkan dengan karakteristik berikut; kemandirian, otonomi, prestasi dan persaingan,29

Pendekatan kolektivisme ada pada peranan pertama dan kedua yang mana proses akulturasi terjadi pada tahap masyarakat sebagai komunitas, bagaimana membangun hubungan yang saling mmembutuhkan sebagai satu kesatuan. Proses akulturasi yang ditekankan disini bagaimana masyarakat baik pendatang maupun melalui Ino fo makati

28 Farah A. Ibrahim dan Jiana R. Heuer, Cultural..,126

(31)

109

nyinga di ajak menjadi bagian dari kehidupan masyarakat yang ada dalam keragaman budaya sebagai bentuk saling menjaga keharmonisan terkait kebutuhan dan hak yang setara tanpa membeda-bedakan antar budaya untuk menciptakan prinsip keadilan sosial bagi masyarakat Soakonora.

4.5 Rangkuman

Berdasarkan hasil pembahasan di atas, maka dirangkum beberapa hal yang merupakan inti dari pembahasan ini yaitu :

1. Asal- usul Ino fo makati nyinga berasal dari landasan filosofis Jou Se Ngofangare

2. pemaknaan Ino fo makati nyinga yaitu Roh atau energi kehidupan masyarakat, yang berakar dari Tri potensi ( Cipta, Rasa, Karsa,) berada pada tatanan Pikiran, Perasaan ( emosional), dan diwujudkan dalam Perilaku.yang menghasilkan nilai-nilai Spiritual.

3. Ino fo makati nyinga sebagai Konseling social justice menggunakan budaya Ternate dan menjadi bagian kehidupan masyarakat desa Soakonora dalam perannnya bekerja sebagai cara untuk membantu memberdayakan individu sebagai bentuk keadilan sosial bagi masyarakat

Referensi

Dokumen terkait

This study aims to find translation procedures from source language (English) to target language (Indonesian) used in translating the Eclipse novel which have

[r]

Hasil penelitian didapatkan bahwa: (1) hasil belajar pembelajaran POE melalui laboratorium riil lebih tinggi daripada laboratorium virtuil, baik aspek kognitif, psikomotor,

[r]

[r]

1) Kapasitas Pembayaran ( Capacity ) yaitu kemampuan yang dimiliki oleh calon nasabah dalam mengembalikan atau melunasi pembiayaan yang telah dilakukan secara tepat

Hasil dari penelitian menyimpulkan (1) dalam proses perencanaan komponen yang terlibat antara lain Kepala Sekolah sebagai penanggung jawab, Bendahara sekolah, dewan guru,

Untuk meningkatkan hard skills dan soft skills salah satu cara yang dilakukan sekretaris profesional adalah dapat menguasai keterampilan dalam berkomunikasi,