• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tinggi dapat tumbuh dengan baik terhadap pada salinitas antara ppt.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. tinggi dapat tumbuh dengan baik terhadap pada salinitas antara ppt."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Karakteristik Diatom Nitzchia sp

Diatom Nitzchia sp. merupakan spesies diatom yang memiliki toleransi tinggi dapat tumbuh dengan baik terhadap pada salinitas antara 25-35 ppt. Populasi diatom Nitzchia sp. tumbuh subur diperairan pada kondisi pantai yang banyak ditumbuhi pohon bakau, serta cenderung subur pertumbuhannya dengan adanya intensitas sinar matahari yang cukup. Tidak semua perairan cocok dijadikan habitat bagi diatom Nitzchia sp. Chumaedi, et al. (1990) dalam Syafara, ( 1995) mengemukakan bahwa kondisi di alam untuk pertumbuhan diatom keberadaannya sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik, kimia dan biologi perairan, dikarenakan produktifitas fitoplankton dipengaruhi jumlah garam yang tetap, kualitatif maupun kuantitatif, dan faktor-faktor lain seperti sinar matahari dan temperatur. Berdasarkan faktor-faktor yang menentukan banyak atau sedikitnya fitoplankton, maka perairan dapat digolongkan menjadi eutroph, mesotroph dan oligotroph, yang masing-masing berarti subur, setengah subur, dan tidak subur.

Diatom Nitzchia sp. merupakan bagian dari galur mikroalga yang merupakan biakan atau monokultur satu spesies yang telah dipisahkan dan dimurnikan dari suatu populasi fitoplankton dan hasil biakan tersebut dapat digunakan sebagai bahan pakan hidup dan lain-lain keperluan misalnya digunakan sebagai makanan tambahan, bahan obat, biota uji dalam uji toksisitas, pengolahan limbah dan lain-lain (Guillard, 1983). Adapun yang termasuk kelompok dalam galur mikroalga diatom diantaranya Skeletonema coastatum, Chaetoceros

(2)

calcitrans, Chaetoceros ceratosporum, Chaetoceros glacilis, Chaetoceros simplex, Phaedachtylum sp., Cyclotella sp., Nitzchia sp., dan Navicula sp. Dalam pemanfaatannya untuk mendapatkan biomassa yang diperlukan, bahan biakan mikroalga harus dilakukan kultur.

2.2 Kultur Diatom Skala Laboratoriaum

Kultur diatom skala laboratorium dibutuhkan pengaturan kondisi lingkungan ruangan atau tempat yang terkondisi dengan baik dan memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, diantaranya pengaturan suhu ruang dengan pengaturan pencahayaan dan sterilisasi peralatan yang dipakai untuk kegiatan kultur. Pengaturan suhu ruang atau tempat agar stabil maka senantiasa ruangan kultur diupayakan dilengkapi dengan AC (Air Conditioner) agar suhu ruangan selalu terkendali dan ruangan terisolasi dengan lingkugan luar, sebagai sumber cahaya saat berlangsungnya fotosintetis digunakan lampu neon TL dengan intensitas cahaya 2000-8000 lux. Aerasi (udara ) digunakan Hi-blower dan dilengkapi dengan saringan untuk memperkecil terjadinya kontaminasi (Anjar, et al., 2002).

2.3 Media Pertumbuhan

Media pertumbuhan mikroalga dipergunakan air laut yang diperkaya dengan penambahan nutrisi. Air laut sebenarnya mengandung berbagai elemen yang diperlukan dalam jumlah yang sedikit maka diperlukan nutrisi atau unsur-unsur makro dan mikro untuk ditambahkan ke dalam media. Adapun unsur makro yang diperlukan secara langsung maupun tidak langsung dalam pembentukan sel adalah C, H, O, N, P, S, K, Mg dan unsur-unsur mikro yang juga dibutuhkan tetapi dalam

(3)

jumlah kadar sangat rendah karena hanya berfungsi sebagai katalisator, bahan– bahan kimia seperti Fe, Mn, Cu, Zn, Mo, V, B, Cl, Co, Ca, Si, dan Na hanya dimanfaatkan dalam fungsi khusus atau regulasi osmotik. Guillard (1983), mengungkapkan bahwa F medium sudah biasa dipergunakan secara umum terhadap mikroalga dan dapat tumbuh baik walaupun sering terjadi endapan kompleks karena F medium mengandung unsur besi ( Fe) terlalu banyak.

Suriawiria (1985), menjelaskan tidak semua bahan yang tersedia secara langsung dapat diserap dan digunakan oleh sel. Ada beberapa syarat yang diperlukan diantaranya bentuk,sifat, konsentrasi bahan, enzim, dan lingkungan yang menyertainya.

Air laut merupakan pelarut media pembiakan dan sebelum digunakan terlebih dahulu air laut harus dibebaskan dari mikroorganisme yang lain dengan cara penyaringan hingga 47 mikron dengan filter dari fiberglas ( Whatman GF/C atau Gelman A/E ) dan dibantu dengan pompa vakum dengan tekanan hisap tidak lebih dari 30 cm Hg.

2.4 Komposisi Nutrisi

Adapun unsur-unsur nutrisi makro dan mikro yang diperlukan secara langsung maupun tidak langsung dalam pembentukan sel seperti halnya pada tanaman tingkat tinggi, kebutuhan hidup mikroalga juga memerlukan unsur hara mikro, walaupun yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit, namun keberadaannya sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan mikroalga (Suriawira, 1986).

(4)

a. Nitrogen

Unsur N merupakan komponen utama dari protein sel, yang merupakan bagian dasar kehidupan organisme. Nitrogen yang dibutuhkan untuk media tumbuh terdiri dari KNO3, NaNO3, NH4CI, (NH2)2CO (urea)

dan lain – lain.

b. Fosfor (P)

Unsur P sangat dibutuhkan dalam proses protoplasma dan inti sel . Fosfor juga merupakan bahan dasar pembentuk asam nukleat, fosfolifida, enzim, dan vitamin. Dengan demikian fosfor sangat berperan nyata dalam semua aktivitas kehidupan fitoplankton. Fosfor yang digunakan untuk media tumbuh fitoplankton berasal dari KH2PO4, NaH2PO4, Ca3PO4 (TSP) dan

lain-lain. Menurut Dwidjoseputro (1986), unsur P dibutuhkan untuk pembentukan pospolipida dan nukleoprotein. Posporilasi dalam fotosintesis juga banyak melibatkan unsur P untuk pembentukan senyawa berenergi tinggi.

c. Besi (Fe)

Unsur Fe berperan penting dalam pembentukan kloroplas dan merupakan komponen esensial dalam proses oksidasi. Unsur Fe merupakan bahan dasar sitokrom, heme, nonheme protein, serta kofaktor untuk beberapa enzim. Pada media tumbuh alga komponen Fe dapat diperoleh dari FeCl3. FeSO4 dan FeCaH5O7.

(5)

d. Kalium (K)

Unsur K selain berperan dalam pembentukan protoplasma juga berperan penting dalam kegiatan metabolisme dan aktivitas lainnya Kurniastuty dan Julinasari (1995). Menurut Suriawiria (1985), fungsi kalium adalah salah satu kation anorganik utama di dalam sel dan kofaktor untuk beberapa koenzim. Unsur K dapat diperoleh dari KCL, KNO3, dan KH2PO4.

Unsur K secara melimpah dalam air laut , dengan demikian penggunaan unsur K sangat dibutuhkan dalam media tumbuh.

e. Magnesium(Mg)

Unsur Mg merupakan kation sel yang utama sebagai bahan dasar klorofil. Kofaktor anorganik untuk reaksi enzimatik berfungsi untuk penyatuan substrat dan enzim.

f. Sulfur (S)

Unsur S juga merupakan salah satu elemen penting yang dibutuhkan dalam pembentukan protein. Unsur S untuk media tumbuh alga dapat diperoleh dari NH4SO4(ZA), CuSO4.

g. Kalsium (Ca)

Unsur Ca berperan dalam penyelarasan dan pengaturan aktifitas protoplasma dan kandungan PH di dalam sel, Sumber unsur Ca antara lain CaCl2 dan Ca(NO3)2.

(6)

2.4.1 Syarat Kandungan Nutrisi pada Pakan

Kandungan zat gizi pakan alami berupa protein, lemak dan karbohidrat sangat menentukan pertumbuhan bagi larva abalone yang dipelihara. Sumber nutrisi satu jenis fitoplankton juga sangat bervariasi, sebab sangat dipengaruhi oleh zat hara, kondisi lingkungan diantaranya intensitas cahaya, lama pencahayaan, suhu dan lain – lain.

Protein mempunyai peran penting untuk mempertahankan fungsi jaringan secara normal yaitu perawatan jaringan tubuh, mengganti sel yang rusak dan pembentukan sel baru, sehingga protein sangat mempengaruhi pertumbuhan larva abalone. Protein dapat dikatabolisme untuk menghasilkan energi, pembentukan hormon, enzim dan berbagai substansi biologis seperi antibodi dan hemoglobin. Isnansetyo & Kurniastuty (1995), mengatakan bahwa kebutuhan protein larva ikan secara umum lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhan ikan yang mempunyai umur atau tingkatan hidup yang lebih tinggi.

Menurut Djajasewaka (1985), yang dimaksud pengetahuan nutrisi ikan adalah pengetahuan mengenai pemberian pakan ikan berdasarkan zat-zat gizi yang dikandungnya. Pada dasarnya zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh ikan dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu:

a. Kelompok yang Menghasilkan Energi

Tiga komponen zat gizi yang dapat menghasilkan energi yaitu protein, lemak, dan karbohidrat. Ketiga komonen ini disebut komponen makro (macro component). Efisiensi energi pakan dalam budidaya

(7)

dianggap baik apabila berkisar antara 25-40 %, artinya untuk memperoleh energi dalam pakan sebesar 250-400 kkal. Hal ini berarti energi dalam pakan selebihnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup (cost of living).

b. Kelompok yang tidak Menghasilkan Energi

Komponen pakan yang tidak menghasilkan energi adalah vitamin dan mineral. Kedua komponen ini berperan dalam mempertahankan kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Komponen tersebut merupakan komponen mikro karena dibutuhkan dalam jumlah kecil. Senyawa-senyawa yang dibutuhkan/digunakan dalam memenuhi kebutuhan hidup (cost of living) bagi larva abalone diantaranya adalah:

1. Protein

Protein adalah senyawa organik yang terbentuk dari rangkaian asam amino yang berikatan sesamanya melalui ikatan peptida dan ikatan silang antara ikatan sulfhidril, ikatan hidrogen, dan ikatan van der waal. Protein terdiri dari ratusan bahkan ribuan dari suatu polimer heterogen. Molekul asam amino yaitu komponen terkecil yang menyusun protein selalu mengandung unsur karbon (50-55%), hidrogen (5-7%), oksigen (20-25%), dan nitrogen (15-18%). Beberapa protein mengandung unsur fosfor (P), belerang (S), atau besi (Fe).

Fungsi utama protein di dalam tubuh adalah untuk:

a) Sumber energi terutama apabila komponen lemak karbohidrat yang terdapat di dalam pakan tidak mampu memenuhi kebutuhan energi.

(8)

b) Pertumbuhan maupun pembentukan jaringan tubuh. c) Berperan dalam perbaikan jaringan tubuh yang rusak

d) Merupakan komponen utama dalam pembentukan enzim, hormon, dan antibodi

e) Pembentukan gamet

f) Proses osmo-regulasi di dalam tubuh

Jumlah protein yang dibutuhkan untuk pertumbuhan optimal tergantung dari keberadaan sumber energi non protein dalam pakan. Rendahnya ketersediaan non protein dalam pakan menyebabkan sebagian protein dalam pakan dimetabolisme dan digunakan sebagai sumber energi. Dalam tubuh hewan air, protein dicerna atau dihidrolis untuk membebaskan asam amino agar dapat diserap dan didistribusikan oleh darah ke seluruh organ dan jaringan tubuh. Di dalam jaringan tubuh asam amino akan diubah kembali menjadi protein dan selanjutnya disimpan sebagai cadangan makanan dalam bentuk protein tubuh. Asam amino yang masuk ke dalam darah akan digunakan untuk memperbaiki jaringan yang rusak, meningkatkan protein tubuh (pertumbuhan) dan sumber energi (deaminasi asam amino ). Proses pencernakan protein dalam tubuh hewan air diperlihatkan seperti Gambar 2.1

(9)

Gambar 2.1. Proses Pencernaan Protein

Menurut Stifckney dan Lovell (1977), faktor yang mempengaruhi kebutuhan protein adalah ketercernakan protein, kualitas protein atau keseimbangan asam amino, level protein, suhu air, ukuran ikan, feeding rate, dan kandungan energi dalam pakan. Adapun penyebab pengaruh tersebut di atas adalah:

a. Suhu Air

Suhu air mempengaruhi proses metabolisme protein dalam tubuh hewan air (ikan) sehingga kebutuhan pakan meningkat. Ikan cenderung merespon pakan berkadar protein tinggi apabila dipelihara pada suhu yang relatif tinggi.

b. Ukuran Ikan

Hewan air/ikan ukuran kecil relatif membutuhkan protein lebih banyak dibandingkan dengan ikan berukuran besar karena laju pertumbuhan relatif lebih tinggi.

Protein

Asan Amino

Timbunan : Asam amino esensial asam amino non esensial

Protein tubuh

Saluran pencernaan

Darah

(10)

c. Jenis Ikan

Jenis ikan juga dapat mempengaruhi kebutuhan protein didalam pakan. Ikan karnivora membutuhkan protein lebih tinggi daripada ikan herbivora, sedangkan ikan omnivora berada diantara keduanya. Hal ini terjadi karena kadar protein optimal yang dibutuhkan sangat berbeda-beda pada beberapa species ikan.

2. Lemak

Lemak adalah senyawa organik yang mengandung unsur karbon (C), hidrogen (H) dan Oksigen (O) sebagai unsur utama, beberapa diantaranya ada yang mengadung nitrogen (N) atau Posfor (P). Secara umum lemak dan minyak (keduanya sering disebut lipida) merupakan sumber energi paling tinggi dalam pakan ikan. Perbedaan lemak dan minyak hanya pada titik cairnya (melting point). Lemak cenderung mempunyai titik cair lebih tinggi selain itu lemak memiliki rantai molekul lebih panjang dan bobot molekul lebih berat. Purba (1995), menyatakan kekurangan asam amino lemak esensial dalam makanan yang diberikan pada larva akan menyebabkan pertumbuhan yang lambat, menurunkan efisiensi ransum dan meningkatkan angka kematian.

Fungsi lemak pada kandungan pakan merupakan sumber energi utama pada ikan. Kemampuan lemak untuk menghasilkan energi jauh lebih besar di bandingkan protein dan karbohidrat. Peranan lemak sebagai sumber energi menempati kedudukan kedua setelah protein. Adapun proses pencernaan lemak dapat dilihat pada Gambar 2.2.

(11)

Gambar. 2.2. Proses pencernaan Lemak. 2.5 Faktor Lingkungan

Pertumbuhan suatu jenis fitoplankton sangat erat kaitannya dengan ketersediaan hara makro dan mikro serta diperngaruhi oleh kondisi lingkungan didalam media kultur. Faktor – faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan fitoplankton diantaranya :

- Cahaya ( penyinaran )

Fitoplankton merupakan organisme autotrop yang mampu membentuk senyawa organik melalui proses fotosintesis. Dengan demikian cahaya mutlak diperlukan sebagai sumber energi. Proses fotosintesis pada fitoplankton dapat ditulis dalam persamaan reaksi sebagai berikut :

nCO2 + 2nH2O  n (CH2O) + nO2+ nH2O

H2O bertindak sebagai donor hidrogen, sedangkan n (CH2O) adalah

karbohidrat. Proses ini memerlukan energi yang diperoleh dari penyerapan cahaya oleh pigmen-pigmen fotosintesis. Dalam laboratorium cahaya matahari dapat

Lemak

Asan Lemak

Timbunan : Asam Lemak

Lemak didalam tubuh

Usus Halus

Darah

(12)

diganti dengan sinar lampu TL. Dengan intensitas cahaya antara 5000 – 10.000 lux. Intensitas cahaya adalah jumlah cahaya yang mengenai satu satuan permukaan. Satuannya adalah foot-candle atau lux. Kisaran intensitas cahaya bagi pertumbuhan fitoplankton adalah 2000 – 8000 lux.

- S u h u

Suhu secara langsung mempengaruhi efisiensi fotosintesis dan merupakan faktor yang menentukan dalam pertumbuhan fitoplankton. Umumnya kondisi skala laboratorium, perubahan suhu air dipengaruhi oleh temperatur ruangan dan intensitas cahaya. Sedangkan untuk skala massal yang dilakukan di luar, suhu sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Suriawiria (1985), menjelaskan dalam reaksi kimia kenaikan temperatur akan menaikkan kecepatan reaksi. Biasanya setiap kenaikan 10oC dapat mempercepat reaksi 2-3 kali lipat. Dalam proses metabolisme terjadi suatu rangkaian reaksi kimia maka kenaikan suhu sampai batas nilai tertentu, dapat mempercepat proses metabolisme, tetapi temperatur tinggi yang melebihi temperatur maksimum akan menyebabkan denaturasi protein dan enzim yang akan menyebabkan terhentinya proses metabolisme dalam sel.

Dwidjoseputra (1986), menambahkan temperatur tinggi (40oC) sudah dapat menonaktifkan bahkan mematikan enzim. Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan fitoplankton umumnya adalah 25oC – 32oC.

(13)

- pH ( Derajat keasaman )

Sel pada umumnya, termasuk Pitoplankton sangat peka terhadap derajat keasaman cairan yang mengelilinginya. Batas pH untuk pertumbuhan jasad merupakan suatu gambaran dari batas pH bagi kegiatan enzim (Suriawiria., 1985). Selanjutnya dijelaskan oleh Dwidjoseputra (1986) Ion H+ sangat berpengaruh terhadap kegiatan enzim. Jika suatu enzim menunjukkan kegiatannya pada pH tertentu kenaikan atau penurunan pH dapat menyebabkan kegiatan enzim itu berubah. Pada pH tertentu suatu enzim mengubah substrat menjadi hasil akhir, maka perubahan pH membalik aktifitas enzim dengan merubah hasil akhir kembali menjadi substrat. Umumnya pitoplankton dapat tumbuh baik pada kisaran pH optimum 8,0 – 8,8.

- Kandungan CO2 bebas

Tersedianya CO2 didalam media kultur merupakan faktor penting untuk Pitoplankton, karena secara langsung dipakai sebagai bahan untuk membentuk molekul – molekul organik melalui proses Fotosisntesis. Suplai CO2 bebas

kedalam media tumbuh biasanya dilakukan dengan pemberian aerasi melalui Blower sekaligus untuk meratakan sebaran nutrisi yang ada.

- Salinitas

Sebagai organisme yang hidup di dalam air, salinitas merupakan salah satu faktor pembatas bagi pertumbuhan dan perkembangan Pitoplankton. Fluktuasi salinitas secara langsung menyebabkan perubahan tekanan osmose didalam sel Pitoplankton. Salinitas yang terlampau tinggi atau sangat rendah menyebabkan tekanan osmosis di dalam sel menjadi lebih rendah atau lebih tinggi, sehingga

(14)

aktifitas sel menjadi terganggu, hal ini mempengaruhi sitoplasma sel dan menurunkan kegiatan enzim di dalam sel. Umumnya Pitoplankton air laut hidup normal pada salinitas optimum 25 – 35 ppm.

2.6 Pemijahan Telur ( Trochophore ) Abalone

Penanganan setelah pemijahan dapat dilakukan dengan cara memanen telur ( trochophore ). Kegiatan ini dilakukan pada saat induk betina abalone sudah terlihat memijah yaitu telur yang telah dibuahi dilakukan penyiponan dengan menggunakan selang ukuran 0,5 – 0,75 inci, kemudian ditampung dalam stoples yang dilengkapi saringan ukuran 10 m ( diameter telur berkisar 100 – 120 m ). Pemanenan trochophore umumnya dilakukan pada pagi hari. Cara pemanenan Trochophore yaitu dikumpulkan dengan menggunakan Plankton net ukuran saringan 60 m, diambil dengan gayung (diusahakan trochophore tetap dalam air atau saringan terendam air) selanjutnya dibilas dan dikumpulkan dalam stoples. Trochophore yang sudah terkumpul selanjutnya dapat dihitung secara sampling dan siap ditebar. Trochophore dapat dilihat tanpa bantuan mikroskop, berbentuk bintik berwarna hijau, bergerak naik turun sambil berputar-putar.

Trochophore akan berkembang sebagai larva bersifat Planktonis memanfaatkan cadangan makanan (yolk sack) dan menyerap nutrisi dari lingkungannya hingga habis pada hari ke 4 - 5. Setelah yolk sack habis maka larva abalone mencari substrat untuk menempel (settement) dan memulai memakan diatom yang melekat pada substrat. Pada minggu pertama merupakan masa kritis (mortalitas tinggi) dalam pemeliharaan larva abalone, karena larva abalone akan terus bertahan hidup bila menempel pada substrat yang ditumbuhi diatom yang

(15)

cocok dengan kebiasaan makanannya, sebaliknya apabila pakan alami yang tidak sesuai dengan kebiasaan sebagai makanannya maka larva akan mati.

Larva abalone biasanya dapat menempel pada substrat dengan stabil pada hari ke 10 dan dapat dilihat dengan mata telanjang pada hari ke 18 dan semakin lama akan semakin jelas menempel pada dinding substrat pada bak pemeliharaan, ciri lain terdapat bintik merah kecoklatan serta bila diraba perlahan akan terasa muncul dipermukaan diding substrat / bak.

Larva abalone memiliki sifat bintik atau melekat pada bagian dasar bak, maka diperlukan pakan alami yang sesuai dengan sifat tersebut. Jenis pakan alami yang sesuai dengan sifat larva abalone adalah jenis diatom diantaranya adalah Nitzchia sp. Persiapan kultur pakan awal larva abalone dapat dilakukan 3 – 4 minggu sebelum penebaran trochophore pada bak pemeliharaan larva abalone. Bak kultur untuk skala masal sekaligus dapat berfungsi sebagai bak pemeliharaan larva abalone. Setelah ditebari bibit/inokulan Nitzchia sp selanjutnya dilakukan pemupukan harian dengan menggunakan nutrisi (sehari sekali) digunakan dosis 50 – 75 ml untuk Na2 SiO3 (Larutan silikat ) dan 100 – 150 ml (larutan baku teknis), perbandingan larutan tersebut adalah 1:1 untuk penggunaan ukuran 1 bak dengan volume 1,5 ton. Adapun cara pemupukan dapat menggunakan alat berupa ember yang telah diberi lubang pada bagian bawah dengan 1 titik lubang, kemudian ember didudukkan berdekatan dengan bak pemasukkan (inlet) dan biarkan larutan nutrisi yang berada dalam ember tersebut jatuh / menetes ke bak kultur. Kegiatan selanjutnya adalah monitoring terhadap kualitas air dan mempertahankan kualitas air dengan cara membersihkan filter air karena ada kalanya siput – siput lain yang

(16)

tidak diinginkan dapat masuk melalui inlet, dan dikhawatirkan akan tumbuh pesat sebagai penyaing pakan serta memangsa larva abalone yang masih kecil. Fallu,R (1991), Adapun fase pemijahan sel telur induk betina abalone dapat di lihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Fase Pemijahan Sel Telur Abalone Sumber: Fallu,R (1991) Pemijahan Pembelahan I (120 menit) Pembelahan II (40 menit) M o r u l a (2,5 jam) Spat/Larva (24 hari) Trochophore (13 jam) Trochophore (9 jam) Trochophore (6 jam)

Gambar

Gambar 2.1. Proses Pencernaan Protein
Gambar 2.3. Fase Pemijahan Sel Telur Abalone  Sumber: Fallu,R (1991) Pemijahan  Pembelahan I (120 menit)  Pembelahan II (40 menit)  M o r u l a  (2,5 jam) Spat/Larva (24 hari) Trochophore (13 jam) Trochophore (9 jam) Trochophore (6 jam)

Referensi

Dokumen terkait

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa prestasi akademik mahasiswa aktivis organisasi untuk setiap mata kuliah pada setiap semester ada yang

• SDS init dikarang untuk membantu pembeli, pemproses atau mana-mana pihak ketiga yang mengendalikan kimia yang disebutkan di dalam SDS; malahannya, ia tidak

Buku ilmiah populer Etnobotani Tumbuhan Leucosyke capitellata di Kawasan Hutan Bukit Tamiang Kabupaten Tanah Laut mempunyai nilai 92,71% dengan kriteria sangat valid yang

Uji ANOVA dari masing-masing kelompok uji baik aktivitas dan kapasitas fagositosis dari variasi konsentrasi logaritma yang diberikan 0,1 – 1000 µg maupun terhadap kontrol (-)

Pendidikan merupakan salah satu faktor utama yang turut ambil bagian dalam pembangunan bangsa sehingga, setiap lapisan masyarakat berhak menerima pendidikan yang

akan dianalisis dalam penelitian ini berupa kutipan-kutipan (kata, frasa, kalimat naratif, maupun dialog), yang berkaitan dengan tubuh dan penubuhan yang digambarkan

2.5.6 Cakupan Pelayanan Kesehatan Neonatus 0-28 hari (KN Lengkap) Adalah cakupan neonatus yang mendapatkan pelayanan sesuai standar paling sedikit tiga kali dengan

Karena disana pun ada yang berdakwah kepada Allah dan menyeru kepada Aqidah ini, akan tetapi itu adalah perjuangan perorangan, berbeda dengan perjuangan disini