• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNIK PENGENDALIAN LEDAKAN POPULASI ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.) DENGAN MENGGUNAKAN BEBERAPA JENIS INSEKTISIDA NABATI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEKNIK PENGENDALIAN LEDAKAN POPULASI ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.) DENGAN MENGGUNAKAN BEBERAPA JENIS INSEKTISIDA NABATI"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNIK PENGENDALIAN LEDAKAN POPULASI ULAT GRAYAK (Spodoptera litura F.) DENGAN MENGGUNAKAN BEBERAPA JENIS

INSEKTISIDA NABATI

RIZKI KURNIA TOHIR E34120028

PROGRAM KONSERVASI BIODIVERSITAS TROPIKA SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016

(2)

PENDAHULUAN

Ledakan populasi merupakan suatu keadaan dimana terjadinya peningkatan jumlah spesies di alam secara signifikan dan terjadi pada selang waktu yang pendek. Hal ini akan menyebabkan pengaruh negative terhadap jenis lain yang hidup pada areal tersebut termasuk manusia. Dampak negatif tersebut diantaranya rantai makanan akan terputus dan mempengaruhi populasi dalam rantai makanan tersebut serta terjadinya kegagalan panen pada sector pertanian. Pertambahan populasi suatu jenis mahluk hidup ini tergantung pada kondisi lingkungan dan faktor genetik yang mampu mendukung reproduksi. Faktor lingkungan yang mendukung adalah dari kelimpahan pakan, kondisi iklim (perubahan iklim) dan populasi predator atau pemangsa mengalami penurunan atau tidak ada sama sekali. Umumnya ledakan populasi terjadi pada serangga hama, pathogen, rodentia dan mamalia hama. Ledakan populasi serangga salah satunya pada jenis Ulat grayak (Spodoptera litura) yang biasanya terdapat di lahan pertanian dan menyebabkan kerugian pada sector pertanian.

Ulat grayak (Spodoptera litura F.) termasuk dalam ordo lepidoptera, merupakan hama yang menyebabkan kerusakan yang serius pada tanaman budidaya di daerah tropis dan sub tropis. (Haryanti dkk., 2006). Ulat grayak akan menyerang pada fase larva yaitu dengan memakan daun sehingga menjadi sobek, berlobang, tampak trasparan (Suyanto 1994). Kehilangan hasil akibat serangan hama S. Litura dapat mencapai 80 % bahkan puso jika tidak dikendalikan (Marwoto dan Suharsonno 2008). Untuk mengendalikan hama tersebut, petani umumnya menggunakan insektisida kimia yang intensif (dengan frekuensi dan dosis tinggi). Hal ini mengakibatkan timbulnya dampak negatif seperti gejala resistensi, resurjensi hama, terbunuhnya musuh alami, meningkatnya residu pada hasil, mencemari lingkungan dan gangguan kesehatan bagi pengguna.

Penggunaan insektisida dengan frekuensi tinggi justru akan menyebabkan resistensi hama terhadap insektisida tersebut. Aplikasi insektisida sejenis, racun luas sehingga insektisida akan kehilangan keefektifannya (Hardy 1996). Resistensi terjadi pada populasi hama yang kebal terhadap insektisida. Kenyataannya, penggunaan insektisida tersebut mengakibatkan ledakan populasi hama ulat grayak. Hal ini terjadi di Pakistan (Ahmad et al. 2008) dan Indonesia (Marwoto dan Bejo

(3)

1997). Oleh karena itu dibutuhkan cara pengendalian lain yang aman dan ramah lingkungan dengan penggunaan insektisida nabati. insektisida nabati merupakan salah satu upaya yang termasuk kedalam Konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Pada kajian kali ini akan dilihat seberapa besar efektifitas macam-macam insektisida nabati dalam mengatasi ledakan populasi ulat grayak.

METODE Waktu dan Lokasi

Pembuatan makalah dilakukan di Kampus Institut Pertanian Bogor, Darmaga pada bulan Desember 2015.

Alat

Peralatan yang digunakan adalah laptop dan literature dari skripsi, tesis, jurnal, buku dan artikel yang berkaitan dengan pengendalian hama dan ulat grayak

Metode Pengumpulan data

Data yang dikaji merupakan data sekunder dari hasil-hasil penelitian mengenai ledakan populasi ulat grayak serta penanganannya dengan menggunakan insektisida nabati.

Analisis data

Data yang terkumpul mengenai penangan ledakan populasi ulat grayak menggunakan insektisida nabati di kaji dan dibandingkan keefektivitasannya untuk menanggulangi ledakan populasi ulat grayak

(4)

TINJAUAN PUSTAKA

Morfologi Ulat Grayak

Serangga hama ini dikenal dengan ulat grayak atau army worm, mempunyai daerah penyebaran di Indonesia (Susniahti, dkk 2005). Ulat grayak (Spodoptera litura) diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insekta Ordo : Lepidoptera Famili : Noctuidae Subfamili : Amphipyrinae Genus : Spodoptera

Spesies : Spodoptera litura F

Menurut Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan 1994,Umumnya larva ulat grayak mempunyai titik hitam arah lateral pada setiap abdomen, larva muda berwarna kehijau-hijauan. instar pertama tubuh larva berwarna hijau kuning, panjang 2,00 sampai 2,74 mm dan tubuh berbulu-bulu halus, kepala berwarna hitam dengan lebar 0,2-0,3 mm. Instar kedua, tubuh berwarna hijau dengan panjang 3,75-10,00 mm, bulu-bulunya tidak terlihat lagi dan pada ruas abdomen pertama terdapat garis hitam meningkat pada bagian dorsal terdapat garis putih memanjang dari toraks hingga ujung abdomen, pada toraks terdapat empat buah titik yang berbaris dua-dua. Larva instar ketiga memiliki panjang tubuh 8,0 – 15,0 mm dengan lebar kepala 0,5 – 0,6 mm. Pada bagian kiri dan kanan abdomen terdapat garis zig-zag berwarna putih dan bulatan hitam sepanjang tubuh. Instar keempat , kelima dan keenam agak sulit dibedakan.

Untuk panjang tubuh instar ke empat 13-20 mm, instar kelima 25-35 mm dan instar ke enam 35-50 mm. Mulai instar keempat warna bervariasi yaitu hitam, hijau, keputihan, hijau kekuningan atau hijau keunguan. Larva mempunyai warna yang bervariasi, mempunyai kalung/bulan sabit berwarna hitam pada segmen abdomen yang keempat dan kesepuluh. Pada sisi lateral dan dorsal terdapat garis kuning. Ulat yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua atau

(5)

hitam kecoklat-coklatan.Ulat berkepompong dalam tanah, membentuk pupa tanpa rumah pupa (kokon) berwarna coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,6 cm. Imago berupa ngengat dengan warna hitam kecoklatan. Pada sayap depan ditemukan spot-spot berwarna hitam dengan strip-strip putih dan kuning. Sayap belakang biasanya berwarna putih.

Perkembang Biakan

Ulat grayak merupakan serangga hama yang memiliki laju pertumbuhan yang cepat dan perekembang biakanannya terdiri dari empat fase yaitu telur, larva, pupa dan imago.

Telur

Telur berbentuk bulat sampai bulat lonjong telur di letakkan secara berkelompok di atas permukaan daun tanaman bawang merah. Dalam satu kelompok jumlah telur antara 30 – 100 butir, telur-telur dapat menetas dalam waktu 2 – 4 hari. Kelompok telur di tutupi oleh rambut-rambut halus yang berwarna putih, kemudian telur berubah menjadi kehitam-hitaman pada saat akan menetas. Telur umumnya menetas pada pagi hari (Rahayu dan Nur Berlian, 1994).

Larva

Larva instar satu S. litura atau yang beru menetas hidup berkelompok tetapi setelah besar menyebar dan hidup sendiri-sendiri. (Rukmana, 2002). Perkembangan larva instar awal terutama menyebar ke bagian pucuk-pucuk tanaman dan membuat lubang gerekan pada daun kemudian masuk kedalam kapiler daun. Larva mengalami perubahan warna sesuai dengan perubahan instar yang di alaminya. Larva instar satu biasanya berwarna hijau muda, kemudian berubah menjadi hijau tua pada saat memesuki instar dua. Pada instar tiga dan empat warnanya menjadi hijau kehitam-hitaman pada bagian abdomen, pada abdomen terdapat garis hitam yang melintang. Pada saat larva memasuki instar lima warnanya berubah menjadi coklat muda .Panjang ulat penggerek daun sekitar 2,5 cm (Rahayu dan Nur Berlian; 2004).

Aktivitas larva terutama terjadi pada malam hari, namun larva instar akhir juga sering ditemukan berada pada permukaan daun bawang untuk melakukan aktivitas makan pada pagi dan sore hari. Stadium larva S. litura hidup pada tanaman

(6)

bawang merah berkisar 9 – 14 hari. Larva instar akhir bergerak dan menjatuhkan diri ketanah dan setelah berada di dalam tanah larva tersebut memasuki pro pupa dan kemudian berubah menjadi pupa.

Pupa

Pupa S. litura berwarna cokelat muda dan pada saat akan menjadi imago berubah menjadi cokelat kehitam-hitaman. Pupa memiliki panjang 9-12 mm, dan bertipe obtek, pupa berada di dalam tanah dengan kedalaman + 1 cm, dan sering di jumpai pada pangkal batang, terlindung di bawah daun kering atau di bawah partikel tanah. Pupa berkisar 5-8 hari bergantung pada ketinggian tempat di atas eprmukaan laut.

Imago

Imago memiliki panjang yang berkisar 10-14 mm dengan jarak rentangan sayap 24-30 mm. Sayap depan berwarna putih keabu-abuan, pada bagian tengah sayap depan terdapat tiga pasang bintik-bintik yang berwarna perak.sayap belakang berwarna putih dan pada bagian tepi berwarna cokelat gelap (Kalshoven, 1981).

Ledakan populasi

Ledakan populasi merupakan suatu kejadian dimana jumlah suatu jenis satwa banyak pada suatu waktu tertentu dan menyebabkan banyak kerugian. Banyak sekali factor yang dapat mempengaruhi ledakan populasi menurut Oka (2005) dan Untung (2006) menjelaskan perkembangan hama sangat dipengaruhi oleh iklim, istem budidaya, varietas, stadium pertumbuhan, topografi, musuh alami, dan faktor genetis hama. Faktor iklim berpengaruh pada pemencaran, perkembangan, daya tahan hidup, perilaku, reproduksi, dinamika populasi dan peledahan hama (Astriyani 2014).

Iklim berpengaruh terhadap perilaku seperti aktivitas kawin dan peletakan telur yang mempengaruhi angka kelahiran, kematian dan penyebaran serangga. Tenik penanaman yang tidak tepat juga akan berpengaruh terhadap ledakan populasi ulat grayak. Menurut Marwoto dan Suhersono (2008) pertumbuhan populasi ulat grayak sering dipicu oleh siatuasi dan kondisi lingkungan yakni Cuaca panas yang akan menyebabkan metabolisme serangga hama meningkat sehingga memperpendek siklus hidup dan akibatnya jumlah telur yang dihasilkan meningkat

(7)

dan akhirnya mendorong peningkatan populasi; Penanaman tidak serentak sehingga tanaman berada pada fase pertumbuhan yang berbeda-beda dan makanan ulat grayak banyak; Aplikasi insektisida yang kurang tepat baik jenis maupun dosisnya, dapat mematikan musuh alami serta meningkatkan resistensi dan resurgensi hama.

Insektisida Nabati

Teknik pengendalian ledakan populasi menggunakan insektisida nabati mulai banyak digunakan petani, hal ini karena insektisida nabati lebih efektif dibandingkan dengan insektisida kimia. Hama akan lebih resisten pada insektisida yang berbahan kimia dibandingkan dengan insektisida nabati. Pengendalian populasi menggunakan insektisida nabati akan mengembalikan pada asas keseimbangannya (Marwoto dan Suhersono 2008).

Ada beberapa jenis tumbuhan yang bias digunakan sebagai insektisida nabati diantaranya kulit jeruk, daun mimba, jahe, jahe merah, nilam, akar wangi, serai wangi, serai dapur, cengkeh, pala. Tetapi dalam penggunaan insektisida nabati ini masih memiliki kekurangan yaitu waktu yang dibutuhkan terlalu lama untuk penyiapan bahan, diperlukan bahan yang banyak dan perlu penyemprotan harus dilakukan secara kontinue.

(8)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ledakan Populasi Ulat Grayak

Penelitian dilakukan oleh Marwoto dan Suharsono pada tahun 2008 dari Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian Malang terhadap perkembangan ulat grayak yang menyerang kebun kacang kedelai. Ledakan populasi ulat grayak ini dapat dilihat dari luasan area yang diserang oleh ulat (Tabel 1).

Tabel 1. Luas serangan ulat grayak pada tanaman kedelai di Indoneisa Tahun Luas serangan

(ha) Gagal Panen (ha) 2002 2.216 80 2003 1.528 0 2004 2.902 0 2005 1.714 0 2006 1.316 140 2007 956* 0*

Sumber: Direktorat Perlindungan Tanaman (2008).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) (1993), serangan ulat grayak pada tahun 1993 di Indonesia mencapai 4.149 ha dengan intensitas serangan sekitar 17,80%. Serangan tersebut menurun pada tahun 1994 menjadi 3.616 ha, dengan intensitas serangan 14,40% (BPS 1994) dan terus menurun tajam hingga tahun 2007. Menurut Pramono (2009) umumnya ledakan populasi hama ulat grayak terjadi karena musim kemarau datang lebih awal atau musim kemarau yang panjang. Kedua kondisi iklim tersebut berpengaruh pada perilaku siklus hidup ulat grayak, masa dormansi stadia pupa menjadi lebih panjang sehingga terjadi akumulasi populasi stadia pupa di akhir musim kemarau. Pada abad ke 20 ini kondisi iklim sudah tidak dapat diprediksi dan sudah tidak teratur. Ketidak teraturan kondisi iklim tersebut sudah tentu akan mendorong perubahan siklus termasuk hama ulat grayak.

Selain kondisi iklim, penggunaan insektisida kimia yang memang banyak digunakan di Indonesia akan menyebabkan resistensi hama termasuk ulat grayak

(9)

terhadap zat kimia meningkat, sehingga malah tidak akan mempengaruhi sama sekali terhadap pertumbuhan populasi ulat grayak.

Klasifikasi Ledakan Populasi Ulat Grayak

Berdasarkan hasil kajian Marwoto&suharsono (2008) terhadap ledakan populasi ulat grayak pada pertanian kedelai seluruh Indonesia dapat diklasifikasikan ledakan populasi ulat grayak menurut klasifikasi Berryman (1997) termasuk kedalam bentuk ledakan populasi gradien atau dinamis dimana dapat dicirikan dengan adanya ketergantungan pada kondisi ekternal yang dilalui oleh hama tanpa adanya pertumbuhan dari lokus(pusat). Factor penyebab ledakan populasi akan sangat berpengaru terhadap bentuk ledakan populasi. Ledakan populasi ulat grayak terjadi di wilayah Indonesia karena adanya perubahan iklim dan penggunaan insektisida oleh petani maka penyebab dari ledakan ulat grayak ini tidak berasal dari satu lokasi.

Teknik Pengendalian Ulat Grayak dengan Insektisida Nabati

Penggunaan ekstrak tumbuhan sebagai salah satu sumber insektisida nabati didasarkan atas pemikiran bahwa terdapat mekanisme pertahanan dari tumbuhan. Salah satu senyawa yang dihasilkan oleh tumbuhan yaitu senyawa metabolik sekunder yang bersifat penolak (repellent), penghambat makan (antifeedant/feeding deterrent), penghambat perkembangan dan penghambat peneluran (oviposition repellent/deterrent) dan sebagai bahan kimia yang mematikan serangga dengan cepat (Prijono, 1999). Insektisida nabati dapat dibuat dari bahan tumbuhan yang mengandung bahan aktif insektisida. Insektisida nabati relatif mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan aman bagi manusia dan ternak, karena residunya mudah hilang. Bahan aktif insektisida nabati mampu meracuni hama hingga 2- 3 hari, tergantung kondisi lapangan dan keadaan cuaca. Berikut merupakan macam-macam insektisida nabati yang dapat digunakan untuk menurunkan ledakan populasi ulat grayak:

(10)

Pepaya

Tanaman pepaya mengandung enzim papain, alkaloid karpaina, psudo karpaina, glikosid, karposid, saponin, beta karotene, pectin, d-galaktosa, l-arabinosa, papain, papayotimin papain, vitokinose, glucoside cacirin, karpain, papain, kemokapain, lisosim, lipase, glutamin, dan siklotransferase. Zat ini dapat berfungsi sebagai insektisida, fungisida dan rodentisida serta sebagai penolak makan bagi berbagai jenis ulat, cendawan, mosaik virus, dan embun tepung (Setiawati, dkk, 2008).

Daun pepaya mengandung zat aktif enzim papain, alkaloid, dan glikosid sehingga efektif untuk mengendalikan ulat dan hama penghisap. Papain adalah enzim hidrolase sistein protease yang ada pada getah tanaman papaya baik di daun, batang maupun buahnya. Getah pepaya mengandung sedikitnya tiga jenis enzim yaitu papain (10%), khimopapain (45%), dan lisozim (20%). Komponen paling aktif dari getah pepaya adalah khimopapain, yaitu enzim yang mampu menggumpalkan susu dan mengempukkan daging.

Mengkudu

Tanaman mengkudu (Morinda citrifolia L.) mengandung minyak atsiri, alkaloid, saponin, flavonoid, polifenol dan antrakuinon. Kandungan lainnya adalah terpenoid, asam askorbat, scolopetin, serotonin, damnacanthal, resin, glikosida, eugenol dan proxeronin yang berfungsi sebagai racun perut bagi serangga (Bangun dan Sarwono, 2005).

Mahoni

Tanaman mahoni (Swietenia mahagoni Jacq.), bahan kimia yang terkandung dalam tumbuhan ini adalah saponin dan flavonoida yang berfungsi sebagai penghambat makan (antifeedant), penghambat perkembangan serangga (growth regulator), dan penolak makan (repellent) (Setiawati, dkk, 2008).

Daun Bintaro

Menurut hasil penelitian Sa’diyah dkk (2012) ekstrak daun bintaro dapat membunuh ulat grayak pada waktu ke sembilan hari setelah bertelur. Hal ini dikarenakan daun bintaro memiliki kandungan fenol yang memiliki fungsi sebagai penolak makan pada serangga (penurun nafsu makan).

(11)

Daun Nimba

Penelitian Rusdy A. (2009) mengenai efektifitas ekstrak nimba dalam pengendalian ulat grayak (Spodoptera litura F.) pada tanaman selada menunjukan bahwa biji dan daun nimba mengandung beberapa zat aktif diantaranya azarachtin, salanin, meliatriol, dan nimbin. Senyawa kimia tersebut dapat berperan sebagai penghambat pertumbuhan serangga, penolak makan (antifeedant), dan repelen bagi serangga. Metabolit lain yang terdapat di dalam nimba adalah nimbandiol, 3-desasetil salanin, salanol, azadiron, azadiradion, epoksiazadiradion, gedunin, dan alkaloid. Kulit batang dan kulit akarnya mengandung nimbin, nimbosterol, nimbosterin, sugiol, nimbiol dan margosin, sedangkan pada bunganya ditemukan kuersetin dan kaemferol, dan bagian kayunya ditemukan nimaton dan 15% zat samak terkondensasi alkaloid (azaridin). Dari hasil penelitian ekstrak mimba sangat ber[engaruh pada penurunan pertumbuhan pupa dan imago ulat grayak.

Campuran

Menurut Suriarti (2010) insektisida nabati bias saja dikombinasikan sehingga kandungan zat aktif didalamnya akna banyak dan akan mendukung propses percepatan pertumbuhan hama, diantaranya campuran jahe biasa, jahe merah, nilam, akar wangi, serai wangi, serai dapur, cengkeh, dan pala efektif terhadap S.litura instar 3 dengan konsentrasi masing-masing 5%. Rizal (2009) menyatakan bahwa minyak atsiri dari tanaman cengkeh, serai wangi, dan nimba merupakan bahan baku pestisida yang berspektrum luas dan dapat berfungsi sebagai insektisida, fungisida, bakterisida, moluskasida, dan anti virus. Atmadja (2010), ternyata pestisida mabati yang berasal dari tanaman nilam, cengkeh, dan serai wangi dengan masing-masing konsentrasi 10 cc/liter dapat menekan serangan hama Spodoptera litura di lapangan.

(12)

SIMPULAN

Ledakan yang terjadi di Indonesia pada tahun 1994 sampai dengan 2007 disebabkan karena beberapa factor diantaranya perubahan iklim global dan penggunaan pestisida kimia yang menyebabkan ulat grayak menjadi resisten. Pengendalian hama ullat grayak ini bias dilakukan dengan beberapa cara salah satunya dengan menggunakan insektisida nabati. Keuntungan dari penggunaan insektisida nabati adalah relatif mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari lingkungan dan aman bagi manusia dan ternak, karena residunya mudah hilang.

Insektisida nabati dapat dibuat dari bahan tumbuhan yang mengandung bahan aktif insektisida. Diantaranya ekstrak papaya, mengkudu, mahoni, bintaro, mimba dan campuran (jahe biasa, jahe merah, nilam, akar wangi, serai wangi, serai dapur, cengkeh, dan pala). Insektisida nabati campuran merupakan insektisida terbaik karena terdapat bermacam zat aktif yang dapat membunuh ulat Grayak.

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. 1993. Survei Pertanian. Luas dan Intensitas Serangan Jasad Pengganggu Padi dan Palawija di Jawa. Jakarta (ID) : Badan Pusat Statistik.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 1994. Survei Pertanian. Luas dan Intensitas Serangan Jasad Peng ganggu Padi dan Palawija di Jawa. Jakarta (ID) : Badan Pusat Statistik

Ahmad M, Sayyed AH, Saleem MA, Ahmad M. 2008. Evidence for field resistenace to newer insecticides in Spodoptera litura (Lepidotera : Noctuidae) from Pakistan. Crop Protection 27 : 1367-1272.

Astriyani NKK. 2014. Keragaman dan dinamika populasi lalat buah (Diptero : Tephiritidae) yang menyerang tanaman buah-buahan di bali [Tesis]. Denpasar (ID) : Universitas Udayana.

Atmadja, W.R. 2010. Pemanfaatan Insektisida Nabati Nilam, Cengkeh, dan Serai Wangi untuk Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura). Prosiding Seminar Nasional VI. PEI. Balitro.

(13)

Bangun A.P. & Sarwono.2005. Khasiat dan manfaat mengkudu. Agromedia pustaka; Tanggerang.

Hardy RWF. 1996. Ecologically based pest management : new solutions for a new contry. Washington (US) : National Academy Pr. 144p

Haryanti, S. M.Suryana dan Nurrahmad, 2006. Uji Daya Insektisida Ekstrak Etanol 70 % Biji uah Mahkota Dewa Terhadap Ulat Grayak (Spodoptera litura Fab.) Instar Dua. http://www.litbang.depkes.go .id/risbinkes.

Kalshoven L.g.e. 1981 the pest of corps in Indonesia. Revised an translated by P.a. van der laan p.t. ichtiar baru van-hoeve.jakarta.

Marwoto dan Bejo. 1997. Resistensi hama ulat daun terhadap insektisida di daerah sentra produksi kedelai di Jawa Timur. [Laporan Teknis 1996-1997]. Malang (ID) :Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 14 hlm Marwoto dan Suharsono. 2008. Strategi dan komponen tekbologi pengendalian ulat grayak Spodoptera litura Fabricius) pada tanaman kedelai. J Litbang Pertanian 27 (4) : 131-136.

Oka IN. 2005. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya Di Indonesia. Yogyakarta (ID) : UGM Pr.

Pramono D. 2009. Antisipasi ledakan populasi hama ulat grayaka pasca musim kemarau panjang di tahun 2009 akibat elnino [internet]. Tersedia pada halaman http://www.sugarresearch.org.

Prijono d. 1999. Prospek dan strategi pemanfaatan Insektisida alami Pusat Kajian Pengendalian Hama terpadu IPB

Rahayu dan nur berian.1994 pengantar pengelolaan hama terpadu. Gajah mada university press. yogyakarta

Rizal M. 2009. Pemanfaatan Tanaman Atsiri sebagai Pestisida Nabati. Bogor (ID) : Balitro.

Rukmana dan sugandi.2002 mortalitas ulat grayak pada berbagai instar dan perlakuan insektisida pada kedelai. Penebr swadaya Jakarta.

Rusdy A. 2009. Efektivitas ekstrak nimba dalam pengendalian ulat grayak (Spedoptera litura F.) pada tanaman selada. J Floratek 4: 41-54

Sa’diyah N.A., dkk. 2012. Pengaruh ekstrak daun bintaro (Cerbera Odollam) terhadap perkembangan ulat grayak (Spodoptera litura F.)

(14)

Setiawati, Wiwin dkk. 2008. Tumbuhan bahan pestisida alami. Balai penelitian sayuran.

Suriarti S. dan Atmadja WR. 2010. Efikasi Beberapa Macam Insektisida terhadap Ulat Grayak(Spodoptera litura) . Balitro. Proseding Seminar Nasional VI. PEI.

Susniahti, dkk 2005. Bahan Ajar Ilmu Hama Tumbuhan. Fakultas Pertanian: Universita Padjadjaran.

Suyanto A. 1994. Hama Sayur dan Buah . Jakarta (ID) : Penebar Swadaya.

Untung K. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpdu Edisi Kedua. Yogyakarta (ID) : UGM Pr.

Gambar

Tabel 1. Luas serangan ulat grayak pada tanaman kedelai di Indoneisa  Tahun  Luas serangan

Referensi

Dokumen terkait

Kajian ini menemukan beberapa hal: Pertama, konstruksi muslimah mompreneur yang ditawarkan Hadila adalah ibu rumah tangga, memiliki usaha yang akrab dengan dunia perempuan,

Kondisi Desa Wisata Giyanti saat ini di Kabupaten Wonosobo yang dapat dilihat dari beberapa faktor salah satunya adalah dari segi fisik masih perlu perhatian , hal ini

(3) Ketentuan tentang prosedur, struktur rencana maupun laporan hasil penelitian dan pengabdian kepada masyarakat diatur dalam Pedoman Penyelenggaran Penelitian dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pertumbuhan awal sambung samping tanaman jambu kristal pada berbagai taraf konsentrasi IAA dan BAP yang berbeda, serta

Sytem dengan Metode LRFD, dipergunakan tegangan Leleh dengan memberikan coefficient Factor pada pembebanan dan pada kekuatan bahan ( Strength of Material) antara

Sesuai dengan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Untuk mengetahui bagaimana pengembangkan perangkat pembelajaran model ARIAS pada

Terdapat sejumlah istilah yang digunakan, antara lain pendidikan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial), Pendidikan Ilmu Sosial (PIS). Setiap istilah yang digunakan merupakan

Pembentukan pegunungan pada kala miosen tengah telah mengangkat bagian tenggara dari cekungan tersebut dan batuan Formasi Tertiary yang muncul dari erosi