• Tidak ada hasil yang ditemukan

uji bioassay & susceptibillity

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "uji bioassay & susceptibillity"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki masalah kesehatan yang masih cukup tinggi terutama masalah penyakit menular. Keadaan transisi Epidemiologi yang ditandai dengan semakin berkembangnya penyakit degeneratif dan penyakit menular yang belum dapat diatasi sepenuhnya merupakan sebagian tantangan kesehatan dimasa depan. Penyakit menular tersebut disebabkan oleh vektor penyakit. Tantangan lainnya yang harus ditanggulangi antara lain adalah meningkatnya masalah kesehatan kerja, kesehatan lingkungan, dan perubahan dalam bidang kependudukan pendidikan, sosial budaya dan dampak globalisasi yang akan memberikan pengaruh terhadap perkembangan keadaan kesehatan masyarakat.

Terkait dengan masalah penyakit menular khususnya yang disebabkan oleh serangga, misalnya nyamuk, perlu adanya tindakan penanganan yang tepat. Tindakan untuk memutus rantai penularan penyakit dan pemberantasan serangga sangatlah diperlukan. Tindakan pemberantasan serangga dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti menggunakan insektisida. Untuk mengetahui kemampuan insektisida dalam membunuh serangga khususnya nyamuk dilakukan pengujian yang disebut uji bioassay.

Populasi suatu serangga yang dikendalikan, pada umumnya rentan terhadap insektisida yang digunakan untuk memberantasnya. Pada beberapa generasi, keampuhan dari insektisida itu semakin menurun sebab serangga semakin toleran terhadap insektisida dan akhirnya tidak serangga tersebut menjadi resisten terhadap insektisida yang digunakan (Brown dan Pal, 1971).

(2)

2

Toleransi suatu spesies serangga terhadap insektisida sangat beragam, dapat terbukti dengan terjadinya berbagai presentasi kematian bila beberapa kelompok serangga dari spesies yang sama, dipaparkan dengan berbagai dosis atau konsentrasi insektisida. Toleransi itu berkisar antara 0% dan 100% yang merupakan distribusi kumulatif normal yang disebut sebaran toleransi, sedangkan Macnair (1981) menyebut differential susceptibillity.

Adapun kerugian penggunaan insektisida adalah timbulnya galur-galur serangga sasaran yang resisten terhadap insektisida. Mekanisme resistensi serangga terhadap insektisida dapat terjadi melalui perubahan fisiologi dan perubahan tingkah laku (O’Brien, 1967, Brown dan Pal, 1971). Resistensi fisiologi pada serangga memperlihatkan kenyataan yang lebih penting. Hal ini disebabkan karena faktor-faktor 1) daya absorbsi insektisida yang sangat lambat sehingga serangga tidak mati; 2) daya penyimpanan insektisida dalam jaringan yang tidak vital, seperti jaringan lemak sehingga organ vital terhindar dan serangga tidak mati; 3) daya ekskresi insektisida yang cepat sehingga tidak sampai membunuh serangga; 4) daya beberapa enzim yang bersifat meniadakan efek keracunan (detoksifikasi) yang menyebabkan serangga tidak mati seperti dehidroklorinase untuk senyawa DDT (Tarumingkeng, 1992).

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju perkembangan resistensi adalah 1) faktor genetik; 2) faktor ekologi; 3) faktor fisiologi / biokimia dan 4) frekuensi penggunaan insektisida (Metcalf dan Luckman, 1975; WHO, 1976).

B. Rumusan Masalah

1. Apakah insektisida yang digunakan masih efektif untuk mengendalikan serangga

2. Bagaimanakah kerentanan serangga sasaran terhadap beberapa jenis formulasi insektisida

(3)

3 C. Tujuan

1. Mahasiswa mampu melakukan uji bioassay media dengan benar. 2. Mahasiswa mampu melakukan uji bioassay dinding dengan benar. 3. Mahasiswa mampu melakukan uji susceptibillity dengan benar.

4. Mahasiswa dapat mengetahui keefektifan pemakaian beberapa formulasi insektisida terhadap serangga.

5. Mahasiswa mampu mengetahui kerentanan serangga terhadap beberapa macam formulasi insektisida.

D. Manfaat

Dengan membaca laporan ini, diharapkan pembaca dapat dengan mudah memahami bagaimana prosedur yang benar dalam melakukan uji bioassay media, uji bioassay dinding, serta uji susceptibillity.

(4)

4 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Insektisida

Insektisida adalah bahan-bahan kimia bersifat racun yang dipakai untuk membunuh serangga. Insektisida dapat memengaruhi pertumbuhan, perkembangan, tingkah laku, perkembangbiakan, kesehatan, sistem hormon, sistem pencernaan, serta aktivitas biologis lainnya hingga berujung pada kematian serangga pengganggu tanaman. Insektisida termasuk salah satu jenis pestisida.

B. Efek Penggunaan Insektisida

Pada tahun 1960, Rachel Carson menerbitkan buku yang sangat berpengaruh dalam sejarah penggunaan insektisida berjudul Silent

Spring (Musim Sepi yang Sunyi).Buku tersebut menyorot penggunaan DDT

yang sangat marak di masa itu karena sangat efektif, sekaligus menyadarkan manusia akan bahaya dari penggunaan pestisida berlebihan. Insektisida yang dipakai seringkali menyerang organisme non target seperti burung dan makhluk hidup lainnya, oleh karena itu, penggunaan insektisida juga dikhawatirkan berpotensi membahayakan kesehatan manusia.

Insektisida seringkali digunakan melebihi dosis yang seharusnya karena petani beranggapan semakin banyak insektisida yang diaplikasikan maka akan semakin bagus hasilnya.Beberapa petani bahkan mencampurkan perekat pada insektisidanya agar tidak mudah larut terbawa air hujan. Namun, penggunaan perekat ini justru mengakibatkan tingginya jumlah residu pestisida pada hasil panen yang nantinya akan menjadi bahan konsumsi manusia.

(5)

5

Penggunaan insektisida sintetik juga dapat mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan. Hal ini dikarenakan insektisida tertentu dapat tersimpan di dalam tanah selama bertahun-tahun, dapat merusak komposisi mikroba tanah, serta mengganggu ekosistem perairan.

C. Pengertian Resistensi Insektisida

Menurut World Health Organization (WHO), pengertian resistensi adalah berkembangnya kemampuan toleransi suatu spesies serangga terhadap dosis toksik insektisida yang mematikan sebagian besar populasi. Resistensi insektisida merupakan suatu kenaikan proporsi individu dalam populasi yang secara genetik memiliki kemampuan untuk tetap hidup meski terpapar satu atau lebih senyawa insektisida. Peningkatan individu ini terutama oleh karena matinya individu-individu yang sensitif insektisida sehingga memberikan peluang bagi individu yang resisten untuk terus berkembangbiak dan meneruskan gen resistensi pada keturunannya.

Resistensi terhadap insektisida pertama kali dilaporkan terjadi pada tahun 1914 oleh AL Melander. Penggunaan kapur sulfur untuk mematikan hama pada anggrek pada satu minggu pertama percobaan. Namun ketika dilakukan pengulangan perlakuan insektisida, 90% hama tetap hidup. Tingkat resistensi serangga hama pada insektisida terus meningkat seiiring dengan kemunculan dan pemakaian berbagai jenis insektisida sintetik pada tahun-tahun berikutnya.

D. Pengertian Uji Bioassay dan Uji Susceptibillity

Pengendalian vektor yaitu menerapkan bermacam-macam cara sehingga vektor tidak menularkan penyakit dengan tidak menimbulkan kerusakan/gangguan terhadap lingkungan. pengendalian vektor yg tepat guna yaitu pengendalian secara tepat sasaran, tepat waktu, tepat insektisida, tepat

(6)

6

cara, dan tepat dosis. Pengendalian hayati yaitu Ilmu terapan yang membicarakan pengendalian jasad pengganggu, menggunakan musuh-musuh alaminya baik sebagai predator, parasit maupun patogen.

Uji Bioassay adalah suatu cara untuk mengukur efektivitas suatu insektisida terhadap vektor penyakit. Ada 3 jenis Uji Bioassay yaitu :

1. Uji bioassay kontak langsung (residu)

2. Uji bioassay kontak tidak langsung (air bioassay) (residu) 3. Uji bioassay untuk pengasapan (fogging/ULV)

Uji Susceptibillity adalah uji untuk mengetahui kerentanan suatu serangga terhadap insectisida. Suatu serangga yang diberi insectisida dapat mengalami kerentanan, hal ini dapat diuji dengan uji Suspecbility.

Untuk menilai dan mengukur tingkat resistensi seranggga ini dapat dilakukan dengan melakukan uji susceptibility. Pengujian ini digunakan untuk menguji resistensi nyamuk terhadap insektisida. Uji ini menggunakan dosis insektisida sesuai standard WHO. Secara garis besar metode penilaian uji, dilakukan dengan menghitung jumlah nyamuk yang mati setelah terpapar insektisida. Sesuai standar ini, terdapat tiga jenis kategori pembacaan yaitu rentan jika jumlah kematian lebih dari 98%, toleran jika jumlah kematian antara 80%-98% dan resisten jika kematian kurang dari 80%.

E. Resistensi Aedes Aegypti Terhadap Insektisida

Sebagaimana kita ketahui, usaha pengendalian dan pemberantasan vektor demam berdarah telah banyak dilakukan. Selain dengan menerapkan usaha pemberantasan sarang nyamuk (PSN), juga dilakukan fogging untuk

(7)

7

memutus mata rantai penularan DBD. Fogging dimaksudkan sebagai upaya membasmi nyamuk dewasa (aedes aegyti). Di pasaran, saat ini, salah satu jenis insektisida yang digunakan untuk memberantas vektor demam berdarah dengue adalah malathion.

Malathion merupakan insektisida golongan organofosfat. Ciri khas dari malathion, antara lain mampu melumpuhkan serangga dengan cepat dengan mekanisme menyerang sistem saraf terutama pada sinapsis. Ciri malathion lain, mempunyai toksisitas relatif rendah terhadap mammalia dan kurang stabil terhadap vertebrata. Selain itu malathion bersifat korosif terhadap logam, berbau khas, serta mempunyai rantai karbon yang pendek. Di pasaran bentuk malathion adalah cair, biasa diaplikasikan dalam thermal fogging. Mode of entry malathion adalah melalui kulit, pernafasan dan pencernaan.

Namun penggunaan insektisida (untuk memberantas`n nyamuk aedes aegypti) yang kurang terkendali akan berakibat terjadinya resistensi pada nyamuk. Secara prinsip mekanisme resistensi ini akan mencegah insektisida berikatan dengan titik targetnya atau tubuh serangga menjadi mampu untuk mengurai bahan aktif insektisida sebelum sampai pada titik sasaran. Sedangkan jenis atau tingkatan resistensi itu sendiri meliputi tahap rentan, toleran baru kemudian tahap resisten. Beberapa faktor yang mempengaruhi mekanisme resistensi insektisida pada aedes aegypti ini, antara lain :

1. Faktor genetic. Faktor ini tergantung pada keberadaan gen resisten yang mampu mengkode pembentukan enzim tertentu dalam tubun nyamuk. Enzim inih akan menetralisir keberadaan insektisida (misalnya enzim esterase).

(8)

8

2. Faktor biologis yaitu kecepatan regenerasi nyamuk aedes aegypti. Kemampuan beradaptasi terhadap tekanan alam seperti pemberian insektisida dan didukung kecepatan regenerasi yang tinggi menyebabkan nyamuk cepat menurunkan generasi yang resisten. 3. Faktor operasional meliputi bahan kimia yang digunakan, cara

aplikasi, frekuensi, dosis dan lama pemakaian.

Laju perkembangan resistensi sangat dipengaruhi oleh tingkat tekanan seleksi yang diterima oleh suatu populasi nyamuk Aedes aegypti Pada kondisi yang sama populasi yang menerima tekanan yang lebih keras akan berkembang menjadi populasi yang resisten dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan populasi yang menerima tekanan seleksi lebih lemah.

Pada dasarnya mekanisme resistensi insektisida pada serangga dapat dibagi menjadi tiga tahap. Pada tahap pertama terjadi peningkatan detoksifikasi insektisida, sehingga insektisida menjadi tidak beracun (hal ini disebabkan pengaruh kerja enzim tertentu). Kemudian terjadi penurunan kepekaan titik target insektisida pada tubuh,. Tahap selanjut terjadi penurunan laju penetrasi insektisida melalui kulit, sehingga menghambat masuknya bahan aktif insektisida dan meningkatkan enzim detoksifikasi.

(9)

9 BAB III

PROSEDUR PRAKTIK

A. Waktu Pelaksanaan

Hari/Tanggal : Rabu/ 19 Desember 2012 Waktu : 08.30 WIB

Tempat : Laboratorium Rekayasa

B. Alat dan Bahan Uji Bioassay 1. Alat :

a. Gelas plastik b. Lakban atau isolasi c. Stopwatch

2. Bahan :

a. Berbagai macam jenis Insektisida b. Nyamuk

c. Kecoa

Uji Susceptibillity 1. Alat :

a. Tabung count dari pipa PVC bersekat mika b. Kain strimin

c. Kapas d. Tissue e. Karet gelang f. Pipet

(10)

10 g. Aspirator h. Gelas plastik i. Stopwatch 2. Bahan : a. Insectisida b. Lalat c. Nyamuk C. Cara Kerja Uji Bioassay

1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan 2. Menyiapkan serangga yang akan diuji

a. Nyamuk :

1) Mengambil nyamuk dengan aspirator, 5 ekor nyamuk untuk diberi perlakuan dan 5 ekor nyamuk untuk kontrol (tanpa perlakuan) 2) Memasukkannya kedalam gelas plastik, satu gelas suntuk control

dan satu gelas yang lainnya untuk diberi perlakuan.

3) Menutup gelas plastik tersebut dengan kain strimin dan karet gelang.

4) Mengambil beberapa potongan lakban atau isolasi.

5) Membuka kain strimin dan menempelkan kedua gelas plastik tersebut pada permukaan dinding .

6) Menyemprotkan residu insektisida pada permukaan dinding dengan jarak 30 cm kearah dinding dengan tekanan wajar sampai permukaan dinding terlihat basah.

7) Menggeser gelas plastik yang akan diberi perlakuan ke atas permukaan dinding yang telah disemprotkan residu insektisida.

(11)

11

8) Membiarkan nyamuk kontak dengan residu insektisida pada permukaan dinding selama 30 menit.

9) Setelah waktu pengujian selesai, memindahkan nyamuk kedalam gelas plastik bertutup kain strimin( menghitung nyamuk yang mati).

10)Memberi larutan gula 10% pada kapas sebagai nutrisi nyamuk 11)Menyimpan nyamuk dalam kotak penyimpanan selama 24 jam 12)Menghitung kematian nyamuk pada perlakuan dan kontrol

Jika kematian nyamuk pada pembanding (kontrol) : a) < 5 %, maka angka kematian dapat digunakan

b) 5 %-20 %, maka kematian harus dikoreksi dengan rumus

Abbo’s = –

X 100 %

c) > 20 % kematian kontrol uji bioassay harus diulang

b. Kecoa :

1) Mengambil kecoa dengan sarung tangan, sebanyak 3 ekor kecoa. 2) Memasukkannya kedalam gelas plastik masing-masing 1 ekor

kecoa per gelas plastik.

3) Mengambil beberapa potongan lakban atau isolasi.

4) Menempelkan ketiga gelas plastik tersebut pada permukaan lantai. 5) Meneteskan 3 tetes insektisida pada permukaan lantai untuk setiap

gelas plastik, yang mana jenis insektisida yang digunakan untuk perlakuan berbeda jenisnya

6) Menggeser ketiga gelas plastik ke atas permukaan lantai yang telah ditetesi insektisida secara bersamaan.

7) Mencatat perubahan-perubahan yang terjadi pada kecoa yang di uji.

(12)

12

8) Membandingkan kecepatan daya bunuh terhadap kecoa antara 3 jenis insektisida yang digunakan.

Uji Susceptibillity

1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan 2. Menyiapkan serangga yang akan diuji

a. Lalat :

1) Mengambil lalat dengan aspirator 5 ekor lalat untuk diberi perlakuan dan 5 ekor lalat untuk control (tanpa perlakuan)

2) Masukkan ke dalam tabung count perlakuan yang ditutup dengan kain srtimin dan diberi karet

3) Lakukan sama masukkan ke dalam tabung count tanpa perlakuan yang ditutup dengan kain srtimin dan diberi karet

4) Geser mika yang berada di tengah tabung dan berlubang supaya lalat masuk di sekat sebelahnya dan di tutup dengan kain tissue serta diberi karet

5) Lakukan sama geser mika yang berada di tengah tabung dan berlubang setelah lalat masuk di sekat sebelahnya dan di tutup dengan kain tissue serta diberi karet pada tabung sebagai control 6) Tutup mika pada tengan tabung supaya lalat masuk ke bawah skat

baik yang akan diberi perlakuan maupun untuk control

7) Meneteskan insectisida pada kertas tissue pada tabung count perlakuan

8) Menunggu selama 30 menit dan amati berapa jumlah lalat yang masih hidup atau mati, lihat juga pada control

9) Apabila ada lalat yang tidak mati maka diholding selama 24 jam, dan kematian lalat di atas 20% maka dapat di masukkan ke dalam rumus abot.

(13)

13 b. Nyamuk :

1) Mengambil nyamuk dengan aspirator 5 ekor nyamuk untuk diberi perlakuan dan 5 ekor nyamuk untuk control (tanpa perlakuan) 2) Masukkan ke dalam tabung count perlakuan yang ditutup dengan

kain srtimin dan diberi karet

3) Lakukan sama masukkan ke dalam tabung count tanpa perlakuan yang ditutup dengan kain srtimin dan diberi karet

4) Geser mika yang berada di tengah tabung dan berlubang supaya nyamuk masuk di sekat sebelahnya dan di tutup dengan kain tissue serta diberi karet

5) Lakukan sama geser mika yang berada di tengah tabung dan berlubang supaya nyamuk masuk di sekat sebelahnya dan di tutup dengan kain tissue serta diberi karet pada tabung sebagai control 6) Tutup mika pada tengan tabung setelah nyamuk masuk ke bawah

skat baik yang akan diberi perlakuan maupun untuk control

7) Meneteskan insectisida pada kertas tissue pada tabung count perlakuan

8) Menunggu selama 30 menit dan amati berapa jumlah lalat yang masih hidup atau mati, lihat juga pada control

9) Apabila ada nyamuk yang tidak mati maka diholding selama 24 jam, dan kematian nyamuk di atas 20% maka dapat di masukkan ke dalam rumus abot.

(14)

14 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Bioassay Di Dinding

No. Jenis cone

Jumlah Nyamuk Sebelum diberi

perlakuan

Jumlah Nyamuk Setelah diberi perlakuan

1. Kontrol 4 4 (tidak diberi perlakuan)

2. Bioassay 4 3

Dari praktikum yang dilakukan, pada cone yang digunakan sebagai control sebanyak empat ekor nyamuk, tidak ditemukan nyamuk yang mati karena tidak diberi perlakuan apapun. Sedangkan pada cone yang akan diperiksa atau dilakukan bioassay, jumlah nyamuk sebelum diberi perlakuan adalah sebanyak empat ekor nyamuk, setelah diberi perlakuan terdapat satu ekor nyamuk yang mati dan tiga ekor nyamuk hidup.

Dan dari hasil pengamatan tersebut dapat dilakukan perhitungan dengan rumor Abbot karena angka kematian dari nyamuk control < 5% sehingga hasil perlakuan bisa digunakan. Dan hasil tersebut dapat dimasukkan dalam rumus Abbot sebagai berikut :

x 100 %

(15)

15

Sehingga karena uji Bioassay yang menngunakan rumor Abbot menunjukkan hasil 1 % dimana berdasarkan uji resistensi apabila kematian nyamuk 99-100% berarti nyamuk dalam kategori “Peka”, jika kematian nyamuk >80-98% maka nyamuk dalam kategori “Tolerant” dan jika kematian nyamuk < 80% maka nyamuk yang di uji termasuk dalam kategori “Resisten”. Dan dalam hasil uji Daya bunuh atau Bioassay dengan rumus Abbot mendapatkan hasil 1% maka dikatakan bahwa nyamuk yang digunakan sebagai nyamuk uji dalam kategori Rentan.

B. Uji Insektisida pada kecoa

HIT ( Kecoa 1) Baygon (Kecoa 2) Vape (kecoa 3)

Bergerak cepat dan mngeluarkan kotoran (1 menit) Bergerak cepat (1 menit) Bergerak cepat (1 menit) Gerakan anggota tubuh lebih cepat (2 menit) Sayap tengah mulai bergerak (2 menit) Mulai lemas, gerakan melambat (2 menit) Gerakan anggota tubuh melambat ( 4,5 menit) Kecoa tidak berdaya atau pingsan (3 menit) Gerakan benar-benar lambat (4,5 menit) Kecoa pingsan atau

tidak berdaya (6 menit) Kecoa mati (20 menit) Pingsan, tapi sayap masih bergerak (9 menit) Kecoa mati (29 menit) Kecoa mati (26 menit)

(16)

16

Dari hasil praktikum tersebut, diperoleh data bahwa kecoa yang terlebih dahulu mati adalah kecoa dengan diberi insektisida Baygon. Kemudian disusul oleh insektisida Vape, lalu HIT. Kematian kecoa tersebut dipengaruhi oleh daya bunuh dari insektisida tersebut. Pada awal kecoa diletakkan pada lantai yang diberi insektida sebanyak masing-masing tiga tetes, kecoa tersebut langsung menghindari bagian yang mengandung insektisida. Kecoa tersebut mengetahui adanya insektisida di atas lantai karena pada bagian kakinya terdapat syaraf yang peka terhadap adanya zat kimia sehingga begitu serangga diletakkan pada lantai yang mengandung insektisida, kecoa langsung berlari ke atas gelas plastic, kemudian menghindarkan dirinya terkena insektisida. Begitu bangian tubuhnya terkena insektida, perlahan kecoa tersebut gerakannya melemah dan perlahan-lahan pingsan. Akhirnya pada menit-menit menjelang menit ke 30, kecoa tersebut mati karena telah terpapar oleh insektisida yang diberikan tadi.

Dan dari ke tiga jenis insectisida yang digunakan, insectisida dengan merek Baygon lebih cepat kemampuan bunuhnya terhadap kecoa yaitu di menit ke 20 menit. Kemudian setelah Baygon, insectisida yang ke kemampuan bunuhnya dibawah Baygon yaitu Vape yaitu 26 menit, dan yang terakhir adalah insectisida dengan merek Hit yang daya bunuhnya 29 menit.

C. Suscceptability Nyamuk dalam Tabung ( cone ) Jumlah nyamuk

sebelum diberi perlakuan

Jumlah nyamuk setelah diberi perlakuan

Tabung bioassay 4 3

(17)

17

Dalam tes Suscceptability pada nyamuk uji yang diletakkan di dalam tabung dimana pada awalnya nyamuk berada pada bagian tabung yang tidak diberi insectisida . Kemudian nyamuk dipindahkan ke sisi tabung yang ujungnya ditutup dengan kertas tisu kemudian setelah semua nyamuk uji masuk ke bagian tabung yang akan diberi paparan insectisida yaitu dengan cara meneteskan insectisida 3 tetes di bagian tisunya, kemudian dipaparkan selama 30 menit. Dan setelah diamati selama 30 menit, nyamuk yang diberi perlakuan mati 1 ekor, dan controlnya tidak ada yang mati. Karena angka kematian control < dari 5%maka hasil perlakuan bisa digunakan. Sehingga dapat dihitung dengan rumus Abbot seperti berikut :

x 100 %

= 1 %

Sehingga karena uji kerentanan atau Susceptability yang menngunakan rumus Abbot menunjukkan hasil 1 % dimana berdasarkan uji resistensi apabila kematian nyamuk 99-100% berarti nyamuk dalam kategori “Peka”, jika kematian nyamuk >80-98% maka nyamuk dalam kategori “Tolerant” dan jika kematian nyamuk < 80% maka nyamuk yang di uji termasuk dalam kategori “Resisten”. Dan dalam hasil uji Resistensi atau Susceptability dengan rumus Abbot mendapatkan hasil 1% maka dikatakan bahwa nyamuk yang digunakan sebagi nyamuk uji dalam kategori Rentan terhadap insectisida yang digunakan.

(18)

18 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan :

1. Hasil uji Daya bunuh atau Bioassay di dinding dengan rumus Abbot mendapatkan hasil 1% maka nyamuk uji dalam kategori Rentan.

2. Dari tiga jenis insectisida yang digunakan, insektisida dengan merek Baygon lebih cepat kemampuan bunuhnya terhadap kecoa yaitu di menit ke 20 menit, sedangkan Vape yaitu 26 menit, dan Hit yang daya bunuhnya 29 menit.

3. Hasil uji Resistensi atau Susceptability dengan rumus Abbot mendapatkan hasil 1% maka dikatakan bahwa nyamuk yang digunakan sebagi nyamuk uji dalam kategori Rentan terhadap insectisida yang digunakan.

(19)

19

DAFTAR PUSTAKA

http://inspeksisanitasi.blogspot.com/2012/03/resistensi-aedes-aegypti.html

(20)

20 LAMPIRAN

NAMA ANGGGOTA KELOMPOK

4. Anisau Latifah PO7133111001

5. Briliantina Aisyah Jasmin PO7133111003

6. Deavita Intan Pradani PO7133111005

7. Desi Ririn Novita PO7133111007

8. Eni Safitriyani PO7133111010

9. Fajar Purnomo PO7133111012

10. Feni Tasari PO7133111 014

11. Gatot Abriyanto PO7133111016

12. Ika Arwaeni PO7133111018

13. Laila Khusnul Khatimah PO7133111020

14. Mira Firdianti PO7133111022

15. Muhammad Andy Firmansyah PO7133111024

16. Noor Fadli PO7133111027

17. Ratna Dwi Yulintina PO7133111030

18. Siti Nurjannah PO7133111032

19. Tri Novi Susanti PO7133111035

20. Yolamba Ervina Sujarwo PO7133111 037

Referensi

Dokumen terkait