• Tidak ada hasil yang ditemukan

DARI TRANSISI FASA KE SISTEM KEUANGAN DISTRIBUSI STATISTIKA PADA SISTEM KOMPLEKS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DARI TRANSISI FASA KE SISTEM KEUANGAN DISTRIBUSI STATISTIKA PADA SISTEM KOMPLEKS"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

T

BANDUNG FE INSTITUTE

WORKING PAPER

WPQ2003

DARI TRANSISI FASA

KE SISTEM

KEUANGAN

DISTRIBUSI STATISTIKA PADA SISTEM

KOMPLEKS

(2)

DARI TRANSISI FASA

KE SISTEM KEUANGAN

DISTRIBUSI STATISTIKA PADA SISTEM KOMPLEKS

Hokky Situngkir

(quicchote@yahoo.com) Dept. Computational Sociology

Bandung Fe Institute

Abstrak

Makalah ini menunjukkan arti penting memandang sistem keuangan sebagai sistem yang spesifik dalam sistem sosial sebagai sistem kompleks adaptif yang memiliki karakter pengorganisasian diri sendiri dalam keadaan kritikal. Dampaknya adalah penggunaan distribusi power-law yang hasilnya telah secara apriori ditunjukkan oleh penyelidikan Pareto dan Zipf. Makalah membandingkan aspek penggunaan variabel nilai rata-rata dan variansi yang menjadi hal penting dalam distribusi konvensional dengan distribusi power-law dan menunjukkan hasil penyelidikan kontemporer pada analisis sistem keuangan yang ternyata mengikuti distribusi power-law. Untuk keperluan penelitian lebih jauh, makalah diakhiri dengan konstruksi algoritmik generasi pseudo-random dalam distribusi power-law.

Kata Kunci:

distribusi, power-law, transisi fasa, keuangan, ekonofisika, pseudo-random

Tidak ada yang acak dalam kehidupan ini, semua terlihat acak karena pengetahuan kita yang tak lengkap atas hal tersebut

Spinoza Pengorganisasian diri pada keadaan kritis adalah cara pandang baru terhadap alam…

terus-menerus tanpa keseimbangan, namun terorganisasi dengan tenang..

Per Bak

1. Pengantar: Dari Fisika ke Seluruh Sistem Alam (?)

Dalam transisi fasa dari cair menuju gas, parameter keteraturan adalah jumlah partikel dalam volume yang diberikan. Pada temperatur rendah perbedaan densitas antara gas dan uap jenuh sangat besar. Semakin temperatur dinaikkan diskontinuitas dalam densitas menurun hingga – pada temperatur kritis – menjadi nol. Pada semua temperatur yang lebih besar daripada Tc transisi fasa lenyap (Kadanoff, 1971).

(3)

Hal ini merupakan hal menarik yang sempat ditangkap fisikawan dan ahli termodinamika 1970-an yang ternyata terjadi pada semua transisi fasa orde dua di alam. Terdapat kesederhanaan sekaligus universalitas di dalam kajian transisi fasa tersebut. Pada sebuah sistem ferromagnetik, misalnya, terjadi transisi fasa yang juga mengikuti hal ini. Pada temperatur rendah sebagian besar putaran atomik, yaitu magnet atomis, pada beberapa logam seperti besi dan lain-lain secara spontan terpolarisasi pada arah yang sama yang terukur sebagai medan magnetik. Namun saat suhu dinaikkan, putaran atomik menjadi acak oleh karena agitasi termal dan sifat kemagnetannya hilang1. Simetri spasial dari sistem dalam dua fasa ini sangat berbeda. Bisa dikatakan bahwa pada pada fasa temperatur tinggi sistem dalam keadaan kacau (disorder) – yang artinya adalah tidak adanya magnetisasi namun memiliki sifat simetri rotasional isotropik (Parwani, 1999). Pada suhu rendah, sistem menjadi teratur dan jumlah magnetisasi memberikan arah tertentu, memecahkan sifat simetri rotasional yang ada. Suhu rendah dengan fasa teratur dapat dikatakan memiliki simetri yang lebih rendah yang dalam hal ini diukur dengan parameter keteraturan mikro, yakni sifat magnetisasi (

M

r

). Saat

M

r

=

0

sistem menjadi teratur dengan tingkat simetri yang rendah sedangkan saat

M

r

0

sistem menjadi kacau dengan tingkat simetri yang tinggi.

Perhitungan diferensial pada sistem statistika mekanis yang ada pada sifat volum magnetik memberikan fungsi korelasi yang mengukur nilai parameter keteraturan (r dengan

=

d

3

r

m

(

r

)

M

r

r

). Fungsi ini mengukur nilai dari parameter keteraturan pada satu titik yang dikorelasikan pada nilainya pada titik di tempat lain. Jika fungsi ini menurun dengan cepat sesuai jarak, maka titik di tempat yang jauh secara relatif akan tidak berkorelasi dan sistem didominasi oleh struktur mikroskopis (gaya-gaya pendek). Sebaliknya jika fungsi ini menurun lambat maka dikatakan bahwa titik yang berjauhan memiliki korelasi dan pengaruh satu sama lain. Sistem dikatakan teratur pada level makroskopis dengan kemungkinan struktur baru yang dikendalikan oleh gaya-gaya mikroskopis pendek.

Hal yang menarik perhatian fisikawan pada kasus ini adalah sifat dari fungsi korelasi ini pada daerah di dekat titik kritis (

T

T

c). Dalam hal ini dikenal piranti panjang korelasi

1

Temperatur kritis pada saat perubahan ini terjadi disebut titik Currie yang pada besi besarnya sekitar 1044 K.

Gambar 1

(4)

(

ξ

) yakni ukuran selang di mana fluktuasi dari satu daerah ruang dikorelasikan dengan pengaruh dari selang di ruang lain. Dua titik yang dipisahkan dengan jarak yang lebih besar dari panjang korelasi akan relatif independen dan tak saling mempengaruhi, atau dengan kata lain tidak berkorelasi. Yang menarik adalah bahwa secara eksperimental ditemukan bahwa panjang korelasi membesar pada titik kritis, secara matematis ditulis:

v c

T

T

T

~

ξ

di mana v menunjukkan eksponen kritis. Artinya titik yang jauh sekalipun menjadi berkorelasi pada titik kritis. Sistem yang berada di dekat transisi fasa orde dua kehilangan memori akan struktur makroskopiknya dan menunjukkan korelasi makroskopik baru yang panjang. Dari persamaan di atas terlihat dengan jelas bahwa fungsi korelasi menunjukkan perilaku power-law

~

r

p dengan

p

d

2

+

η

. Variabel

d

sebagai dimensi dari ruang sistem dan v,

η

sebagai konstanta eksponen kritis.

Perhitungan berdasarkan hasil eksperimental ini melahirkan beberapa hal universal yang sederhana dan sangat menarik, yang berakibat:

Kapasitas panas sebagai 1

~

t

γ

C

Parameter keteraturan:

~

t

γ2

V

M

Suseptibilitas2:

X

~

t

γ3

tentu saja dengan

γ

1

γ

2

γ

3. Penjelasan tentang hal ini sebagai pengembangan teori jaringan dengan menggunakan teori pemadatan materi Bosé-Einstein dapat dilihat lebih jauh pada Albert & Barabasi (2002).

Tatkala penemuan ini terjadi secara universal pada semua sistem fisis termodinamika, hal ini sudah sangat menarik perhatian. Namun ternyata penemuan ini tak hanya ada di di ranah kajian fisika, pada bagian seterusnya makalah ini akan ditunjukkan bahwa ada tendensi universalitas dari apa yang ditemukan dalam eksperimen fisika ini, dalam sistem sosial, linguistik, ekonomi dan keungan, dan seterusnya yang menuntut kita untuk melakukan strukturisasi statistika dalam berbagai kajian yang melibatkan distribusi statistik (Surya, 2003).

Durlauf (2003) menunjukkan bahwa setidaknya terdapat empat karakter dasar yang menjadi konsepsi fisika yang relevan pada konteks sosial, yakni:

• Non-ergodisitas

• Transisi Fasa

• Karakter membrojol

• Universalitas

Sistem yang tidak ergodik merupakan sistem yang deskripsi probabilitas kondisionalnya tidak secara unik menunjukkan karakter perilaku jangka panjang sistem. Artinya sistem dipandang sangat kritikal, dengan gangguan kecil pada satu titik akan berpengaruh besar secara jangka panjang. Sebagaimana diterangkan di atas, hal ini terjadi pada sistem dengan transisi fasa orde dua – perubahan kualitatif pada karakter sistem teragregasi untuk perubahan kecil pada parameter-parameternya. Dalam hal ini perubahan sistem dilihat sebagai faktor membrojol yang diamati pada karakter-karakter orde makro teragregasi dari sistem daripada sekadar perubahan pada orde mikro. Hal-hal ini merupakan faktor yang universal keberadaannya, dalam pengertian bahwa kehadiran karakter-karakter tersebut berlaku pada spesifikasi mikrostruktur sistem yang berbeda-beda.

2

Ukuran yang diberikan sebagai ukuran perubahan yang terjadi pada sistem dengan medan magnet eksternal.

(5)

Hal yang menarik perhatian kita sekarang adalah bahwa keempat karakter di atas adalah karakter sistem yang kompleks dan adaptif. Transisi fasa sebagaimana ditunjukkan dalam Situngkir (2003) merupakan salah bentuk implementatif di alam raya yang merupakan bentuk pengorganisasian diri sendiri dalam kondisi kritikal (self-organized criticallity). Hal inilah yang menjadikan analisis fisis transisi fasa dapat dipandang sebagai model dari banyak hal – lebih jauh hal-hal yang memodelkan tranasisi fasa dapat menjadi model dinamis yang penting bagi banyak permasalahan sistem sosial di luar ilmu-ilmu fisis.

Makalah ini bertujuan memberikan gambaran tentang sifat-sifat statistika dari distribusi power-law dalam kaitannya dengan analisis sistem keuangan (finansial) komputasional. Hal ini akan menjadi batu loncatan dari kerja-kerja analisis deret waktu yang dikerjakan sebelumnya (Situngkir & Surya, 2003b. dan Hariadi & Surya, 2003). Bagian berikutnya dari makalah ini akan membahas tentang bentuk-bentuk awal distribusi power-law, diikuti dengan bagian yang menerangkan sifat-sifat statistika distribusi power-law, generasi bilangan pseudo-random, dan beberapa diskusi seputar penggunaan serta penemuan kontemporer distribusi sistem keuangan yang berkenaan dengan distribusi power-law.

2. Mengakrabi Distribusi

Power-Law

Distribusi power-law merupakan hal yang saat ini dekat dengan kajian sistem kompleks adaptif secara umum. Distribusi ini seringkali dikaitkan dengan distribusi kekayaan Pareto dan distribusi kata-kata Zipf. Kita akan mengkaji fungsi kepadatan probabilitas kedua fungsi ini untuk melihat karakter power-law di dalamnya.

• Distribusi kekayaan Pareto diperkenalkan oleh ekonom Perancis Vilfredo Pareto yang mengurutkan populasi orang berdasarkan kekayaan yang dimiliki olehnya. Hasilnya adalah bahwa ternyata populasi orang

P

(

w

)

dengan kekayaan tersebut mengikuti distribusi power-law sebagai

α − −1

~

)

(

w

w

P

dengan

α

yang mendekati 1,4 sesuai dengan data yang diperolehnya sekitar seratus tahun yang lalus di beberapa negara (Solomon, 1998). Menuju distribusi

power-law secara umum dapat dikatakan bahwa distribusi Pareto memberikan nilai kemungkinan bahwa pendapatan seseorang lebih besar atau sama dengan x

sebagai: k

x

x

x

X

P

=

min

)

(

dengan

x

min

,

k

0

dan

k

=

α

1

. Seagai konsekuensinya kita dapat memperoleh fungsi distribusi kumulatif (CDF)

k

x

x

x

X

P

=

min

1

)

(

dan fungsi probabilitas distribusinya (PDF) sebagai

) 1 ( min

)

(

)

(

=

×

k

×

k+ X

x

k

x

x

P

Dengan ini kita bisa mengatakan bahwa

α

sebagai kemiringan power-law. Sebuah catatan yang penting adalah bahwa pada

α

<

2

tidak ada nilai rata-rata yang terhingga untuk distribusinya, sehingga dapat kita katakan bahwa distribusi power-law sering ditulis dengan

k

>

1

, namun perhitungan yang dilakukan oleh Pareto sendiri pada indeks

α

sehingga definisi

k

>

0

lebih sering digunakan. Dengan ini muncul ungkapan dari Pareto yang mengatakan bahwa skala terkecil dalam struktur

(6)

secara intim berkenaan dengan skala terbesar dalam struktur tersebut dan yang satu tak dapat dipertukarkan tanpa mengubah yang lain (Salingaros & West, 1999).

• Linguis G.K. Zipf melakukan tindakan serupa pada penggunaan kata-kata dalam teks-teks besar berbahasa Inggris dan hasilnya ia mendapati bahwa distribusi kata-kata dari yang paling sering digunakan hingga yang paling jarang juga mengikuti distribusi power-law (Adamic, 2003). Menuju distribusi power-law jika kemiringan dari penggunaan kata-kata tersebut dinyatakan sebagai

β

, maka nilai harapan

E

(

X

r

)

dengan ranking ke-r pada variabel Xr dinyatakan sebagai β

×

r

C

X

E

(

r

)

~

1

di mana C1 sebagai konstanta normalisasi. Artinya adalah bahwa terdapat r variabel

dengan nilai harapan lebih besar atau sama dengan

C

1

×

r

β dengan peluang

r

C

r

C

X

P

(

1

×

β

)

=

2

×

atau secara sederhana ditulis:

β 1

~

)

(

X

y

y

P

Dari sini kita dapati fungsi probabilitas distribusinya sebagai

a

y

y

y

X

P

 −    + −

=

=

β 1 1

~

)

(

dengan variabel

β

1

1

+

=

a

.

3. Dunia Tak “Seadil” yang Kita Bayangkan…

Dari perhitungan tentang distribusi di atas kita telah memahami bagaimana distribusi

power-law telah secara tidak sengaja menunjukkan karakter-karakter kompleks dalam berbagai sistem kehidupan kita. Beberapa kerja dari Albert dan Barabasi (2002) menunjukkan bagaimana jaring sosial pun ternyata memiliki karakter distribusi power-law yang dengan distribusi ini mereka menerangkan bagaimana efek dunia kecil (small-world) terjadi dalam jaring sosial yang modelnya ditunjukkannya sebagai model model jaringan skala bebas (scale-free network). Perlu kita ketahui bahwa dalam model distribusi Pareto di atas, untuk semua nilai k distribusi power-law ini disebut juga memiliki sifat skala bebas atau dengan kata lain tidak memiliki karakteristik skala panjang. Artinya tidak peduli pada jarak keberadaan x

kita melihat, proporsinya dari kecil ke besar akan selalu sama, yakni kemiringan yang sama pada semua bagian kurva distribusi plot log-log. Sebuah hal yang menarik adalah bahwa karakter jaringan skala bebas juga terdapat pada jaringan internet (Narushige & Batty, 2000) hingga distribusi pendapatan perkapita (Di Guilmi, et.al., 2003), protein ragi, jaringan derajat bintang film Hollywood, jaringan transmisi elektrik dan sebagainya yang kesemuanya menunjukkan distribusi power-law dengan eksponen pangkat yang berbeda-beda namun mendekati satu.

Per Bak (1997) menunjukkan perilaku power-law bongkahan es yang menyatakan, “frekuensi rata-rata dari ukuran bongkahan es adalah berbanding terbalik dengan pangkat tertentu dari ukurannya”. Lebih jauh ditunjukkan pula bahwa distribusi ini dapat diamati pada pada distribusi gempa bumi. Jika N(E) adalah rata-rata jumlah gempa bumi (untuk ukuran zona tertentu atau seluruh bumi), dan E merepresentasikan energi gempa bumi tersebut, maka secara empiris ditemukan bahwa terdapat hubungan N(E) = E-b dengan b adalah konstanta b~1.

(7)

Sebuah interpretasi yang menarik tentang distribusi yang secara heuristik berlaku umum ini dimunculkan oleh Watts (2002) yang melakukan riset atas data jaringan sosial yang menunjukkan fenomena distribusi power-law bahwa node-node yang terhubung dengan baik akan cenderung untuk membentuk hubungan baru sementara yang tak terhubung dengan baik cenderung untuk semakin tak terhubung dengan baik. Hal yang banyak dijumpai dalam berbagai fenomena sosial. Sebuah riset terdahulu yang berkenaan dengan kreativitas dan nyali yang dilakukan oleh Situngkir & Suroso (2003) menggambarkan hal ini.

4.

r

sebagai Paramater Statistika Sistem Kompleks

Pada bagian ini kita akan mencoba melakukan pengkajian pada model umum distribusi power-law yang menjadi dasar bagi kita untuk melihat lebih jauh penggunaannya dalam analisis sistem keuangan yang dilakukan pada kerja-kerja lebih jauh.

Kita mendefenisikan distribusi power-law sebagai berikut,

misalkan X = {1,2,…}, maka distribusi power-law pada X didefinisikan sebagai

r

x

Z

x

P

(

)

=

1

− , untuk

x

X

,

r

>

1

di mana Z merupakan konstanta normalisasi:

∞ =

=

1

1

x r

x

Z

Gambar 2

Distribusi power-law

P

(

x

)

~

x

runtuk nilai r yang berbeda-beda. Daerah asal X kita potong dalam interval {1,2,…,1000}

(8)

Dari sini kita dapat mengevaluasi rata-rata, standar deviasi, dan median dari distribusi power-law,

= ∞ = + − −

=

×

=

1 1 1

1

1

)

(

x x r r

x

Z

x

x

Z

x

E

∞ = + − ∞ = −

=

×

=

1 2 1 2 2

1

1

)

(

x r x r

x

Z

x

x

Z

x

E

sehingga diperoleh, 2 2 1 ) 1 ( 1 ) 2 ( 2 2

))

(

(

)

(

)

(

Z

x

Z

x

x

E

x

E

x

Var

x r x r

×

=

=

∞ = + − ∞ = + −

Dari ilmu deret, kita mengetahui bahwa

∞ = − 1 x r

x

konvergen hanya untuk

r

>

1

dan menjadi tak berhingga untuk

0

r

1

. Akibatnya distribusi power-law ini akan memiliki nilai rata-rata tak hingga untuk

r

2

dan variansi yang tak berhingga untuk

r

3

. Namun tentu saja, distribusi power-law selalu diterapkan dalam himpunan X yang selalu berhingga, seperti data kekayaan/pendapatan, data koneksi internet, jaring sosial, dan sebagainya yang memiliki nilai rata-rata dan variansi yang berhingga. Namun bagaimanapun, sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 2, ekor distribusi power-law terkesan memiliki bobot yang besar – artinya jumlah data kita sangat berpengaruh pada perhitungan kualitas dari rata-rata dan variansi dari distribusinya. Jadi, berbicara tentang distribusi power-law, sulit bagi kita untuk melakukan estimasi dalam nilai rata-rata dan variansi – karena distribusi tidak sensitif pada rata-rata dan variansi – ia sensitif pada derajat pangkat r. Lebih jauh, kita dapat mengatakan bahwa pada sistem kompleks yang memiliki sifat pengaturan diri sendiri dalam kondisi kritis, nilai rata-rata dan variansi tidak mengatakan banyak hal mengingat distribusinya yang sangat bergantung pada nilai r. Distribusi populatif sistem kompleks pada akhirnya mempertanyakan derajat pangkat r sebagai acuan primer distribusi statistikanya.

Inilah yang menjadi kesulitan dari distribusi power-law untuk analisis statistika model lama. Dibandingkan dengan distribusi yang banyak digunakan sebelumnya, seperti distribusi Gaussian dan Poisson misalnya, nilai rata-rata dan variansi tidak bersifat informatif sama sekali. Sebagaimana digambarkan dalam gambar 2, massa kemungkinan paling banyak terkonsentrasi pada titik

x

=

0

, sebagai contoh untuk

r

=

2

.

3

,

P

(

0

)

=

0

.

698

; dan dengan nilai r yang sama didapat nilai rata-ratanya 2.598. Dari sini kita katakan bahwa distribusi

power-law merupakan distribusi yang menyimpang (skewed distribution), yakni distribusi yang massa terbesar terletak pada satu sisi dari nilai rata-rata. Lebih jauh kita lihat bahwa untuk kasus

r

=

2

.

3

, standar deviasinya adalah 628.655 yang artinya sampel data seharusnya berada pada interval [(3.8-628.655), (3.8-628.655)], padahal interval dengan sampel data distribusi seperti itu jauh lebih kecil. Pada interval [0,5] saja sudah terdapat sekitar 93%

massa probabilitas!

Dalam hal ini kita dapat membedakan antara distribusi power-law dengan distribusi Poisson yang saat ini sering digunakan. Secara jelas kita dapat membedakan kapan kita akan menggunakan distribusi Poisson dan distribusi power-law. Distribusi Poisson yang didefinisikan sebagai distribusi pada kasus terbatas dari distribusi binomial dengan syarat

!

~

)

(

x

e

x

P

x u

µ

hanya dapat digunakan dalam sistem yang dinyatakan stabil, bukan sistem dengan pengorganisasian diri dalam keadaan kritis. Sebaliknya, untuk mendekati sistem kompleks dengan kemampuan kritis pengroganisasian diri, distribusi power-law menjadi suatu keharusan.

(9)

5. Bilangan acak dengan distribusi

power-law

Gabaix, et.al. (2003) menunjukkan bahwa jika seandainya kita dapati

p

t sebagai keuntungan harga dari stok yang diberikan dan

r

t

ln

p

t

ln

p

tt sebagai perubahan logaritmik dari harga stok pada interval waktu

t

, maka akan diperoleh secara empirik bahwa probabilitas sebuah keuntungan akan bernilai mutlak lebih besar daripada

x

sebagai:

r

x

x

r

P

(

t

>

)

~

ξ

dengan

ξ

r

3

. Lebih jauh dikatakan bahwa distribusi dari volume dagang

V

t mematuhi pula

distribusi power-law sebagai:

v

x

x

V

P

t ξ

>

)

~

(

dengan

ξ

v

1

.

5

, dan jumlah perdagangan

N

t juga mengikuti:

N

x

x

N

P

t ξ

>

)

~

(

dengan

ξ

N

3

.

4

.

Fakta-fakta ini dijelaskan dengan melihat bahwa sistem keuangan dan perekonomian sebagai sistem kompleks yang memiliki pengorganisasian sendiri dalam keadaan kritis – sebuah fenomena fisika yang terjadi dalam transisi fasa sebagaimana diterangkan pada awal makalah ini. Dalam rangka meneruskan riset terdahulu, kita akan memeriksa konstruksi dan beberapa kemungkinan untuk melakukan pseudo-random generator yang akan digunakan dalam simulasi sistem keuangan yang dilakukan pada pekerjaan sebelumnya.

Untuk membentuk algoritma komputasional untuk menghasilkan bilangan random, kita akan melihat terlebih dahulu sistem generasi bilangan random3. Kita menggunakan definisi bilangan random:

Definisi:

Generator bilangan random dalam distribusi power-law adalah sebuah struktur G = (S,s0,p,X,P), di mana S adalah himpunan berhingga dari

keadaan

s

0

S

sebagai keadaan awal,

p

:

S

S

sebagai fungsi transisi, X sebagai himpunan keluaran dan

P

:

S

X

sebagai fungsi keluaran.

Sebuah generator bilangan acak dijalankan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

ü Dimulai dari keadaan awal s0 yang disebut sebagai “bibit” yang dinyatakan sebagai

)

(

0

0

P

s

u

=

ü Untuk i=1 dan seterusnya kita jalankan:

)

(

1

=

i i

p

s

s

)

(

i i

P

s

u

=

ü Kita mengasumsikan algoritma fungsional p dan P ini dihasilkan secara komputasional dengan efisien

ü Sekuen {ui} merupakan keluaran dari generator kita.

ü Sekuen {ui} ini kita observasi sebagai bilangan pseudo-random yang dapat dianggap

sebagai peubah acak (random variable) dalam distribusi power-law dalam X.

ü Himpunan X dapat dianggap sebagai himpunan bilangan cacah sebagai {0,…m-1}, atau himpunan berhingga yang bernilai [0,1] untuk mengaproksimasi X(0,1)

3

Piranti komputasional yang digunakan adalah MATLABTM v.6.1 dan apa yang hendak diutarakan dalam bagian berikutnya dari makalah ini akan diadaptasi dalam lingkungan piranti komputasional tersebut.

(10)

Secara praktis kita menggunakan bilangan acak distribusi seragam4 (uniformly distributed) sebagai bibit

s

0

S

dan menggunakan PDF dari distribusi power-law secara umum sebagai:

k

x

x

p

p

:

(

)

=

dengan k sebagai derajat pangkat yang kita pilih. Dari sini kita melakukan integrasi terhdap

f(x) sehingga diperoleh CDF:

C

k

x

dx

x

dx

x

f

k k

+

+

=

=

− − +

(

)

1

) 1 (

1

)

(

:

) 1 (

+

=

− +

k

x

x

P

P

k

dan kita mendapatkan fungsi keluaran generator P melalui invers dari P(x).

4

Bilangan random terdistribusi seragam pada MATLABTM diaproksimasi dalam 21492 kali tanpa mengulang generasi bilangan randomnya. Penjelasan detail pada Moler (1995).

Gambar 3

Hasil generasi bilangan pseudo-random sebanyak 100 000 angka sebagai distribusi power-law

dalam bentuk histogram terdistribusi.

Gambar 4

Contoh keluaran 100 bilangan random distribusi power-law. Di sebelah kiri adalah keluaran berdasarkan urutan, sedangkan di sebelah kanan data logaritmiknya.

(11)

6. Catatan Simpulan

Telah ditunjukkan bagaimana wacana transisi fasa dalam diskursus fisika material telah menghasilkan ranah distribusi power-law yang dijelaskan dengan karakter sistem yang mampu mengorganisasi diri dengan kritikalitas. Namun hal ini tidak berhenti dalam wacana fisika karena begitu banyak distribusi sampel data: baik data virtual (seperti data akses internet, situs internet) hingga data-data yang nyata (seperti data pendapatan, GDP, distribusi perusahaan, dan sebagainya) ternyata mengikuti kesederhanaan distribusi power-law yang menyimpan potensi kompleksitas.

Ditunjukkan pula bagaimana sistem yang mengikuti distribusi power-law tidak lagi dapat mengandalkan piranti konvensional seperti nilai rata-rata dan variansi melainkan bergantung pada derajat pangkat r dari ekor distribusi. Dari sini ditunjukkan bahwa distribusi yang biasa digunakan saat ini seperti distribusi Poisson hanya terbatas pada sistem-sistem yang stabil, sementara untuk sistem dinamis yang kritis (seluruh sistem yang terdapat nyata di alam) seyogyanya didekati dengan distribusi power-law.

Melihat penemuan-penemuan kontemporer tahun ini atas penyelidikan distribusi pada data-data keuangan, maka dirasa perlu untuk mengkonstruksi generator bilangan pseudo-random dengan basis distribusi power-law. Generator bilangan pseudo-random dengan distribusi power-law yang dihasilkan akan digunakan pada penelitian selanjutnya yang menggunakan analisis stokastik seperti GARCH dan sistem analitik gerak Brownian yang telah dimulai sebelumnya. Pengayaan lain yang mungkin dengan piranti ini adalah generasi derau dalam sistem telekomunikasi yang acak dalam distribusi yang diduga juga mengikuti pola distribusi power-law.

Pengakuan

Penulis berterima kasih atas diskusi yang menarik tentang distribusi power-law dengan Yohanes Surya (Board of Science BFI, Universitas Pelita Harapan) serta bantuan finansial yang sangat berarti selama penulisan makalah ini. Penulis juga berterimakasih pada rekan-rekan BFI atas dukungan selama penulisan makalah ini dan semangatnya yang ingin menunjukkan bagaimana institusi pendidikan dan riset seharusnya. Produktifitas dan semangat kerja adalah bahan bakar vitalitas kita agar kita tidak selalu berada di ‘ekor peta distribusi statistika’ kemajuan pengetahuan dunia.

Referensi:

1. Adamic, L. (2003). Zipf, Power-laws and Pareto: A Ranking Tutorial. URL: http://ginger.hpl.ho.com/shk/papers/ranking/ranking.html

2. Albert, R., Barabasi, A.L. (2002). Statistical Mechanics of Complex Networks. Reviews of Modern Physics Vol. 74(1): 47-97. American Physical Society.

3. Axtell, Robert L. (2001). Zipf Distribution of U.S. Firm Sizes. Science Vol. 293:1818-1820.

4. Bak, Per. (1997). How Nature Works: The Science of Self-Organized Criticality. Oxford University Press.

5. Di Guilmi, Corrado., Edoardo Gaffeo., and Mauro Gallegati. (2003) Power Law Scaling in the World Income Distribution. Economics Bulletin, Vol. 15, No. 6 pp. 1-7. URL: http://www.economicsbulletin.com/2003/volume15/EB-03O40003A.pdf 6. Durlauf, S. N. (2003). Complexity and Empirical Economics. Working Paper

03-02-014. Santa Fe Institute.

7. Gabaix, X., Goplkirshnan, P., Plerou, V., & Stanley, H.E. (2003). A Theory of Power-Law Distributions in Financial Market Fluctuations. Nature 423: 267-270.

8. Hariadi, Yun., dan Surya, Yohanes. (2003). Peramalan dalam Selang: GARCH (1,1).

Working Paper WPF2003. Bandung Fe Institute.

9. Halloy, Stephan R.P. (1999). A Theoretical Framework for Abundance Distributions in Complex Systems. Working Paper 99-04-031. Santa Fe Institute.

10. Kadanoff, L.P. (1971). Critical Behavior: Universality and Scaling. Dalam Critical Phenomena, Academic Press. Inc.

(12)

11. L’ecuyer, Pierre. (1993). Uniform Random Generation. Annals of Operation Research. URL:

http://www.cs.sun.ac.zazSz~lynettezSzsimulationzSztutaor.pdf/lecuyer93uniform.pdf 12. Moler, Cleve. (1995). Random Thoughts: 10435 years is a very long time. Matlab

News & Notes. Edisi Musim Gugur 1995.

13. Parwani, Rajesh R. (1999). Complexity: A Course. Published online by Nikos Drakos, Computer Based Learning Unit, University of Leeds and Ross Moore, Mathematics Department, Macquarie University, Sydney. URL:

http://staff.science.nus.edu.sg/~parwani/complexity.html

14. Reed, W.J. & Hughes, Barry D. (2002). From Gene Families and Genera to Incomes and Internet File Sizes: Why Power Laws are So Common in Nature?. Physical Review E.66, 067103.

15. Salingaros, Nikos A., & West, B.J. (1999). A Universal Rule for the Distribution of Sizes. Environment and Planning B: Planning & Design Vol. 26:909-923. Pion Publications.

16. Shiode, Narushige. & Batty, Michael. (2000). Power Law Distributions in Real and Virtual Worlds. Working Paper No.19. Centre for Advanced Spatial Analysis. URL: http://www.casa.ucl.ac.uk/powerlaw.pdf

17. Situngkir, Hokky (2003), Fajar Menyingsing Ilmu Sosial Berbasis Kompleksitas, Makalah Disampaikan pada Diskusi Bersama CSIS, Jakarta, 5 Juni 2003 18. Situngkir, Hokky., & Surya, Yohanes. (2003). Persepsi Jaring Saraf pada Peta

Poincare Keuangan. Working Paper WPG2003. Bandung Fe Institute.

19. Situngkir, Hokky. & Suroso, Rendra. (2003). Guts in the Edge of Wealth: Inquiry to Creativeness. Working Paper WPO2003. Bandung Fe Institute.

20. Solomon, Sorin. (1998). Stochastic Lotka-Volterra Systems of Competing Auto-Catalytic Agents Lead Generically to Truncated Pareto Power Wealth Distribution, Truncated Levy Distribution of Market Returns, Clustered Volatility, Booms and Crashes. In Refenes, A.P.N., Burgess, A.N., Moody, J.E. (eds). Computational Finance 97. Kluwer Academic Publishers.

21. Surya, Yohanes. (2003). Ekonofisika: Paradigma Kompleksitas & Peluangnya. Buletin BFI Paruh I – 2003. Bandung Fe Institute.

22. Watts, Duncan J. (2002). Six Degrees: The Science of A Connected Age. W.W. Norton & Co. Ltd.

Referensi

Dokumen terkait

Setelah proses pengiriman surat pengajuan cuti ke bagian personalia di setujui dan ditanda tangani oleh Kepala Bagian Personalia, maka pihak dari bagian

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku orang tua dari anak penyandang retardasi mental di SLB-C Kota Bandung secara umum adalah

Berdasarkan Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hardiana (2016) menyatakan bahwa ekstrak kulit buah Naga merah (Hylocereus polyrhizus) memiliki daya

Adi Susrawan, I Nyoman. “Wujud Kesantunan Imperatif dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas XI PSIA.1 SMAN 1 Kubu Karangasem”. Amelia, Kiki Rizky. “Kesantunan

Dari 176 spesimen yang memenuhi kriteria inklusi, 55 spesimen diekslusi antara lain karena hasil MAC ELISA CSS pada fase akut negatif tetapi positif pada

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif dengan analis laboratorium, untuk memperoleh gambaran tentang hasil pemeriksaan kadar formalin pada ikan asin Jambal

884 Sjari Fatul Aini, S.Pd.I MAS Yasipa Sekolah Menengah Atas Ujungberung 885 Yufi Dewi Marwati, S.Pd.I MAS Yasipa Sekolah Menengah Atas Ujungberung 886 ABDUL MUIZ HAIDAR MTSS

Untuk menduga perilaku data apakah data tersebut berdistribusi kontinu atau bukan (distribusi diskret) maka dalam hal ini akan dibahas distribusi normal dan