• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENAMBAHAN TEKNIK MANUAL THERAPY PADA LATIHAN PENDULAR CODMAN LEBIH MENINGKATKAN LINGKUP GERAK SENDI PADA SENDI GLENOHUMERAL PENDERITA FROZEN SHOULDER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENAMBAHAN TEKNIK MANUAL THERAPY PADA LATIHAN PENDULAR CODMAN LEBIH MENINGKATKAN LINGKUP GERAK SENDI PADA SENDI GLENOHUMERAL PENDERITA FROZEN SHOULDER"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

LATIHAN PENDULAR CODMAN LEBIH

MENINGKATKAN LINGKUP GERAK SENDI PADA

SENDI GLENOHUMERAL PENDERITA FROZEN

SHOULDER

JOHANES SURYA SALIM

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2013

(2)

LATIHAN PENDULAR CODMAN LEBIH

MENINGKATKAN LINGKUP GERAK SENDI PADA

SENDI GLENOHUMERAL PENDERITA FROZEN

SHOULDER

JOHANES SURYA SALIM NIM: 1190361037

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA

KONSENTRASI FISIOTERAPI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2013

(3)

ii

SENDI GLENOHUMERAL PENDERITA FROZEN

SHOULDER

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

pada Program Magister, Program Studi Fisiologi Olah Raga – Konsentrasi Fisioterapi, Program Pascasarjana Universitas Udayana

JOHANES SURYA SALIM NIM: 1190361037

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI FISIOLOGI OLAHRAGA

KONSENTRASI FISIOTERAPI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2013

(4)
(5)

iv

Tanggal 2 Oktober 2013

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor

Universitas Udayana, No.: 1815/UN.14.4/HK/2013, Tanggal 25 September 2013

Ketua : Prof.Dr.dr.J.Alex Pangkahila,MSc,Sp.And Anggota :

1. Sugijanto, Dipl.PT, M.Fis 2. Prof. Dr.dr. K.Tirtayasa,MS. AIF 3. Prof. Dr.dr Bagiada

(6)

v

Telepon (0361) 701812, 701954, 703138, 703139, Fax.(0361)-701907, 702442 Laman: www.Unud.ac.id

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Johanes Surya Salim

Nim : 1190361037

Program Studi : Magister Fisiologi Olahraga Konsentrasi Fisioterapi

Judul tesis : Penambahan Teknik Manual Therapy Pada Latihan Pendular Codman Lebih Meningkatkan Lingkup Gerak Sendi Pada Sendi Glenohumeral Penderita Frozen Shoulder

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat

Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini , maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 02 Oktober 2013 Pembuat Pernyataan,

(Johanes Surya Salim) NIM: 1190361037

(7)

vi menyelesaikan tesis ini.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof.Dr.dr. J.Alex Pangkahila,MSc,Sp.And sebagai Pembimbing pertama yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama penulis mengikuti program Magister, khususnya dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih pula yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Sugijanto S.Ft, M.FIS sebagai pembimbing kedua yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.

Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof. DR. dr. Ketut Suastika, Sp.PD, KEMD yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada ketua Yayasan, direktur khususnya pak Harijun, S.Pd, S.ST.Ft, M.Fis, Ketua Jurusan Fisioterapi Poltekkes Dr Rusdi Medan yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk mengikuti pendidikan program Magister.

Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp.And, Ketua Program Studi Magister Fisiologi Olahraga. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada Para Penguji Tesis, yaitu Prof. dr.Ketut Tirtayasa,MS,AIF. Prof.dr. Nyoman Agus Bagiada, Prof.DR.dr.N.Adiputra, M.OH yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan, dan koreksi sehingga tesis ini dapat terwujud seperti ini.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus disertai penghargaan kepada seluruh dosen yang telah mengajar dan membimbing penulis selama menempuh pendidikan di Program Pascasarjana. Juga penulis ucapkan terima kasih kepada mama dan papa yang telah mengasuh dan membesarkan penulis, serta para Saudara Kapusin yang telah memberikan dasar-dasar berpikir logik dan suasana demokratis sehingga tercipta lahan yang baik untuk berkembangnya kreativitas. Akhirnya penulis sampaikan terima kasih kepada isteri tercinta Agustina Khoman, yang dengan penuh pengorbanan telah memberikan kepada penulis kesempatan untuk lebih berkonsentrasi menyelesaikan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada team fisioterapi klinik Sriwijaya Medan yang telah mendukung penelitian sehingga tesis dapat terwujud seperti ini.

Semoga Tuhan selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini, khususnya teman-teman seangkatan serta kepada Natalia, Ahren J.Cody dan kerabat penulis.

(8)

vii

SHOULDER

Keterbatasan gerakan ke segala arah ciri khas dari penderita frozen shoulder, dan banyak dijumpai di berbagai lahan praktek fisioterapi. Para fisioterapis sering tertantang karena terapi pada penderita frozen shoulder umumnya memerlukan waktu yang panjang untuk memperoleh aktivitas fungsional. Akhir-akhir ini Latihan Pendular Codman diragukan efektivitasnya untuk meningkatkan ROM sendi glenohumeral pada penderita frozen shoulder. Sebaliknya beberapa penelitian dan studi kasus membuktikan teknik Manual Therapy efektif memperbaiki hipomobilitas pada penderita frozen shoulder. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan efektivitas penambahan teknik Manual Therapy pada Latihan Pendular Codman lebih meningkatkan Lingkup Gerak Sendi pada sendi glenohumeral daripada Latihan Pendular Codman pada penderita frozen shoulder.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental murni dengan pre-test dan post-test control group design. Eksperimen ini dilaksanakan di Praktek Fisioterapi, “Sriwijaya” Medan. Sampel penelitian berjumlah 16 orang yang dibagi ke dalam 2 kelompok sampel yaitu 8 orang pada kelompok kontrol dan 8 orang pada kelompok perlakuan. Kelompok kontrol yang diberikan intervensi Latihan Pendular Codman dan kelompok perlakuan yang diberikan teknik Manual Therapy dan Latihan Pendular Codman. Alat ukur yang digunakan untuk pengumpulan data adalah goniometer, dimana goniometer digunakan untuk mengukur lingkup gerak fleksi, ekstensi, abduksi, eksotorotasi dan endorotasi baik sebelum intervensi maupun sesudah intervensi.

Hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t-test independent untuk fleksi, ekstensi, abduksi, endorotasi dan uji Mann-Whitney Test untuk eksorotasi. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara rerata sesudah intervensi ROM fleksi, ekstensi, abduksi, eksorotasi dan endorotasi pada sendi glenohumeral kelompok kontrol dan rerata sesudah intervensi ROM kelompok perlakuan, dengan nilai p < 0,05. Kesimpulan: Penambahan teknik Manual Therapy pada Latihan Pendular Codman lebih efektif meningkatkan ROM sendi glenohumeral daripada Latihan Pendular Codman pada penderita frozen shoulder. Peningkatan ROM sendi glenohumeral secara signifikan akan mengoptimalkan aktivitas fungsional sendi glenohumeral.

(9)

viii

Limitation of movement in all directions is the characteristic of patients with frozen shoulder, and often found in various fields of physiotherapy practice.The physiotherapist is often challenged therapy in patients with frozen shoulder; the patient usually requires a long time to find out the best functional activity.Lately,the effectiveness of Codman’spendulum exercises wasin doubt as a method to increase the range of motion for frozen shoulder in glenohumeral joint patients. Instead, some research and case studies have proven manual therapy techniques effectively repair hipomobility in patients with frozen shoulder.This study aims to prove the effectiveness of the addition of manual therapy techniques on Codman’s pendulum exercises in inreasing the range of motion in patients with frozen shoulder in the glenohumeral joint.

This study is true experimental research, the methods pre-test and post-test control group design. The experiment was conducted in Physiotherapy Practice “ Sriwijaya” Medan. This study sample of 16 people were divided into 2 groups, 8 people in the control group and 8 people in the treatment group. A control group given Codman’s pendulum exercises and a treatment group who was given the manual therapy techniques and Codman’s pendulum exercises. The measuring instrument used for data collection was the goniometer.The goniometer was used to measure the range of motion of flexion, extension, abduction, exorotation, and endorotation of both pre-intervention and post-intervention.

Results of the hypothesis were gathered by using the independent t-test for flexion, extension, abduction, endorotation, and the Mann-Whitney test for exorotation. Hypothesis testing results showed that significant difference in post-intervention mean of the control group and the mean of the treatment group for Range Of Motion (ROM) of the glenohumeral joint in flexion, extension, abduction, endorotation, exorotation, with a value of p < 0.05. Concluded : The addition of manual therapy techniques onthe Codman’s pendulum exercise is better than just Codman’s pendulum exercises in increasing ROM for frozen shoulder in glenohumeral joint patients. The increased ROM of the glenohumeral joints will significantly affect the activity of the glenohumeral joint and help it to function optimally.

Keywords : frozen shoulder, manual therapy techniques, Codman’s pendulum exercise.

(10)

ix

LEMBAR PENGESAHAN………... iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ………... iv

BEBAS PLAGIAT... ………... v

UCAPAN TERIMA KASIH ………... vi

ABSTRAK ………... vii

ABSTRACT ………... viii

DAFTAR ISI ………... x

DAFTAR TABEL ………... xii

DAFTAR GAMBAR ………... xiii

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG ………... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I PENDAHULUAN ………... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 5 1.3 Tujuan Penelitian... 5 1.4 Manfaat Penelitian... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ………... 8

2.1 Lingkup Gerak Sendi pada Sendi Glenohumeralis... 8

2.1.1 Pengertian... 8

2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi ROM... 8

2.1.3 Keterbatasan ROM sendi glenohumeralis... 9

2.2 Anatomi Fungsional dan Biomekanik Sendi-sendi Bahu... 9

2.2.1 Gerakan osteokinematika sendi Glenohumeralis...11

2.2.2 Gerakan artrokinematika sendi Glenohumeralis...12

2.2.3 Rotasi eksternal dan rotasi internal tulang Humerus... 14

2.2.4 Stabilisasi statis sendi glenohumeralis... 14

2.2.5 Stabilisasi dinamis sendi glenohumeralis... 15

2.2.6 Sendi sternoclavicularis... 16

2.2.7 Sendi acromioclavicularis... 17

2.2.8 Sendi scapulothoracalis... 17

2.2.9 Vascularisasi... 18

2.2.10 Sistem saraf regio bahu... 19

2.2.11 Sistem limfatik ... ...24

2.3 Frozen Shoulder... 25

2.3.1 Definisi... 25

2.3.2 Fase Adhesiva capsulitis... 27

2.3.3 Frozen shoulder primer dan sekunder... 27

2.4 Assessment Frozen Shoulder... 29

2.4.1 Anamnesis...29

(11)

x

ICF... 30

2.5.1 Body structur dan body function impairment... 30

2.5.2 Activities limitation... 32

2.5.3 Participation restrictions... 33

2.6 Latihan Codman Pendular... 33

2.7 Manual Therapy... 34

2.7.1 Mobilisasi sendi dengan roll-glide...36

2.7.2 Manual lymph drainage... 39

2.7.3 Red flags dalami ManualTherapy... 40

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS ……... 41

3.1 Kerangka Berpikir... 41

3.2 Konsep ... 44

3.3 Hipotesis... 45

BAB IV METODE PENELITIAN ………... 46

4.1 Rancangan Penelitian... 46

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 47

4.3 Penentuan Sumber Data...47

4.4 Variabel Penelitian... 50

4.5 Definisi Operasional... 50

4.6 Alur Penelitian... 57

4.7 Alat Penelitian... 58

4.8 Prosedur Penelitian... 58

4.9 Prosedur Pengumpulan Data... 59

4.10 Analisa Data... 60

BAB V HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS... 62

5.1 Karakteristik Subjek Penelitian... 62

5.2 Analis Deskriptif Pengukuran ROM Sendi glenohumeral...63

5.3 Uji Nomalitas dan Uji Homogenitas...64

5.4 Uji Beda Hipotesis I... 66

5.5 Uji Beda Hipotesis II... 67

5.6 Uji Beda Hipotesis III... 68

BAB VI PEMBAHASAN………... 70

6.1 Karakteristik Subjek Penelitian... 70

6.2 Pembahasan Hipotesis I... 71

6.3 Pembahasan Hipotesis II... 72

(12)

xi

(13)

xii

Tabel 2.1 Roll slide sendi glenohumeralis ... 13

Tabel 2.2 Roll slide sendi sternoklavicularis ... 16

Tabel 2.3 Roll slide sendi acromioklavikularis... 17

Tabel 5.1 Karakteristik Sampel ... 62

Tabel 5.2 Sampel Jenis kelamin ... 63

Tabel 5.3 Analisis Deskriptif Pengukuran ROM Sendi Glenohumeral... 64

Tabel 5.4 Uji Normalitas dan Uji Homogenitas ... 65

Tabel 5.5 Uji Beda Hipotesis I ... 67

Tabel 5.6 Uji Beda Hipotesis II ... 68

(14)

xiii

Gambar 2.2 Sistem Vascularisasi di Regio Sendi Bahu... 19

Gambar 2.3 Sistem Saraf Regio Bahu... 19

Gambar 2.4 Area Dermatom Regio Bahu ... 20

Gambar 2.5 Area Miotom C3 ... 20

Gambar 2.6 Area Miotom C4 ... 21

Gambar 2.7 Area Miotom C5 ... 21

Gambar 2.8 Area Miotom C6 ... 21

Gambar 2.9 Area Sclerotom Ekstremitas Atas ... 22

Gambar 2.10 Sistem Saraf Otonom ... 23

Gambar 2.11 Sistem Limfatik ... 24

Gambar 2.12 Sistem Limfatik Regio Bahu dan Dada ... 24

Gambar 3.1 Konsep Penelitian ... 45

Gambar 4.1 Bagan Rancangan Penelitian ... 46

Gambar 4.2 Pengukuran ROM Fleksi ... 53

Gambar 4.3 Pengukuran ROM Ekstensi ... 53

Gambar 4.4 Pengukuran ROM Abduksi ... 54

Gambar 4.5 Pengukuran ROM Eksorotasi ... 55

Gambar 4.6 Pengukuran ROM Endorotasi ... 56

(15)

xiv

AAOMT : American Academy of Orthopedic Manual Physical Therapy APTA : American Physical Therapy Association

BB : Berat Badan

EBP : Evidence Based Practice

ICF : International Classification of Fungtioning, Disability and Health

IMT : Indeks Massa Tubuh

LGS : Lingkup Gerak Sendi

LPP : Loose Pack Position

MLD : Manual Lymph Drainage

MLPP : Maximally Loose Pack Position

ROM : Range of Motion

SB : Simpang Baku

(16)

xv

Lampiran 1 Informed conscent ... 84

Lampiran 2 Data Deskriptif Subjek Penelitian ... 85

Lampiran 3 Uji Normalitas dan Uji Homogenitas ... 88

Lampiran 4 Uji Beda Hipotesis I ... 95

Lampiran 5 Uji Beda Hipotesis II ... 98

(17)

1

1.1 Latar Belakang

Adhesive capsulitis sendi bahu atau sering disebut frozen shoulder ialah suatu patologi yang ditandai dengan nyeri, limitasi gerakan sendi glenohumeralis baik secara aktif maupun pasif tanpa perubahan radiologis, kecuali adanya osteopenia atau kalsifikasi tendonitis.

Diperkirakan penderita frozen shoulder 2% orang dewasa. Kebanyakan pada umur di antara 40 sampai dengan 60 tahun, lebih banyak pada wanita dan individu yang menderita penyakit hormon, penyakit immun dan penyakit sistemik. Klasifikasi adhesive capsulitis terdiri dari primary adhesive capsulitis (idiopatik) dan secondary adhesive capsulitis yang berhubungan dengan post trauma atau akibat penyakit tertentu, antara lain penyakit diabetes militus (Donatelli, 2004; Durall, 2011; Robinson et al., 2012).

Frozen shoulder terdiri dari 4 fase meliputi; Fase nyeri berlangsung 0-3 bulan; fase beku (freezing phase) berlangsung 3-9 bulan; fase kaku (stiffness or frozen phase) berlangsung 9-15 bulan; fase mencair (thawing) berlangsung 15-24 bulan (Hannafin, & Chiaia, 2002).

Bermacam- macam strategi terapi telah dilakukan untuk meningkatkan fungsi sendi di regio bahu di dalam rehabilitasi frozen shoulder. Meliputi; edukasi; obat analgesik oral/injeksi; nerve blocks; Latihan Pendular Codman; elektroterapi; terapi ultrasound; terapi panas; latihan peregangan; mobilisasi sendi; mobilisasi jaringan

(18)

lunak; latihan kekuatan; splint; injeksi cortisone; injeksi calsitonin; manipulasi dalam pengaruh anastesia dan surgical contracture release. (Brotzman & Manske, 2011; Kelley et al., 2009; Wies, 2005).

Latihan Pendular Codman adalah teknik terapi latihan menggerakkan sendi glenohumeral secara pasif melalui pengaruh gravitasi gerakan pendular lengan dan otot-otot regio sendi glenohumeralis dalam keadaan relaksasi. Latihan pendular Codman juga merupakan distraksi dan occilasi bertujuan : untuk mengurangi nyeri; meningkatkan nutrisi pada permukaan sendi; memperlancar mobilisasi sendi; meningkatkan ekstensibilitas kapsul sendi glenohumeralis pada penderita frozen shoulder (Ellsworth et al., 2006).

Beberapa peneliti membuktikan bahwa teknik-teknik fisioterapi membutuhkan waktu yang lama dalam peningkatan aktivitas fungsional penderita frozen shoulder berkisar antara 12 bulan sampai dengan 24 bulan. Demikian juga dari pengalaman klinis penulis, sering para fisioterapis tertantang karena tidak dapat dengan cepat mendapatkan hasil yang signifikan dalam pengobatan frozen shoulder ini. Banyak pasien mengalami stres karena hasil pengobatan yang lama dan terkadang takut kembali berobat karena adanya rasa sakit selama pengobatan fisioterapi (Griggs et al., 2000; Tennent et al., 2003; Diercks & Stevens, 2004; Salim & Siahaan, 2011; Watson et al., 2009).

Beberapa tahun terakhir, pengalaman klinis penulis bahwa teknik manual therapy yang terdiri dari teknik mobilisasi sendi grade II di posisi LPP dan teknik Manual Lymph Drainage. . Teknik Manual Therapy ini mengurangi nyeri dan meningkatkan ROM (Range of Motion) sendi glenohumeralis pada penderita frozen

(19)

shoulder secara efektif, sehingga mempengaruhi aktivitas fungsional sendi glenohumeral berfungsi optimal (Salim & Siahaan, 2011).

Clinical reasoning adalah langkah-langkah yang dilakukan oleh terapis secara bertahap, untuk memperoleh informasi tentang penyebab problem pasien. Clinical reasoning, yang benar dibutuhkan oleh fisioterapis untuk menentukan diagnosa fisioterapi misalnya menentukan diagnosa fisioterapi pada penderita frozen shoulder, selanjutnya menentukan perencanaan program terapi dan intervensi fisioterapi yang efektif (Rohstein et al., 2003; Tennent et al., 2003, Vizniak, 2010).

Evidence-based practice adalah informasi yang didapatkan fisioterapis melalui riset klinis yang relevan dan berkualitas tinggi. Bukti-bukti (EBP) harus terpadu dengan pengalaman klinis dan pertimbangan-pertimbangan, kepercayaan, nilai dan kebudayaan lokal (Herbert et al., 2011).

Mobilisasi sendi terbukti efektif untuk memperbaiki imflamasi sendi kronis, kontraktur antero superior kapsul, kontraktur antero inferior kapsul, kontraktur otot-otot rotator cuff dan kemampuan fungsional sekaligus mengurangi nyeri pada frozen shoulder fase kaku dan beku (Vermeulen et al., 2000; Griggs et al., 2000; Edmond, 2006).

Peregangan ringan efektif untuk perbaikan imflamasi yang bersifat kronik dan perbaikan fibrosis pada kasus frozen shoulder (Dierchs & Stevens, 2004; Gleyze et al., 2011 ; Salvo, 2011).

Gliding ke posterior lebih efektif dibandingkan dengan gliding ke anterior untuk meningkatkan lingkup gerak sendi rotasi eksternal sendi glenohumeral pada penderita frozen shoulder (Johnson et al., 2007).

(20)

Didukung oleh beberapa penelitian bahwa gliding ke posterior dan inferior sendi glenohumeralis lebih efektif dibandingkan anterior gliding atau peregangan rotasi eksternal untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan lingkup gerak sendi rotasi eksternal sendi glenohumeralis. Dan juga mobilisasi/gliding dengan gerakan ditambah gliding pada akhir gerakan efektif untuk meningkatkan ROM dan kemampuan fungsional pada penderita frozen shoulder (Jurgel et al., 2005; Johnson et al., 2007; Durall, 2011).

Mobilisasi sendi roll-glide efektif meningkatkan ROM sendi glenohumeral (Yang et al., 2007; Stenvers, 2009).

Manual Lymph Drainage merupakan salah satu teknik Manual Therapy dengan tekanan ringan yang digunakan untuk merangsang sistem limfe (Holey & Cook, 2008; Vizniak, 2010).

Efek Manual Lymph Drainage membobol stagnasi protein, berupa cytokines dan ROM sendi glenohumeralis, meningkatkan immnunitas dan menurunkan stres (Bunker et al., 2000; Foldi, 2005).

Latihan Pendular Codman merupakan intervensi yang sering digunakan oleh fisioterapis untuk meningkatkan ROM penderita frozen shoulder . Beberapa literatur dan peneliti meragukan efektivitas Latihan Pendular Codman dalam meningkatkan ROM pada sendi glenohumeralis penderita frozen shoulder (Bukhart et al., 2003; Jurgel et al., 2005; Kelley et al., 2009; Neumann et al, 2010).

Berdasarkan Evidence-Based Practice di atas, penulis telah mempraktekkan penambahan teknik Manual Therapy pada Latihan Pendular Codman kepada

(21)

beberapa pasien frozen shoulder. Hasilnya ROM sendi glenohumeralis dan kemampuan fungsional meningkat cepat (Salim & Siahaan, 2010).

Penulis terdorong untuk melakukan penelitian, ”Penambahan teknik Manual Therapy pada Latihan Pendular Codman lebih meningkatkan ROM pada sendi glenohumeral penderita frozen shoulder”.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah Latihan Pendular Codman dapat meningkatkan lingkup gerak sendi pada sendi glenohumeralis penderita frozen shoulder?

2. Apakah teknik Manual Therapy dan Latihan Pendular Codman dapat meningkatkan ROM sendi glenohumeralis penderita frozen shoulder?

3. Apakah penambahan teknik Manual Therapy pada Latihan Pendular Codman lebih efektif meningkatkan ROM sendi glenohumeralis daripada Latihan Pendular Codman pada penderita frozen shoulder?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui efektifitas penambahan teknik Manual Therapy pada Latihan Pendular Codman dalam meningkatkan aktivitas fungsional dan kualitas hidup penderita frozen shoulder.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui Latihan Pendular Codman dalam meningkatkan ROM sendi glenohumeral penderita frozen shoulder.

(22)

2. Untuk mengetahui teknik Manual Therapy dan Latihan Pendular Codman dalam meningkatkan ROM sendi glenohumeral penderita frozen shoulder .

3. Untuk mengetahui penambahan teknik Manual Therapy pada Latihan Pendular Codman lebih efektif meningkatkan ROM sendi glenohumeralis dari pada Latihan Pendular Codman pada penderita frozen shoulder.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat akademik

1. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam mempelajari, mengidentifikasi dan mengembangkan teori-teori yang didapat dari perkuliahan dan Evidence-Based Practice dari para peneliti.

2. Memberikan sumbangan pemikiran dan pengembangan ilmu fisioterapi yang dapat dijadikan acuan untuk penelitian lebih lanjut, khususnya aplikasi penambahan teknik Manual Therapy pada Latihan Pendular Codman untuk meningkatkan ROM sendi glenohumeral penderita frozen shoulder.

1.4.2 Manfaat praktis

Manfaat praktis penelitian ini adalah :

1. Hasil penelitian ini dapat mengungkapkan seberapa pengaruh penambahan teknik Manual Therapy pada Latihan Pendular Codman dalam meningkatkan ROM sendi glenohumeral penderita frozen shoulder.

(23)

2. Dengan mengetahui hal-hal yang diteliti tersebut dapat diambil langkah-langkah yang lebih spesifik dan efisien dalam meningkatkan ROM sendi glenohumeralis penderita frozen shoulder, sehingga dapat mempercepat peningkatan kemampuan fungsional penderita frozen shoulder dengan optimal. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan penelitian manfaat teknik Manual Therapy dan auto exercise terapi pada kasus-kasus yang lain.

1.4.3 Bagi peneliti

1. Memperoleh satu tambahan tentang kajian manfaat penambahan teknik Manual Therapy dan Latihan Pendular Codman dalam meningkatkan ROM sendi glenohumeralis pada penderita frozen shoulder.

2. Mendapatkan wawasan serta pengalaman dalam melakukan penelitian, sehingga hasil penelitian dapat menjadi dasar untuk penelitian berikutnya.

(24)

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Lingkup Gerak Sendi pada Sendi Glenohumeralis 2.1.1 Pengertian

Lingkup Gerak Sendi (LGS) atau Range Of Motion (ROM) adalah gerakan maksimal yang dapat dilakukan oleh sendi. ROM aktif merupakan aktivitas fungsional yang diaktifkan oleh sistem neuromuskuler. ROM pasif tergantung pada ekstensibilitas jaringan kontraktil dan jaringan non kontraktil (Kisner, 2007; Konin & Brittaney, 2012).

ROM pada osteokinematika sendi glenohumeralis yaitu : fleksi; ekstensi; abduksi horizontal; adduksi horizontal; rotasi internal; rotasi eksternal,abduksi, ROM diukur dengan menggunakan alat ukur goniometer (Kisner, 2007; Magee, 2008; Boumans dan Ooy, 2009).

2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi ROM sendi glenohumeralis

2.1.2.1 Flexibilitas sendi glenohumeralis

Kemampuan jaringan lunak seperti otot, tendon dan jaringan ikat, bergerak secara bebas dan tampa limitasi sejauh gerak ROM sendi glenohumeralis disebut flexibilitas (Kisner, 2007; Konin dan Brittaney, 2012).

2.1.2.2 Struktur-struktur di regio sendi glenohumeralis

Apabila sendi glenohumeralis bergerak dari awal sampai akhir ROM, maka struktur-struktur yang mempengaruhi ROM adalah mm rotator cuff, mm deltoid, mm bicep, m. latisimus dorsi, m pectoralis major, m teres major ; permukaan sendi antara

(25)

cavitas glenoidalis dan caput humeri; kapsul sendi; ligamen-ligamen glenohumeralis superior/tengah/inferior, ligamen coracohumeral, ligamen coracoacromial; fascia; bursa; pembuluh darah arteri-vena, sistem limfe pada regio sendi glenohumeralis dan saraf-saraf sendi glenohumeralis (Donatelli, 2004).

2.1.2.3 Kualitas kesehatan

Kualitas kesehatan individu dalam melakukan aktivitas dan gerakan dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini : umur, jenis kelamin, index massa tubuh, etnis, penyakit, kelainan, cedera jaringan lunak yang berulang, faktor psikologis dan pola hidup sehat (Andrews et al., 2012).

2.1.3 Keterbatasan ROM sendi glenohumeralis pada frozen shoulder

Unsur-unsur yang mempengaruhi keterbatasan ROM sendi glenohumeralis yaitu: Kekakuan kapsul sendi; perlengketan/adhesi ligamen-ligamen; spasma otot; kekakuan otot; kekakuan myofascia; nyeri; effusi sendi; problematik skapula ; ganjalan di tulang (Konin & Brittaney, 2012; Burkhart et al., 2003).

2.2 Anatomi Fungsional dan Biomekanik Sendi-Sendi Bahu

Seorang fisioterapis membutuhkan pengetahuan yang mendalam tentang anatomi dan biomekanik fungsional. Kemampuan tersebut dibutuhkan oleh fisioterapis untuk melakukan assessment atau clinical reasoning, menentukan hipotesis, perencanaan terapi dan intervensi fisioterapi. Analisis pada gerakan sendi-sendi bahu merupakan gerakan yang harmonis pada empat sendi-sendi; sendi-sendi glenohumeral; sendi scapulothoracalis; sendi sternoclavicularis dan sendi acromioclavicularis (Magee, 2008; Vizniak, 2010).

(26)

Gambar 2.1 Anatomi Regio Bahu (Sumber : Netter, 2010)

(27)

2.2.1 Gerakan osteokinematika sendi glenohumeralis

Gerakan osteokinematika atau gerakan tulang pada sendi glenohumeralis terdiri dari gerakan fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, rotasi eksternal dan rotasi internal. Gerakan fleksi (1800) dan ekstensi bergerak di bidang sagital dan axis frontal. Gerakan abduksi (1800) dan adduksi 750 bergerak di bidang frontal (coronal) dengan axis bidang sagital. Gerakan rotasi internal (800-1000) dan rotasi eksternal (900) bergerak di bidang transversal dan axis vertikal.

Banyak peneliti melakukan penelitian gerakan abduksi pada bidang frontal dan bidang scapula. Bidang scapula (scaption) adalah elevasi shoulder, 300-450 anterior dari bidang frontal. Scaption ada hubungannya dengan medial tilting dari scapula dan condong ke bidang sagital. Beberapa penulis percaya, panjang otot dan kemampuan kontraksi (length-tension) dari otot abduktor/rotator bahu dalam gerakan elevasi akan optimal serta significan karena bergerak pada bidang scapula (scaption). Panjang tendon otot yang optimal di regio bahu akan memfascilitasi kontraksi otot yang optimal. Sebaliknya jikalau otot memendek maka tegangan atau kontraksi menjadi minimal ( Johnson et al., 2007; Magee, 2008; Gleyze et al., 2011; Wilk et al., 2012).

Ratio gerakan abduksi-adduksi, rotasi eksternal–rotasi internal lebih tinggi kalau bergerak dalam posisi scaption. Kemampuan otot rotator bahu (length-tension) akan meningkat signifikan kalau berlatih di posisi scaption. Latihan pada posisi scaption akan meningkatkan keharmonisan sendi-sendi regio bahu, diikuti oleh peningkatan stabilitas statis dan stabilitas dinamis (Cools et al., 2007; Wilk et al., 2012).

(28)

Posisi scaption berintegrasi dengan resting position atau Maximally Loose Pack Position sendi gelenohumeralis (550 abduksi, 300 horizontal adduksi dan sedikit lateral rotasi). Pada posisi MLPP, akan mempengaruhi stabilitas sendi glenohumeralis yang optimal; torsi yang minimal dari scapular; menghindari impingement; stabilitas dinamis otot-otot regio sendi glenohumeralis; memperkecil kemungkinan trauma regio bahu ; posisi yang terbaik untuk melakukan mobilisasi sendi regio bahu; posisi yang terbaik untuk peregangan (streching), pemeriksaan fungsional dan penguatan otot-otot rotator glenohumeral (Donatelli, 2004).

Pada gerakan abduksi dan elevasi, dapat diobservasi scapulohumeral rhythm regio bahu. Gerak proporsional humerus-scapula, 2:1. Pada gerakan abduksi 1800 artinya lingkup gerak sendi sendi glenohumeral 1200, gerakan lingkup gerak sendi scapula 600. Ada 3 fase gerakan abduksi dan elevasi; fase 1, ketika humerus 300 abduksi, clavicula bergerak elevasi 00 sd 150, dan scapula bergerak minimal; fase 2 ketika humerus bergerak 400 abduksi, scapula bergerak rotasi 200, clavicula 300-360 elevasi; fase 3 humerus bergerak 600 abduksi, 900 rotasi lateral, scapula bergerak 300 rotasi dan clavicula 300 elevasi, clavicula berotasi ke posterior 300-500 (Magee, 2008).

2.2.2 Gerakan artrokinematika sendi glenohumeralis

Gerakan artrokinematika adalah gerakan yang terjadi pada permukaan sendi, terdiri dari rolling, sliding dan rotasi. Tiga komponen tersebut berfungsi secara harmoni pada gerakan-gerakan sendi glenohumeral yang normal di proporsi yang tidak sama. Permukaan caput humerus yang cembung bergerak pada cavitas glenoidalis yang cekung. Maka gerakan rolling selalu berlawanan arah dengan

(29)

gerakan sliding. Contoh; Pada gerakan abduksi, rolling caput humerus ke superior dan sliding/gliding ke inferior. Dan gerakan lainnya lihat Tabel di bawah ini.

Tabel 2.1

Roll-Slide sendi glenohumeralis

Gerakan dari tulang humerus Roll Slide

Fleksi (300-600) Anterior Posterior

Adduksi horizontal Anterior Posterior

Internal rotasi Anterior Posterior

Abduksi horizontal Posterior Anterior

External rotasi Posterior Anterior

Abduksi Superior Inferior

(Sumber : Kisner, 2007)

Gerakan abduksi 300-600 pada bidang scapula (scaption), caput humerus bergerak superior 3mm, sedikit ke depan di dalam cavitas glenoidalis. Fakta ini, berindikasi adanya gerakan rolling atau gliding. Gerakan abduksi lebih 600, humerus bergerak minimal dan mempunyai indikasi bahwa gerakan murni rotasi atau spin (Magee, 2008).

Gerakan flexi , ekstensi, rotasi internal dan rotasi eksternal pada posisi abduksi 900, akan terjadi rotasi atau spin antara caput humerus dan fossa glenoidalis (Neumann, 2010).

Gerakan-gerakan artrokinematika akan efektif jika interaksi stabilisasi statis dan dinamis bekerja secara harmonis. Pada gerakan di posisi MLPP atau LPP, capsuloligamen dalam keadaan longgar dan tegangan otot-otot rotator cuff dipertahankan, agar caput humerus selalu berada di tengah pada cavitas glenoidalis. Apabila terjadi tightness pada kapsul bagian anterior maka gerakan di anterior terbatas (restriksi), mengakibatkan caput humerus bergeser ke posterior pada cavitas glenoidalis. Dan menyebabkan gerakan permukaan sendi glenohumeralis tidak sesuai lagi.

(30)

2.2.3 Rotasi eksternal dan rotasi internal tulang humerus

Rotasi eksternal pada humerus dibutuhkan untuk gerakan pasif dan aktif abduksi-elevasi anterior pada bidang coronal. Komponen penting untuk elevasi aktif sendi glenohumeralis yaitu rotasi eksternal. Rotasi eksternal yang maximum di semua bidang berpengaruh memelihara jarak yang cukup antara tuberositas mayor dengan acromion, juga antara tuberositas mayor dengan glenoid rim, sekaligus berfungsi sebagai preventif impigment (Donatelli, 2004).

Rotasi eksternal humerus pada posisi scaption memfascilitasi gerakan tendon bergerak ke lateral dan meningkatkan muscle performance (kekuatan, power dan daya tahan) dari serabut superior otot subscapularis. Rotasi eksternal berperan penting untuk gerakan fungsional regio bahu.

Otot Bicep caput longus berpengaruh pada rotasi eksternal dari humerus, dan mencegah tendon impigment antara tuberositas mayor dengan labrum glenoidalis. Rotasi internal pada bidang scaption dibutuhkan meningkatkan elevasi ke posterior dan meningkatkan kemampuan otot superior infraspinatus.

2.2.4 Stabilisasi statis sendi glenohumeralis

Sendi glenohumeralis disebut juga ball and socket joint. Stabilitas statis sendi glenohumeral tergantung pada integrasi jaringan lunak dan struktur tulang sendi glenohumeralis seperti, labrum, ligamen-ligamen glenohumeral (ligamen coraco humeral, ligamen coracoacromial), kapsuler ligamen (ligamen glenohumeral superior, ligamen glenohumeral tengah, ligamen glenohumeral inferior) dan tulang glenoid (Vizniak, 2010; Wilk et al., 2012).

(31)

Kapsul anteroglenohumeral sangat berperan sebagai stabilitas statis untuk sliding ke anterior caput humerus dari berbagai posisi. Kapsul ini terbentuk dari bermacam-macam jaringan kolagen dengan oritentasi dan kekuatan yang berbeda. Kapsul anteroglenohumeral terdiri dari ligamen glenohumeral superior, ligamen glenohumeral bagian tengah dan ligamen glenohumeral inferior. Menurut beberapa penelitian ligamen antero-glenohumeral inferior paling tebal, kuat, konsisten dan berfungsi untuk stabilisasi gerakan pada extremitas atas (Wilk et al., 2012).

Apabila terjadi tightness pada kapsul anteroglenohumeral, mengakibatkan gerakan sliding ke anterior terbatas dan menyebabkan caput humerus bergeser ke posterior (Donatelli, 2004).

2.2.5 Stabilisasi dinamis sendi glenohumeralis

Stabilisasi dinamis sendi glenohumeralis terdiri dari stabilisasi dinamis primer dan stablisasi dinamis sekunder. Stabilisasi dinamis primer terdiri dari otot-otot rotator cuff (m supraspinatus, m infraspinatus, m subscapularis dan m teres minor), mm deltoid, m bicep brachii caput longus. Kontrol neuromuscular berperan dalam stabilitas dinamis (Gleyze et al., 2011; Kelley et al., 2009).

Stabilisasi dinamis sekunder terdiri dari m. teres major, m latissimus dorsi dan m pectoralis major. Otot subskapularis berfungsi sebagai stabilisasi dinamis pada gerakan rotasi external pada posisi abduksi 450. Dan otot ini adalah stabilisator yang paling kuat di antara otot-otot rotator cuff sendi glenohumeralis. Kemudian diikuti oleh m.infraspinatus dan m.teres minor ( Andrews et al., 2012; Johnson et al., 2007).

(32)

M bicep brachii caput longus dan m bicep brachii caput brevis berperanan lebih penting sebagai stabilisator dari pada otot-otot rotator cuff ketika terjadi penurunan stabilisasi dari kapsul ligamen sendi glenohumeralis (Donatelli, 2004; Vizniak, 2010).

2.2.6 Sendi sternoclavicularis

Sendi Sternoclavicularis disebut juga sellar joint. Gerak osteokinematika yang terjadi pada sendi sternoclavicularis adalah gerak elevasi 45° dan gerak depresi 70°, serta protraksi 30° dan retraksi 30°.

Permukaan sternal lebih besar dari pada permukaan klavikula. Artrokinematika gerakan protraksi dan retraksi sendi sterno clavicula (permukaan cekung klavikula bergerak pada permukaan cembung di sternum) gerakan rolling searah dengan gerakan sliding. Contoh pada gerakan protraksi, rolling ke anterior maka slidingnya juga ke anterior (Edmond, 2006; Egmond & Schuitemaker, 2006).

Artrokinematika gerakan elevasi dan depresi sendi sternoclavicularis (permukaan cembung klavikula bergerak pada permukaan cekung di sternum), contoh; pada gerakan elevasi, rolling ke superior maka slidingnya ke inferior. Gerakan lainnya lihat tabel di bawah ini.

Tabel 2.2

Roll-slide sendi sternoclavicularis

Gerakan pada clavikula Roll Slide

Protraksi Anterior Anterior

Retraksi Posterior Posterior

Elevasi Superior Inferior

Depresi Inferior Superior

(Sumber : Kisner , 2007)

Stabilisasi sendi sternoclavicularis terdiri diskus sendi, kapsul sendi, ligamen-ligamen dan m sternokleidomastoid, m sternohyoid, sternothyroid. Kapsul sendi bagian anterior dan posterior sangat tebal (Snell, 2007). Ligamen-ligamen merupakan

(33)

stabilisasi statis pada sendiri sendi sternoclavicularis terdiri dari ligamen costoclaviculare, ligamen interclaviculare, ligamen sternoclaviculare posterior dan ligamen sternoclaviculare anterior (Magee, 2008).

2.2.7 Sendi acromioclavicularis

Gerak osteokinematika sendi acromioclavicularis selalu berkaitan dengan gerak pada sendi scapulothoracalis saat elevasi diatas kepala maka terjadi rotasi clavicula mengitari sumbu panjangnya. Rotasi ini menyebabkan elevasi clavicula, elevasi tersebut pada sendi sternoclavicularis kemudian 30% berikutnya pada rotasi clavicula (Edmond, 2006; Egmond & Schuitemaker, 2006).

Gerak artrokinematika sendi acromioclavicularis (permukaan cembung klavikula bergerak pada permukaan acromion yang cekung). Gerakan rolling selalu berlawanan arah dengan gerakan sliding (Edmond, 2006; Magee, 2008). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.3

Roll-Slide Sendi Acromioclavicularis

Gerakan pada clavikula Roll Slide

Protraksi Anterior Posterior

Retraksi Posterior Anterior

Elevasi Superior Inferior

Depresi Inferior Superior

(Sumber: Edmond, 2006)

2.2.8 Sendi scapulothoracalis

Bukan merupakan sendi yang sebenarnya, tetapi sendi berperanan penting pada gerakan regio bahu. Gerak osteokinematika sendi ini meliputi gerakan ke arah medial lateral dan gerak ke arah cranial-caudal disebut juga dengan gerak elevasi-depresi. Otot-otot yang berperan untuk mobilisasi dan stabilisasi adalah m serratus anterior, m upper trapezius, m middle trapezius, m lower trapezius m rhombodeus major, m

(34)

rhomboideus minor, m levator scapula dan m pectoralis minor. Otot-otot di atas berperan dalam pergerakan sendi scapulothoracalis, serentak memelihara posisi scapular yang optimal dan memelihara postur (Boumans, 2009; Wilk et al., 2012).

2.2.9 Vascularisasi

Pada regio bahu ada dua arteri yang berperan penting arteri subclavia dan arteri axillaris. Arteri subclavia cabangnya; arteri suprascapularis yang mengurus daerah fossa supraspinata dan infraspinata scapulae; arteri cervicalis superficialis mendarahi daerah margo medialis. Arteri Axillaris bercabang tiga yaitu arteri subscapularis, arteri circumflexa humeri anterior dan arteri circumflexa humeri posterior. Arteri subscapularis mendarahi fossa subscapularis dan infraspinata (Scanlon & Sanders, 2007).

Pada penderita frozen shoulder dapat mengakibatkan tertekannya arteri pada daerah sendi glenohumeralis dan oklusi lumen. Maka akan terjadi anastomosis (Snell, 2007).

Vena yang berperan pada regio sendi glenohumeralis adalah vena axillaris. Vena axillaris berawal sebagai lanjutan vena basilica pada tepi kaudal m. teres mayor dan berakhir pada tepi lateral kosta 1 untuk menjadi vena subklavia. Vena axillaris menampung banyak cabang yang sesuai dengan cabang arteria axillaris, dan tepi kaudal m. subscapularis menampung pasangan vena brachialis yang mengikuti arteri brachialis (Scanlon & Sanders, 2007; Snell, 2007; Netter, 2010).

(35)

Gambar 2.2 Sistem vascularisasi di regio sendi bahu (Sumber : Netter, 2010)

2.2.10 Sistem saraf regio bahu

Gambar 2.3 Sistem syaraf regio bahu (Sumber : Netter, 2010)

(36)

2.2.10.1 Area dermatom regio bahu

Gambar 2.4 Area dermatom regio bahu (Sumber : El, 2010)

2.2.10.2 Area miotom dari C3-C6

Kenn Muscle C3-C6; C3; m. Trapezius descendens, m. Levator scapula; C4: m. Diafragma, m. Trapezius, m. Rhomboideus; C5: m. Deltoideus, m. Supraspinatus; C6: m. Biceps brachii, m. Ekstensor carpi radialis (El, 2010).

Gambar 2.5 Area miotom C3 (m.Trapezius descendens, m.levator scapulae) (Sumber : El, 2010)

(37)

Gambar 2.6 Area miotom C4 (m Diafragma, m Trapezius, m Rhomboideus) (Sumber : El, 2010)

Gambar 2.7 Area miotom C5 (m deltoideus,m Supraspinatus) (Sumber : El, 2010)

Gambar 2.8 Area miotom C6 (mm Biceps Brachii, mm Ekstensor carpi radialis) (Sumber : El, 2010)

(38)

2.2.10.3 Area sklerotom regio bahu

C4: ventral dan dorsal lateral dari klavikula, scapula bagian medial; C5: acromion, ventral humerus, lateral scapula; C6: caput humerus dan distal ventral bagian humerus, radius dan metacarpal.

Gambar 2.9Area skelerotom regio bahu dan ekstremitas atas (Sumber : El, 2010)

2.2.10.4 Sistem saraf otonom simpatis dan parasimpatis

Sistem saraf otonom dapat dibagi dua bagian yaitu simpatik dan para simpatik. Keduanya mempunyai serabut saraf aferen dan saraf eferen. Saraf simpatis terdapat pada substancia gricea medulla spinalis dari Th1-L2. Serabut-serabut saraf eferen yang masuk ke dalam ganglia truncus symphaticus di daerah thorax bagian atas akan berjalan sepanjang truncus symphaticus menuju ganglia di daerah leher di sini mereka akan bersinap dengan sel-sel eksitator. Serabut saraf postganglionik meninggalkan truncus symphaticus sebagai rami communicans gricea, dan sebagian besar

(39)

bergabung dengan nervi cervicalis. Dengan perkataan lain cabang saraf simpatis Th 3= C3; Th4=C4 ; Th 5=C5 dan seterusnya (Snell, 2007).

Sistem saraf simpatis berfungsi mempersiapkan tubuh dalam keadaan darurat. Saraf simpatis mempercepat denyut jantung, menyebabkan kontriksi pembuluh darah perifer, meningkatkan tekanan darah dan menutup otot sphincter.

Saraf para simpatis terletak di dalam saraf cranial III, VII, IX, X dan S2-S4. Sistem saraf otonom berfungsi mempertahankan dan memulihkan energi. Saraf ini memperlambat denyut jantung meningkatkan peristaltik usus dan aktivitas kelenjar serta membuka otot sphinkter.

Pada penderita penyakit khronis, juga penderita frozen shoulder dibutuhkan aktivasi para simpatis yang optimal untuk mempercepat proses penyembuhan.

Gambar 2.10 Sistem saraf otonom simpatis dan parasimpatis (Sumber : Scanlon & Sanders, 2007)

(40)

2.2.11 Sistem limfatik

Gambar 2.11 Sistem limfatik (Sumber : Scanlon & Sanders, 2007)

Gambar 2.12 Sistem limfatik regio bahu dan buah dada (Sumber: Netter, 2003)

(41)

Sistem limfatik yang merupakan sistem drainase terdapat pada hampir seluruh jaringan dan organ tubuh. System limfatik terdiri dari: cysterna chili, ductus thoracicus, kapiler limfe, pembuluh limfe, limfonodi dan organ limfatik.

Kapiler limfe adalah anyaman pembuluh-pembuluh halus yang mengalirkan limfe dari jaringan. Pembuluh limfe berbentuk tasbih yang disebabkan oleh keberadaan katub yang banyak di sepanjang perjalanannya. Pembuluh limfe digerakkan oleh kontraksi otot skletal dan Manual Lymph Drainage. Pembuluh aferen adalah pembuluh limfe yang membawa cairan limfe ke nodi lymphaticus. Pembuluh aferen yang terdapat di regio bahu adalah pembuluh limfe pada lengan atas, scapula posterior, dan daerah dada dekat sendi glenohumeralis. Nodus lymphaticus daerah bahu disebut nodi lymphoidai axillaris (Wittlinger, 2004; Foldi, 2005).

Pembuluh eferen regio shoulder adalah cairan limfe yang keluar dari nodi axillaris dan memasuki vena brachiocephalica melalui ductus lymphaticus dextra dan ductus thoracicus (Snell, 2007).

Fungsi lymphatic system al; Transportasi, mengabsorbsi kelebihan cairan dan protein dari jaringan interstitial kembali ke peredaran darah; Absorbsi fat dari usus halus; Immunitas (Zuther, 2009).

2.3 Frozen Shoulder 2.3.1 Definisi

Frozen Shoulder ialah Penyakit kronis, yang kebanyakan pada umur di antara 45-70 tahun, dengan limitasi gerakan sendi bahu. Terdiri dari frozen shoulder primer (idiopatik) dan frozen shoulder sekunder (Mound et al., 2012).

(42)

Frozen shoulder adalah kekakuan sendi glenohumeral yang diakibatkan oleh elemen jaringan non-kontraktil atau gabungan antara jaringan non-kontraktil dan kontraktil yang mengalami fibroplasia. Baik gerakan pasif maupun aktif terbatas dan nyeri. Pada gerakan pasif, mobilitas terbatas pada pola kapsular yaitu rotasi eksternal paling terbatas, diikuti dengan abduksi dan rotasi internal (Hand et al., 2007; Uhthoff & Boileau, 2007).

Pada penderita frozen shoulder, rotasi eksternal lingkup gerak sendi sendi glenohumeralis pada posisi neutral menurun. Tanda spesifiknya, kontraktur otot-otot rotator cuff dan kontraktur ligamen coracohumeralis. Keterbatasan rotasi eksternal dan elevasi akan meningkatkan kompresi pada otot-otot rotator cuff (Lee et al., 2005; Jurgel et al., 2005; Dural, 2011).

Walaupun tanda-tanda makroskopis dan histologi dengan adanya kontraktur kapsul sendi pada frozen shoulder ini sudah dapat diketahui, tetapi proses patologi yang mendasarinya sampai sekarang masih sulit dimengerti (Robinson et al., 2012).

Namun ada beberapa faktor pencetus timbulnya capsulitis adhesive meliputi; penyakit-penyakit immun, autonomic neuropati, immobilisasi bahu,trauma, kelainan/gangguan psikologis, trisomi dari chromosoms 7 dan atau chromosoms 8. Dapat juga ditimbulkan karena pasien telah menderita penyakit dupuytren’s, penyakit parkinson, osteoporosis/osteopenia, penyakit kardiorespirasi. Stroke, hyperlipidemia, post bedah jantung dan post bedah syaraf (Hand et al., 2007; Hsu et al., 2011; Zuckerman & Rokito, 2011).

(43)

2.3.2 Fase adhesive capsulitis (Hannafin et al., 2000)

Fase nyeri (Painful): Berlangsung antara 0-3 bulan. Pasien mengalami nyeri spontan yang seringkali parah dan mengganggu tidur. Pasien takut menggerakkan bahunya sehingga menambah kekakuan. Pada akhir fase ini, volume kapsul glenohumeral secara signifikan berkurang.

Fase kaku (Freezing): Berlangsung antara 4-12 bulan. Fase ini ditandai dengan hyperplasia sinovial disertai proliferasi fibroblastik pada kapsul sendi gleno humeralis. Rasa sakit seringkali diikuti dengan fase kaku.

Fase beku (frozen): Berlangsung antara 9-15 bulan. Di fase ini patofisiologi sinovial mulai mereda/membaik tetapi adesi terjadi dalam kapsul diikuti penurunan volume intra-articular dan kapsul sendi. Pasien mengalami keterbatasan lingkup gerak sendi dalam pola kapsuler yaitu rotasi eksternal paling terbatas, diikuti dengan abduksi dan rotasi internal.

Fase mencair (Thawing Phase): Fase ini berlangsung antara 15-24 bulan. Fase akhir ini digambarkan sebagai mencair ditandai dengan kembalinya ROM secara berangsur-angsur.

2.3.3 Frozen shoulder primer dan sekunder

Frozen Shoulder Primer (idiopatik): Penyebab yang mendasari atau kondisi yang berhubungan dengan frozen shoulder ini tidak dapat diidentifikasi Terjadi secara spontan dengan penyebab yang tidak jelas. Pada idiopatik frozen shoulder kemungkinan berhubungan dengan gangguan immunologik, biokemikal, atau ketidak seimbangan hormonal (Uhthoff dan Boileau, 2007; Hsu et al., 2011).

(44)

Frozen Shoulder Sekunder: Causa yang mendasari atau kondisi yang berhubungan dengan frozen shoulder ini dapat diidentifikasi. Penyebabnya jelas pada saat gejala muncul (Zuckerman & Rokito, 2011; Robinson et al., 2012).

Frozen shoulder dibagi menjadi 3 katagori: Intrinsik, ekstrinsik dan sistemik (Jurgel et al., 2005; Kelley et al., 2009).

Intrinsik, merupakan keterbatasan gerak aktif maupun pasif ROM yang disebabkan oleh gangguan pada otot-otot rotator cuff (seperti tendonitis, ruptur parsial atau penuh), tendonitis otot-otot biceps, atau kalsifikasi tendonitis (pada kasus kalsifikasi tendonitis, temuan radiografi yang diterima termasuk deposit kalsifikasi di dalam ruang subacromial/tendon-tendon rotator cuff).

Ekstrinsik, merupakan keterbatasan gerak aktif maupun pasif lingkup gerak sendi yang diketahui disebabkan oleh faktor yang berada di luar bahu yang mempengaruhi gerakan bahu, sebagai contoh: keterbatasan gerak bahu sehubungan dengan post operasi kanker payudara ipsilateral, cervical radikulopati, tumor thorax, akibat kecelakaan cerebrovascular , atau problema ekstrinsik yang lebih lokal seperti: fraktur shaft humeri, abnormalitas sendi scapulothoracal, arthritis sendi acromioclavicular dan fraktur clavicula.

Sistemik, merupakan keterbatasan gerak yang disebabkan gangguan sistemik, tetapi tidak terbatas pada diabetes mellitus, juga hyper/hypothyroidism, hypoadrenalism, atau kondisi-kondisi lain yang mempunyai hubungan dengan perkembangan frozen shoulder (Brotzman & Manske, 2011; Zuckerman & Rokito, 2011).

(45)

2.4 Assessment Frozen Shoulder (Magee, 2008; Hegedeus et al., 2008; Maund et al., 2012)

2.4.1 Anamnesis

Pasien mengeluhkan gerakan bahu yang kaku ke segala arah dan pada keterbatasan gerak timbul nyeri. Keluhan lainnya pasien tidak mampu menyisir rambut atau tidak bisa memakai brest holder (BH) pada wanita dan tidak mampu melakukan aktivitas yang berhubungan dengan gerakan lengan ke punggung belakang.

2.4.2 Inspeksi

Posisi bahu pada sisi yang mengalami frozen shoulder agak lebih tinggi dan asimetri. Pada tes cepat, abduksi elevasi bahu terjadi gerak humero-scapular rhythm.

2.4.3 Pemeriksaan fungsi gerak dasar

1. Gerak aktif : gerakan abduksi/elevasi, penderita frozen shoulder akan terlihat reverse scapulohumeral rhythm. Artinya scapula bergerak lebih dari humerus. Gerakan terbatas pada segala arah, terutama pola kapsuler pada penderita frozen shoulder yaitu rotasi eksternal lebih terbatas dari abduksi dan rotasi internal.

2. Gerakan pasif : End feel gerakan pasif sendi glenohumeralis pada penderita frozen shoulder biasanya elastis dan firm.

3. Gerakan isometrik melawan tahanan

Pemeriksaan isometrik pada penderita frozen shoulder, terutama ditujukan pada kemampuan muscle performance. Meliputi seberapa jauh penurunan power, kekuatan dan daya tahan otot-otot regio bahu.

(46)

2.4.4 Test khusus

1. Joint play movement pada pasien frozen shoulder, meliputi traksi, gliding dan kompresi

2. Goniometer, digunakan untuk mengukur lingkup gerak sendi pada gerakan sendi glenohumeralis.

2.4.5 Palpasi

Spasma pada otot-otot regio bahu.

2.4.6 Pemeriksaan medik

Pada pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI), ditemukan hipertropi dan peningkatan sirkulasi pada kapsul sendi glenohumeralis (Durall, 2011).

Sonograpi pada penderita frozen shoulder biayanya lebih murah, mesinnya mudah dibawa dan ionizing radiasi minimal. Hasil sonographic pada penderita frozen shoulder, menunjukkan penebalan ligamen coracohumeralis, penurunan vascularisasi pada otot rotator cuff dan keterbatasan tendon supraspinatus akan sliding menekan acromion (Durall, 2011).

Diagnosa banding : Patologi regio cervical, sindroma Impingement subakromioalis dan rotator cuff strain (Vizniak, 2010)

2.5 Analisis Problematik Fisioterapi Menurut Klarifikasi ICF 2.5.1 Body structures/body functions impairment

Body structures impairment atau problematik anatomi pada penderita frozen shoulder yaitu; adhesi dalam kapsul dan kontraktur kapsul anterior superior/inferior; Kontraktur mm rotator cuff dan spasma/tightness mm deltoideus, mm pectoralis

(47)

major, m latissimus dorsi, m teres major; imflamasi kronik dan fibrosis; penurunan volume intra aticular dan kapsul sendi; atrofi otot-otot disekitar bahu (Griggs et al., 2000; Hsu et al., 2011).

Body functions impairment atau problematik fisiologi pada penderita frozen shoulder antara lain: hypomobilitas atau problem pola kapsuler sendi glenohumeralis yaitu ROM rotasi eksternal paling terbatas diikuti keterbatasan ROM abduksi dan ROM rotasi internal; hipertonus jaringan kontraktil sendi glenohumeralis; gangguan aliran limfe dan reverse scapulo humeral rhytm (Diercks & Stevens, 2004; Magee, 2008; Brotzman & Manske, 2011).

Hipomobilitas disebabkan volume cairan sinovial menurun dalam sendi, yang mengakibatkan peningkatan tekanan di dalam sendi pada waktu ada gerakan. Selanjutnya jarak permukaan sendi menyempit karena pelumas sendi menipis dan peningkatan jumlah serabut kolagen yang bersilangan serta susunan tidak teratur. Serabut kolagen yang kusut akan mengurangi fleksibilitas jaringan ikat dan membatasi gerakan sendi (Cook, 2007; Durall, 2011; Andrews et al., 2012).

Kontraktur anterosuperior kapsul akan mengakibatkan antero superior tightness, maka akan membatasi gerakan eksternal rotasi sendi glenohumeralis di posisi adduksi. Demikian juga kalau terjadi kontraktur kapsul dan ligamen-ligamen antero inferior sendi glenohumeralis, maka akan membatasi gerakan rotasi eksternal sendi glenohumeralis di posisi abduksi (Robinson et al., 2012). Kapsul bagian anterior superior dan anterior inferior yang kaku maka gerakan slide ke anterior terbatas, mengakibatkan caput humerus bergeser ke posterior pada cavitas glenoidalis. Dan

(48)

menyebabkan gerakan permukaan sendi glenohumeralis tidak harmonis lagi (Donatelli , 2004; Johnson et al., 2007; Brotzman & Manske, 2011).

Kekakuan pada frozen shoulder berupa imflamasi yang bersifat kronik, menimbulkan fibrosis atau perlekatan. Akibatnya terjadi gangguan mikrosirkulasi peredaran darah, baik yang melayani jaringan kontraktil maupun non kontraktil regio bahu. Kekakuan dan imflamasi kronik pada regio bahu mengakibatkan gangguan aliran limfe. Aliran limfe yang terganggu akan mempengaruhi penimbunan (stagnasi) protein. Stagnasi protein pada jaringan interstitial akan mengakibatkan gangguan asam basa serta pengeringan sel. Dan timbullah degenerasi sel (Zuther, 2012; Wittlinger, 2004).

Konsekuensi penurunan kemampuan fisiologis pada regio bahu akibat dari beberapa faktor yang telah dibahas sebelumnya akan mengakibatkan gangguan kekuatan otot, daya tahan otot, kordinasi dan perubahan sistem saraf otonom (Cook, 2007; Andrews et al., 2012).

Irama scapulohumeral yang abnormal atau reverse scapulohumeral rhythm akibat hipomobilitas, problematik anatomi dan fisiologi pada penderita frozen shoulder.

2.5.2 Activities limitation

Masalah aktivitas yang sering ditemukan pada penderita frozen shoulder adalah tidak mampu menyisir rambut; kesulitan dalam berpakaian; kesulitan memakai brest holder (BH) bagi wanita; mengambil dan memasukkan dompet di saku belakang; gerakan-gerakan lainnya yang melibatkan sendi bahu (Jurgel et al., 2005; Kelley et al., 2009; Hsu et al., 2011).

(49)

2.5.3 Participation restrictions

Penderita frozen shoulder akan menemukan hambatan untuk melakukan aktivitas sosial di lingkungan sosialnya. Hal ini dapat mengakibatkan pasien tidak percaya diri dan merasa kurang dibutuhkan oleh masyarakat lingkungannya.

2.6 Latihan Pendular Codman

Latihan Pendular Codman adalah tekhnik yang menggunakan efek gravitasi untuk meningkatkan ROM bahu dengan cara relaksasi otot. Posisi pasien 900 lumbal flexi, semiflexi lutut. Posisi ini merupakan posisi Loose Pack Position dan scaption. Gravitasi atau gaya tarik bumi lengan mengakibatkan peregangan kapsul sendi glenohumeralis. Gerakan lengan kiri kanan , sirkumduksi berasal dari gerakan pinggul.

Latihan Pendular Codman merupakan distraksi dan occilasi Grade I,II bertujuan : untuk mengurangi nyeri; meningkatkan nutrisi pada permukaan sendi; memperlancar mobilisasi sendi; meningkatkan ekstensibilitas kapsul sendi ; meningkatkan ROM sendi glenohumeralis; memperbaiki fleksibilitas dan stabilitas otot-otot rotator cuff (Ellsworth et al., 2006).

Latihan Pendular Codman selain di klinik , dilakukan sebagai program di rumah secara teratur dan benar. Latihan yang agresif dan menimbulkan nyeri harus dihindari karena akan memperberat imflamasi synovial kronik atau meningkatkan fibrosis pada penderita frozen shoulder (Durall, 2011).

(50)

Hasil penelitian Latihan Pendular Codman pada 75 pasien frozen shoulder idiopatik selain mengurangi nyeri juga meningkatkan ROM sendi glenohumeralis (Griggs et al., 2000).

Aktivitas otot infraspinatus mengalami relaksasi selama latihan pendular codman, sedangkan otot supraspinatus dan otot trapezius bagian atas menjadi aktif/tegang. Tetapi dengan latihan biofeedback yang tekun, otot supraspinatus dan otot trapezius bagian atas dapat juga relaksasi selama latihan pendular (Ellsworth et al., 2006).

2.7 Manual Therapy

Perkataan manual berasal dari kata “manus”, bahasa Latin yang artinya tangan, sedangkan therapy berarti pengobatan. Dari asal katanya Manual Therapy berarti pengobatan dengan menggunakan tangan.

Manual Therapy adalah teknik terapi dengan menggunakan tangan dengan teknik yang khusus. Terapi ini tidak hanya terbatas pada teknik mobilisasi sendi atau manipulasi sendi. Teknik spesifik dengan tangan digunakan oleh fisioterapis untuk mendiagnosa dan memberikan terapi pada jaringan lunak untuk: meningkatkan lingkup gerak sendi; mengurangi nyeri; mengurangi dan meminimalisasi imflamasi jaringan lunak; memberikan relaksasi; meningkatkan pemulihan jaringan kontraktil dan non kontraktil, meningkatkan ekstensibilitas, meningkatkan stabilitas; memfascilitasi gerakan dan meningkatkan fungsi tubuh (Holey & Cook, 2008; Salvo, 2011).

(51)

Manual Therapy diaplikasikan untuk kegunaan macam-macam problematik anatomi/fisiologi/ biomekanik oleh khiropraktis, fisioterapis, manual terapis ortopedis, osteopatik dan masaseur. Sehingga pengertian dan pemahaman Manual Therapy masih dalam perdebatan (Cook, 2007).

Menurut beberapa penelitian teknik mobilisasi sendi roll dan glide, ditambah lagi glide pada akhir gerakan selain mengurangi nyeri, meningkatkan ROM sendi glenohumeralis pada penderita frozen shoulder. Peningkatan ROM tersebut berpengaruh pada peningkatan kemampuan fungsional.

Penelitian lainnya menyimpulkan bahwa peregangan ringan yang terkandung di dalam mobilisasi sendi dengan gerakan, meningkatkan ROM sendi glenohemuralis pada penderita frozen shoulder (Gleyze et al., 2011 ; Salvo, 2011).

Pengalaman klinis para terapis MLDV, khususnya kelompok MLDV Medan, bahwa teknik spesifik MLDV lebih cepat meningkatkan ROM regio bahu, khususnya sendi glenohumeralis pada penderita frozen shoulder. Didalam teknik spesifik MLDV selain teknik untuk meningkatkan aliran sistem limfatik dan absorbsi pembuluh darah vena, juga pada teknik ini terkandung teknik mobilisasi dengan gerakan dan peregangan yang ringan.

Dalam thesis ini penulis memfokuskan penelitian teknik Manual Therapy yang terdiri dari Mobilisasi dengan gerakan dan teknik MLD (dipengaruhi oleh teknik spesifik MLDV tapi tidak lengkap) untuk meningkatkan ROM sendi glenohumeralis penderita frozen shoulder. Urutan terapi; MLD lalu Mobilisasi sendi dengan gerakan dan ditutup lagi dengan MLD.

(52)

2.7.1 Mobilisasi sendi dengan roll-glide

Mobilisasi sendi adalah Gerakan pasif oleh terapis yang terlatih pada sendi atau jaringan lunak. Teknik ini dilaksanakan dengan bermacam variasi kecepatan dan amplitudo. Termasuk teknik manipulasi yaitu teknik dengan gerakan yang beramplitudo kecil dengan kecepatan yang tinggi dan pasien/klien tidak dapat menghentikan gerakan tersebut (APTA).

Mobilisasi sendi yang dimaksud adalah roll dan glide. Dalam pelaksanaan lebih dahulu dilakukan glide serta gerakan roll dan pada gerakan akhir kita tambah lagi glide. Contohnya dilakukan glide pada sendi glenohumeralis ke inferior sekaligus gerakan rolling abduksi ke superior, dan pada akhir gerakan abduksi ditambah lagi glide (Egmond & Schuitemaker, 2006).

Maitland salah seorang tokoh Manual Therapy mendasari perkembangan konsep terapi mobilisasi sendi dan manipulasi. Maitland sangat menganjurkan pemeriksaan yang teliti pada setiap pasien untuk mengetahui sumber dari tanda dan gejala yang dialami pasien dalam aktivitas fungsionalnya. Pemeriksaan meliputi pemeriksaan gerakan osteokinematika dan artrokinematika untuk menentukan problem yang tepat dari jaringan spesifik. Hal ini untuk menyusun strategi dan dosis terapi. Maitland mengembangkan empat Grade (Grade I, II, III, IV) mobilisasi sendi dan Grade V disebut thrust manipulations. Grade berdasarkan pembagian Maitland teridiri dari: Grade 1, slow amplitudo kecil, permulaan gerakan; Grade II slow, amplitudo lebih besar-kapsul mengalami regangan tapi belum limit; Grade III slow, amplitudo lebih besar, kapsul mengalami tegang dan pada batas limit; Grade IV slow, amplitudo lebih kecil, kapsul mengalami teregang dan batas limit; grade V amplitudo

(53)

kecil-thrust. Grade I dan II disebut Low Grade berfungsi untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan lubrikasi pada sendi. Grade III dan IV disebut juga High Grade terutama berfungsi untuk peregangan peri articular tissue (Edmond, 2006).

Mobilisasi sendi roll-glide efektif meningkatkan lingkup gerak sendi pada sendi glenohumeralis (Yang et al., 2007; Stenvers, 2009).

2.7.1.1Traksi sendi glenohumeralis pada posisi LPP

Traksi sendi glenohumeralis adalah peregangan permukaan sendi antara cavitas glenoidalis dan caput humerus dengan menggerakkan caput humerus yang arahnya tegak lurus dan menjauhi bidang terapi cavitas glenoidalis. Arah traksi sendi glenohumeralis latero-ventro kranial.

Traksi sendi glenohumeralis yang merupakan juga peregangan statis. Menurut beberapa penelitian, peregangan yang ditahan 15-30 detik hasilnya lebih signifikan dibandingkan dengan peregangan yang ditahan kurang dari 15 detik atau lebih dari 30 detik (Cook, 2007).

Terapi pada penderita frozen shoulder yang gerakan aktif abduksi dan elevasi sendi glenohumeralnya terbatas, hendaknya menghindari gerakan elevasi yang menimbulkan nyeri. Terapi pada posisi adduksi, sedikit rotasi external atau posisi LPP, selain aman dan juga efektif untuk meningkatkan ekstensibilitas serta peningkatan lingkup gerak sendi elevasi aktif sendi glenohumeralis (Donatelli, 2004). Menurut penelitian Diercks dan Stevens (2004), peregangan di bawah ambang nyeri pada pasien-pasien frozen shoulder lebih bermakna hasilnya untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan lingkup gerak sendi pada sendi glenohumeralis dibandingkan peregangan di atas ambang nyeri pada pasien-pasien frozen shoulder.

(54)

Berdasarkan Evidence-Based Practice, traksi yang aman dan efektif adalah posisi sendi glenohumeralis di posisi MLLP atau LPP dan posisi sendi scapulothoracalis pada posisi scaption. Grade traksinya yaitu Grade II atau low grade yang dilakukankan dengan tenang, tidak agresif atau tidak menimbulkan nyeri. 2.7.1.2Mobilisasi sendi roll-glide untuk pola kapsuler sendi glenohumeralis

Egmond & Schuitemaker (2006) dan Susan L.Edmond (2006), menulis glide ke anterior efektif untuk meningkatkan lateral rotasi, horizontal abduksi dan ekstensi sendi glenohumeral.

Johnson et al. (2007), dari hasil penelitiaannya menyimpulkan. Gliding caput humerus ke posterior dan ke inferior lebih efektif meningkatkan gerakan rotasi eksternal sendi glenohumeral.

Gliding ke posterior dengan gerakan rotasi internal dan rotasi eksternal. Gliding ke inferior dengan gerakan adduksi-abduksi. Mobilisasi dengan gerakan dilakukan dalam posisi LPP: meningkatkan gerakan rotasi eksternal; untuk perengangan otot-otot rotator cuff; peregangan ligamen coracohumeral; meningkatkan abduksi dan elevasi sendi glenohumeralis (Durall, 2011).

2.7.1.3Mobilisasi sendi roll-glide dan reverse scapulohumeral rhythm

Pada penderita reverse scapulohumeral rhythm. Scapula bergerak lebih dari humerus. Menurut beberapa penulis; periarticular tissue sendi scapulothoracalis mengalami pemendekan atau impairment, mempengaruhi keterbatasan gerakan bahu abduksi dan elevasi (Donatelli, 2004).

Memperbaiki impairment sendi scapulothoracalis dengan memfiksasi atau melakukan gerakan rotasi medial skapula pada posisi scaption, side lying dan

Gambar

Gambar 2.1 Anatomi Regio Bahu  (Sumber : Netter, 2010)
Gambar 2.3 Sistem syaraf regio bahu  (Sumber : Netter, 2010)
Gambar 2.5 Area miotom C3 (m.Trapezius descendens, m.levator scapulae)  (Sumber : El, 2010)
Gambar 2.7 Area miotom C5 (m deltoideus,m Supraspinatus)  (Sumber : El, 2010)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Teknik analisis data menggunakan analisis deskriptif serta analisis uji Independent Sample T-tes untuk data berdistribusi normal dan Uji Mann Whitney (Z test) untuk

Hasil analisis data statistic non parametric dengan metode Wilcoxon Signed Ranks Test dan Mann Whitney Test dengan bantuan komputer Program SPSS Versi 11 diperoleh

Pada kelompok pelakuan 1 dan kelompok perlakuan 2 digunakan dengan uji T-Test Independent untuk menguji signifikansi komparatif dua sampel yang tidak berpasangan

Dari hasil uji hipotesis menggunakan Uji Independent Samples T- Test dengan nilai p=0,015 ketentuan Ho ditolak Ha diterima bila nilai p&lt;0,05 yang berarti bahwa terdapat

Hasil Uji Hipotesis III menggunakan Independent Samples T-Test menggunakan nilai post ultrasound dan post penambahan latihan isotonic quadriceps pada ultrasound

Diketahui bahwa hasil analisis dengan menggunakan uji beda independent sample t-test diperoleh nilai p = 0.030 atau nilai p 0.030&lt; 0.05, sehingga Ho ditolak yang

Untuk melihat perbedaan signifikansi hasil intervensi diantara kedua kelompok perlakuan, peneliti menggunakan uji T-test Independent didapat nilai dimana P=0.000 dimana (P &gt; α=

Pada kelompok pelakuan 1 dan kelompok perlakuan 2 digunakan uji T-Test Independent untuk menguji signifikansi komparatif dua sampel yang tidak berpasangan independent didapatkan nilai