• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN KADAR INTERLEUKIN-12 LOKAL DAN SISTEMIK PADA AKNE VULGARIS BERAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBANDINGAN KADAR INTERLEUKIN-12 LOKAL DAN SISTEMIK PADA AKNE VULGARIS BERAT"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 PERBANDINGAN KADAR INTERLEUKIN-12 LOKAL DAN SISTEMIK

PADA AKNE VULGARIS BERAT

COMPARISON LEVELS OF LOCAL AND SYSTEMIC INTERLEUKIN-12 IN SEVERE ACNE VULGARIS

Ida Rachmawaty Shabir1, Anis Irawan Anwar1, Farida Tabri1, Nasrum Massi2 1

Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin 2

Bagian Mikrobioloigi, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin

Alamat Korespondensi : dr. Ida Rachmawaty Shabir

Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin, Makassar Hp.081355432285

(2)

2 Abstrak

Akne vulgaris (AV) merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan menahun pada folikel pilosebasea disebabkan antara lain oleh Propionibacterium acnes yang dapat menginduksi toll like receptor-2 (TLR-2) pada monosit dan sel polimorfonuklear (PMN) menyebabkan pelepasan sitokin proinflamasi IL-12. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar IL-12 lokal dan sistemik pada penderita AV berat. Penelitian ini merupakan observasional dengan menggunakan rancangan cross sectional, dilakukan di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar. Sampel penelitian sebanyak 40 penderita AV berat yang memenuhi kriteria inklusi dengan karakteristik subyek penelitian perempuan 55% dan laki-laki 45%, dilakukan pengambilan spesimen pus dan darah selanjutnya diperiksa IL-12 dengan menggunakan metode ELISA. Hasil penelitian menunjukkan kadar interleukin-12 sistemik lebih tinggi secara signifikan dibandingkan kadar interleukin-12 lokal pada penderita AV berat dengan nilai p = 0.00. Selain itu didapatkan adanya hubungan bermakna antara IL-12 sistemik dengan faktor risiko jenis kelamin, umur, merokok, minum alkohol dan tidak ada riwayat saudara menderita AV. Namun hal ini harus diteliti lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih banyak secara longitudinal.

Kata kunci: akne vulgaris, interleukin-12, ELISA

Abstract

Acne vulgaris (AV) is a skin disease caused by chronic inflammation of the pilosebaceous follicles was caused by Propionibacterium acnes can induce toll-like receptor 2 (TLR-2) on monocytes and polimorfonuklear cells (PMN) causes the release of proinflammatory cytokine IL-12. This study aims to determine the differences in levels of IL-12 in patients with local and systemic severe AV. This is an observational study using cross-sectional design, was conducted at the Dermatology clinic of Wahidin Sudirohusodo Hospital Makassar. The study sample of 40 patients with severe AV who met the inclusion criteria to the characteristics of the study subjects 55% of women and 45% men, conducted blood specimen collection and subsequent pussy examined IL-12 using ELISA method. The results showed systemic levels of interleukin-IL-12 were significantly higher than local levels of interleukin-12 in patients with severe AV with p = 0:00. In addition obtained a significant correlation between IL-12 systemically with risk factors sex, age, smoking, drinking alcohol and no history of relatives suffered from AV. However this should be further investigated with a sample of more longitudinally. Keywords: acne vulgaris, interleukin-12, ELISA

(3)

3 PENDAHULUAN

Akne vulgaris (AV) merupakan penyakit inflamasi kronis pada folikel pilosebaseus yang ditandai dengan komedo, papul, pustul, nodul dan skar. Akne vulgaris biasanya mengenai daerah wajah, dada, punggung dan lengan atas.(Zaenglein A et al., 2008)

Berdasarkan laporan kunjungan pasien di poliklinik dermatologi kosmetik rumah sakit Ciptomangunkusumo Jakarta, jumlah kunjungan pasien AV pada tahun 2010 mencapai 2498 kali kunjungan dengan kasus baru mencapai 756 pasien (30,37%).(Sitohang, 2011) Data dari rekam medik di poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Wahidin Sudirohusodo Makassar angka kunjungan penderita AV pustula-nodular pada tahun 2012 sebanyak 31 penderita (19,53% dari seluruh kunjungan penderita AV)

Akne vulgaris bisa terjadi dalam beberapa bentuk/gradasi yang tidak selalu sama pada setiap penderita. Kasus AV sering dijumpai oleh dermatologis terutama pada usia remaja. Akne vulgaris dapat menetap hingga usia pertengahan.(Zouboulis et al., 2005)

Klasifikasi AV berdasarkan Combined Acne Severity Classification oleh Lehmann dkk dibagi menjadi AV ringan, sedang, dan berat. Akne vulgaris ringan bilajumlah komedo < 20 atau lesi inflamasi < 15 atau lesi total berjumlah < 30 buah, AV sedang bila jumlah komedo 20 - 100 atau lesi inflamasi 15 - 50 atau lesi total berjumlah 30 - 125 buah sedangkan AV berat bila jumlah nodul > 5 atau lesi inflamasi > 50 atau lesi total berjumlah > 125 buah.(Liao DC, 2003)

Meskipun penyebab utama dari AV tidak diketahui, berbagai faktor diduga terlibat dalam patogenesis penyakit ini. Patogenesis penyakit ini meliputi beberapa hal diantaranya overproduksi kelenjar sebasea, keratinisasi folikel yang abnormal, inflamasi, respon imun tipe lambat, faktor - faktor eksternal meliputi stres, merokok, minum alkohol, makanan, genetik serta proliferasi P. acnes dan semua faktor ini saling mempengaruhi.(Zoubolis et al., 2008)

Dinding sel P. acnes mengandung antigen karbohidrat yang menstimulasi pembentukan antibodi sehingga memicu proses inflamasi dengan mengaktivasi komplemen yang kemudian mengawali suatu cascade proinflamasi. Propionibactrium acnes juga memicu inflamasi melalui elisitasi respon hipersensitifitas tipe lambat dan memproduksi lipase, protease, hialuronidase dan faktor kemotaktik sehingga merupakan sumber utama dari enzim lipase folikuler, protease, dan hialuronidase. Propionibacterium acnes menginduksi toll like receptor-2 (TLR-2) pada monosit dan sel polimorfonuklear (PMN) disekitar folikel sebasea menyebabkan pelepasan sitokin proinflamasi seperti IL-1, IL-8, IL-12 dan tumor necrosis

(4)

4 factor-alpha (TNF-α). Mekanisme ini menyebabkan terjadinya inflamasi dan kerusakan jaringan pada AV sehingga akan mempengaruhi timbulnya AV berat.(Zaenglein A et al., 2008, Baz et al., 2008)

Aktivasi TLR-2 akibat P. acnes pada monosit sehingga menyebabkan pelepasan sitokin IL-12 serta toll like receptors (TLRs) lainnya dan sel-sel inflamasi dapat terlibat dalam patogenesis jerawat.(Kim J, 2005) Produksi sitokin IL-12 merupakan salah satu sitokin proinflamasi utama yang dihasilkan oleh monosit sebagai respon terhadap organisme gram positif. Kelebihan produksi IL-12 terdapat pada beberapa penyakit inflamasi yang melibatkan kerusakan jaringan.(Hamza T et al., 2010, Dessinioti C et al., 2010)

Pada penelitian ini kami membandingkan kadar interleukin-12 lokal dan sistemik pada penderita AV berat.

METODE PENELITIAN Lokasi dan rancangan penelitian

Penelitian dilakukan di Makassar, Sulawesi Selatan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS Jejaring pendidikan Unhas di Makassar, Balai Penyakit Kulit dan Kelamin Makassar dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran UNHAS Makassar. Penelitian ini merupakan observasional dengan menggunakan rancangan cross sectional yaitu semua variabel penelitian diukur pada periode waktu yang sama.

Subyek penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional untuk melihat perbandingan kadar IL-12 lokal dan sistemik pada penderita AV berat. Jumlah sampel dihitung menggunakan tabel Izaac Michael didapatkan jumlah sampel 40 subyek. Setelah mendapat persetujuan dari komite etik penelitian didapatkan 40 subyek yang memenuhi kriteria penelitian dan dimasukkan dalam studi ini. Sampel penelitian adalah semua penderita AV berat dan telah didiagnosis secara klinis yang memenuhi kriteria penerimaan sampel penelitian. Kriteria inklusi pada penelitian ini: penderita AV berat berdasarkan kriteria Combined Acne Severity Classification yang dinilai oleh 1 orang dokter spesialis kulit dan kelamin, penderita AV berat tidak menderita penyakit infeksi lain, penderita AV berat menyetujui dan menandatangani informed consent. Kriteria eksklusi: penderita AV berat dengan penyakit sistemik, penderita AV berat yang mendapat pengobatan retinoid, antibiotik dan anti inflamasi selama 1 bulan terakhir, penderita AV berat yang menggunakan kontrasepsi hormonal, penderita AV berat yang hamil dan menyusui.Penelitian dilakukan di Bagian Ilmu

(5)

5 Kesehatan Kulit dan Kelamin dan Bagian Mikrobiologi RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar yang dilaksanakan pada bulan April – Mei 2013.

Metode

Seluruh subyek yang telah memenuhi kriteria penelitian diminta mengisi kuesioner mengenai data pribadi dan riwayat penyakit, dilakukan pengambilan gambar lokasi lesi pada wajah dengan menggunakan kamera digital.

Analisis statistik

Data diolah menggunakan Statistical Package for Social Science (SPSS) versi 17. Metode statistik yang digunakan adalah perhitungan nilai mean, standar deviasi, dan uji statistik yang digunakan adalah one sample t test dengan tingkat kemaknaan p < 0.05.

HASIL

Selama periode penelitian diperoleh jumlah sampel 40 penderita AV berat dengan distribusi jenis kelamin perempuan sebanyak 22 (55%) dan laki - laki 18 (45%). Tabel 1 memperlihatkan kadar IL-12 serum pada laki - laki lebih tinggi (107.89 ± 43.85) di bandingkan perempuan (71.97 ± 31.08) dengan nilai p = 0.004 (p < 0.05). Klasifikasi usia 11 - 20 tahun sebanyak 23 (57,5%), 21 - 30 tahun 14 (35%) dan ≥ 31 tahun 3 (7,5%), diperoleh nilai p = 0.014 (p < 0.05) yang berarti bahwa korelasi umur terhadap kadar IL-12 serum pada penderita AV berat adalah bermakna. Nilai korelasi spearman adalah sebesar -0.386 menunjukkan bahwa arah korelasi negatif dengan kekuatan korelasi yang lemah.

Pada penelitian ini ditemukan riwayat merokok 6 (15%) dan tidak merokok sebanyak 34 (85%). Tabel 2 memperlihatkan kadar IL-12 serum pada penderita AV berat dengan riwayat merokok lebih tinggi (131.40 ± 50.16) di bandingkan tidak merokok (80.50 ± 34.79) dengan nilai p = 0.004 (p < 0.05). Ditemukan riwayat mengkonsumsi alkohol 3 (7,5%) dan tidak mengkonsumsi alkohol sebanyak 37 (92,5%). Tabel 3 memperlihatkan kadar IL-12 serum pada penderita AV berat dengan riwayat konsumsi alkohol lebih tinggi (147.14 ± 69.80) di bandingkan tidak mengkonsumsi alkohol (83.35 ± 35.24) dengan nilai p = 0.008 (p < 0.05).

Pada penelitian ini memperlihatkan riwayat stres 34 (85%) dan tidak stres 6 (15%), sedangkan makanan yang biasa dikonsumsi penderita AV berat ditemukan makanan berminyak, coklat, dan kacang, yang terbanyak adalah mengkonsumsi makanan berminyak yaitu 24 (60%).

(6)

6 Pada penelitian ini memperlihatkan riwayat keluarga terbanyak yang menderita AV yaitu saudara 18 (45%), tidak memiliki riwayat keluarga 10 (25%), ayah 7 (17,5%), ibu 3 (7,5%), saudara dan ibu 2 (5%). Tabel 4 memperlihatkan kadar IL-12 serum pada penderita AV berat dengan tidak ada riwayat saudara menderita AV lebih tinggi (95.62 ± 44.46) di bandingkan dengan riwayat saudara menderita AV (70.66 ± 25.49) dengan nilai p = 0.032 (p < 0.05).

Tabel 5 memperlihatkan kadar IL-12 serum dan swab pada penderita AV berat, didapatkan kadar IL-12 serum lebih tinggi (88.14 ± 41.06) dari pada kadar IL-12 swab (17.32 ± 4.05) dengan nilai p = 0.00 (p < 0.05) maka terdapat perbedaan kadar IL-12 serum yang bermakna dibandingkan kadar IL-12 swab.

Pada penelitian ini dilakukan kultur untuk melihat mikroorganisme yang tumbuh dari spesimen yang diambil dari lesi inflamasi AV, mikroorganisme terbanyak yang ditemukan adalah S. aureus 12 (30%), kemudian A. faecalis dan E. aglumerans 8 (20%), P. stuarti dan P. alkalifaecen 4 (10%), S. epidermidis dan K. pneumonia 2 (5%).

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan ELISA untuk melihat kadar IL-12 lokal dan sistemik pada penderita AV berat. Pada penelitian ini, didapatkan kadar IL-12 sistemik lebih tinggi secara signifikan dari pada kadar IL-12 lokal (p < 0.05). Heymann melaporkan P. acnes dapat mengaktivasi IL-12p40 melalui jalur TLR-2.(Heymann W, 2006) Penelitian Kim dkk melakukan pengambilan sampel monosit manusia normal dan dirangsang dengan berbagai pengenceran sonicate P. acnes, kemudian produksi sitokin diukur dan ditemukan P. acnes dapat menginduksi produksi IL-12 melalui jalur TLR-2.(Kim J et al., 2002) Sugisaki dkk meneliti mengenai peningkatan produksi IFN-γ, IL-12p40 dan IL-8 pada spesimen darah penderita AV dan didapatkan kadar sitokin tersebut lebih tinggi pada penderita AV dibandingkan dengan non AV.(Sugisaki H et al., 2009)

Distribusi penderita AV berat berdasarkan jenis kelamin didapatkan perempuan 55% dan laki – laki 45%. Didapatkan kadar IL-12 sistemik pada laki - laki lebih tinggi secara signifikan di bandingkan perempuan (p < 0.05). Berdasarkan distribusi kategori umur didapatkan usia 11 - 20 tahun sebanyak 57,5%. Untuk faktor risiko umur terhadap IL-12 sistemik pada penderita AV berat yaitu bermakna (p < 0.05). Penelitian Adityan dkk di India menemukan dari 309 penderita AV ditemukan 137 wanita dan 172 pria dengan usia terbanyak yaitu 16 - 20 tahun sebanyak 185 orang (59,8%), hal ini dapat disebabkan karena

(7)

7 kejadian AV lebih sering pada usia muda.(Adityan B et al., 2009) Do dkk juga melaporkan sekitar 85% penderita AV berusia 12 - 24 tahun, dan sekitar 12% perempuan dan 3% laki – laki dapat mengalami AV sampai usia 40 tahun.(Do T et al., 2008) Collier dkk juga melaporkan penderita AV lebih pada remaja yang berusia 16 – 17 tahun, sekitar 95 – 100% terjadi pada laki – laki dan 83 – 85% pada wanita.(Collier CN et al., 2008)

Pada penelitian ini didapatkan riwayat merokok 15% dan tidak merokok sebanyak 85%. Didapatkan IL-12 sistemik pada riwayat merokok lebih tinggi secara signifikan di bandingkan tidak merokok (p < 0.05). Beberapa studi menghubungkan kejadian AV dengan kebiasaan merokok. Rombouts dkk melaporkan penelitian cross sectional tentang kejadian AV dan kebiasaan merokok menemukan dari 595 partisipan sebanyak 176 (81,9%) tidak didapatkan riwayat merokok sedangkan riwayat merokok sebanyak 39 (18,1%).(Perkins AC et al., 2011)

Rokok mengandung asam arakidonat dan hidrokarbon polisiklik aromatik yang menginduksi jalur inflamasi phospholipase A2-dependent, dapat menimbulkan perubahan mikrosirkulasi kulit, keratinosit, kolagen dan sintesis elastin. Reseptor nikotinik diekspresikan pada keratinosit, fibroblas dan pembuluh darah. Nikotin meningkatkan adhesi dan diferensiasi keratinosit, menghambat apoptosis, migrasi keratinosit, menyebabkan vasokonstriksi terkait dengan hiperemi lokal. Selain itu nikotin juga menghambat inflamasi melalui efek pada sistem saraf pusat dan perifer sehingga menyebabkan penundaan penyembuhan luka dan mempercepat penuaan kulit. Peran penting lain dari merokok yaitu defisiensi relatif antioksidan yang disebabkan oleh merokok dapat menyebabkan perubahan dalam komposisi sebum.(Capitanio B et al., 2009)

Pada penelitian ini didapatkan riwayat mengkonsumsi alkohol 7,5% dan tidak mengkonsumsi alkohol sebanyak 92,5%. Didapatkan IL-12 sistemik pada riwayat konsumsi alkohol lebih tinggi secara signifikan di bandingkan tidak mengkonsumsi alkohol (p < 0.05). Studi yang dilakukan Shen dkk mendapatkan prevalensi yang cukup tinggi pada penderita AV yang mengkonsumsi alkohol yaitu sebanyak 80% pada usia < 25 tahun. Meskipun studi tersebut mengindikasikan prevalensi yang tinggi namun belum dapat dipastikan hubungan yang kuat antara kejadian AV dan kebiasaan minum alkohol.(Shen Y et al., 2012)

Pada penelitian ini memperlihatkan riwayat stres 34 (85%) dan tidak stres 6 (15%), National Institutes of Health Amerika Serikat menyebutkan stres sebagai faktor yang dapat menyebabkan timbunya AV. Sebuah studi pada remaja di Singapura ditemukan korelasi positif yang signifikan antara tingkat stres dan tingkat keparahan AV. Mekanisme mengenai

(8)

8 stres dan gangguan emosi dapat menyebabkan eksaserbasi AV belum diketahui. Salah satu teori mengatakan bahwa eksaserbasi ini disebabkan oleh meningkatnya produksi hormon androgen dari kelenjar adrenal dan sebum, bahkan asam lemak dalam sebum juga meningkat.(Yosipovitsh et al., 2007)

Adapun makanan yang biasa dikonsumsi penderita AV berat ditemukan makanan berminyak, coklat, dan kacang, yang terbanyak adalah mengkonsumsi makanan berminyak yaitu 24 (60%). Berdasarkan hasil penelitian Astuti pada tahun 2011, ditemukan bahwa makanan yang paling berpengaruh terhadap timbulnya AV adalah kacang-kacangan dan gorengan menempati urutan kedua. Sebuah penelitian sebelumnya menemukan bahwa makanan dengan indeks glikemik tinggi dapat mempengaruhi perkembangan dan keparahan AV. Pengaruh makanan terhadap terjadinya AV masih menjadi perdebatan para ahli. Namun, kebanyakan penderita masih berpendapat bahwa makanan sebagai penyebab atau faktor memperburuk AV.(Smith et al., 2007, Astuti, 2011)

Studi observasional melaporkan diet tinggi produk susu berhubungan dengan peningkatan risiko dan beratnya menderita AV. Para peneliti menemukan hubungan yang bermakna terhadap semua jenis susu sapi dengan AV, yaitu adanya peningkatan produksi hormon polipeptida seperti IGF-1 yang dapat meningkatkan paparan terhadap hormon androgen dan risiko AV. Belum ada studi yang menemukan hubungan antara AV dengan coklat, lemak jenuh atau asupan garam.(Ferdowsian et al., 2010)

Selama ini diduga konsumsi fast food, makanan pedas, manis dan makanan penutup merupakan faktor risiko terhadap terjadinya AV. Namun pada penelitian yang dilakukan oleh Munawar Z dkk hal tersebut tidak terbukti. Justru pada penelitian tersebut menemukan adanya hubungan yang signifikan terhadap konsumsi minuman soda dan coklat terhadap AV.(Munawar et al., 2009)

Riwayat keluarga yang menderita AV pada penelitian ini didapatkan terbanyak yaitu saudara 45%. Untuk faktor risiko riwayat saudara menderita AV terhadap IL-12 sistemik diperoleh tidak ada riwayat saudara menderita AV lebih tinggi secara signifikan di bandingkan dengan riwayat saudara menderita AV (p < 0.05). Sedangkan riwayat ayah dan ibu terhadap IL-12 sistemik diperoleh riwayat ayah dan ibu menderita AV lebih tinggi di bandingkan dengan tidak ada riwayat ayah menderita AV, namun secara statistik tidak ditemukan perbedaan yang bermakna (p > 0.05).

Salah satu penelitian menunjukkan 82% penderita AV ditemukan paling sedikit terdapat seorang saudaranya menderita AV, sedangkan sekitar 60% penderita AV didapatkan

(9)

9 salah satu atau kedua orang tuanya dengan riwayat AV. Jika kedua orang tua dengan riwayat menderita AV, 3 dari 4 anak akan menderita AV, namun jika salah satu orang tua dengan riwayat menderita AV maka 1 dari 4 anak akan menderita AV. Tidak semua keluarga akan mengalami pola yang sama, yang diwariskan berupa hiperproliferasi folikel epidermal dengan sumbatan folikel dan faktor lain yang memperburuk yaitu adanya sebum yang berlebihan.(Goulden V et al., 1999)

Faktor riwayat keluarga berpengaruh terhadap terjadinya AV dengan adanya aktivitas kelenjar sebasea. Untuk penderita AV dengan riwayat terutama ayah dan ibu akan meningkatkan risiko AV pada anak mereka. Berdasarkan studi epidemiologi yang dilakukan di sekolah-sekolah di Prancis pada 913 orang remaja usia 11 - 18 tahun dengan riwayat AV pada ayah didapatkan hasil 16% pada kelompok AV dibandingkan kelompok tanpa lesi AV sebesar 8%. Sementara riwayat AV pada ibu didapatkan hasil 25% pada kelompok AV dan 14% pada kelompok tanpa lesi AV. Pada riwayat AV pada saudara kandung didapatkan hasil 68% pada kelompok AV dan 57% pada kelompok tanpa lesi AV. Selain itu, riwayat AV pada ayah atau ibu sering dikaitkan dengan kejadian AV berat maupun AV yang tidak berespon terhadap pengobatan.(Dreno et al., 2003)

Suatu penelitian yang dilakukan pada 204 kasus AV dan 144 kontrol (non AV) untuk melihat faktor risiko riwayat keluarga yang menderita AV di inggris, menunjukkan hasil risiko AV pada kasus yang memiliki riwayat keluarga lebih besar dibandingkan kontrol. Pada suatu kepustakaan riwayat keluarga ditemukan 40% pada penderita AV.(Goulden et al., 1999)

Pada penelitian ini ditemukan mikroorganisme terbanyak yaitu S. aureus 12 (30%). Hasil penelitian oleh Till dkk pada tahun 2000 di Leeds melaporkan secara keseluruhan mikroflora yang utama ditemukan pada lesi AV terdiri dari Propionibacterium, Staphylococcus dan Malassezia. Tan dkk pada tahun 2007 di Singapura juga melaporkan mikroorganisme terbanyak adalah P. acnes 66,4% dari 262 subyek. Berbeda dengan yang dilaporkan Hassanzadeh dkk pada tahun 2008 di Iran melakukan kultur dari lesi pustular dan nodulo-kistik secara aerobik dan anareobik. Dari kultur aerobik ditemukan yaitu S. epidermidis 53%, Micrococcus sr. 45% dan S. aureus 41%. Dari kultur anaerobik yaitu S. aureus 39%, P. acnes 33% dan S. epidermidis 21%. Propionibacterium acnes termasuk bakteri yang tumbuh relatif lambat dan merupakan tipikal bakteri anaerob gram positif yang toleran terhadap udara.(Till et al., 2000, Tan et al., 2007, Hassanzadeh et al., 2008)

(10)

10 Sylvia pada tahun 2010 meneliti mengenai mikroorganisme yang tumbuh dari lesi AV. Pada peneltian ini, spesimen komedo diambil dari lesi komedo tertutup dan terbuka dengan ekstraktor komedo steril dan spesimen pus diambil dari lesi pustul, nodul dan kista dengan cara menusuk dan mengaspirasi pus dengan menggunakan spoit steril 1 cc. Setelah itu spesimen dibagi tiga dan ditanam ke dalam 3 media kultur (agar darah, medium cair Thioglycollateh Broth dan agar Sabouraud dekstrosa yang telah ditambahkan minyak zaitun 0,2 cc untuk pertumbuhan P. ovale). Media kultur kemudian di isolasi pada suhu 35 - 37°C selama 2 - 7 hari. Mikroorganisme terbanyak yang ditemukan pada penelitian tersebut adalah P. acnes (78,8%) diikuti oleh S. epidermidis dan P. ovale.(Sylvia L, 2010)

Sejauh penelusuran kepustakaan, belum ada penelitian yang membandingkan kadar IL-12 sistemik dan lokal serta menghubungkan faktor-faktor risiko terhadap AV berat.

KESIMPULAN DAN SARAN

Di dapatkan peningkatan kadar IL-12 lokal dan sistemik pada penderita AV berat. Kadar IL-12 sistemik lebih tinggi secara signifikan dibandingkan IL-12 lokal pada penderita AV berat, selain itu didapatkan hubungan yang bermakna antara kadar IL-12 sistemik terhadap faktor risiko jenis kelamin, umur, merokok, minum alkohol dan tidak ada riwayat saudara menderita AV. Namun, dibutuhkan penelitian IL-12 lebih lanjut dengan sampel penderita AV berat yang lebih besar secara longitudinal.

(11)

11 DAFTAR PUSTAKA

Adityan B & Thappa D (2009) Profile of acne vulgaris: A hospital-based study from South India. IJDVL. 75: 727-8.

Astuti DW (2011) Hubungan Antara menstruasi dengan angka kejadian akne vulgaris pada remaja Fakultas Kedokteran. Semarang, Universitas Diponegoro.

Baz K & et al (2008) Association between tumor necrosis factor-alpha gene promoter polymorphism at-308 and acne in Turkish Patient. Arch Dermatol Res. 300: 371-6. Capitanio B, Sinagra JL, Ottaviani M, Berdignon V, Amantea A & Picaedo M (2009) Acne

and smoking. Dermato-Endocrinology. 3: 129-135. Dermato-Endocrinology. 3: 129-35.

Collier CN & et al (2008) The prevalence of acne in adult 20 years and older. J Am Acad Dermatol. 58: 56-9.

Dessinioti C & Katsambas AD (2010) The role of Propionibacterium acnes in acne pathogenesis: fact and controversies. Clin Dermatol. 28: 2-7.

Do T, Zarkhin S, Orringer JS & Nemeth S (2008) Computer assisted aligment and tracking of acne lesion indicated that most inflammatory lesions arise from comedones and de novo. J Am Acad Dermatol. 603-8.

Dreno B & Poli F (2003) Epidemiology of Acne. Dermatology. 206: 7-10.

Ferdowsian HR & Levin S (2010) Does diet really affect acne? Skin Therapy. 15: 4-5.

Goulden V, Stables G & Cunliffe W (1999) Prevalence of facial acne in adults. J Am Acad Dermatol. 41: 577-80.

Goulden V, MCgeown C & Cunliff W (1999) The family risk of adult acne: a comparison between first-degree relatives of affected and unaffected individuals. Br J Dermatol. 141: 297-300.

Hamza T, Barnett J & Li B (2010) Interleukin 12 a Key Immunoregulatory Cytokine in Infection Applications. Int J Mol Sci. 11: 789-806.

Hassanzadeh P, Bahmani M & Mehbrani D (2008) Bacterial resistence to antibiotics in acne vulgaris: an in vitro study. Indian J Dermatol 53: 122-4.

Heymann W (2006) Toll-like receptors in acne vulgaris. J Am Acad Dermatol. 55: 691-2. Kim J (2005) Review of the Innate Immune Response in Acne vulgaris: Activation of

Toll-Like Receptor 2 in Acne Triggers Inflammatory Cytokine Responses. Dermatology. 211: 193-8.

Kim J & et al (2002) Activation of Toll-Like Receptor 2 in Acne Triggers Inflammatory Cytokine Responses. J Immunol. 169: 1535-41.

Liao DC (2003) Management of Acne. Fam J Pract. 52: 43.

Munawar S, Afzal M, Rizvi F & Chaudry M (2009) Precipitating factors of acne vulgaris in females. An Pak Inst Med Sci. 5: 104-7.

Perkins AC, Cheng CE, Hillebran GG, Miyamoto K & Kimball AB (2011) Comparison of the epidemiology of acne vulgaris among Caucasian, Asian, Continental Indian and African American women. JEADV. 25: 1054-60.

Shen Y & et al (2012) Prevalence of Acne Vulgaris in Chinese Adolescents and Adults: A Community-based Study of 17,345 Subjects in Six Cities. Acta Derm Venereol. 92: 40-4.

Sitohang IB (2011) Patogenesis terkini akne vulgaris. MDVI. 38: 149-52.

Smith R, Mann N, Braue A, Makelainen H & Varigos G (2007) A low-glycemicload diet improves symptoms in acne vulgaris patients: a randomized controlled trial. American J Clin Nutrition. 86: 107-115.

(12)

12 Sugisaki H & et al (2009) Increased interferon-γ, interleukin-12p40 and IL-8 production in Propionibacterium acnes-treated peripheral blood cells from patient with acne vulgaris. Host response but not bacterial species is the determinant factor of the disease. Dermatol Sci. 55: 47-52.

Sylvia L (2010) Hubungan antara jenis mikroorganisme yang ditemukan pada lesi akne dengan bentuk lesi akne di RS.Dr.M. Djamil Padang. Fakultas Kedokteran Padang, Universitas Andalas.

Tan HH, Tan AW, Barkham T, Yan XY & Zhu M (2007) Community-based study of acne vulgaris in adolescent in Singapore. Br J Dermatol. 157: 547-551.

Till A, Goutden V, Cunliffe W & Holland K (2000) The cutaneous microflora of adolescent, late-onset acne patients does not differ. Br J Dermatol. 142.

Yosipovitsh G & et al (2007) Study of Psychological Stress, Sebum Production and Acne Vulgaris in Adolescents. Acta Derm Venereol. 87: 135-139.

Zaenglein A, Graber EM, Thiboutot DM & Strauss JS (2008) Acne Vulgaris and Acneiform Eruptions. dalam Wolff K, Goldsmith LA & Katz SI (Eds.) Fizpatrick's Dermatology in General Medicine. 7 ed. New York, Mc Graw Hill.

Zoubolis C, Baron J, Bohm M, Kippenberger S, Kurzen H & Reichart J (2008) Frontiers in saebaceous gland biology and pathology. Exp Dermatol. 17: 542-51.

(13)

13 Tabel 1. Analisis faktor risiko jenis kelamin terhadap IL-12 serum pada penderita AV

berat Sex Mean Std deviation Mean difference 95% Confidence interval of the difference P Lower Upper Laki-laki Perempuan 107.8890 71.9732 43.85015 31.07657 -35.91583 -35.91583 -59.93714 -11.89453 0.004

Tabel 2. Analisis faktor risiko merokok terhadap IL-12 serum pada penderita AV berat

Meokok Mean Std deviation Mean difference 95% Confidence interval of the difference P Lower Upper Ya Tidak 131.4001 80.5003 50.15869 34.79247 50.89972 50.89972 17.57186 84.22758 0.004

Tabel 3. Analisis faktor risiko konsumsi alkohol terhadap IL-12 serum pada penderita AV berat Alkohol Mean Std deviation Mean difference 95% Confidence interval of the difference P Lower Upper Ya Tidak 147.1417 83.3510 69.79890 35.23869 63.79068 63.79068 17.79045 109.79091 0.008

Tabel 4. Analisis faktor risiko riwayat saudara terhadap IL-12 serum pada penderita AV berat Riwayats audara Mean Std deviation Mean difference 95% Confidence interval of the difference P Lower Upper Ya Tidak 70.6630 95.6234 25.48761 44.45568 -24.96040 -24.96040 -47.64391 -2.27689 0.032

(14)

14 Tabel 5. Perbandingan kadar IL-12 serum dan swab pada penderita AV berat

IL-12 Mean Std deviation Mean difference 95% Confidence interval of the difference P Lower Upper Serum Swab 88.1353 17.3216 41.05640 4.05086 70.81368 70.81368 57.62750 83.99986 0.00

Gambar

Tabel 3. Analisis  faktor  risiko konsumsi alkohol terhadap IL-12 serum pada penderita  AV berat  Alkohol  Mean  Std  deviation  Mean  difference  95% Confidence interval of the difference  P  Lower  Upper  Ya  Tidak  147.1417 83.3510  69.79890 35.23869  6

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan bertanya dalam kegiatan pembelajaran di kelas berguna untuk mengalirkan informasi, baik administrasi maupun akademik, mengecek pemahaman siswa terhadap materi

Perbedaan genetik diantara tetua diduga mempengaruhi aksi gen suatu karakter, dimana karakter bobot buah per tanaman, jumlah buah per tanaman, bobot per buah, dan panjang

Pada umumnya miokarditis disebabkan penyakit-penyakit infeksi tetapi dapat sebagai akibat reaksi alergi terhadap obat-obatan dan efek toksik bahan-bahan

Berdasarkan karakteristik responden dengan dimensi tipe kepribadian menunjukkan tidak terdapatnya hubungan antara tipe kepribadian introvert dan ektrovert dengan

Dalam rangka berkontribusi terhadap permasalahan dan solusi lalu lintas sepeda motor di Indonesia dan untuk melanjutkan penelitian terakhir tersebut, maka studi ini berupaya

Pada FMEA dilakukan penghitungan dengan cara mengkalikan tingkat keparahan dari suatu dampak risiko yang diakibatkan (severity), tingkat frekuensi terjadinya suatu

Hasil penelitian yang dilakukan dengan wawancara langsung mendapatkan bahwa mahasiswa yang memiliki kainginan untuk menjadi seorang guru yang professional sebesar 40