• Tidak ada hasil yang ditemukan

Inovasi Desain dengan Metode Diversifikasi Terapan Ragam Hias Batik Kota Bandung Modern Dalam Skala Ekonomi Kreatif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Inovasi Desain dengan Metode Diversifikasi Terapan Ragam Hias Batik Kota Bandung Modern Dalam Skala Ekonomi Kreatif"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Inovasi Desain dengan Metode Diversifikasi Terapan Ragam Hias

Batik Kota Bandung Modern Dalam Skala Ekonomi Kreatif

oleh : Dr. Yan Yan Sunarya, M.Sn. / yanyan@fsrd.itb.ac.id (Ketua Juri Sayembara Desain Batik Bandung 2014) Fakultas Seni Rupa dan Desain – Institut Teknologi Bandung

Sumbang saran artikel terhadap hasil sayembara Desain Batik Bandung 2014 Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung

PENDAHULUAN

Baru-baru ini Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung telah menyelenggarakan dengan berhasil atas kegiatan Sayembara Desain Batik Bandung 2014; dengan materi ragam hias identitas Kota Bandung berupa : bunga patrakomala, burung cangkurileung, disertai juga dengan identitas Sunda yang menyertainya berupa : senjata kujang dan aksara Sunda, yang merupakan beberapa artifak hasil kearifan lokal yang dapat menjadi inspirasi kreatif bagi penciptaan Batik Kota Bandung baru / modern / kontemporer. Sementara ini batik diapresiasi sebagai produk budaya Indonesia yang bernilai sejarah, budaya, spiritual, filosofi, ekonomi, dan estetik. Nilai estetik sebuah batik dapat dikembangkan melalui pembuatan desain ragam hias / corak, warna, dan komposisi yang sesuai dengan perkembangan teknologi dan desain baru yang inovatif. Di sini terdapat dua peluang inovasi dalam penciptaan Batik Kota Bandung modern, di antaranya : (1) Batik Kota Bandung dalam konteks pelestarian budaya, yaitu : pendekatan pengembangan rekonstruksi desain atas azas konservasi budaya dan identitas Kota Bandung berbasis pada kekayaan budaya; dan (2) Batik Kota Bandung dalam konteks kreatifitas, yaitu : didasari atas kegiatan eksplorasi terhadap keunikan ikonografis artifak / peperenian budaya Sunda dan Kota Bandung untuk dikembangkan menjadi produk yang memiliki originalitas, fungsi, dan nilai baru.

REALITAS DESAIN KINI

Sebagai tindak lanjut kajian yang telah dilakukan sebelumnya tentang perkembangan desain dalam ranah industri kreatif akhir-akhir ini, yang tidak dapat dilepaskan dari perkembangan kebudayaan dalam tataran budaya visual; ditambah lagi dengan semakin marak saling klaim kepemilikan desain antarnegara; maka diversifikasi produk dengan terapan ragam hias Batik Kota Bandung modern sebagai langkah cultural herritage adalah menjadi dasar dalam menggali dan sekaligus menerapkan kearifan lokal. Hal ini dirasakan perlu agar diperoleh gambaran kongkrit mengenai upaya pengembangan artifak berbasis kearifan lokal sentra Industri Kecil Menengah (IKM), khususnya yang memacu sektor ekonomi kreatif dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Berkenaan dengan industri kreatif di era pembangunan negara kita, kini merupakan salah satu andalan yang diharapkan menjadi penopang perekonomian nasional. Saat ini industri kreatif, terutama industri kecil paling banyak memberdayakan tenaga kerja, pemanfaatan sumber daya alam lokal dan kekayaan budaya nasional (antara lain identitas Kota Bandung), sehingga patut diberikan perhatian dalam pengembangannya. Dalam menyusun strategi pengembangan produk yang jitu, semua unsur harus dikaji atas dasar tujuan dan sasaran yang akan dicapai. Kemudian terdapat fungsi kontrol yang

(2)

menyelidiki gejala-gejala perubahan dan perkembangan global. Fungsi ini harus bisa tanggap dan cepat untuk menginformasikan sebagai data olahan dalam evaluasi strateginya. Maka sebagai desainer / kriyawan / pembuat / pencipta perlu menyiasatinya untuk mengadopsi sebagai suatu konsep desain dengan metode pendekatan interaktif dan partisipatif. Untuk itu melalui strategi pengayaan dan diversifikasi desain yang inovatif serta pencangkokan ragam hias Batik Kota Bandung modern sebagai bentuk kearifan lokal, diharapkan terjadi upaya-upaya pembukaan segmen pasar baru yang lebih dinamis.

Tulisan ini fokus pada eksplorasi lebih lanjut desain kerajinan / kriya / batik dengan menitikberatkan pada struktur, warna, dan performansi, dengan terapan ragam hias Batik Kota Bandung modern. Kriya / kerajinan sudah menjadi sumber penghasilan untuk masyarakat perajin di Indonesia umumnya, dan di wilayah Priangan timur khususnya (Garut, Sumedang, Tasikmalaya, dan Ciamis). Sejauh ini kerajinan di wilayah Priangan timur sudah mengalami kemajuan yang baik, akan tetapi varian untuk desain yang berkaitan dengan struktur, warna dan performansinya masih minim, terbukti dengan terlalu lamanya satu produk kerajinan dijual terus-menerus di pasaran yang mengakibatkan kejenuhan pasar. Dalam rangka mengantisipasi keadaan tersebut, dinilai bahwa ragam hias Batik Kota Bandung modern dalam ranah produk industri kreatif, sangat berpotensi dikembangkan sebagai terapan unsur desain pada kerajinan / kriya, karena banyak kendala yang masih dihadapi perajin.

Secara umum disinyalir masih terdapat kelemahan pada tingkat kemampuan kompetensi perajin diakibatkan oleh : (a) mutu produksi, menyangkut kurangnya daya tarik visual / desain dan kualitasnya; (b) kurang mempunyai kemampuan membaca situasi pasar; (c) banyaknya pesaing dengan industri kecil sejenis. Salah satu aspek yang harus ditingkatkan adalah kemampuan perajin agar mampu melaksanakan teknik produksi dalam keterkaitan proses produksi dan perbaikan desain, serta mendiversifikasi produknya melalui kemampuan kreatif.

Analisis situasi dari objek desain ini, menunjukkan bahwa produk yang dikembangkan adalah kerajinan dengan sistem pelayananannya yang hanya bergantung pada pesanan sesaat. Untuk melaksanakan strategi diversifikasi produk, kondisi internal sentra secara umum dapat diuraikan sebagai berikut :

Kurang Cukup Baik

Desain Produk þ Teknologi Produksi þ Kapasitas Produksi þ Mutu Produk þ Kewirausahaan þ Keterampilan Perajin þ Sistem Manajemen þ

Priangan timur tergolong wilayah di Jawa Barat (Tatar Sunda) yang berpotensi ekonomis, memiliki kepeloporan dalam pengembangan produk kerajinan yang memerlukan pengembangan lebih jauh. Mengacu kepada kajian pendahuluan, maka memiliki fakta sebagai berikut :

(3)

1. Sosial-budaya : (a) kurangnya keahlian dan keterampilan profesional teknis pada tenaga kerja yang ada, menyebabkan banyaknya pesanan produk yang tidak dapat ditangani, kemudian ditolak atau dialihkan pengerjaannya pada industri yang lebih besar (industri yang memiliki teknologi dan keahlian yang relatif lebih tinggi dan beragam); (b) kurangnya kemampuan untuk menghasilkan produk beragam yang sesuai dengan selera pasar yang dituju, karena kurangnya pengetahuan / wawasan keilmuan yang terkait dan memadai;

2. Ekonomi : (a) industri kecil yang merupakan wirausaha ini, lemah dalam permodalan sehingga tidak dapat mengembangkan usahanya secara meluas; (b) lingkungan daerah ini amat potensial di dalam mengembangkan usahanya, berhubung terletak di jalur utama lalulintas perdagangan, akan tetapi penanganannya belum terkordinasikan dengan baik;

3. Manajemen usaha : (a) belum ada pembinaan lanjutan yang menyentuh aspek desain; (b) organisasi usaha sangat sederhana, berjalan terutama jika mendapatkan pesanan saja;

4. Produk : (a) desain yang dihasilkan merupakan produk yang disesuaikan dengan keinginan pemesan, sehingga tidak memiliki kesempatan untuk berkreasi mengembangkan potensi desainnya; (b) relatif lebih rendahnya mutu produk yang dihasilkan, sehingga menurunkan daya saingnya. Hal ini karena kurangnya keterampilan dan keahlian profesional tenaga kerja yang ada yang memang tidak dilatih secara khusus.

Inovasi desain dalam pelaksanaannya antara lain bertujuan : (a) Meningkatkan alternatif pengembangan struktur produk, dengan cara mendesain ulang warna bahan baku alam sebagai bagian dari konteks warna sebagai gaya, serta mengeksplorasi bahan tersebut sebagai bahan untuk produk fashion tekstil; (b) Mengembangkan desain, dalam konteks terapan ragam hias Batik Kota Bandung modern; mulai dari kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi dan produksi yang dihasilkan perajin yang bermula dari desain awal sampai dengan proses penyelesaian produknya; (c) Membuat model percontohan produk kreatif khas daerah setempat yang dapat bersaing dengan produk sejenis.

METODOLOGI

a. Pengembangan Desain Produk

Secara keseluruhan permasalahan pengayaan dan diversifikasi produk kerajinan dengan pertimbangan ke arah fungsi dan keunikan performansi produk, diharapkan dapat dijadikan acuan dasar pemecahan desain dalam skala lebih luas dengan penekanan pada beberapa pertimbangan, di antaranya :

1. Pertimbangan Fungsi Produk : (a)fungsi utama produk sesuai dengan kapasitas dan sasasarannya; (b)sebagai barang komoditas wisata maupun produk konsumer; 2. Pertimbangan Ergonomi Produk : mudah dalam perawatan dan pembersihan;

3. Pertimbangan Teknis Produk : (a) sebagian besar produk dapat dibuat dengan teknologi yang ada di dalam negeri; (b) penggunaan komponen standar dan mudah dalam pengerjaan; (c) meskipun dikerjakan oleh tangan, kepresisian produk tetap harus terjaga;

4. Pertimbangan Ekonomis : (a) produk yang dibuat umumnya berjumlah terbatas; (b) untuk bahan baku mengunakan bahan yang bisa dikerjakan sentra setempat;

(4)

5. Pertimbangan Performansi Produk : (a) memiliki daya kompetisi pasar; (b) karakter bentuk yang unik selaras dengan pola ragam hias Batik Kota Bandung modern. b. Proyeksi Ekonomis

1. Potensi Ekonomi Produk : (a) produk yang dihasilkan beranekaragam sejalan perkembangan gaya hidup masyarakat; (b) mampu mengisi segmentasi pangsa pasar baru di berbagai pasar dengan harga yang terjangkau, terutama segmentasi masyarakat menengah ke atas nasional-regional; (c) meningkatkan pendapatan perajin sehingga kualitas kehidupan setempat meningkat.

2. Nilai Tambah Produk dari sisi ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) : menghasilkan metode yang tepat untuk pengembangan industri kecil baik dari segi desain, tatacara kerja, maupun pengembangan pasar yang kelak diterapkan dalam kondisi yang relatif sama di daerah lain.

3. Dampak Sosiologis : (a) mendukung program pemerintah dalam peningkatan taraf hidup masyarakat industri kecil; (b) menciptakan hubungan yang harmonis antara perguruan tinggi dengan industri kecil dalam kerangka pembinaan pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi; (c) terjadinya peningkatan wawasan desain dan kualitas pada perajin; (d) meningkatkan kemampuan potensi lokal yang ada di wilayah Priangan timur (Garut, Sumedang, Tasikmalaya, dan Ciamis) dalam upaya menerapkan teori dan mencapai optimasi desain dalam spektrum yang lebih luas; (e) menumbuhkan dan memelihara potensi sosial ekonomi daerah.

BATIK SUNDA SUMBER INSPIRATIF

Pada abad ke-20, kegiatan membatik berkembang di Cirebon (Trusmi), Indramayu (Paoman), Ciamis (Cikoneng), Tasikmalaya (Sukaraja, Cihideung, Cipedes), dan Garut (Tarogong); yang masing-masing tempat memiliki corak khas, sehingga timbul sebutan Dermayon, Trusmian, Garutan, dll. (Rosidi, dkk., 2000). Tetapi dalam perkembangannya, batik-batik ini pun telah meluas dan mewahana ke berbagai bentuk pengertian dalam dimensi pemaknaan, prinsip tujuan, hingga pengaruh kebhinekaan budaya Indonesia (Anas, dkk., 1997). Lantas batik dibangun dengan pandangan dasar artistik yang berkembang sesuai tuntutan zaman (Hasanudin, 2001). Batik, adalah proses menghias tekstil dengan memakai lilin / malam sebagai penahan zat warna. Proses ini menggunakan teknik celup dingin dengan penerapan lilin / malam memakai teknik canting tulis / cap tembaga. Di masa lalu batik cap tidak dipandang sebagai batik dalam arti sebenarnya, namun hal ini sudah berubah; walaupun ia muncul awalnya semata-mata atas dasar pertimbangan komersial (Tirta, 2005). Namun begitu, secara mendasar istilah Batik Sunda kini dikaitkan dengan tuntutan masa datang sebagai wujud pengaruh kemodernan.

Berkenaan dengan wilayah Priangan timur (Garut, Sumedang, Tasikmalaya, dan Ciamis), tentunya menyinggung pula keberadaan masyarakat Sunda yang inheren di dalamnya. Masyarakat Sunda, adalah suatu kelompok masyarakat etnik Nusantara, yang sebagian besar warganya tinggal di wilayah yang saat ini disebut sebagai daerah Provinsi Jawa Barat. Dalam gambaran idealnya, masyarakat Sunda hidup di tatar Sunda yang sering disebut sebagai alam “parahyangan”, sebuah alam yang subur-makmur, tata-tengtrem, dengan warganya yang toleran, demokratis, santun, dan ramah-tamah. Kenyataan empirik menunjukkan bahwa kemampuan orang Sunda beradaptasi dengan perubahan sangat besar; misalnya dalam mode busana senantiasa berada di depan,

(5)

demikian pula dalam dunia kesenian, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta karya-karya kreatif lainnya sering menjadi barometer perkembangan karya di tanah air. Masyarakat Sunda juga sering digambarkan sebagai masyarakat yang dinamis, dan cepat menyesuaikan diri dengan perubahan. Jika dilihat dari ekspresi keseniannya masyarakat Sunda bisa dipandang melankolis sekaligus ekspresif (lihat : antara lain tembang Cianjuran) dan juga humoris (resep heureuy). Keterkaitan masyarakat Sunda dengan alam lingkungannya amat kuat. Mereka tidak semata-mata berada dalam alam lingkungan yang ada (given) yang kaya dan subur, tetapi berinteraksi dan berdialog dengan alam sekitarnya, mensyukuri dan memanfaatkannya dalam rangka hidup bersama (sareundeuk saigel, sabobot sapihanean; ka cai jadi saleuwi, ka darat jadi salebak) dan meningkatkan kesejahteraannya. Keterikatan masyarakat Sunda dengan alam lingkungannya tampak misalnya dalam pemanfaatan alam lingkungan untuk memproduksi, mendistribusi, dan mengkonsumsi alam sebagai pemenuhan kebutuhan individu, keluarga, sosial, dan budayanya (Rohidi, 2001).

Namun demikian, pada kenyataannya, telah terjadi bauran nilai estetik antara produk bergaya modern dan tradisional. Awal abad ke-20, saat zat warna dan teknik produksi tekstil berkembang, kain batik cap pun tumbuh pesat. Di masa pasca kemerdekaan batik bergaya modern makin meluas akibat batik cap dan mesin tekstil untuk memproduksi kain bermotif batik (Sachari, 2007). Ragam hias batik telah mengalami pertumbuhan, yakni batik sebagai dagangan dan kebutuhan desain dalam konstelasi konsep kontemporer (modern, pen.) (Hasanudin, 2001).

Maka bila sebelumnya batik dibuat untuk keperluan adat dan budaya internal, lalu juga diproduksi guna pasar eksternal, menjadikannya sebagai komoditas (Anas, 2010). Batik mestinya berdimensi komersial dan inovasi (Yuliman, 1986). Perhatian diberikan pada mereka yang berkiprah dalam perspektif pembaruan penerobos kemapanan. Menjelajahi wilayah pendekatan baru di luar konteksnya sebagai warisan budaya yang harus serba pakem (Anas, dkk., 1997). Batik modern dapat disebut sebagai batik dengan paduan ragam hias asing dengan pola wastra tradisional (Soemantri, dkk., 2002).

Gambar 1. Batik Sunda modern (ABS, 2008. Hamy, dkk., 2009. Nurhasim, 2009).

Aktualisasi terhadap Batik Sunda modern, adalah bila kita mampu mempelajari latar belakang sejarah, filsafat, simbol, teknik, ekspresi dan segala aspek penciptaan lainnya untuk mendapatkan secercah “wisdom” yang dimanfaatkan untuk pengembangan

(6)

kreatifitas manusia kini, dalam menciptakan bentuk artikulasi simbol baru yang sesuai dengan waktunya (Widagdo, 1999). Dalam kerangka pikir modern, bila berbicara soal tekstil maka pengertiannya berkisar tentang hubungannya dengan fungsi tekstil sebagai sandang, pelengkap rumah, atau komoditas. Sejarah menunjukkan, selalu ada tarik-menarik antara tradisi dan modernisasi. Dinamika dua kutub ini akan menghasilkan sintesa yang harus kita buat sendiri, sesuai dengan kebutuhan kini (Widagdo, 1997). Walaupun, dewasa ini kita berhadapan dengan fenomena batik tulis dan cap terdesak oleh cara menghias tekstil yang lain. Dalam banyak hal tekstil yang ‘modern’ ini berlindung di bawah ‘bendera’ batik (Tirta, 2005). Beberapa contoh Batik Sunda yang telah mengalami perkembangan ragam hias estetik modern, di antaranya : (1) Batik Garut (Garutan); (2) Batik Tasikmalaya; (3) Batik Ciamis; dan (4) Batik Sumedang. Berdasarkan kajian sebelumnya tentang Pemetaan dan Inventarisasi Desain Batik (2009) sebagai bagian upaya pengembangan artifak tradisi berbasis kearifan lokal yang dilakukan ini, dapat diterangkan bahwa batik di wilayah Priangan timur, dapat ditelusuri dan dipetakan berdasar ciri khas dan identitas visual ragam hiasnya. Batik Sunda (Batik Tasikmalaya, Batik Garut / Garutan, Batik Sumedang, dan Batik Ciamis) banyak menggunakan ragam hias nongeometrikal seperti penggunaan ragam hias dengan menggambarkan flora dan fauna di sekitarnya pada kain Batik Garut / Garutan maupun penggunaan bentukan abstrak-realistik berupa hewan bersayap dan tumbuhan pada kain Batik Tasikmalaya.

Hal ini menunjukkan bahwa seiring perkembangan jaman, produsen kain Batik Sunda berupaya melakukan “penyesuaian” terhadap aplikasi ragam hias yang menjadi kekhasan budaya dan tradisi pada kain batik yang ada selama ini. Walaupun proses “penyesuaian” ini lebih banyak didorong motif ekonomi untuk meningkatkan segmentasi pasar konsumen batik namun proses itu ternyata tidak berlangsung secara instan serta dilandasi oleh keinginan mengembangkan identitas visual ragam hias dan estetik kain batik secara lebih luas. Hal ini tampak dari semakin bervariasinya ragam hias dan warna pada batiknya. Berdasarkan identifikasi kekhasan visual yang ditampilkan, Batik Sunda bisa dipetakan menurut skema ragam hias geometrikal dan nongeometrikal serta bentukan abstrak-realistik –yang dapat diterapkan ke dalam produk kerajinan berpendekatan inovasi desain– sebagai berikut :

(7)

Gambar 2. Skema ragam hias geometrikal dan nongeometrikal serta bentukan abstrak-realistik pada Batik Sunda (Sunarya, dkk. 2009).

SANWACANA

Dalam upaya menerapkan pendekatan inovasi desain dengan metode diversifikasi produk yang inovatif serta terapan ragam hias Batik Kota Bandung modern, maka diharapkan inovasi desain ini dapat menjadi pilihan dengan kategori, antara lain :

1. Inovasi desain Batik Kota Bandung dalam konteks pelestarian budaya tradisional (klasik, identitas) : pendekatan pengembangan atas azas konservasi budaya dan identitas lokal. Pengembangan produk selayaknya bernafaskan identitas lokal dan berbasis pada kekayaan sumber daya alam dan budaya. Konsep ini bermuara dari keprihatinan agar kerajinan tetap hadir diperhitungkan dan bernilai di masyarakat terutama urang Bandung.

2. Inovasi desain Batik Kota Bandung dalam konteks pelestarian lingkungan (keberlanjutan) : pendekatan dengan penekanan perhatian pada ekses yang dihasilkan dari eksploitasi terhadap bahan baku. Berhubung bahan baku produk kerajinan sebagian besar adalah bahan sintetik dan alam, maka segala aspek kegiatan yang meliputi proses pengadaan, pengolahan, produksi, performansi, hingga perlakuan saat produk itu telah menjadi sampah (didaur ulang), harus dijadikan optimasi landasan berkarya.

3. Inovasi desain Batik Kota Bandung dalam konteks pemberdayaan masyarakat : kegiatan di lingkungan / daerah yang berhasil memobilisasi masyarakat ke arah perbaikan kualitas hidup, peningkatan ekonomi, pengetahuan dan ketrampilannya. 4. Inovasi desain Batik Kota Bandung dalam konteks kreatifitas : didasari atas kegiatan

eksperimentasi dan eksplorasi terhadap keunggulan dan keunikan material / desain untuk dikembangkan menjadi produk yang memiliki originalitas dan nilai fungsi yang baru.

(8)

REFERENSI

ABS (2008) : Enung NH Kamaludin Penyelamat Batik Sukapura, Majalah Kriya Indonesian Craft, 11.

Anas, Biranul, Hasanudin, Panggabean, Ratna, dan Sunarya, Yan Yan (1997) : Indonesia Indah Buku ke-8, Batik, Jakarta : Yayasan Harapan Kita – BP3 Taman Mini Indonesia Indah, Perum Percetakan Negara RI, cetakan I. Anas, Biranul (2006) Menyingkap Keberadaan Industri Kreatif Indonesia : Ruang Lingkup dan Konvergensi Sektoral

Sebuah Perspektif Seni Rupa dan Desain, Bandung : SUK ITB.

Anas, Biranul (2010) : Serat dan Kain Dalam Ranah Kriya Tradisi Kebanggaan Bangsa, Pidato Ilmiah Guru Besar ITB di Balai Pertemuan Ilmiah ITB 20 Februari 2010, Bandung : Majelis Guru Besar ITB.

Hamy, Stefanus, dan Suryawan, D.S. (2009) : Batik Jawa Barat, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Hasanudin (2001) : Batik Pesisiran : Melacak Pengaruh Etos Dagang Santri pada Ragam Hias Batik, Cetakan I, Bandung : PT Kiblat Buku Utama.

Kudiya, Komar (2005) : Gelar Batik Terpanjang di Dunia 465,5 Meter, Jakarta : Yayasan Batik Indonesia. Lempelius, Christian (1979) Industri Kecil dan Kerajinan Rakyat, Pendekatan Kebutuhan Pokok, Jakarta : LP3ES. Nurhasim, A. (2009) : Corak Kebangsaan Batik Mutakhir, Majalah Arti Seni untuk Kehidupan, 019.

Rohidi, Tjetjep Rohendi (2001) : Kemasan Tradisional Makanan Sunda Bahasan dalam Perspektif Antropologi Budaya dalam Ekadjati, E.S., dkk., Kemasan Tradisional Makanan Sunda, Ungkapan Simbolik dan Estetik Seni Rupa Tradisional Sunda, Bandung : Penerbit ITB.

Rosidi, Ajip, Ekadjati, Edi S., Djiwapradja, D., Suherman, E., Ayatrohaedi, Abdurrachman, Nano, S., Soepandi, A., dan Sasteradipoera, K. (2000) : Ensiklopedi Sunda, Alam, Manusia, dan Budaya, Termasuk Budaya Cirebon dan Betawi, Jakarta : Pustaka Jaya, cetakan I.

Sachari, Agus (2007) : Budaya Visual Indonesia, Jakarta : Penerbit Erlangga. Sachari, Agus (2009) Program Industri Kreatif, Bandung : LPPM ITB.

Sunarya, Yan Yan, dkk. (2005) : Motif Batik, Batik dan Tenun, Perspektif Industri dan Dagang, Bandung : DEPPERIN RI.

Sunarya, Yan Yan, Syarief, Ahmad, Joyodihardjo, Bismo Jelantik (2007) : Telaah Semantika Kain Batik Tasik : Identifikasi Persepsi Subjek Terhadap Makna Tampilan Warna, Corak, dan Tekstur Kain Batik Tasik, Program Riset Unggulan ITB 2007, Bandung : LPPM ITB.

Sunarya, Yan Yan, Anas, Biranul, Piliang, Yasraf A., Santosa, Imam, dan Syarief, Ahmad (2009) : Pemetaan dan Inventarisasi Desain Batik Tradisional sebagai Langkah Cultural Herritage Dalam Upaya Pengembangan Artefak Berbasis Local Genius Sentra Industri UKM dalam Era Industri Kreatif, Program Riset Kompetitif HPSN Batch II, Bandung : LPPM ITB.

Sunarya, Yan Yan (2010) : Perspektif Batik Jawa Barat dalam Konteks Desain Modern, Disampaikan pada Festival Batik dan Bordir Jawa Barat 2010, 14 Agustus 2010, Bandung : Gedung Graha Manggala Siliwangi, Pemprov Jawa Barat Dinas Pariwisata dan Kebudayaan.

Sunarya, Yan Yan. dkk. (2011) : Inovasi Desain Produk Mendong Tasikmalaya dengan Metode Diversifikasi Terapan Ragam Hias Priangan Modern Dalam Skala Komersial Industri Kreatif , Program Riset dan Inovasi ITB 2011, Bandung : LPPM ITB.

Tirta, Iwan (2005) : Quo Vadis Batik Indonesia, Makalah dalam Seminar Sehari Temu Usaha Terpadu IKM Batik Nusantara 22 November 2005, Cirebon : Direktorat Industri Sandang Dirjen IKM Departemen Perindustrian RI. Widagdo (1997) : Sekilas Tentang Tekstil Indonesia, Makalah dalam Seminar Desain Tekstil Indonesia 2000 :

Tantangan dan Peluang Pendidikan, Profesi, Apresiasi, 15 November 1997, Bandung : Program Studi Desain Tekstil FSRD ITB.

Widagdo (1999) : Pengembangan Desain Bagi Peningkatan Kriya, Makalah dalam Konferensi Tahun Kriya dan Rekayasa 26 November 1999, Bandung : ITB.

Gambar

Gambar 1. Batik Sunda modern (ABS, 2008. Hamy, dkk., 2009. Nurhasim, 2009).
Gambar 2. Skema ragam hias geometrikal dan nongeometrikal serta bentukan abstrak-realistik pada  Batik Sunda (Sunarya, dkk

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Saussure dalam Parera (2004 : 136), tanda lingustik terdiri dari : 1) Komponen yang menggantikan, yang berwujud bunyi bahasa. 2) Komponen yang diartikan atau makna

Dimasyarakat sering digunakan obat konvensional yang dikombinasikan dengan obat herbal. Dalam berbagai survey ternyata hampir 20% dari pasien-pasien yang sedang

Mahasiswa mampu melakukan proses pengembangan desain pada ragam hias baru yang didasari dari ragam hias tradisi Nusantara. Penerapan prinsip dasar pengembangan desain ragam

Tujuan diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut. Mengetahui perbedaan yang signifikan kemampuan membaca pemahaman cerpen antara peserta didik yang mendapat

Keberadaan industri ragam hias kontemporer yang mengeksplorasi ragam hias batik tradisional, merupakan bagian dari perekonomian kreatif, mampu berjalan bersamaan dengan upaya untuk

[4.1.1] Bahwa Teradu selaku Ketua Panwaslu Kecamatan Anggrek yang juga merupakan staf pegawai tidak tetap Kecamatan Anggrek Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo

Yang dimaksud dengan “sertifikat pengoperasian Pesawat       Udara” dikenal dengan istilah operating