• Tidak ada hasil yang ditemukan

Apriadi 1), Hanim Z. Amanah 1),Nursigit Bintoro 1),. 1) ABSTRAK. Keyword : corn cob, drying, green house, heat transfer, mass transfer PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Apriadi 1), Hanim Z. Amanah 1),Nursigit Bintoro 1),. 1) ABSTRAK. Keyword : corn cob, drying, green house, heat transfer, mass transfer PENDAHULUAN"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

K aj ia n T ek ni k P as ca P ane n D an P ro se s H as il P er ta ni an 319

Analisis Perpindahan Panas Dan Massa Proses Pengeringan Jagung Tongkol

Pada Beberapa Metode Pengeringan Sederhana

(Heat And Mass Transfer Analysis Of Corn Cobs Drying Process Using Some Simple

Drying Methods)

Apriadi1) , Hanim Z. Amanah1),Nursigit Bintoro1),. 1) Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian UGM

Jl. Flora No 2 Bulaksumur Yogyakarta 55281

ABSTRAK

Green house drying method is one of the simple drying methods using solar heat. This method usually used in the day time. In order to use it when there is no sunlight, this research was carried out in the night time by using 150 watt lamps as the source of heat. The purpose of this research was to determine the drying rate constant (kM), corn temperature increment rate constant (kT), the value of convective heat transfer coefficient (h), and particle density decrement rate constant (kγ) from some drying variation.In this research, 10 cobs of corn were dried using 4 kinds of drying method : Day-time green house drying(RK.S), direct sun drying (LJ), day-night time green house drying (RK.SM), night time green house drying (RK.M). These drying was done until water content was about 17-20 %, or safe to be shelled. In the process of drying, datas were taken every 30 minutes, they were temperature, RH and grain water content. The value of convective heat transfer was analyzed using lump capacitant method, the water content was analyzed to determine drying rate constant, particle density decrement rate constant (kγ) and value of convective heat transfer coefficient (h) by using page equation method.The result showed that value of convective heat transfer coefficient (h) for RK.S drying is 0,427 W/m2 oC, for LJ drying is 0,244 W/m2 oC, for RK.SM drying is 0,254 W/m2 oC, and for RK.M drying is 0,165 W/m2 oC. Drying rate constant (kM) for RK.S drying is 3,00 hour-1, for LJ drying is 2,36 hour-1, for RK.SM drying is 2,08 hour-1, and for RK.M drying is 1,78 hour-1. Particle density decrement rate constant (kγ) for RK.S drying is 0,124 hour-1, for LJ drying is 0,106 hour-1, for RK.SM drying is 0,092 hour-1, and for RK.M drying is 0,056 hour-1. Corn temperature increment rate constant (kT) for RK.S drying is 0,287 hour-1, for LJ drying is 0,261 hour-1, for RK.SM drying is 0,223 hour-1, and for RK.M drying is 0,215 hour-1. The conclusion from this research is the Day-time Green house drying has higher value of h,kM,kγ and kT than the other methods.

Keyword : corn cob, drying, green house, heat transfer, mass transfer

PENDAHULUAN

Salah satu proses pascapanen jagung yang harus diperhatikan adalah proses pengeringan, karena proses pengeringan jagung dapat menentukan mutu atau kualitas jagung baik digunakan untuk bahan pangan atau untuk benih. Pengeringan jagung tongkol pada kadar air (18-20%) merupakan kadar air aman untuk dipipil. Dengan kadar air antara 18-20% pemipilan jagung tongkol lebih mudah dan mengurangi kerusakan pada saat pemipilan.

Metode pengeringan yang dilakukan masyarakat untuk mengeringkan jagung adalah dengan memanfaatkan sinar matahari. Namun pengeringan dengan penjemuran langsung memiliki beberapa kekurangan yaitu jagung bisa terkontaminasi langsung dengan kerikil, debu dan bakteri, selain itu juga pengeringan membutuhkan waktu yang lama. Untuk mengurangi kekurangan-kekurangan pada penjemuran langsung, cara pengeringan lain yang memanfaatkan panas matahari adalah dengan melakukan modifikasi penjemuran penjemuran dengan menggunakan rak beratap kaca yang memanfaatkan prinsip dengan efek rumah kaca. Pengeringan dengan prinsip rumah kaca akan lebih

(2)

K aj ia n T ek ni k P as ca P ane n D an P ro se s H as il P er ta ni an 320 aman dan bisa mengantisipasi kontaminasi dari kerikil, debu, dan bakteri.

Biasanya pengeringan rumah kaca hanya dilakukan pada siang hari, untuk dapat memanfaatkan rumah kaca pada malam hari maka pada penelitian ini akan menggunakan bola lampu sebagai sumber pemanas sehingga rumah kaca dapat berfungsi pada siang dan malam hari. Penelitian ini akan mengkaji peningkatan kecepatan pengeringan jagung tongkol dengan metode modifikasi penjemuran dengan efek rumah kaca dan penjemuran langsung. Pada penelitian ini dilakukan 4 macam variasi perlakuan yaitu penjemuran langsung dengan lantai jemur, pengeringan rumah kaca siang hari, pengerigan rumah kaca siang dan malam hari dan pengeringan rumah kaca malam hari. Pada pengeringan malam hari menggunakan bola lampu sebagai sumber pemanas. Dari 4 macam variasi perlakuan pengeringan ini akan dilakukan perbandingan terhadap beberapa variabel-variabel yang mempengaruhinya. Selain itu juga akan dilakukan analisis tentang perpindahan massa dan energi.

METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan teori

1. Perpindahan Massa pada Proses Pengeringan

Laju pengeringan produk hasil pertanian dipengaruhi oleh suhu, kelembaban udara, dan laju aliran udara. Laju pengeringan terdiri dari periode laju konstan dan periode laju menurun (Hall, 1980 dan Bakker –Arkema, 1974).

Laju pengeringan konstan terjadi pada bahan yang berkadar air tinggi, sehingga laju penguapan air yang terjadi pada periode ini dapat disamakan dengan laju penguapan air pada permukaan bebas. Biasanya periode ini berlangsung sebentar, hingga air bebas pada permukaan telah habis, kemudian laju pengeringan akan semakin menurun. Pada laju pengeringan konstan dapat dinyatakan seperti persamaan 1 :

= -k (1)

Dari persamaan di atas dapat diturunkan untuk mencari konstanta laju perubahan kadar air seperti terlihat pada persamaan 2 :

= -k

= k

Mt – Mo = -k.t (2)

MO (moisture, % db) merupakan kadar air awal bahan, Mt (% db) merupakan kadar air

bahan tiap waktu. Nilai k merupakan konstanta laju penurunan kandungan air bahan, dan t merupakan lama pengeringan. Diplotkan dalam grafik dimana (Mt – Mo) sebagai sumbu y, dan lama pengeringan sebagai sumbu x. Nilai k merupakan slope dari persamaan garis y=bx, dari persamaan garis ini b merupakan konstanta laju pengeringan. Selama proses pengeringan maka bahan akan mengalami perubahan berat, sehingga berat satuan partikel akan berubah.

Dengan cara yang sama dapat dihitung nilai konstanta laju penurunan berat satuan partikel dan nilai konstanta laju kenaikan suhu bahan.

2. Perpindahan Panas Secara Konveksi Selama Proses Pengeringan

Perpindahan panas secara konveksi dapat digolongkan menjadi dua yaitu free convection

dan force convection. Free convection adalah perpindahan panas yang terjadi secara alami yaitu

(3)

K aj ia n T ek ni k P as ca P ane n D an P ro se s H as il P er ta ni an 321 terjadi secara paksa dengan adanya aliran udara buatan (Incropera, 1985). Adapun persamaan

umum dari perpindahan panas secara konveksi adalah sebgai berikut:

(3)

Partikel bijian yang dipanasi berukuran kecil sehingga suhu di dalam partikel bahan dianggap seragam. Berdasarkan prinsip Lump Capacity, untuk nilai NBi <0,1 maka hambatan internal perpindahan panas dapat diabaikan yang menyebabkan keseragaman suhu pada bahan. Kondisi ini dapat dinyatakan dalam persamaan 4 dan 5 (Singh dan Heldman, 2001) :

(4)

(5)

Dengan q merupakan besar panas yang dipindahkan (watt), ρ berat satuan bahan (kg/m3), Cp panas jenis bahan (kJ/kgoC), V volume bahan (m3), h koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2oC), A luas permukaan bahan (m2), To suhu awal (oC), dan Tl suhu lingkungan (oC).

Jika variabelnya dipisahkan dan diintegralkan pada limit tertentu, maka akan diperoleh persamaan 6 dan 7 (Singh dan Heldman, 2001) :

Ln (6)

T(t) =( x (To-Tl) +Tl) (7)

Persamaan 6 dapat dianalogikan sebagai persamaan garis linear dengan nilai absis (x = t) dan ordinat Ln nisbah suhu udara Ln . Dengan persamaan tersebut, nilai dari persamaan dapat diketahui yaitu nilai dari gradien persamaan garis yang dibuat. Dari persamaan garis diperoleh persamaan y = bx-a, b adalah slope sehingga dapat dicari h= .

B. Bahan dan alat penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jagung tongkol dengan kadar air sekitar 29 – 35% yang diperoleh dari petani di daerah Klaten. Alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain : rumah kaca, thermocouple, thermohygrometer, grain moisture meter, timbangan analitik, dan oven.

Gambar 1. Skema alat pengering rumah kaca C. Prosedur Penelitian Keterangan : 1. Rak 2. Penutup 3. Ventilator 4. Kaca 5. Lampu

(4)

K aj ia n T ek ni k P as ca P ane n D an P ro se s H as il P er ta ni an 322 Sebelum dilakukan pengambilan data dilakukan penelitian pendahuluan untuk

menentukan lama pengeringan tiap variasi untuk mencapai kadar air aman untuk dipipil yaitu sekitar 18-20%. Pengeringan jagung tongkol dilakukan dalam 4 variasi perlakuan yaitu pengeringan rumah kaca siang hari (RK.S), pengeringan lantai jemur (LJ), pengeringan rumah kaca siang dan malam hari (RK.SM), dan pengeringan rumah kaca malam hari (RK.M). Pada pengeringan malam hari menggunakan bola lampu sebagai sumber pemanas dengan daya 150 watt.

Jagung sebanyak 10 tongkol dijemur pada rak pengering secara merata. Jagung tongkol dijemur dalam alat pengering rumah kaca dan dijemur langsung di bawah terik matahari. Pengambilan sampel untuk diukur penurunan kadar air jagung tongkol dilakukan setiap 30 menit untuk siang hari dan 60 menit untuk pengambilan data malam hari hingga kadar air jagung tongkol mencapai < 20 %. Untuk mengetahui secara periodik kapan penjemuran berakhir, dilakukan pengukuran kadar air jagung. Untuk mengetahui tingkat keseragaman kadar air bahan, sampel diambil seberat kira-kira 3-5 gram dari tiga titik pada rak pengering yaitu sampel jagung 1, sampel jagung 2, dan sampel jagung 3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Perpindahan panas selama pengeringan 1. Perubahan suhu bahan selama pengeringan

Gambar 1. Contoh grafik hubungan antara suhu bahan dengan lama pengeringan. Dari gambar 1 dapat dilihat bahwa suhu bahan pada perlakuan pengeringan rumah kaca siang hari lebih tinggi dibandingkan suhu bahan pada perlakuan penjemuran langsung dan pengeringan rumah kaca malam hari. Hal ini disebabkan karena pengeringan dengan menggunakan rumah kaca dapat memperangkap panas sehingga suhu pada ruang pengering rumah kaca lebih tinggi dibandingkan udara lingkungan luar.

2. Koefisien perpindahan panas konveksi (h) udara pengeringan.

Koefisien pindah panas konveksi (h) merupakan besaran yang menyatakan tingkat kecepatan perpindahan kalor konveksi. Semakin tinggi nilai koefisien pindah panas konveksi maka perpindahan laju panas konveksi akan semakin tinggi, sehingga penurunan kadar air bahan semakin cepat. Dibawah ini akan disajikan nilai koefisien pindah panas konveksi dalam beberapa perlakuan (variasi) pengeringan pada Tabel 1

(5)

K aj ia n T ek ni k P as ca P ane n D an P ro se s H as il P er ta ni an 323 Tabel 1. Koefisien pindah panas konveksi pengeringan (h) (W/m2.oC) pada beberapa variasi

perlakuan. Ulangan h (W/m2.oC) RK.S LJ RK.SM RK.M 1 0,5883 0,3501 0,2402 0,1292 2 0,3420 0,1389 0,2795 0,2028 3 0,3520 0,2422 0,2430 0,1616 rerata 0,4274 0,2437 0,2542 0,1645

Tabel 1 menunjukkan bahwa pengeringan dengan menggunakan rumah kaca siang hari (RK.S) memiliki nilai koefisien pindah panas konveksi (h) paling besar dibandingkan variasi perlakuan yang lainnya. Hal ini dikarenakan efek rumah kaca pada alat pengering mengakibatkan panas yang masuk berupa gelombang pendek yang selanjutnya dipantulkan dalam bentuk gelombang panjang yang terperangkap dalam rumah kaca, sehingga suhu udara lingkungan pengering lebih tinggi. Suhu udara berbanding lurus dengan koefisien pindah panas konveksi. Nilai koefisien pindah panas konveksi dipengaruhi oleh suhu udara pengering, semakin tinggi suhu udara pengering maka nilai koefisien pindah panas konveksi akan semakin besar. Koefisien perpindahan panas konveksi akan bervariasi tergantung pada kondisi pengeringan berupa suhu (T) dan tekanan parsial uap dalam tekanan vakum (Singh dan Heldman, 2001).

3. Menentukan Konstanta Laju Kenaikan Suhu Bahan (KT)

Tabel 2. Konstanta laju kenaikan suhu bahan (kT) selama proses pengeringan. Ulangan RK.S Laju kenaikan suhu bahan (kT) (/jam) LJ RK.SM RK.M

1 0,252 0,486 0,246 0,141

2 0,288 0,102 0,204 0,246

3 0,321 0,195 0,219 0,258

rerata 0,287 0,261 0,223 0,215

Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai konstanta laju kenikan suhu bahan paling tinggi terjadi pada pengeringan rumah kaca siang hari (RK.S), hal disebabkan karena rumah kaca dapat memperangkap panas sehingga suhu udara lebih tinggi. Faktor lingkungan baik suhu maupun kelembaban sangat berpengaruh terhadap laju kenaikan suhu bahan (kT). Sedangkan nilai laju konstanta kenaikan suhu bahan (kT) yang paling rendah adalah pada pengerigan malam hari (RK.M).

4. Prediksi Suhu Bahan

Pada grafik suhu bahan prediksi berdasarkan nilai koefisien pindah panas konveksi (h) dan suhu bahan prediksi berdasarkan konstanta laju kenaikan suhu bahan (kT) digabung menjadi satu grafik supaya bisa dibandingkan bagaimana tingkat perbedaannya.

(6)

K aj ia n T ek ni k P as ca P ane n D an P ro se s H as il P er ta ni an 324 Gambar 2. Contoh grafik hubungan suhu bahan prediksi berdasarkan nilai (h) dan (kT) terhadap lama

pengeringan. Ket: grafik kiri hari ke-1 dan grafik kanan hari ke-2, Tpred1 (h) dan Tpred2 (kT). Nilai gradien garis rata-rata berdasarkan nilai koefisien pindah panas konveksi (h) sebesar 0,9569 dan nilai gradien garis berdasarkan konstanta laju kenaikan suhu bahan (kT) sebesar 0,9499. nilai determinasi (R2) berdasarkan nilai koefisien pindah panas konveksi (h) sebesar 0,704 sedangkan nilai determinasi (R2) berdasarkan konstanta laju kenaikan suhu bahan (kT) sebesar 0,599. Kalau dilihat tingkat perbedaan suhu prediksi berdasarkan h dan kT dapat disimpulkan bahwa suhu bahan prediksi berdasarkan koefisien pindah panas konveksi (h) lebih mendekati suhu bahan observasi karena nilai gradien garis dan determinasi (R2) lebih mendekati 1.

B. Perubahan Kadar Air

1. Penurunan Kadar Air Selama Pengeringan

Gambar 3. Contoh grafik hubungan antara kadar air dengan lama pengeringan jagung tongkol.

Gambar 3 terlihat bahwa terjadi penurunan kadar air jagung selama pengeringan semakin berkurang sebanding dengan lamanya waktu pengeringan. Penurunan kadar air terjadi karena adanya perbedaan tekanan uap air antara jagung dengan udara pengering. Gambar 3 terlihat penurunan kadar air pada pengeringan rumah kaca siang hari (RK.S) lebih cepat dibandingkan pengeringan rumah kaca siang malam hari (RK.SM), hal ini disebabkan suhu udara lingkungan pada rumah kaca siang hari lebih tinggi dibandingkan rumah kaca malam hari. Rumah kaca siang hari mampu memperangkap panas sehingga suhu udara dalam rumah kaca lebih tinggi.

(7)

K aj ia n T ek ni k P as ca P ane n D an P ro se s H as il P er ta ni an 325 2. Konstanta Laju Pengeringan (kM).

Konstanta laju pengeringan disimbolkan dengan k, dimana konstanta laju pengeringan adalah besaran yang menyatakan tingkat kecepatan air atau massa air untuk berdifusi keluar meninggalkan bahan yang dikeringkan. Penelitian ini hanya pada laju pengeringan konstan (constant rate period) karena pada penelitian ini kadar air jagung hanya pada batas aman untuk dipipil sekitar 18-20%.

Tabel 3. Nilai konstanta laju pengeringan (kM) jagung tongkol selama proses pengeringan. Ulangan RK.S LJ kM (/jam) RK.SM RK.M

1 4,20 3,00 1,74 1,74

2 2,64 2,22 2,04 2,04

3 2,16 1,86 2,46 1,56

rerata 3,00 2,36 2,08 1,78

Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa secara rata-rata nilai konstanta laju pengeringan pada pengeringan RK.S lebih tinggi dibandingkan nilai laju pengeringan pada pengeringan LJ, pengeringan RK.SM, dan pengeringan RK.M. Hal ini disebabkan karena rumah kaca dapat memperangkap panas sehingga suhu udara pada ruang pengering lebih tinggi. Namun karena cuaca yang berubah-ubah, terkadang laju pengeringan pada variasi perlakuan lain lebih tinggi (dapat dilihat pada tabel 3). Sedangkan nilai konstanta laju pengeringan paling rendah terdapat pada variasi perlakuan pengeringan rumah kaca malam hari (RK.M).

3. Prediksi kadar air

Gambar 4. Perubahan kadar air prediksi dan kadar air observasi terhadap lama pengeringan Gambar 4 menunjukkan bahwa kadar air prediksi dan kadar air observasi hampir mendekati. Hal ini dapat dilihat sekilas pada grafik gambar 4 bahwa garis kadar air prediksi tepat diatas titik-titik yang merupakan kadar air observasi. Hampir semua perlakuan menunjukkan bahwa kadar air prediksi dan kadar air observasi hampir mendekati. Dari nilai gradien garis nilai koefisien determinasi (R2) menujukkan bahwa perbedaan antara kadar air prediksi dan kadar air observasi sangat kecil karena nilai gradien garis untuk semua perlakuan (variasi) mendekati 1.

(8)

K aj ia n T ek ni k P as ca P ane n D an P ro se s H as il P er ta ni an 326 C. Perubahan Berat Satuan Patikel (γ)

1. Penurunan berat satuan partikel selama proses pengeringan.

Berdasarkan grafik pada Gambar 5 terlihat bahwa terjadi penurunan berat satuan partikel tiap waktu (γ). Dari grafik juga menunjukkan bahwa penurunan berat satuan partikel (γ) lebih cepat pada pengeringan rumah kaca siang hari (RK.S) dan pengeringan lantai jemur (LJ) bila dibandingkan dengan pengeringan rumah kaca siang malam hari (RK.SM) dan pengeringan rumah kaca malam hari (RK.M). hal disebabkan karena pada pengeringan siang hari suhu udara lebih tinggi, sedangkan pada malam hari suhu rendah dan kelembaban lingkungan yang tinggi sehingga penurunan berat satuan partikel (γ) sulit terjadi.

Gambar 5. Contoh grafik hubungan antara berat satuan partikel dengan lama pengeringan selama pengeringan.

2. Konstanta Laju Penurunan Berat Satuan Partikel Bahan (kγ) Selama Proses Pengeringan Tabel 4. Konstanta laju penurunan berat satuan partikel (kγ) selama proses pengeringan

jagung tongkol. Ulanngan kγ (/jam) RK.S LJ RK.SM RK.M 1 0.198 0.06 0.066 0.024 2 0.066 0.096 0.174 0.078 3 0.108 0.162 0.036 0.066 rerata 0.124 0.106 0.092 0.056

Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai konstanta laju penurunan berat satuan partikel bahan (kγ) berbeda-beda pada setiap perlakuan (variasi) pengeringan. Dari tabel 4 terlihat bahwa laju pengeringan pada variasi perlakuan RK.S memiliki nilai yang paling besar dibandingkan variasi yang lain. Hal ini dikarenakan suhu udara di dalam rumah kaca lebih tinggi. Efek rumah kaca dapat menperangkap panas dari sinar matahari sehingga suhu udara pada ruang alat pengering lebih panas. Suhu yang tinggi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam alat pengering jadi rendah sehingga terjadi perbedaan tekanan uap air pada bahan dan udara pengering. Perbedaan tekanan uap air ini dapat memaksa uap air pada bahan keluar ke udara pengering yang biasa disebut driving force.

(9)

K aj ia n T ek ni k P as ca P ane n D an P ro se s H as il P er ta ni an 327 3. Prediksi Berat satuan partikel

Gambar 6. Contoh grafik perubahan berat satuan partikel prediksi dan berat satuan partikel observasi terhadap lama pengeringan.

Gambar 6 menunjukkan berat satuan partikel prediksi dengan berat satuan observasi memiliki perbedaan yang cukup kecil atau dengan kata lain mendekati. Dari grafik pada gambar 6 juga terlihat bahwa garis berat satuan partikel prediksi mendekati atau berimpit dengan titik berat satuan partikel observasi. Dari nilai gradien garis dan nilai koefisien determinasi (R2) menunjukkan bahwa perbedaan antara berat satuan partikel prediksi dan berat satuan partikel observasi sangat kecil karena nilai gradien garis untuk semua perlakuan (variasi) mendekati 1.

D. Analisis Perkecambahan dan Serangan Jamur Biji Jagung 1. Persentase kecambah biji jagung.

Tabel 5. Persentase perkecambahan biji jagung Perlakuan Rerata kecambah (%)

RK.S 42,0

LJ 42,7

RK.SM 45,0

RK.M 51,3

Berdasarkan (SNI 01-6944-2003), persentase kecambah biji jagung yang standar adalah minimal 85%, sedangkan kalau dilihat dari tabel 5 persentase perkecambahan sekitar 42-51%. Hal ini disebabkan karena pada saat melakukan perkecambahan tidak dilakukan sortasi terhadap benih (diambil secara acak) dan juga jagung yang digunakan dalam perkecambahan bukan jagung benih tapi untuk konsumsi. Dilihat pengaruh suhu udara pengering terhadap perkecambahan dapat dijelaskan bahwa pengeringan dengan menggunakan rumah kaca siang hari memiliki daya kecambah paling rendah dibandingkan perlakuan yang lain. Hal ini disebabkan karena suhu udara di ruang pengering lebih tinggi yang melebihi batas suhu aman untuk pengeringan benih biji jagung. Suhu standar pengeringan biji jagung yang paling tepat sekitar 400C. Sedangkan persentase perkecambahan paling tinggi terdapat pada perlakuan pengeringan rumah kaca malam hari (RK.M) sekitar 51,3%. Namun secara keseluruhan persentase perkecambahan belum memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).

(10)

K aj ia n T ek ni k P as ca P ane n D an P ro se s H as il P er ta ni an 328 KESIMPULAN

1. Perbedaan metode pengeringan sederhana berpengaruh signifikan terhadap suhu bahan, berat satuan partikel, dan kadar air.

2. Konstanta laju pengeringan (kM) dari metode pengeringan yang diuji berkisar antara 0,178 – 0,300 jam-1. kM paling besar pada RK.S dan terkecil pada RK.M.

3. Konstanta laju kenaikan suhu bahan (kT) dari metode pengeringan yang diuji berkisar antara 0,223 – 0,287 jam-1. kT paling besar pada RK.S dan terkecil pada RK.SM.

4. Konstanta laju pengeringan (kγ) dari metode pengeringan yang diuji berkisar antara 0,056 – 0,124 jam-1. kγ paling besar pada RK.S dan terkecil pada RK.M.

5. Koefisien pindah panas konveksi (h) dari metode pengeringan yang diuji berkisar antara 0,1645 – 0,4274 w/m2 oC. h paling besar pada RK.S dan terkecil pada RK.M..

6. Persentase kecambah biji jagung rata-rata sebesar 42-51,3%, dan persentase perkecambahan biji jagung pada penelitian ini belum memenuhi SNI 01-6944-2003.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standardisasi Nasional. 2003. Standar Nasional Indonesia Beras (SNI 01-6944-2003). Badan Standardisasi Nasional : Jakarta.

Brooker, D.B., F.W. Bakker., and C.W. Arkema. 1974. Drying cereal grains. The A VI Publishing Co. Inc, West Port. USA.

Earle, R.L. 1983. Unit Operations in Food Processing. Pergamon Press. United Kingdom.

Firmansyah, I.U., S. Saenong, B. Abidin, Suarni, dan Y. Sinuseng. 2006. Proses pascapanen untuk

menunjang perbaikan produk biji jagung berskala industri dan ekspor. Laporan Hasil Penelitian,

Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros. p. 1-15.

Hall, CW. 1980. Drying and Storage of Agricultural Crops. AVI Publishing Compony. Westport Connecticut College of Engineering Washington Stage University. Pullman. Washington. Handerson S. M. dan R. L. Perry. 1979. Agricultural Process Engineering. The AVI Publishing Co.,

Westport.

Incropera, Frank P. 1985. Introduction of Heat Transfer. John Wiley & Sons. New York.

Lewis, M. J., 1987. Physical Properties of Foods and Food Processing System. Ellis Horwood. Chichester.

Muhlbauer, W. 1983. Drying of agricultural products with solar energi. Procedings of Technical

Consultstion of European Cooperative Network on Rural Energy, Tel. Aviv, Israel. 3:29-36.

Prastowo, B,. I G.P. Sarasutha, T.M. Lando, Zubachtirodin, B. Abidin, dan R.H. Anasiru. 1998. Rekayasa teknologi mekanis untuk budi daya tanaman jagung dan upaya pascapanennya

pada lahan tadah hujan. Jurnal Engineering Pertanian 5(2):39-62.

Sears, Francis W., Mark W. Zemansky, Hugh D. Young. 1982 . University Physics. Sixth edition. Addison-Wesley Publishing Company. Kanada

Setijahartini. S., 1980. Pengeringan. Jurusan Teknologi Industri, FATETA, Institute Pertanian Bogor. Bogor.

(11)

K aj ia n T ek ni k P as ca P ane n D an P ro se s H as il P er ta ni an 329 Singh, Paul R, Heldman, Dennis R. 2001. Introduction of Food Engineering. Academic Press. London,

UK.

Soetopo, L. 2002. Teknologi Benih. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Taib, G., G, Said., S, dan Wiraatmadja. 1988. Operasi Pengeringan Pada Pengolahan Hasil Pertanian. Penerbit P.T. M Ediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.

Gambar

Gambar 1. Skema alat pengering rumah kaca  C.  Prosedur Penelitian  Keterangan : 1.  Rak  2
Gambar 1. Contoh grafik hubungan antara suhu bahan dengan lama pengeringan.
Tabel  1  menunjukkan  bahwa  pengeringan  dengan  menggunakan  rumah  kaca  siang  hari  (RK.S) memiliki nilai koefisien pindah panas konveksi (h) paling besar dibandingkan variasi perlakuan  yang lainnya
Gambar 3. Contoh grafik hubungan antara kadar air dengan lama pengeringan jagung  tongkol
+4

Referensi

Dokumen terkait

 Inflasi Kota Bengkulu bulan Juni 2017 terjadi pada semua kelompok pengeluaran, di mana kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan mengalami Inflasi

Penataan promosi statis ialah suatu kegiatan untuk mempertunjukkan, memamerkan atau memperlihatkan hasil praktek atau produk lainnya berupa merchandise kepada masyarakat

Landasan teori, dalam bab ini dijelaskan tentang teori pendukung yang digunakan untuk pembahasan dan cara kerja dari rangkaian Teori pendukung itu antara lain tentang

Para pengunjung memiliki makna tersendiri mengenai kunjungan wisatanya ke Kampung Sampireun Garut adalah sebuah tempat yang sangat lain daripada yang lain, dimana tempat

yang sedang mengerjakan tugas. Ketidakdisiplinan anak Kelompok A TK Taman Indria Dlingo tersebut terlihat selama kegiatan belajar mengajar di kelas berlangsung dan

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan: (1) perencanaan pembelajaran keterampilan membaca pada siswa SMP Negeri 1 Wedi Klaten; (2) pelaksanaan pembelajaran

Kekuatan konsumen dapat menangkap nilai lebih dengan memaksa terjadinya penurunan harga, tuntutan untuk kualitas atau layanan yang lebih baik (yang otomatis akan

Pencahayaan tersebut dapat diubah menjadi instalasi pencahayaan yang lebih efisien untuk hasil yang sama atau lebih baik dengan konsumsi energi dan biaya yang lebih rendah..