• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 2 TEORI DASAR. . Oleh karena itu, pada Bab 2 ini akan dibahas mengenai konsep dasar dari ketiga teori kontrol optimal tersebut.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab 2 TEORI DASAR. . Oleh karena itu, pada Bab 2 ini akan dibahas mengenai konsep dasar dari ketiga teori kontrol optimal tersebut."

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

TEORI DASAR

Penempatan pole (Pole Placement) dan Linear Quadratic Regulator merupakan strategi-strategi klasik untuk mencari pengontrol dari sistem. Kelemahan dari strategi - strategi ini adalah tidak dapat mengatasi ketidakpastian dari model sistem ataupun gangguan dari luar. Untuk mengatasi kelemahan - kelemahan ini muncullah teori kontrol modern seperti prinsip maksimum pontryagin, teori kontrol H2 , teori kon-trol H . Kelebihan ketiga teori tersebut adalah mampu mengurangi ketidakpas-tian dari model sistem ataupun gangguan dari luar. Karena alasan inilah, ketiga metode pengontrol tersebut digunakan untuk mencari strategi yang optimal dalam meningkatkan perolehan minyak. Akan tetapi sebelum menerapkan ketiga metode kontrol tersebut, kita perlu mengetahui bagaimana strategi pengoptimalan prinsip maksimum pontryagin, mencari pengontrol H2 dan mencari pengontrol suboptimal H . Oleh karena itu, pada Bab 2 ini akan dibahas mengenai konsep dasar dari ketiga teori kontrol optimal tersebut.

Konsep penting yang akan dibahas adalah kalkulus variasi yang merupakan teori fun-damental untuk prinsip maksimum pontryagin kontinu maupun diskrit yang akan dibahas pada subbab 2.1. Kemudian setelah itu pada subbab 2.2 akan dibahas teori mengenai prinsip maksimum diskrit dan pada subbab 2.3 akan dibahas teori men-genai prinsip maksimum kontinu. Pada subbab 2.4 akan dibahas teori kontrol H2 dan teori kontrol H .

(2)

2.1

Kalkulus Variasi

Contoh fungsi yang sederhana adalah J (x) =

 tf t0

x(t)dt, (2.1)

dengan x (t) fungsi kontinu dari t yang terdefinisi di interval [t0,tf].

Jika x (t) dan δx adalah 2 fungsi dimana fungsi J terdefinisi maka ΔJ didefinisikan ΔJ (x, δx) = J (x + δx)− J(x), (2.2) dimana δx disebut variasi dari fungsi x. Dengan demikian kenaikan fungsi dapat ditulis sebagai ΔJ (x, δx). Variasi pertama dari fungsi ditulis δx. Kenaikan dari fungsi dapat ditulis sebagai berikut:

ΔJ (x, δx) = δJ (x + δx) + g(x, δx)δx , (2.3) dimana δJ linier di δx. Jika Lim

δx→0g(x, δx) = 0 maka fungsi J terdiferensialkan dix

dan δJ adalah variasi pertama dari J dievaluasikan dari fungsi x(t). Misalkan fungsi objektifnya adalah

J (x) =  tf

t0

F (x(t),x(t), t)dt,. (2.4) kita akan mencari variasi pertama dari fungsi J . Fungsi x(t) kontinu dan terdife-rensialkan pada interval [t0,tf]. Fungsi F kontinu di x(t),

.

x(t) , t dan punya turunan parsial yang kontinu terhadap x(t) , x(t)..

Variasi pertama untuk persamaan (2.4) adalah ΔJ (x) =  tf t0 F (x + δx,x +. δx, t)dt.  tf t0 F (x,x, t)dt. (2.5) atau ΔJ (x) =  tf t0 [F (x + δx,x +. δx, t). − F (x,x, t)]dt.. (2.6)

(3)

2.1.1

Konsep Deret Taylor

Fungsi y = f (x) terdiferensialkan di x ∈ Df, dimana Df adalah suatu domain selang buka dan dimana dy = f(x)dx sehingga

f(x) = dy

dx. (2.7)

Diferensial sebagai hampiran pertama

f (x0+ Δx) = f (x0) + f(x0)Δx + EΔx, (2.8) dimana Δx = dx dengan Lim

Δx→0E = 0. Selisih nilai f (x0 + Δx)dengan f (x0) +

f(x0)Δx cukup kecil untuk Δx yang kecil. Persamaan (2.9) diatas menjadi

f (x0+ Δx)≈ f(x0) + f(x0)Δx. (2.9) Kita akan mengekspansi F (x + δx,x +. δx, t)dalam deret taylor, sehingga menjadi.

F (x + δx,x +. δx, t) = F (x,. x, t) +. dF dxδx + dF . dx . δx +O2(δx, . δx) (2.10) Persamaan (2.10) kita substitusikan ke persamaan (2.6) sehingga persamaannya menjadi ΔJ (x) =  tf t0 [F (x,x, t) +. dF dxδx + dF . dx . δx +O2(δx, . δx)− F (x,x, t)]dt. ΔJ (x) =  tf t0 [dF dxδx + dF . dx . δx]dt +  tf t0 [O2(δx, . δx)]dt (2.11) 

δx,δx.  → 0, dikarenakan fungsi x(t) dan F yang mulus, sehingga O2(δx,

.

δx) → 0 bila δx,

.

δx → 0. Didapatkan persamaan variasi pertama dari fungsi J, yaitu δJ =  tf t0 [dF dxδx + dF . dx . δx]dt. (2.12)

2.1.2

Fungsi Ekstrim dan Variasi Pertama

Sebuah fungsi J dengan daerah asal X mempunyai sebuah ekstrim relative x∗ jika ∃ε > 0 sedemikian sehingga ∀x ∈ X yang memenuhi x − x∗ < ε maka kenaikan ΔJ bertanda sama.

(4)

1. Jika ΔJ (x) = J (x)− J(x∗) ≥ 0 maka J(x∗) adalah minimum relatif. Jika persamaan ini dipenuhi untuk sebarang nilai ε yang besar, maka J (x∗) adalah minimum absolut.

2. Jika ΔJ (x) = J (x)− J(x∗) ≤ 0 maka J(x∗) adalah maksimum relatif. Jika persamaan ini dipenuhi untuk sebarang nilai ε yang besar, maka J (x∗) adalah maksimum absolut.

Fungsi x∗ disebut ekstrim dari suatu fungsi dan J (x∗) adalah nilai ekstrimnya. Misalkan x∗ adalah ekstrim, syarat perlu agar nilai J maksimum adalah variasi pertama dari J harus nol terhadap x(t), yaitu δJ (x∗, δx) = 0 untuk semua δx yang diperkenankan. Arti dari δx yang diperkenankan adalah x + δx juga harus anggota dari X. Dengan demikian, jika X himpunan fungsi kontinu, x(t) dan δx keduanya harus kontinu.

2.2

Prinsip Maksimum Pontryagin Diskrit

Pada tahun 1962, Pontryagin mengembangkan prinsip maksimum, yaitu memaksi-mumkan suatu fungsi objektif yang menyertakan variable kontrol dengan kendala. Akan dibahas solusi umum dari masalah optimasi untuk sistem waktu diskrit. Misalkan sistem dijelaskan oleh persamaan dinamis waktu diskrit non-linier sebagai berikut:

xn+1 = f (xn, un), (2.13)

dengan syarat awal x0. Kontrol un dibatasi, yaitu hanya boleh bila un merupakan

anggota dari suatu himpunan U yang diperkenankan, sebut un ∈ Uad. Misalkan

keadaan xnsuatu vector di Rndan input control unsuatu vektor di Rm. xn+1 adalah

variable keadaan pada lokasi spasial diskrit yang dievaluasi pada waktu baru, n + 1, dan xn adalah variable keadaan yang dievaluasi pada waktu lama, n. Persamaan

(5)

pada waktu n yang diberikan, merupakan fungsi kendala yang diberikan.

Misalkan terdapat fungsi objektif skalar yang diasosiasikan dengan sistem persamaan (2.13) yaitu:

J =

N−1 n=i

L(xn, un), (2.14)

dengan [i, N ] interval waktu yang diamati. L(xn, un) suatu fungsi umum dari

keadaan dan input kontrol pada masing – masing waktu tenggang n di [i, N ]. Masalah kontrol optimum adalah menentukan kontrol un∗ pada interval [i, N] yang

dapat menggerakkan sistem persamaan (2.13) sepanjang lintasan x∗n sedemikian se-hingga fungsi objektif (2.14) dapat dimaksimumkan.

Penentuan barisan kontrol optimum ui∗, ui+1∗, ui+2 ∗ ..., uN−1∗ yang

memaksi-mumkan J , menggunakan metode pengali Lagrange. Masing – masing kendala mempunyai satu pengali Lagrange. Terdapat fungsi kendala f (xn, un) pada

mas-ing – masmas-ing waktu n di interval [i, N ], sehmas-ingga diperlukan pengali Lagrange pada masing – masing waktu. Misalkan pn ∈ Rn, kita bentuk fungsi performansi

aug-mented JA, yang menyertakan kesamaan kendala (2.13),

JA= N−1

n=i

[L(xn, un)− pTn+1[xn+1− f(xn, un)]], (2.15)

pn+1 adalah variable keadaan bantu atau pengali Lagrange. Suatu fungsi kendala f

dikalikan dengan pengali Lagrange pn+1, bukan pn, dengan tujuan keuntungan

hind-sight yang akan membuat solusi lebih baik. Persamaan (2.15) mempunyai ekstrim yang sama dengan persamaan (2.14) apabila hubungan kesamaan kendala (2.13) dipenuhi. Kita definisikan fungsi Hamiltonian sebagai berikut:

Hn = L(xn, un) + pTn+1f (xn, un), (2.16)

sehingga JA dapat ditulis kembali sebagai berikut:

JA= N−1

n=i

(6)

Membangun syarat perlu untuk ekstrim dari fungsi (2.17), dari teori kalkulus variasi sebelumnya dapat kita tulis variasi pertama dari JA sebagai:

δJA =  ∂JA ∂xn T δxn+  ∂JA δun T δun+  ∂JA δpn T δpn, (2.18)

δxn, δun,δpn adalah variasi peubah keadaan, kontrol dan keadaan bantu. Dengan

demikian variasi pertamanya adalah

δJA = N−1 n=i  ∂Hn ∂xn T δxn+ N−1 n=i  ∂Hn ∂un T δun + N−1 n=i  ∂Hn ∂pn+1 T δpn+1 N−1 n=i pTn+1δxn+1 N−1  n=i δpTn+1xn+1. (2.19)

Persamaan (2.19) dapat disederhanakan menjadi

δJA = N−1 n=i  ∂Hn ∂xn T δxn+ N−1 n=i  ∂Hn ∂un T δun + N−1 n=i  ∂Hn ∂pn+1 − x n+1 T δpn+1 N−1 n=i pTn+1δxn+1. (2.20)

Kita akan menyederhanakan hasil persamaan (2.20), kita akan mencari hubungan antara δxn+1 dan δxn, N−1 n=i pTn+1δxn+1 = N  n=i+1 pTnδxn (2.21)

atau dengan persamaan

N−1 n=i pTn+1δxn+1 = pNTδxN − pTi δxi+ N−1 n=i pTnδxn, (2.22)

sehingga persamaan variasi pertama dari persamaan (2.17) adalah sebagai berikut:

δJA=−pTNδxN + pTi δxi+ N−1 n=i  ∂Hn ∂xn − p n  δxn + N−1 n=i  ∂Hn ∂un  δun+ N−1 n=i  ∂Hn ∂pn+1 − x n+1  δpn+1. (2.23)

(7)

Dari kalkulus variasi, syarat perlu ekstrim dari suatu fungsi saat kontrol berada di Uad adalah variasi pertamanya sama dengan nol atau ditulis sebagai berikut:

δJA= 0. (2.24)

Jika kontrol berada pada batas Uad, syarat perlu untuk maksimum adalah:

δJA≤ 0. (2.25)

Persamaan (2.24) dan persamaan (2.25) di atas akan memberikan syarat perlu untuk prinsip maksimum diskrit.

Syarat Perlu

Karena variasi δxn dan δpn+1 bebas dan tidak dibatasi, maka perlu:

∂Hn ∂xn = pn, n = i, ..., N− 1 (2.26) ∂Hn ∂pn+1 = xn+1, n = i, ..., N− 1 (2.27)

Persamaan (2.26) dan (2.27) diatas dapat dituliskan kembali dalam bentuk :

pn= ∂Hn ∂xn =  ∂f ∂xn T pn+1+ ∂L ∂xn n = i, ..., N − 1 (2.28) xn+1 = ∂Hn ∂pn+1 = f (xn, un), n = i, ..., N − 1 (2.29)

Persamaan (2.29) disebut persamaan kendala atau persamaan sistem, dan meru-pakan rekursi untuk keadaan xnyang maju terhadap waktu. Selanjutnya persamaan

(2.28) yang disebut persamaan sistem adjoin, merupakan rekursi untuk pn yang

mundur terhadap waktu. Pengali Lagrange disebut keadaan bantu atau costate. Kedua persamaan terakhir mendefinisikan suatu masalah nilai batas dua – titik, karena syarat batas yang diperlukan untuk mendapatkan solusi adalah keadaan awal x0 dan keadaan bantu akhir pN. Selanjutnya, saat kontrol berada di Uad, variasi

δunadalah bebas, sehingga syarat perlu

∂Hn

∂un

(8)

Apabila kontrol berada pada batas Uad, variasi δun tidak bebas, sehingga syarat

perlu untuk maksimum adalah:

N−1 n=i  ∂Hn ∂un  δun≤ 0, (2.31)

atau dengan kata lain

H(xn, un, pn+1, n) = sup un∈U

H(xn, un, pn+1, n). (2.32)

Syarat perlu yang lainnya adalah −pT

NδxN = 0, (2.33)

pTi δxi = 0. (2.34)

Persamaan (2.33) hanya berlaku untuk waktu akhir N , sedangkan persamaan (2.34) hanya berlaku pada waktu awal i, dengan demikian menjelaskan syarat batas yang diperlukan untuk menyelesaikan masalah rekursi (2.28), (2.29), (2.30).

Ada dua kemungkinan yang ada untuk persamaan (2.33) dan (2.34). Bila keadaaan awal xi ditentukan, xi tidak bebas bervariasi sehingga δxi = 0. Dengan demikian

persamaan (2.34) dipenuhi. Bila keadaan awal tidak ditentukan, maka variasi δxi

bebas, sehingga (2.34) mensyaratkan

pTi = 0, (2.35)

untuk kasus keadaan akhir yang ditentukan, xN tidak bebas bervariasi untuk

menen-tukan solusi optimum sehingga δxN = 0. Dengan demikian, persamaan (2.33)

berlaku. Apabila xN tidak ditentukan, variasi δxN bebas. Untuk kasus keadaan

akhir bebas, persamaan (2.33) mensyaratkan

(9)

Untuk masalah injeksi surfactant – polymer, sistem dimulai dengan keadaan awal diketahui dan keadaan akhir tidak ditentukan.

Secara ringkas, prinsip maksimum diskrit dijelaskan sebagai berikut:

Model Sistem: xn+1 = f (xn, un), n = i, ..., N − 1, Fungsi Objektif: J = N−1 n=i L(xn, un), Hamiltonian: Hn = L(xn, un) + pTn+1f (xn, un), Pengontrol Optimum: Persamaan Keadaan: xn+1 = ∂Hn ∂pn+1 = f (xn, un), Persamaan Costate: pn= ∂Hn ∂xn =  ∂f ∂xn T pn+1+ ∂L ∂xn , Syarat Stasioner: ∂Hn ∂un = ∂f ∂un T pn+1+ ∂u∂Ln = 0, untuk u∈ Uad N−1 n=i ∂Hn ∂un T

δun ≤ 0, untuk u di batas Uad

Syarat Batas:

• xi diketahui

(10)

2.3

Prinsip Maksimum Pontryagin Kontinu

Misalkan fungsi objektif yang akan dimaksimumkan adalah J =

 tf

t0

L(x, u, t)dt, (2.37)

terhadap suatu kendala

.

x = f (x, u, t) (2.38)

dan kontrol

u(t)∈ Uad. (2.39)

Misalkan Uad merupakan subset dari Rm, keadaan x(t) ∈ Rn dan input kontrol

u(t) ∈ Rm. Asumsikan f (x, u, t) dan L(x, u, t) fungsi – fungsi terhadap waktu sehingga u(t) juga fungsi terhadap waktu.

Kontrol optimum u∗ menyebabkan fungsi J akan mempunyai maksimum relatif atau minimum relatif. Fungsi J yang mempunyai maksimum relatif:

ΔJ (x) = J (x)− J(x∗) ≤ 0, (2.40) kenaikan fungsi J dapat dijelaskan sebagai

ΔJ (x) = δJ (u, δu) + g(u, δu)δu . (2.41) Karena normδu menuju nol, fungsi g yang merupakan variasi dari J dengan orde yang lebih tinggi juga menuju nol.

Sekarang tulis fungsi objektif augmented sebagai JA=

 tf

t0

[L(x, u, t) + pT(t)(f (x, u, t)−x)]dt,. (2.42) dengan p merupakan pengali Lagrange.

Fungsi Hamiltonian didefinisikan sebagai berikut:

(11)

sehingga persamaan (2.42) dapat ditulis sebagai berikut: JA=

 tf

t0

[H(x, u, t)− pT(t)x]dt.. (2.44) Menurut teori Lagrange, maksimum dari J dengan kendala adalah x = f (x, u, t),. dicapai pada maksimum dari JA yang tanpa kendala. Hal ini dapat dipenuhi saat

δJA= 0. Dengan membuat koefisien – koefisien δx, δu, δp menjadi nol, didapatkan

syarat perlu untuk maksimum. Syarat maksimum relatif sudah dijelaskan di atas pada sub-bab ekstrim fungsi adalah

δJA(u, δu)≤ 0. (2.45)

Kenaikan dari JAsebagai suatu fungsi dari kenaikan terhadap x, . x, p, u dan t adalah δJA =  tf t0  ∂H ∂x T δxdt +  tf t0  ∂H ∂u T δudt +  tf t0  ∂H ∂p T δpdt +  tf t0  ∂H ∂t T δtdt−  tf t0 δPT .x dt−  tf t0 PT . δx dt. (2.46)

Persamaan terakhir diatas dapat disederhanakan menjadi δJA= (H− PT .x)δttf − (H − PT .x)δtt0 +  tf t0  ∂H ∂x T δx +  ∂H ∂u T δu− PTδx +.  ∂H ∂p . x T δP  dt. (2.47)

Untuk mengeliminasi variasi terhadapx, dilakukan integrasi parsial sebagai berikut:.  tf t0 PT . δx dt = −PTδxt f + P Tδx t0 +  tf t0 . PT δxdt, (2.48) karena waktu awal dan keadaan awal diketahui, variasi dari x dan t pada saat t = t0 adalah nol. Untuk t = t0, variasi δx dan δp bebas dan tak dibatasi, sehingga syarat – syarat perlu pada kontrol optimum diskrit masih merupakan syarat perlu kasus kontinu. Bila syarat – syarat perlu tersebut dipenuhi, variasi pertama dari JA

disederhanakan menjadi δJA(u, δu) =  tf t0  ∂H ∂u T δudt. (2.49)

(12)

Bila kontrol dalam himpunan kontrol yang diperkenankan Uad, variasi δu bebas,

sehingga syarat perlu untuk maksimum adalah ∂H

∂u = 0. (2.50)

Tapi bila kontrol berada pada batas Uad, variasi δu tidak bebas. Kita tulis

 ∂H

∂u T

δu = H(u + δu)− H(u), (2.51) sehingga syarat perlu adalah

δJA(u, δu) =

 tf

t0

[H(u + δu)− H(u)] dt ≤ 0, (2.52) atau dapat dituliskan

H(x, p, u)≥ H(x, p, u + δu). (2.53) Prinsip maksimum pontryagin kontinu menyatakan bahwa kontrol optimum yang memaksimumkan fungsi objektif J juga harus memaksimumkan fungsi Hamiltonian H.

Secara ringkas, prinsip maksimum pontryagin kontinu dijelaskan sebagai berikut:

Model Sistem . x = f (x, u, t), Fungsi Objektif J =  tf t0 L(x, u, t)dt, Hamiltonian H(x, u, t) = L(x, u, t) + pT(t)f (x, u, t), Pengontrol optimum: Persamaan Keadaan : . x = ∂H ∂p = f (x, u, t), Persamaan Costate: . P = −∂H ∂x =  ∂f ∂x T p− ∂L ∂x, Syarat stasioner:

(13)

∂H ∂u = ∂f ∂u T p + ∂L∂u = 0 untuk u di Uad

• H(x, p, u) ≥ H(x, p, u + δu) untuk u di batas Uad.

Syarat batas

• p(tf) = 0

• H(tf) = 0

2.4

Teori Kontrol H

2

dan Teori Kontrol H

Tujuan dari teori kontrol H2 adalah menentukan bentuk pengendali yang indeks performansinya adalah norma H2 dari fungsi transfer loop tertutup. Teori kontrol Hadalah menentukan bentuk pengendali yang indeks performansinya adalah norm H. Berkaitan dengan hal tersebut, pertama-tama akan dijelaskan tentang kelin-earan sistem, pengertian ruang Hilbert yang mendasari keberadaan ruang Hardy H2 dan ruang H. Pembahasan selanjutnya adalah tentang norma H2 dan H serta contoh perhitungannya. Lalu dilanjutkan dengan mencari plant diperumum-nya, yang kemudian dilanjutkan dengan mencari fungsi transfer loop tertutupnya dan akan ditentukan bentuk kontrol H2 dan H yang optimal dan tunggal.

2.4.1

Sistem Linier

Misalkan suatu sistem dinamik digambarkan oleh persamaan differensial sebagai berikut:

˙x(t) = Ax(t) + Bu(t), x(t0) = x0 (2.54)

y(t) = Cx(t) + Du(t), (2.55)

dimana x(t)∈ ndisebut peubah keadaan, x(t0) disebut kondisi awal sistem, y(t)∈ tadalah keluaran sistem dan u(t)∈ Rm adalah masukan sistem, memiliki diagram

(14)

B

D

A

C

U

+

X . x

+

+

Y

Gambar 2.1: Diagram blok sistem dinamika linier Matriks transfer dari u(t) ke y(t) didefinisikan sebagai

Y (s) = G(s)U (s),

dengan U (s) dan Y (s) adalah hasil transformasi Laplace dari u(t) dan y(t) dengan syarat awal x(t0) = x0. Matriks transfer G(s) dari u(t) dan y(t) dapat diperoleh dengan melakukan transformasi Laplace pada persamaan (2.54) dan (2.55), diper-oleh

G(s) = C (sI− A)−1B + D.

Sistem persamaan (2.54) dan (2.55) dapat dituliskan ke dalam bentuk matriks se-bagai berikut: ˙x(t) y(t) ⎤ ⎦ = ⎡ ⎣ A B C D ⎤ ⎦ ⎡ ⎣ x(t) u(t)⎦ ,

atau bisa juga kita gunakan notasi

G(s) = ⎡ ⎣ A B C D⎦ = C(sI − A)−1B + D

Definisi 2.1 Persamaan sistem dinamik (2.54) atau pasangan (A, B) dikatakan

terkontrol jika untuk kondisi awal x(t0) = x0, t1 > 0 dan kondisi akhir x1, terdapat input u(t) sedemikian sehingga solusi (2.54) memenuhi x(t1) = x1. Jika tidak, maka

(15)

sistem atau pasangan (A, B) dikatakan tak terkontrol.

Definisi 2.2 Suatu sistem dinamik ˙x(t) = Ax(t) + Bu(t) dikatakan stabil jika

semua nilai eigen matriks A berada di bidang sebelah kiri sumbu imajiner, yaitu Reλ(A) < 0. Matriks A yang memenuhi sifat ini dikatakan stabil.

Definisi 2.3 Persamaan sistem dinamik (2.54) atau pasangan (A, B) dapat

dis-tabilkan jika terdapat state feedback u = F x sedemikian sehingga sistem stabil (A + BF stabil).

Definisi 2.4 Sistem dinamik yang diberikan oleh persamaan (2.54) dan persamaan

(2.55) atau pasangan (C, A) dikatakan teramati jika∀t1 > 0, kondisi awal x(t0) = x0 dapat ditentukan dari input u(t) dan output y(t) dalam interval [0, t1]. Jika tidak, maka sistem atau (C, A) dikatakan tak teramati.

Definisi 2.5 Suatu sistem, sepasang matriks (C, A)disebut terdeteksi jika A + LC

stabil untuk suatu L.

2.4.2

Ruang Hibert

Hasil kali dalam (inner product) vektor pada ruang EuclidCn didefinisikan sebagai berikut: x, y = x∗y = n  i=1 xiyi,∀x = ⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ x1 . . xn ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ , y = ⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ y1 . . yn ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ∈ Cn.

Panjang vektor x∈ Cn didefinisikan x =x, x.

Definisi 2.6 Misalkan V adalah ruang vektor atas C. Hasil kali dalam pada V

adalah fungsi kompleks yang didefinisikan sebagai berikut:  ,  : V xV → C

(16)

sedemikian sehingga untuk x, y, z∈ V dan α, β ∈ C, berlaku (i)x, αy + βz = α x, y + β x, z,

(ii) x, y = y, x,

(iii) x, y > 0 jika x = 0.

Ruang vektor V dengan hasil kali dalam dinamakan ruang hasil kali dalam. Hasil kali dalam di atas menginduksi normax =x, x.

2.4.3

Ruang H

2

dan H

Definisi 2.7 Ruang Hilbert adalah ruang hasil kali dalam dengan norma yang

di-induksi oleh hasil kali dalamnya.

Salah satu contoh ruang Hilbert adalah L2[a, b] dengan hasil kali dalam yang dide-finisikan sebagai

f, g =  b

a

f (t)∗ g(t)dt, f, g∈ L2[a, b] . Hasil kali dalam dari fungsi matriks didefinisikan sebagai

f, g =  b

a

trace [f (t)∗ g(t)dt] .

L2 = L2(−∞, ∞) adalah ruang hilbert dari fungsi – fungsi pada R dengan hasil kali dalam didefinisikan sebagai

f, g =  b

a

trace [f (t)∗ g(t)dt] .

L2+ = L2[ 0,∞) adalah ruang bagian dari L2 dengan fungsi bernilai nol untuk t < 0.

L2− = L2(−∞, 0] adalah ruang bagian dari L2 dengan fungsi bernilai nol untuk t > 0.

Transformasi Laplace menghasilkan hubungan isomorfik antara ruang L2 di domain waktu dan ruang L2 di domain frekuensi. Hubungan ini dikenal dengan hubungan parseval (parseval’s relation), sehingga ketiga macam ruang L2 di domain waktu di

(17)

atas dapat dikaitkan dengan tiga macam ruang L2di domain waktu sebagai berikut: L2 = L2(−∞, ∞) adalah ruang L2 di domain waktu yang isomorfik dengan L2(jR) di domain frekuensi.

L2+ = L2[ 0,∞) adalah ruang L2 di domain waktu yang isomorfik dengan H2 di domain frekuensi.

L2− = L2(−∞, 0] adalah ruang L2 di domain waktu yang isomorfik dengan H2 di domain frekuensi.

Teorema 2.1 Jika f (s) terdefinisikan dan kontinu pada himpunan S yang tertutup

dan terbatas, serta analitik pada interior (titik dalam) S, maka |f (s)| tidak dapat mencapai maksimum pada interior S, kecuali jika f (s) bernilai konstan.

Teorema 2.1 di atas memberikan arti bahwa |f (s)| hanya dapat mencapai nilai maksimumnya pada batas S, yaitu:

maks

s∈S |f (s)| = makss∈∂S |f (s)| ,

dimana ∂S adalah batas S. L merupakan ruang banach dari fungsi – fungsi skalar atau matriks yang terbatas pada jR, dengan norm

F  = ess sup

ω∈R

σ [F (jω)] .

RL merupakan ruang bagian rasional dari L yang terdiri dari matriks transfer yang real rasional dan proper dengan tidak ada pole di sumbu imajiner.

2.4.4

Norma H

2

dan H

Definisi 2.8: Ruang Hardy H2 adalah ruang bagian (tertutup) dari L2(jR) dengan fungsi matrik G (s) analitik pada bidang Re (s) > 0, artinya setiap elemen matrik dari fungsi matrik G (s) analitik pada bidang Re (s) > 0. Ruang bagian real rasional dari H2, yang dinotasikan RH2 yang terdiri dari seluruh matrik transfer yang stabil yang real rasional dan strictly proper. Norma yang berkaitan dengan ruang H2 ini didefinisikan sebagai: G22 := sup σ>0  1  −∞ trace[G∗(σ + jω)G(σ + jω)]dω  ,

(18)

G22 := 1 −∞ trace[G∗(jω)G(jω)]dω , G22 :=  1 2πj  −∞ trace[G∼(s)G(s)]ds  .

Contoh : Misalkan G (s) = τ s1+1, τ > 0. Titik pole pada bidang Re (s) < 0 dari G∼(s)G(s) adalah di titik s = τ1. Residu di titik pole ini sama dengan

lim x→−1τ  s + 1 τ  1 −τs + 1 1 τ s + 1 = 1 2τ, maka G2 = 1 .

Ruang Hardy H2 adalah komplemen ortogonal dari H2 di L2, yaitu ruang bagian (tertutup) dari fungsi di L2 yang analitik di Re (s) < 0. Ruang bagian real rasional dari H2⊥, RH2, terdiri dari semua matriks transfer rasional proper dengan semua pole (pembuat nol dari penyebut) berada di Re (s) > 0.

Ruang H merupakan ruang bagian L dengan fungsi – fungsi yang analitik dan terbatas di bidang Re (s) > 0. Norm Hdidefinisiskan sebagai :

F = sup

Re(s)>0

σ [F (s)] = sup

ω∈R

σ [F (jω)] .

RH merupakan ruang bagian H yang terdiri atas matriks transfer yang real, rasional, stabil dan proper.

Ruang H merupakan ruang bagian di Ldengan fungsi – fungsi yang analitik dan terbatas di bidang Re (s) < 0. Norm H didefinisikan oleh

F = sup

Re(s)<0

σ [F (s)] = sup

ω∈R

σ [F (jω)] .

RH merupakan ruang bagian real rasional dari H yang terdiri dari matriks transfer yang proper real rasional dan anti stabil (semua pole berada di bidang Re (s) > 0).

(19)

Misalkan G(s)∈ RL dengan norm didefinisikan sebagai G= sup

ω∈R

σ [G (jω)] ,

dalam rekayasa kendali, norm dari fungsi transfer G adalah jarak dari titik (0, 0) ke titik terjauh pada nyquist plot di bidang kompleks, dan juga berupa nilai maksi-mum (peak value) pada bode magnitude plot dari |G (jω)|, sehingga norm ∞ dari fungsi transfer ini dapat pula ditentukan secara grafik. Untuk mendapatkan tak-sirannya, ambil titik – titik frekuensi 1, ω2, ω3, ..., ωN}, kemudian taksiran untuk

G adalahG= maks

1≤k≤Nσ [G (jωk)]. Nilainya biasanya bisa kita baca langsung

pada bode singular value plot.

Lemma 2.1 Misalkan γ > 0 dan G(s) =

⎡ ⎣ A B

C D

⎦ ∈ RL∞, makaG < γ jika

dan hanya jika σ (D) < γ dan matriks Hamiltonian H tidak memiliki nilai eigen di sumbu imajiner, dimana

H = ⎡ ⎣ A + BR−1D∗C BR−1B∗ −C∗(I + DR−1D) C − (A + BR−1DC)⎦ , dan R = γ2I− D∗D.

Contoh : Jika kita memiliki matriks transfer sebagai berikut:

G (s) = ⎡ ⎣ s2+0.2s+10010(s+1) 1 s+1 s+2 s2+0.1s+10 5(s+1) (s+2)(s+3)⎦ ,

dengan perintah Matlab 7.0

>> G11 = nd2sys ([10, 10] , [1, 0.2, 100]) ; >> G12 = nd2sys (1, [1, 1]) ;

>> G21 = nd2sys ([1, 2] , [1, 0.1, 10]) ; >> G22 = nd2sys ([5, 5] , [1, 5, 6]) ;

>> G = sbs (abv (G11, G21) , abv (G12, G22)) ;

Frekuensi respon dari G dan nilai singular dari G (jω) akan dihitung dengan perin-tah:

(20)

>> w = log space (0.2, 200) ;% terdapat 200 titik frekuensi antara 1 dan 100. >> Gf = f rsp (G, w) ; % menghitung frekuensi respon

>> [u, s, v] = vsvd (Gf ) ; % singular value decomposition pada tiap frekuensi re-spon.

>> vplot (liv, lim, s) , grid % plot nilai singular dan frekuensi

>> pkV norm (s) % menentukan norm dari frekuensi respon nilai singular. >> h inf norm (G, 0.0001) % menghitung norm H dengan error ≤ 0.0001. Kita dapatkan normnya antara 50.2496 dan 50.2546.

2.4.5

Persamaan Aljabar Riccati

Misalkan A, Q, R, matriks real berukuran nxndengan Q dan R simetri, yaitu Q = Q∗dan R = R∗. Definisikan matriks Hamiltonian 2n x 2n:

H = ⎡ ⎣ A R −Q −A∗⎦ .

Asumsikan H tidak mempunyai nilai eigen pada sumbu imajiner, maka H haruslah mempunyai n nilai eigen di Re (s) < 0 dan n nilai eigen di Re (s) > 0. Misalkan χ(H) adalah subruang spectral berdimensi n yaitu pembentuk subruang tersebut merupakan subruang invariant yang berkaitan dengan nilai – nilai eigen di Re (s) < 0. Dengan mencari basis dari χ(H), kemudian menyusunnya menjadi sebuah matriks, dan mempartisi matriks tersebut, maka akan diperoleh

χ(H) = Im ⎡ ⎣ X1 X2⎦ , dengan X1, X2 ∈ Cnxn. Jika X

1 nonsingular, atau ekivalen dengan jika dua buah

subruang χ(H) , Im ⎡ ⎣ 0 I⎦ ,

saling komplementer, maka kita dapat memisalkan X = X2X1−1 dan X ditentukan oleh H secara tunggal yaitu H → X adalah sebuah fungsi y, disimbolkan dengan

(21)

Ric. Jadi, X = Ric (H). Kita akan mengambil domain dari Ric, disimbolkan dengan dom (Ric), terdiri dari matriks – matriks Hamiltonian H dengan dua buah sifat yaitu H tidak mempunyai nilai eigen pada sumbu imajiner dan dua buah subruang saling komplementer.

Lemma 2.2 Misalkan H ∈ dom (Ric) dan X = Ric (H), maka

1. X simetri.

2. X memenuhi persamaan aljabar Riccati, yaitu A∗X + XA + XRX − Q = 0 3. A + RX stabil.

Lemma 2.3 Misalkan H tidak mempunyai nilai – nilai eigen imajiner, R semidefinit

positif atau semidefinit negatif, dan (A, R) terstabilkan maka H ∈ dom (Ric).

Lemma 2.4 Misalkan H mempunyai bentuk

H = ⎡ ⎣ A −BB∗ −CC∗ −A⎦ ,

dengan (A, B) terstabilkan dan (C, A) terdeteksi, maka H ∈ dom (Ric), X = Ric (H) = 0, dan ker (X)⊂ χ.

2.4.6

Penentuan Kontrol H

2

dan H

yang diperkenankan

Bentuk dasar dari sistem kontrol yang dibahas pada tulisan ini adalah seperti pada gambar 2.1 di bawah ini: dimana G adalah plant yang diperumum (Generalized Plant) yang terdiri dari dua buah input yaitu input dari luar (Exogeneous Input) w misalnya berupa gangguan (disturbance) dan input kontrol u. G juga memiliki dua buah output yang diukur y dan output yang dibangun (regulated output) z. K adalah pengontrol yang akan didesain.

(22)

G(s)

K(s)

z w

u y

Gambar 2.2: Fungsi Loop Tertutup dalam bentuk: G(s) = ⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ A B1 B2 C1 0 D12 C2 D21 0 ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦= ⎡ ⎣ G11(s) G12(s) G21(s) G22(s)⎦ ,

Gij = [A, Bj, Ci, Dij], i, j = 1, 2, dengan asumsi sebagai berikut:

• (A, B2) terstabilkan ekivalen dengan pernyataan berikut ini:

1. Matriks [A− λI, B2] memiliki rank baris penuh untuk semua Re (λ)≥ 0. 2. Untuk semua λ dan x sedemikian sehingga x∗A = x∗λ dan Re (λ) ≥ 0,

maka x∗B2 = 0.

3. Terdapat matriks F sedemikian sehingga A + B2F stabil. • (C2, A) terdeteksi ekivalen dengan pernyataan berikut ini:

1. matriks ⎡

A− λI C2

⎦ memiliki rank kolom penuh untuk semua Re (λ) ≥ 0. 2. Untuk semua λ dan x sedemikian sehingga Ax = λx dan Re (λ) ≥ 0,

maka Cx = 0.

3. Terdapat martriks L sedemikian sehigga A + LC2. 4. (A∗, C2) terstabilkan.

(23)

• D∗ 12 C1 D12 = 0 I . ⎡ ⎣ B1 D21⎦ D∗ 21 = ⎡ ⎣ 0 I ⎤ ⎦.

Lemma 2.5 Terdapat pengontrol K (Proper) yang mencapai stabilitas secara

inter-nal jika dan hanya jika (A, B2) dapat distabilkan dan (C2, A) dapat dideteksi. Lebih lanjut, misalkan terdapat F dan L sedemikian sehingga A+B2F dan A+LC2 stabil. Maka pengontrol dinyatakan oleh:

K(s) = ⎡ ⎣ Ac Bc Cc Dc ⎤ ⎦ = ⎡ ⎣ A + B2F + LC2 −L F 0 ⎤ ⎦

Bukti : (<=) Dengan asumsi dapat distabilkan dan dapat dideteksi, terdapat F

dan L sedemikian sehingga A + B2F dan A + LC2 stabil. Misalkan K (s) adalah pengontrol yang diberikan pada lemma, maka matriks transfer dari w ke z , Tzw

,diturunkan sebagai berikut: Dinamika plant diperumum G (s) dapat dituliskan dalam bentuk:

˙x(t) = Ax(t) + B1w(t) + B2u(t), (2.56) z(t) = c1x(t) + D12u(t), (2.57) y(t) = c2x(t) + D21w(t). (2.58) Sedangkan dinamika pengontrol K (s) dapat dituliskan dalam bentuk:

˙ˆx(t) = ˆAkx(t) + ˆˆ Bky(t), (2.59)

u(t) = ˆckx(t) + ˆˆ Dky(t). (2.60)

Kita substitusikan persamaan (2.60) dan (2.58) ke persamaan (2.56) diperoleh ˙x(t) = (A + B2DCˆ 2)x(t) + B2Ckx(t) + (Bˆ 1+ B2DkD21)w(t). (2.61)

Kita substitusikan persamaan (2.59) ke persamaan (2.60) diperoleh

(24)

Kita substitusikan persamaan (2.60) dan persamaan (2.58) ke persamaan (2.57) diperoleh

z(t) = (C1+ D12DkC2)x(t) + D12Ckx(t) + Dˆ 12DkD21w(t). (2.63)

Menyusun kembali ketiga persamaaan terakhir diperoleh ⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ˙x(t) ˙ˆx(t) z(t) ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦= ⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ A + B2DCˆ 2 B2Ck BkC2 Ak C1+ D12DkC2 D12Ck ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎡ ⎣ x(t) ˆ x(t) ⎤ ⎦ + ⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ B1+ B2DkD21 BkD21 D12DkD21 ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦w(t). (2.64) Realisasi ruang keadaan matriks transfer dari w ke z, Tzw

Tzw = ⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ A + B2DCˆ 2 B2Ck B1+ B2DkD21 BkC2 Ak BkD21 C1+ D12DkC2 D12Ck D12DkD21 ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦. (2.65)

Kita substitusikan kembali Ac, Bc, Cc, Dc diperoleh A = ⎡ ⎣ A B2F −LC2 A + B2F + LC2 ⎤ ⎦ = ⎡ ⎣ A + LC2 0 −LC2 A + B2F⎦ .

Karena seluruh elemen matriks A stabil, maka∼ A stabil. (=>) Jika (A, B∼ 2) tidak

dapat distabilkan dan (C2, A) tidak dapat dideteksi maka terdapat beberapa ni-lai eigen dari A yang berada di bidang Re (s) > 0 sehingga tidak ada L dan F∼ sedemikian sehingga A + LC2 dan A + B2F stabil.

2.4.7

Masalah Kontrol H

2

Kontrol Optimal H2: Mencari semua pengontrol K (s) yang proper, real rasional yang menstabilkan G (s) secara internal dan meminimumkan norm H2 dari suatu matriks transfer Tzw dari w ke z. Penentuan pengontrol ini memerlukan beberapa

asumsi berikut:

(25)

2. R1 = D12 D12>0 dan R1 = D21D∗21>0, 3. ⎡ ⎣ A− jωI B2 C1 D12

⎦ mempunyai rank kolom penuh untuk semua ω,

4. ⎡

A− jωI B1

C2 D21

⎦ mempunyai rank baris penuh untuk semua ω.

Akibat dari keempat asumsi diatas maka diperoleh dua buah matriks Hamiltonian berikut: H2 := ⎡ ⎣ A− B2R−11 D∗12C1 −B2R−11 B2 −C∗ 1(I− D12R1−1D12 )C1 −(A − B2R−11 D12 C1) ⎤ ⎦ J2 := ⎡ ⎣ (A− B1D∗21R−12 C2) −C2∗R−12 C2 −B1(I− D21 R−12 D21)B1 −(A − B1D21 R−12 C2) ⎤ ⎦

dimana H2 dan J2 ∈ dom (Ric) dan lebih jauh, X2 = Ric (H2) ≥ 0dan Y2 = Ric (J2)≥ 0. Definisikan F2 :=−R−11 (B2∗X2+ D∗12C1) , L2 :=−(Y2C2∗+ B1D∗21)R−12 dan AF2 := A + B2+ F2 , AL2 := A + L2C2, B1L2 := B1 + L2D21 , C1F2 := C1+ D12F2, ˆ A2 := A + B2F2+ L2C2, Gc(s) = ⎡ ⎣ AF2 I C1F2 0 ⎤ ⎦ , Gf(s) = ⎡ ⎣ AL2 B1L2 I 0 ⎤ ⎦ .

Sebelum masuk ke dalam teorema yang utama maka diperlukan lemma berikut ini:

Lemma 2.6 Misalkan U, V ∈ RH didefinisikan sebagai: U = ⎡ ⎣ AF2 B2R−1/21 C1F2 D12R1−1/2⎦ , V = ⎡ ⎣ AL2 B1L2 R−1/22 C2 R−1/22 D21 ⎤ ⎦

(26)

Bukti: Pembuktian menggunakan sifat-sifat dasar aljabar dari perkalian matriks

blok. Dari U diperoleh:

U∼(s) =⎣ −A∗F2 −C1F∗ 2 R−1/21 B2 R−1/21 D∗12⎦ . Maka, U∼U (s) = ⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ −A∗ F −C1F∗ C1F −C1F∗ 0 AF B2R−1/21 R−1/21 B2 R−1/21 D12 C1F I ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ dan U∼Gc(s) = ⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ −A∗ F −C1F∗ C1F 0 0 AF I R−1/21 B2 R1−1/2D∗12C1F 0 ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦.

Dengan menggunakan transformasi similaritas ⎡

I −X2

0 I

⎤ ⎦

pada U˜U maupun pada U˜Gc dan akibat persamaan A∗F2X2+ X2AF2 + C1F∗ 2C1F2 = 0 diperoleh U∼U (s) = ⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ −A∗ F 0 0 0 AF B2R−1/21 R−1/21 B2 0 I ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦= I U∼Gc(s) = ⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ −A∗ F 0 −X2 0 AF I R1−1/2B2 0 0 ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦= ⎡ ⎣ −A∗F −X2 R−1/21 B2 0 ⎤ ⎦ ∈ RH⊥ 2

dengan sifat dualitas, maka GfV∼∈ RH2 dan V adalah co-inner

Teorema 2.2: Terdapat kontrol optimal yang tunggal

Kopt(s) := ⎡ ⎣ Aˆ2 −L2 F2 0 ⎤ ⎦

(27)

lebih lanjut, minTzw22 =GcB122 +R11/2F2Gf 2 2 = trace(B 1X2B1) + trace(R1F2Y2F2∗).

Bukti: Misalkan parameterisasi pengontrol K(s) = Fl(M2, Q) , Q∈ RH2 dengan

M2(s) = ⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ ˆ A2 −L B2 F 0 I C2 I 0 ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦

dan misalkan diagram sistem sebagai berikut: Maka Tzw= F1(N, Q) dengan

G

2

M

Q

w z u y u1 y1 N = ⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ AF −B2F B1 B2 0 AL B1L 0 C1F −D12F 0 D12 0 C2 D21 0 ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ .

Berdasarkan teorema di atas, diperoleh bahwa F1(G, K) = Tzw = N11+ N12QN21,

dengan

(28)

N12= G12M2, N21= ˜M2G21, M2(s) = ⎡ ⎣ AF B2 F I⎦ , ˜M2(s) = ⎡ ⎣ AL L C I⎦ , X (s) = ⎡ ⎣ AF −L C1F I⎦ , ˜X (s) = ⎡ ⎣ AL −B1L F I⎦ , Y (s) = ⎡ ⎣ AF −L F 0 ⎤ ⎦ , ˜Y (s) = ⎡ ⎣ AL −L F 0 ⎤ ⎦ . Sehingga Tzw= N11+ N12QN21 = ⎧ ⎨ ⎩ ⎡ ⎣ A B1 C1 0 ⎤ ⎦ + ⎡ ⎣ A B2 C1 D12 ⎤ ⎦ ⎡ ⎣ AF B2 F I ⎤ ⎦ ⎡ ⎣ AL −L F 0 ⎤ ⎦ ⎡ ⎣ A B1 C2 D21 ⎤ ⎦ ⎫ ⎬ ⎭ + ⎡ ⎣ A B2 C1 D12 ⎤ ⎦ ⎡ ⎣ AF B2 F I⎦ Q ⎡ ⎣ AL L C2 D21 ⎤ ⎦ ⎡ ⎣ A B1 C2 D21⎦ . = ⎧ ⎪ ⎪ ⎪ ⎨ ⎪ ⎪ ⎪ ⎩ ⎡ ⎣ A B1 C1 0 ⎤ ⎦ + ⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ A B2F B2 0 AF B2 C1 D12F D12 ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ AL −LC2 −LD21 0 A B1 F 0 0 ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ ⎫ ⎪ ⎪ ⎪ ⎬ ⎪ ⎪ ⎪ ⎭ + ⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ A B2F B2 0 AF B2 C1 D12F D12 ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦Q ⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ AL LC2 LD21 0 A B1 C2 C2 D21 ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦ = ⎡ ⎣ AF B1 C1F 0 ⎤ ⎦ + ⎡ ⎣ AF B2 C1F D12 ⎤ ⎦ ⎡ ⎣ AL B1L F 0 ⎤ ⎦ + ⎡ ⎣ AF B2 C1F D12⎦ Q ⎡ ⎣ AL B1L C2 D21 ⎤ ⎦ = ⎡ ⎣ AF B1 C1F 0 ⎤ ⎦+ ⎡ ⎣ AF B2 C1F D12⎦ F ⎡ ⎣ AL B1L F 0 ⎤ ⎦+ ⎡ ⎣ AF B2 C1F D12⎦ Q ⎡ ⎣ AL B1L C2 D21⎦ . Tzw= GcB1− UR1/21 F Gf + U R1/21 QR1/22 V

(29)

Dari lemma 2.4 diperoleh bahwa GcB1 dan U saling orthogonal. Sehingga Tzw22 =GcB122+UR1/21 F Gf − UR1/21 QR1/22 V 2 2, Tzw22 =GcB122+R1/21 F Gf − UR1/21 QR1/22 V 2 2.

Dan karena Gf dan V juga orthogonal menurut lemma 2.4 di atas, maka:

Tzw22 =GcB122+R1/21 F Gf − R1/21 QR1/22 V 2 2 Tzw22 =GcB122+R1/21 F Gf 2 2+  R11/2QR1/22 V 2 2

Persamaan di atas jelas menunjukkan bahwa Q = 0 memberikan kontrol H2 yang optimal dan tunggal. Maka K = F1(M2, 0)adalah pengontrol yang optimal

dan tunggal.

2.4.8

Masalah Kontrol H

Kontrol Optimal H: Mencari semua pengontrol K (s) yang diperkenankan

se-hingga Tzw minimum.

Pada pengontrol H kasus MIMO (Multi Input MultiOutput) tidaklah tunggal. Pencarian pengontrol optimal H sangatlah rumit baik secara numerik maupun secara analitik. Oleh karena itu, cukup dicari pengontrol dengan norm yang san-gat dekat dengan norm pengontrol optimal, yang disebut pengontrol suboptimal. Masalah kontrol suboptimal Hdapat dinyatakan sebagai berikut:

Kontrol Suboptimal H: Diberikan γ > 0, menentukan semua pengontrol yang

diperkenankan K (s), jika ada, sehinggaTzw < γ. Solusi dari H∞terkait dengan

dua matriks Hamiltonian sebagai berikut:

H:= ⎡ ⎣ A γ−2B1B1∗− B2B2 −C∗ 1C1 −A∗⎦ , J:= ⎡ ⎣ A∗ γ−2C1∗C1− C2∗C2 −B1B1 −A⎦ .

Teorema 2.3 Terdapat pengontrol yang diperkenankan sehingga Tzw < γ jika

(30)

1. Matriks Hamiltonian H∈ dom (Ric) dan Ric (H) > 0. 2. Matriks Hamiltonian J∈ dom (Ric) dan Ric (J) > 0. 3. ρ (XY) < γ2.

Jika ketiga kondisi ini terpenuhi, salah satu pengontrol K mempunyai realisasi se-bagai berikut: Ksub(s) := ⎡ ⎣ Aˆ −Z∞L∞ F 0 ⎤ ⎦ , dengan ˆ A = A + γ−2B1B1∗X + B2F+ ZLC2, F=B∗1X, Z= (I − γ−2XY)−1, L=− YC2∗.

Untuk membuktikan Teorema 2.3, kita memerlukan beberapa lemma dan teorema pendukung.

Lemma 2.7 Misalkan X ∈ Rnxn, Y∈ Rnxn, dengan X = X∗ > 0 dan Y = Y∗ > 0. Misalkan r adalah bilangan bulat positif, maka terdapat matriks X12∈ Rnxr, X

2 Rrxr sehingga X 2 = X2 > 0, ⎡ ⎣ X X12 X12 X2⎦ > 0 dan ⎡ ⎣ X X12 X12 X2 ⎤ ⎦ −1 = ⎡ ⎣ Y ∗ ∗ ⎤ ⎦,

jika dan jika ⎡ ⎣ X In In Y⎦ ≥ 0 dan rank ⎡ ⎣ X In In Y⎦ ≤ n + r.

Bukti: (<=) Berdasarkan asumsi, terdapat matriks X12∈ Rnxrsehingga X−Y−1 =

X12X12 . Definisikan X2 = Ir, maka bukti telah lengkap. (=>) Gunakan Schur

Complement,

Y = X−1+ X−1X12X2− X12 X−1X12−1X12 X−1, invers-kan persamaan di atas diperoleh

Y−1 = X − X12X2−1X12 .

(31)

Lemma 2.8 (Bounded Real Lemma) Misalkan γ > 0, G(s) = ⎡ ⎣ A B C D ⎤ ⎦ dan H = ⎡ ⎣ A− BR−1D∗C1 −BR−1B∗ −C∗(I− DR−1D)C −(A + BR−1DC)⎦ ,

dengan R = γ2I− D∗D, maka pernyataan – pernyataan berikut ekivalen: 1. G< γ .

2. ¯σ (D) < γ dan H tidak mempunyai nilai eigen pada sumbu imajiner. 3. ¯σ (D) < γ dan H ∈ dom (Ric).

4. ¯σ (D) < γ dan H ∈ dom (Ric) dan Ric (H) = 0 (Ric (H) > 0 jika (C, A) terobservasi).

5. ¯σ(D) < γ dan terdapat X ≥ 0 sehingga X(A + BR−1D∗C) + (A + BR−1D∗C)∗ X + XBR −1B∗X + C∗(I + DR−1D∗)C = 0 dan A + BR−1D∗C + BR−1B∗Xtidak mempunyai nilai eigen di sumbu imajiner.

6. ¯σ(D) < γ dan terdapat X > 0 sehingga

X(A + BR−1D∗C) + (A + BR−1D∗C)∗ X + XBR−1B∗X + C∗(I + DR−1D∗)C < 0. 7. Terdapat X > 0 sehingga ⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ XA + A∗X XB C∗ B∗X −γI D∗ C D −γI ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦< 0.

Lemma 2.9Terdapat pengontrol yang diperkenankan berorde r sehinggaTzw

(32)

1. Terdapat Y1 > 0 sehingga AY1+ Y1A∗+ Y1C1∗C1Y1!γ2 + B1B1∗−γ2B2B∗2 < 0. 2. Terdapat X1 > 0 sehingga X1A + A∗X1+ Y1B1∗B1X1!γ2 + B1B1∗−γ2C2C2 < 0. 3. ⎡ ⎣ X1 In In Y1⎦ ≥ 0, rank ⎡ ⎣ X1 In In Y1⎦ ≤ n + r.

Bukti: Misalkan terdapat pengontrol K (s) berorde r sehingga Tzw < γ.

Mis-alkan K (s) mempunyai realisasi ruang keadaan sebagai berikut:

K(s) := ⎡ ⎣ Aˆ Bˆ ˆ C Dˆ ⎤ ⎦ .

Fungsi transfer tertutup dari w ke z pada persamaan (2.64) dapat dituliskan sebagai berikut: Tzw = ⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ A + B2DCˆ 2 B2Ck B1+ B2DkD21 BkC2 Ak BkD21 C1+ D12DkC2 D12Ck D12DkD21 ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦= ⎡ ⎣ Ac Bc Cc Dc⎦ . Misalkan R = γ2I− Dc∗Dc, ˜R = γ2I− Dc∗Dc .

Berdasarkan bounded real lemma, terdapat ˜X = ⎡ ⎣ X1 X12 X12 X2⎦ > 0 sehingga ˜ X(AC+ BCR−1DC∗CC) + (AC+ BCR−1D∗CCC)∗X + ˜˜ XBCR−1BC∗X + C˜ C∗R˜−1CC < 0. (2.66) ˜ X + ˜XBcR−1Bc∗X + C˜ c∗R˜−1Cc < 0. (2.67)

Setelah melalui beberapa manipulasi aljabar, diperoleh X1A + A∗X1+ X1B1B1∗X12+ C1∗C1− γ2C2∗C2 + X1B1D + X˜ 12B + γ˜ 2C2 γ2I− ˜D∗D˜ −1 X1B1D + X˜ 12B + γ˜ 2C2 < 0,

(33)

yang mengakibatkan bahwa

X1A + A∗X1+ X1B1B1∗X1!γ2+ C1∗C1− γ2C2∗C2 < 0. Dilain pihak, misalkan

˜

Y = γ2X˜−1, dan partisi ˜Y sebagai

˜ Y = ⎡ ⎣ Y1 Y12 Y12 Y2⎦ > 0, maka  Ac+ BcR−1Dc∗Cc  ˜ Y + ˜Y Ac+ BcR−1D∗cCc  + ˜Y Cc∗R˜−1CcY + B˜ cR−1Bc∗ < 0. Ini memberikan AY1+ Y1A∗+ B1B1∗X1− γ2B2B2∗+ Y1C1∗C1Y12 + Y1C1∗D˜∗+ Y12C˜∗+ γ2B2 γ2I− ˜D ˜D∗ −1 Y1C1∗D˜∗+ Y12C˜∗+ γ2B2 < 0,

yang mengakibatkan bahwa

AY1+ Y1A∗+ B1B1∗X1− γ2B2B2∗+ Y1C1∗C1Y1!γ2 < 0.

Berdasarkan lemma 2.7, diberikan X1 > 0 dan Y1 > 0 terdapat X12 dan X2 sehingga ˜ Y = γ2X˜−1 atauY˜ " γ = ˜ X" γ −1 : ⎡ ⎣ X1 In In Y1⎦ ≥ 0, rank ⎡ ⎣ X1 In In Y1⎦ ≤ n + r.

Untuk menunjukkan pertidaksamaan pada lemma terakhir termasuk eksistensi dari solusi stabil persamaan Riccati X dan Y, kita memerlukan teorema berikut.

Teorema 2.4 Misalkan R≥ 0 dan andaikan (A, R) terkontrol dan terdapat X = X∗

sehingga

ϑ (X) = XA + A∗X + XRX + Q < 0,

maka terdapat solusi X+ > X untuk persamaan Riccati X+A + A∗X++ X+RX++ Q < 0,

(34)

sehingga A + RX+ antistabil.

Bukti: Misalkan R = BB untuk suatu B. Perhatikan bahwa (A, R) terkontrol jika dan hanya jika (A, B) terkontrol. Misalkan X sedemikian sehingga ϑ (X) < 0. Karena (A, B) terkontrol maka terdapat F0 sehingga

A0 = A− BF0

antistabil. Misalkan X0 = X0 adalah solusi tunggal untuk persamaan Lyapunov X0A0+ A∗0X0− F0∗F0 + Q = 0.

Definisikan bahwa

ˆ

F0 = F0 + B∗X, maka kita mempunyai persamaan berikut:

(X0 − X) A0 + A∗0(X0− X) = ˆF0∗− ϑ (X) > 0.

Karena A0 antistabil, ini mengakibatkan X0 > X. Kita mulai dengan X0 definisikan barisan tak turun matriks Hermitian{Xi}. Berkaitan dengan {Xi}, kita definisikan

juga barisan matriks antistabil {Ai}dan barisan matriks {Fi}. Asumsikan secara

induktif bahwa kita telah mendefinisikan matriks {Xi}, {Ai}, dan {Fi} untuk i

sampai n− 1 sehingga Xi Hermitian dan

X0 ≥ X1 ≥ ... ≥ Xn−1 ≥ X,

Ai = A− BFi antistabil, i = 0, 1, ..., n− 1;

Fi =−B∗Xi−1, i = 0, 1, ..., n− 1;

XiAi+ A∗iXi = Fi∗Fi− Q, i = 0, 1, ..., n − 1. (2.68)

Selanjutnya, kita perkenalkan

Fn=−B∗Xn−1,

(35)

Pertama kita tunjukkan bahwa An antistabil. Gunakan persamaan (2.68) dengan i = n− 1, kita peroleh Xn−1An+ A∗nXn−1+ Q− Fn∗Fn− (Fn− Fn−1)∗(Fn− Fn−1) = 0. (2.69) Misalkan ˆ Fn = Fn+ B∗X, maka (Xn−1− X) An+ A∗n(Xn−1− X) = −ϑ (X) + ˆFn∗Fˆn+ (Fn− Fn−1)∗(Fn− Fn−1) > 0, (2.70) ini mengakibatkan bahwa An antistabil menurut teorema Lyapunov karena Xn−1−

X > 0. Sekarang kita perkenalkan Xn sebagai solusi tunggal dari persamaan

Lya-punov:

XnAn+ A∗nXn= Fn∗Fn− Q, (2.71)

maka Xn Hermitian. Selanjutnya, kita mempunyai

(Xn−1− X) An+ A∗n(Xn−1− X) = −ϑ (X) + ˆFn∗Fˆn > 0,

dan dengan menggunakan persamaan (2.69),

(Xn−1− X) An+ A∗n(Xn−1− X) = (Fn− Fn−1)∗(Fn− Fn−1) > 0.

Karena An antistabil maka

Xn−1 ≥ Xn> X.

Kita mempunyai barisan tak turun{Xi}, dan barisan terbatas dibawah oleh Xi > X.

Oleh karena itu, limit

X+ = lim

n→∞Xn

ada dan Hermitian dan kita mempunyai X+ > X. Kita ambil limit n → ∞ pada persamaan (2.69), kita peroleh ϑ (X+) = 0. Jadi, X+ adalah solusi dari persamaan (2.65). Perlu dicatat bahwa X+− X ≥ 0 dan

(36)

Jadi, X+− X > 0 dan A+= A + RX+ stabil.

Bukti (Teorema 2.1):

(⇒)

1. KarenaTzw < γ maka berdasarkan Bounded Real Lemma H∞∈ dom(Ric).

Selanjutnya dengan menggunakan lemma 2.6 bagian (1), kita peroleh bahwa terdapat Y1 > 0 sehingga

AY1+ Y1A∗+ Y1C1C1∗Y12+ B1∗B1− γ2B2∗B2 < 0.

Dengan menggunakan Teorema (2.2) dapat disimpulkan bahwa terdapat Y > Y1 > 0 sehingga

AY + Y A∗+ Y C1C1∗Y /γ2+ B1∗B1 − γ2B2∗B2 = 0 (2.73) dan A∗ + C1∗C1Y /γ2 antistabil. Misalkan X = γ2Y−1, karena Y > 0 maka X > 0. Kalikan persamaan (2.72) dengan Y−1 dari kanan dan dengan X dari kiri, maka diperoleh

XA + A∗X+ X B1B1! γ2− B2B2 X+ C1∗C1 = 0. (2.74) Persamaan (2.74) dapat dituliskan sebagai

XA + X B1B1! γ2− B2B2 X =−A∗X− C1∗C1X−1X. (2.75) Kalikan persamaan (2.75) dengan X−1, diperoleh

A + B1B1! γ2− B2B∗2 X=−X−1A∗X− X−1C1∗C1X−1X. (2.76) Karena X > 0 maka X−1 > 0 sedangkan A∗ + C1∗C1Y/γ2 antistabil, maka −X−1 A∗ + C1∗C1Y/γ2 X < 0. Jadi, A + B1B12− B 2B2 X stabil. 2. Dengan cara yang sama pada bagian (1) diperoleh bahwa H ∈ dom (Ric)

dan berdasarkan lemma 2.6 bagian (2) dan teorema 2.4 dapat disimpulkan bahwa terdapat X > X1 > 0 sehingga

(37)

dan A∗+ B1∗B1X/γ2 antistabil. Misalkan Y = γ2X−1, kita peroleh AY+ YA∗+ Y C1∗C1! γ2− C2C2 Y+ B1B1 = 0 (2.77) dan A + C1∗C12− C 2C2

Y stabil. Jadi, Y= Ric (H) > 0. 3. Berdasarkan Lemma (2.6) bagian (3) diperoleh

⎡ ⎣ γY∞−1 In In γX−1 ⎤ ⎦ = ⎡ ⎣ X/γ In In Y /γ⎦ > ⎡ ⎣ X/γ In In Y1⎦ ≥ 0 Karena ⎡ ⎣ γY∞−1 In In γX−1⎦ > 0 dan γY−1

> 0 maka berdasarkan Schur Complement

kita peroleh γY−1− Inγ−1X∞In > 0 atau ρ(X∞Y∞) < γ2.

(⇐)

Untuk melengkapi bukti, kita hanya perlu menunjukkan bahwa pengontrol Ksub(s)

yang diberikan pada Teorema 2.1 mengakibatkan Tzw< γ. Perhatikan fungsi

transfer lup tertutup dari w ke z (dengan Ksub diberikan),

Tzw = ⎡ ⎢ ⎢ ⎢ ⎣ A B2F B1 −Z∞L∞C2 Aˆ −Z∞L∞D21 C1 D12F 0 ⎤ ⎥ ⎥ ⎥ ⎦=: ⎡ ⎣ AC BC CC DC⎦ . Definisikan P = ⎡ ⎣ γ2Y∞−1 −γ2Y∞−1Z∞−1 γ2(Z ) Y−1 γ2Y−1Z−1⎦ , maka P >0 dan P AC+ A∗CP + P BCBC∗P/γ2 = 0. Selain itu, AC + BCBC∗P/γ2 = ⎡ ⎣ A + B1B1∗Y∞−1 B2F∞− B1B1∗Y∞−1Z∞−1 0 A + B1B1∗X2+ B2F ⎤ ⎦

(38)

tidak mempunyai nilai eigen pada sumbu imajiner karena A + B1B1∗X∞2+ B2F stabil dan A+B1B1∗Y−1 antistabil. Berdasarkan Bounded Real Lemma Tzw< γ.

Teorema (2.3) di atas menunjukkan bahwa pengontrol suboptimal Hoptimal dan tunggal.

Gambar

Gambar 2.1: Diagram blok sistem dinamika linier Matriks transfer dari u(t) ke y(t) didefinisikan sebagai
Gambar 2.2: Fungsi Loop Tertutup dalam bentuk: G(s) = ⎡⎢⎢ ⎢ ⎣ A B 1 B 2C10D 12 C 2 D 21 0 ⎤⎥⎥⎥⎦ = ⎡⎣ G 11 (s) G 12 (s)G21(s) G22(s) ⎤ ⎦ ,

Referensi

Dokumen terkait

Berikut ini akan dijelaskan teori-teori mengenai konsep kualitas pelayanan yang mempengaruhi kepuasan pelanggan, faktor–faktor yang menunjang kepuasaan pelanggan, level

Desain suatu eksperimen bertujuan untuk memperoleh atau mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang diperlukan dalam melakukan penelitian persoalan yang akan dibahas..

Contoh pada Gambar 2.1, yaitu berapa langkah yang dibutuhkan dari au(u = segmen, a = karakter di sebelah kiri u) ke cu yang mempunyai segmen u pada pattern dengan karakter

Jika tidak terjadi kesalahan pada waktu pemanggilan fungsi ini, maka fungsi ini akan mengembalikan jumlah byte yang telah dikirimkan, yang mana besarnya dapat kurang dari angka

Shuudan Shikou sebagai kerangka berpikir orang Jepang terhadap kerja kelompok yang didasari atas kesadaraan yang tinggi terhadap kepentingan berkelompok dalam suatu

Penelitian Warami menggunakan teori ekolinguistik yang dipertegas dengan memaparkan (1) prinsip dasar ekolinguistik yang terdiri atas tiga komponen, yaitu ideologi,