• Tidak ada hasil yang ditemukan

GUGATAN HARTA BERSAMA (TELAAH SEMA NOMOR 3 TAHUN 2018)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GUGATAN HARTA BERSAMA (TELAAH SEMA NOMOR 3 TAHUN 2018)"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1 Khoiri

STAIN Bengkalis

Email: rie_khay@yahoo.com Abstract

A common treasure is something that is acquired during a marriage. In the event of a divorce, each husband and wife is entitled to a fraction of the common property as long as there is no other provision in the marriage covenant. SEMA) number 3 in 2018 states: "a mutual property lawsuit still pledged as a guarantee of a debt or that object carries a title dispute over a second transaction and beyond, a lawsuit should be found unacceptable. The study is aimed to analyze the SEMA. This study aims to analyze the SEMA. This research is a library research with primary legal materials, namely SEMA Number 3 in 2018, while secondary legal materials are books, journals, articles related to collective assets. After that, the data were analyzed using descriptions and content analysis methods. The result of the study is concluded that no one should be hurt, as the principle, mutual property and mutual debt will be created during marriage and mutual responsibility, there will need to be a revision and an addition to the KHI chapter and with the removal of the common property lawsuit that has been honored and is therefore in harmony with the rule: "Avoiding the harm comes before taking advantage."

Key Words: Lawsuit, Acommon Treasure, Sema No. 3 year 2018 Abstrak

Harta bersama merupakan harta yang didapat selama ikatan pernikahan. Apabila terjadi perpisahan maka masing-masing dari pasangan suami-istri berhak separuh dari harta gono-gini tersebut selama tidak ditentukan lain dalam sebuah kesepakatan perkawinan. SEMA nomor 3 tahun 2018 menyebutkan: "tuntutan atau gugatan terhadap harta bersama yang objek sengketannya masih digadikan (agunkan) sebagai sebuah jaminan utang/objek tersebut mengandung perselisihan kepemilikan akibat dari perbuatan transaksi suami-istri dan seterusnya, maka gugatan atas objek tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis SEMA tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan dengan bahan hukum priemer yaitu SEMA Nomor 3 tahun 2018 sementara bahan hukum skundernya yaitu buku, jurnal, artikel yang berhubungan dengan harta bersama. Setelah itu data dianalisis dengan metode diskripsi dan conten analisis. Hasil penelitian disimpulkan SEMA tersebut menginginkan jangan sampai ada pihak lain yang dirugikan, pada prinsipnya harta bersama dan hutang bersama diperoleh selama ikatan perkawinan dan menjadi tanggungjawab bersama, perlu ada revisi dan penambahan pasal KHI dan dengan ditolaknya gugatan harta bersama yang objek sengketannya masih diagunkan dan objek tersebut mengandung sengketa dan seterusnya sudah sejalan dengan

(2)
(3)

63 kaidah: "Menghindari kemudharatan harus didahulukan dari pada mengambil manfaat. "

Kata Kunci: Gugatan, Harta Bersama, Sema No. 3 tahun 2018 Pendahuluan

Disebutkan dalam literatur kitab fiqih klasik, yang disebut dengan harta bersama yaitu harta kekayaan yang didapatkan oleh pasangan suami dan istri selama keduana diikati oleh sebuah tali pernikahan, atau dengan istilah lain dijelaskan bahwa harta gono-gini merupakan harta yang diperoleh dengan cara

syirkah antara pasangan suami-istri yang menyebabkan terjadi perkumpulan

terhadap harta yang satu dengan harta yang lain dan tidak bisa di pisahkan atau dibeda-bedakan lagi.1

Sementara itu dalam aturan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang direvisi dengan Undang-Undang Nomor 116 tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan yang intinya bahwa harta bersama/harta gono-gini adalah harta yang didapat selama ikatan pernikahan.2

Menurut Abdul Manan, sebagaimana berdasarkan putusan Mahkamah Agung tanggal 9 Desember 1959 Nomor: 424K/STP/1959 dalam putusan tersebut dijelaskan bahwa: "Menurut yurisprudensi Mahakamah Agung dalam hal terjadi perceraian barang gono-gini harus dibagi antara suami dan istri dengan masing-masing mendapat separuh bagian".3

Hal ini sejalan dengan ketentuan KHI (Kompilasi Hukum Islam) pasal 97, apabila terjadi perceraian maka dari masing-masing dari pasangan suami-istri berhak mendapatkan separuh dari harta bersama tersebut selama tidak ada ditentukan lain dalam sebuah perjanjian (kesepakatan) dalam perkawinan. Artinya, harta gono-gini yang didapat sepanjang ikatan pernikahan ketika terjadi perpisahan (perceraian) dikemudian hari, maka harta tersebut harus dibagi dua antara pasangan bekas suami dan istri.4

1 Abdul Manan, Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana,

2006), Cet. II, hlm. 109

2 Mahkamah Agung RI Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Peradila Agama, (Jakarta: Dirjen Badilag, 2010), hlm.. 71

3 Abdul Manan, Op., Cit., hlm. 129

4 Mahkamah Agung RI, Instruksi Presiden RI Nomor 01 Tahun 1991 Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Proyek Penyuluhan

(4)

Khoiri, Gugatan Harta Bersama (Telaah SEMA Nomor 3 Tahun 2018)

64

Menarik untuk diteliti disini adalah SEMA Nomor 3 tahun 2018 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2018 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan disebutkan bahwa: "tuntutan atau gugatan terhadap harta bersama yang objek sengketannya masih digadikan (agunkan) sebagai sebuah jaminan utang/objek tersebut mengandung perselisihan kepemilikan akibat dari perbuatan transaksi suami-istri dan seterusnya, maka gugatan atas objek tersebut harus dinyatakan tidak dapat diterima.5

Metodologi

Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan atau disebut dengan library

research), yaitu suatu pembahasan yang menggunakan sumber rujukan kepustakaan

dengan metode mempelajari buku, kitab, putusan, ataupun informasi lainnya yang ada relevansi atau hubungan dengan lingkup pembahasaan6.

Bahan hukum primer dalam peneltian ini adalah SEMA Nomor 3 tahun 2018 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2018 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan. Semena itu bahan hukum skundernya adalah berbentuk buku, jurnal, artikel, kamus yang berhubungan dengan pembahasan.

Data dianalisis dengan metode diskripsi yaitu sebuah metode penulisan dengan cara memaparkan/mendeskripsikan sebuah realitas fenomena seperti mana adanya yang dipilih atau diambil dari persepsi subyek7. Setelah itu dengan metode conten analisis yakni sebuah cara yang di pakai untuk mengidentifikasi, mempelajari dan setelah itu melakukan sebuah analisis kepada apa yang akan diselidiki 8.

Telaah Kepustakaan

5 SEMA Nomor 3 tahun 2018 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno

Kamar Mahkamah Agung Tahun 2018 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan, Bagian III (A) 4

6 Bambang Sugono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Gravindo

Persada, 2009), hlm. 184

7 Seojono dan Abdurrahman, Metode Penelitian (Suatu Pengantar dan Penerapan),

(Jakarta: Rieneka Cipta,1999), hlm. 23

8 Noeng Muhaadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin,

(5)

65 Menurut Idris Ramulyo harta bersama disebut juga dengan istilah harta gono-gini merupakan harta yang didapatkan secara bersama-sama antara pasangan suami/istri karena berkat usahanya, baik kedunya mendapatkan secara bersama-sama ataupun hanya sang suami yang bekerja mencarinya sementara istrinya hanya mengurus rumah tangga serta memelihara anak-anak di rumah. Pada prinsipnya ialah sekali pasangan suami-istri terikat dalam kontrak atau perjanjian pernikahan sebagai suami-istri, maka kesemuanya menjadi bersatu baik hartanya maupun anak-anak.9

Dalam aturan KUH Perdata Pasal 119, dijelaskan bahwa yang maksud dengan harta bersama yaitu harta yang awal saat dimulainya pernikahan, maka menurut aturan hukum terbentuk harta bersama antara suami dan istri, selama terhadap hal itu tidak diadakan sebuah ketentuan-ketentuan lain dalam sebuah kontrak perkawinan. Harta bersama itu, selama ikatan perkawinan berlangsung, tidak boleh dihilangkan atau diubah dengan sebuah persetujuan antara suami istri.10

Sementara itu menurut Subekti menjelaskan bahwa yang termasuk kedalam harta bersama adalah semua jenis kekayaan yang didapat selama berjalannya sebuah ikatan perkawinan, dengan perbuatan suami-istri secara bersama. Namun tidak usah atau perlu dibuktikan mengenai masing-masing barang kekayaan berapa sahamnya suami-istri dalam memperolehnya, karena semua harta atau kekayaan yang didapat ketika waktu perkawinan dianggap sebagai harta gono-gini.11

Harta benda dalam sebuah ikatan perkawinan dibagi menjadi tiga jenis yaitu sebagai berikut:

1. Harta bersama adalah harta benda apa saja yang dihasilkan atau didapatkan secara bersama-sama oleh pasangan suami-istri selama dalam waktu/tempo ikatan pernikahan, kecuali yang mereka dapat/peroleh sebagai sebuah warisan ataupun pemberian khusus bagi salah seorang diantara suami-istri12 2. Harta bawaan merupakan harta atau benda yang sudah dimiliki oleh masing-

masing pasangan suami-istri yang didapat sebelum mereka berdua

9 M. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan Agama dan Zakat Menurut Hukum Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm. 34.

10R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), (Jakarta: Pradnya Paramita, 2003), hlm.. 80

11 R. Subekti, Hukum Adat Indonesia Dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung,

(Bandung: PT Alumni, 2013), Cet. 5, hlm.. 58.

12 Ismuha, Pencaharian Bersama Suami Isteri di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang,

(6)

Khoiri, Gugatan Harta Bersama (Telaah SEMA Nomor 3 Tahun 2018)

66

melaksanakan pernikahan, baik yang didapat berasal dari sebuah warisan, hadiah, hibah atau usaha sumai-istri masing-msing. Harta bawaan semacam ini bukan termasuk dalam kritria harta bersama.13

3. Harta perolehan merupakan harta atau benda yang hanya dimiliki secara perorangan oleh masing-masing pasangan suami/istri setelah terjadinya sebuah ikatan pernikahan.14 Harta jenis ini didapat bukan berasal dari usaha mereka berdua baik seorang atau bersama-sama, tetapi merupakan sebuah hibah, hadiah atau warisan masing-masing pasangan suami-istri.

Namun tatkala sebelum terjadi pernikahan sudah dibentuk semacam perjanjian nikah yang maksudnya memisahkan terhadap seluruh dari harta yang termasuk bawaan dan harta yang didapat antara pasangan suami dan istri tersebut, maka ketika terjadi perpisahan, masing-masing dari suami/istri tersebut hanya mendapatkan harta yang terdaftar atas nama mereka masing-masing. Karena tidak dikenal dengan istilah harta bersama atau awamnya "harta gono gini". Dengan demikian, dalam sebuah permasalahan tersebut, suami tidak meiliki hak atas deviden dari usaha tersebut, termasuklah juga terhadap harta lain yang menjadi hak milik sang istri, begitu juga berlaku sebaliknya.15

Namun, tatkala di antara pasngan suami istri belom pernah dibuat sebuah kesepakatan kawin, maka berdasarkan ketentuan Pasal 119 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang dumulai sejak pernikahan terjadi, maka demi hukum terbentuklah percampuran terhadap harta di antara sumai-istri (jika perkawinan dilakukan sebelum berlakunya UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan). Maka akibat hukumnya nya terhadap harta milik istri menjadi harta milik suami, demikian pula sebaliknya. Inilah yang dimaksud sebagai istilah harta bersama. Maka terhadap harta bersama, jika terjadi sebuah perceraian, maka harus dibagi dua atau sama rata antara suami dan istri. Pembagian terhadap harta bersama tersebut mencakup segala keuntungan dan kerugian yang didapatkan dari usaha maupun upaya yang dilakukan oleh pasangan suami/istri tersebut selama mereka masih terikat dalam tali perkawinan.16

Sedikit agak berbeda dengan sebuah pengaturan sebelum berlakunya Undang-Undang Perkawinan, namun setelah berlakunya Undang-Undang tersebut, terhadap harta bersama dalam sebuah ikatan perkawinan diatur

13Happy Susanto, Pembagian Harta Gono-Gini Saat Terjadinya Perceraian,

(Jakarta,Visi Media, 2008), hlm. 13

14 Ibid., hlm. 15

15 Irma Devita Purnama Sari, Pembagian Harta Bersama Jika Terjadi Perceraian,

(Dalam Klinik Hukum Online.com, Diakses pada tanggal 28 Januari 2021, Pukul 11.00 Wib).

(7)

67 dalam ketentuan Pasal 35 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Perkawinan. Adapun yang menjadi sebuah berbeda yaitu bagian dari harta yang mana yang dikategorikan harta bersama. Dalam ketentuan KUHPerdata, semua bentuk harta yang dimiliki suami dan istri akan menjadi harta bersama. Dalam Undang-Undang Perkawinan, yang menjadi gono-gini adalah harta benda yang didapat selama ikatan perkawinan, sementara harta yang diperoleh sebelum ikatan perkawinan menjadi kategori harta bawaan dari masing-masing pasangan suami dan istri. Harta gono-gini dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai sebuah hadiah atau warisan berada di bawah penguasaan masing-masig pasangan sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Oleh sebab itu dalam ketentuan yang terdapat pada Pasal 37 Undang-Undang Perkawinan, jika investasi (harta) tersebut diperoleh dalam masa pernikahan, maka harta tersebut menjadi harta bersama dimana harta tersebut harus dibagi adil antara pasangan suami dan istri dalam hal ketika terjadi sebuah perceraian.17

Hasil Penelitian Dan Pembahasan

Dalam berbagai aturan yang berlaku terkhusus Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang kesemunya merupakan aturan yang menjadi rujukan para Hakim dalam memutus sebuah perkara di Pengadilan Agama yang berhubungan salah satunya dengan kompetensi absolut yaitu pembagian harta bersama. Intinya dalam muatan aturan tersebut seperti tertuang dalam pasal 37 Undang-Undang Perkawinan, jika terjadi permasalahan yang menyangkut harta bersama antara suami-istri maka harta tersebut dibagi separoh atau dibagi dua antara pasangan suami dan istri (janda/duda).

Namun dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) nomor 3 tahun 2018 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2018 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan disebutkan bahwa intinya jika terjadi gugatan harta bersama Hakim tidak serta merta langsung mengabulkan permohonan pemohon tetapi sebaliknya bisa menolak atau tidak dapat diterima. Dalam surat edaran tersebut membuat dua alasan yaitu objek yang menjadi sengketa masih diagunkan sebagai jaminan hutang dan obejek tersebut mengandung sengketa kepemilikan akibat transaksi keduanya dan seterusnya.

Penulis melihat ada beberapa catatan penting dari Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) nomor 3 tahun 2018 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil

(8)

Khoiri, Gugatan Harta Bersama (Telaah SEMA Nomor 3 Tahun 2018)

68

Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2018 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan yaitu sebagai berikut:

1. SEMA tersebut menginginkan jangan sampai ada pihak lain yang dirugikan. Maksudnya jangan sampai dengan dikabulkan permohonan gugatan terhadap harta bersama di Pengadilan Agama, ada pihak lain yang dirugikan. Sebagai contoh ketika dalam ikatan pernikahan pasangan suami-istri meminjam uang di bank dengan menggadaikan sertifikat rumah. Namun seiring berjalannya waktu dan pembayaran hutang belum selesai di bank, pasangan suami-istri tersebut berpisah/bercerai dan setelah perceraian terjadi perselisihan terhadap pembagian harta bersama. Karena tidak selesai dengan cara kekeluargaan ujung-ujungnya mereka mengajukan permasalahan ini ke Pengadilan Agama. Umpama Majelis Hakim Pengadilan Agama menerima gugatan salah satu pihak dan terjadi pembagian harta bersama berdasarkan putusan pengadilan. Harta gono-gini tersebut kemudian dibagikan, setelah dibagikan terkadang ada pasangan suami-istri yang sudah bercerai tersebut langsung menjual pembagian harta bersama kepada orang lain meskipun tanpa ada surat. Maka pihak ketiga dalam hal ini bank akan kewalahan untuk melakukan sita terhadap barang anggunan hutang suami-istri jika terjadi penunggakan atau macet dalam pembayaran disebabkan objeknya sudah dijual. Kebanyakan kasus setelah terjadi perceraian antara suami dan istri mereka saling lepas tanggungjawab dan lempar tangan terhadap siapa yang akan meneruskan pembayaran hutang di bank tersebut. Namun jika gugatan ini ditolak oleh Pengadilan, harta bersama tersebut belom dibagikan (masih ada) dan terjadi penunggakan hutang, maka pihak bank akan sangat mudah menyita dan melelang harta bersama suami istri tersebut yang dijadikan jaminan hutang di bank. Jika harta bersama tersebut sudah dijual ke pihak lain dan saling mengklaim kepemilikan kemudian pihak bank mengajukan gugatan dan menggugat pihak lain tersebut dan umpama Putusan Pengadilan memenangkan pihak bank karena punya Sertifikat Hak Milik (SHM), maka akan ada pihak lain lagi yang dirugikan selain pihak bank. Maka ketika terjadi sebuah permasalahan seperti ini bisa kita istilahkan dengan ingin menegakkan sebuah keadilan, namun harus mengorbankan orang lain. Hal seperti ini lah yang tidak diinginkan dari SEMA tersebut; 2. Pada prinsipnya harta bersama adalah harta yang diperoleh selama ikatan

perkawinan dan hutang bersama adalah hutang yang diperoleh selama ikatan perkawinan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 93 ayat (2) yang berbunyi: "Pertanggungjaawaban terhadap hutang yang dilakukan untuk kepentingan

(9)

69 keluarga, dibebankan kepada harta bersama". Maka, selama hutang bersama belum selesai meskipun mereka sudah bercerai dan tidak dalam ikatan pernikahan lagi itu tetap menjadi hutang bersama pasangan suami-istri tersebut. Jangan sampai hutang bersama, setelah terjadi perceraian hanya mantan suami yang membayar dan melunasinya atau sebaliknya hutang tersebut dibebankan kepada mantan istrinya untuk membayar dan melunasinya. Maka solusi terbaik adalah harta bersama yang diperoleh selama perkawinan tersebut dijual, kemudian dilunasi pinjaman di bank sisanya baru dibagi bersama. Atau alternatif lain yaitu selesiakan dulu hutang bersama dengan cara bayar bersama setiap bulannya, setelah selesai semua hutang di bank baru di bagi harta bersama tersebut;

3. Seharusnya ada revisi dan penambahan pasal terhadap Kompilasi Hukum Islam yang selama ini hanya sampai pasal 97 menjadi pasal 97 sampai ayat (2). Pasal 97: "Janda atau duda cerai masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan ". Menajdi pasal 97 ayat (1): "Janda atau duda cerai masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan ". Ayat (2) “Gugatan harta bersama yang objek sengketannya masih diagunkan sebagai jaminan utang atau objek tersebut mengandung sengketa kepemilikan akibat transaksi kedua dan seterusnya, maka gugatan atas objek tersebut tidak bisa diajukan“. Bisa juga Mahkamah Agung melalui surat edarannya mensosialisasikan kepada pengdilan yang ada di bawahnya, namun yang namanya sosialisasi biasanya ada yang tidak sampai kepada sasaran yang diinginkan. Hal ini bisa disebabkan akses atau lokasi yang jauh dan susah atau para pihak yang tidak berada di tempat (hadir) atau tidak menerimanya ketika surat ini diedarkan dan banyak lasan lain berdasarkan pengalaman-pengalaman yang sudah ada;

4. Dengan ditolaknya terhadap gugatan harta bersama dimana terhadap objek yang menjadi sengketa masih dalam proses diagunkan karena menjadi sebuah jaminan terhadap utang atau objek yang menjadi sengketa mengandung sengketa kepemilikan yang disebabkan oleh transaksi suami-istri dan seterusnya, maka Surat Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) nomor 3 tahun 2018 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2018 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan sudah sejalan dengan kaidah fikih:

ِحِلاَصَمْلا ِبْلَج َىلَع ُمّدَقُم ِدِساَفَمْلا ُعْفَد

(10)

Khoiri, Gugatan Harta Bersama (Telaah SEMA Nomor 3 Tahun 2018)

70

Maksudnya: "Menghindari kemudharatan harus didahulukan dari pada mengambil manfaat. "

Penjelasan dari kaidah ini ialah jika terjadi berbenturan dua hal yaitu menghilangkan terhadap sebuah kemudharatan terhadap sesuatu yang mendatangkan sebuah kemaslahatan maka terhadap hal tersebut harus didahulukan yaitu menghilangkan sebuah kemudharatan. Maksudnya seperti ini, ketika harta bersama suami istri sudah dibagikan, maka masing-masing mereka bebas untuk mengunakan harta tersebut untuk keperluan apa saja, karena hak mereka sudah dibagikan dan itu adalah sebuah kebaikan atau maslahat. Namun perlu diingat, dengan dibagikannya harta bersama dari masing-masing suami istri tersebut ada pihak lain yang dirugikan atau akan timbul mudarat terhadap pihak ketiga, masa harta yang masih dijaminkan haus dibagi. Maka, dalam kasus seperti ini menunda pembagian harta bersama sampai masa jaminan selesai lebih didahulukan daripada membagikan harta bersama terhadap suami istri. Kecuali kalau madharat itu lebih kecil dibandingkan dengan maslahat yang akan ditimbulkan. Namun, Penulis melihat bawah kemudoratan yang ditimbulkan dari dikabulkannya permohonan gugatan harta bersama yang objek sengketannya masih diagunkan sebagai jaminan utang atau objek tersebut mengandung sengketa kepemilikan akibat transaksi kedua dan seterusnya lebih besar dari

kemaslahatan yaitu merugikan pihak ketiga dan seterusnya dari pada

menguntungkan suami istri. Kesimpulan

Kesimpulan dari Penelitian yang berjudul Harta Bersama (Telaah Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018) yaitu sebagai berikut: SEMA tersebut menginginkan jangan sampai ada pihak lain yang dirugikan, Pada prinsipnya harta bersama adalah harta yang diperoleh selama ikatan perkawinan dan hutang bersama adalah hutang yang diperoleh selama ikatan perkawinan dan menjadi tanggungjawab bersama, Seharusnya ada revisi dan penambahan pasal terhadap Kompilasi Hukum Islam yang selama ini hanya sampai pasal 97 menjadi pasal 97 sampai ayat (2) dan; Dengan ditolaknya gugatan harta bersama yang objek sengketannya masih diagunkan sebagai jaminan utang atau objek tersebut mengandung sengketa kepemilikan akibat transaksi kedua dan seterusnya sudah sejalan dengan kaidah: "Menghindari kemudharatan harus didahulukan dari pada mengambil manfaat. "

(11)

71 Daftar Pustaka

Abdul Manan, Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta, Kencana, 2006), Cet. II.

Bambang sugono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja Gravindo Persada, 2009).

Happy Susanto, Pembagian Harta Gono-Gini Saat Terjadinya Perceraian, (Jakarta,Visi Media, 2008).

Irma Devita Purnama Sari, Pembagian Harta Bersama Jika Terjadi Perceraian, (Dalam Klinik Hukum Online.com, Diakses pada tanggal 28 Januari 2021, Pukul 11.00 Wib).

Ismuha, Pencaharian Bersama Suami Isteri di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), Cet. Ke 2.

M. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan

Agama dan Zakat Menurut Hukum Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006).

Mahkamah Agung Republik Indonesia, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan

Tentang Peradila Agama, (Jakarta: Direktorat Jenderal Badilag, 2010).

Mahkamah Agung Republik Indonesia, Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor

01 Tahun 1991 Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Direktorat Jendeal

Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Proyek Penyuluhan Hukum Agama, 1996).

Noeng Muhaadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1991). R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH

Perdata), Pradnya Paramita, Jakarta, 2003).

Seojono dan Abdurrahman, Metode Penelitian (Suatu Pengantar dan Penerapan), (Jakarta: Rieneka Cipta,1999).

Subekti, Hukum Adat Indonesia Dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung, (Bandung: PT Alumni, 2013), Cet. 5.

Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) nomor 3 tahun 2018 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2018 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan.

Referensi

Dokumen terkait

Cikutra Gg Sukapada 195/139 Bdg Padasuka Cibeunying Kidul Jasa Kop.. Katamso No.14 Cikutra Cibeunying Kidul

Hipertiroid adalah penyaakit yang disebabkan oleh penyakit Graves yaitu jenis masalah autoimun yang menyebabkan kelenjar tiroid untuk memproduksi

1.4 Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan pembahasan skripsi ini adalah untuk mengetahui bagaimana sifat polinomial permutasi pada modulo

Ide penyelesaian permasalahan tersebut untuk yang pengguna dan penyedia (PLN) adalah dengan melakukan manajemen energi, atau pengaturan penggunaan energi,

Pertama pemilihan obat di Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga Kota Pekanbaru ditentukan dari obat yang paling banyak dipakai, pola penyakit, pemakaian obat harian, data LPLPO,

Entrance UGD (Unit gawat darurat) di posisikan terpisah dengan entrance utama dikarenakan agar lebih efektif dan lebih mudah untuk melakukan penanganan gawat darurat.

Pada tahun 2010 Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 4 Tahun 2010 tentang Penempatan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke

 Upaya peningkatan akses pengadilan terhadap masyarakat miskin sesuai Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 10 Tahun 2010 tentang Pedoman Pemberian Bantuan