• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ANDALIMAN PADA FASE PERTUMBUHAN BAKTERI PATOGEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ANDALIMAN PADA FASE PERTUMBUHAN BAKTERI PATOGEN"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ANDALIMAN

PADA FASE PERTUMBUHAN BAKTERI PATOGEN

(Antibacterial Activity from Andaliman Extract During

Growth Phase of Pathogenic Bacteria)

Adolf Parhusip11

ABSTRACT

Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC) is one of the traditional spices from North-Sumatera. In this andaliman was extracted by maceration method using nonpolar, semipolar and polar solvent. The result show that the best yield and effi-ciency achieved using ethyl acatate, methanol and hexan. Growth phase contains of lag phase (1h),log phase (8 h) and stationary phase (16 h). Andaliman extracted using ethyl acatate has the highest inhibition activity toward B. creus, S. aureus and S. typhimurium with 50% concentration.

Key words: andaliman, extract, activity antibacterial

PENDAHULUAN

Dewasa ini tuntutan masyarakat terhadap kuantitas maupun kualitas bahan pangan semakin kritis. Masalah keamanan pangan menjadi penting seiring dengan semakin majunya tingkat pendidikan dan pengetahuan masyarakat tentang gizi, pangan, dan bahan tambahan makanan (BTM). Penggunaan pengawet kimia yang banyak menimbulkan efek samping dan merugikan konsumen telah mendorong industri pangan untuk mencari alternatif lain, seperti pengawet alami dari tanaman. Dengan semakin meningkatnya kebutuhan terhadap pangan olah minimal, para peneliti terus mencari komponen antimikroba alami yang dapat digunakan.

Andaliman (Zanthoxyllum acanthopodium DC) adalah salah satu jenis rem pah khas Sumatera Utara yang dimanfaatkan sebagai bumbu masakan tradisional gule arsik (gulai ikan tanpa santan) dan sangsang, naniura (sejenis makanan yang diolah dengan pengasaman selama 24 jam) (Hasairin 1994). Penggunaan andaliman semakin berkurang karena bergesernya pola makan dan gaya hidup masyarakat. Hal ini dapat mengakibatkan kepunahan jenis rempah andaliman. Oleh karena itu, manfaat lain dari andaliman perlu dicari sehingga lebih berguna bagi masyarakat dan memiliki nilai

' Dosen Tidak Tetap Jurusan Teknologi Pangan UPH

(2)

ekonomi yang lebih baik. Peneliti tertarik untuk mengembangkan potensi andaliman ini menjadi salah satu komoditi potensial sebagai bahan pangan sekaligus sumber pengawet pangan alami.

BAHAN DAN METODE Bahan

Biji andaliman sebagai rempah uji diperoleh dari Medan, Sumatera Utara dalam bentuk keringbeku. Rempah andaliman kering tersebut dihaluskan dengan blender untuk selanjutnya digunakan sebagai sampel dalam penelitian.

Bakteri uji yang digunakan ialah Staphylococcus aureus FNCC 0057, Salmo-nella typhimurium FNCC 0134, dan Bacillus cereus FNCC 0034 yang merupakan koleksi Pusat Antar Universitas Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Persiapan Bakteri Uji

Sebanyak satu ose bakteri dari stok agar miring diinokulasikan ke dalam media nutrien broth (NB) dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C. Sebanyak 0.1 ml kultur bakteri ditambahkan ke dalam 9.9 ml media nutrien broth diinkubasikan selama 24 jam pada suhu 37°C. Kultur bakteri uji (105 cfu/ml) digunakan dalam uji aktivitas

antimikroba ekstrak andaliman.

Metodologi Penelitian

1. Proses ekstraksi (Houghton dan Raman 1998)

Sampel biji andaliman keringbeku dihaluskan dan disaring dengan ukuran 40 mesh. Tepung disimpan dalam wadah plastik yang kedap udara, yang setiap saat dapat dipergunakan selanjutnya. Adapun penggunaan pelarut yang digunakan berdasarkan kekuatan polaritasnya, seperti disajikan pada Tabel 1.

Proses selanjutnya adalah ekstraksi senyawa-senyawa yang terkandung di dalam biji andaliman. Sebanyak 200 gram bubuk andaliman dimaserasi dengan 400 ml pelarut non polar (heksana), kemudian disonikator selama 15 menit dan akhirnya dishaker pada suhu 37°C selama 1 hari. Campuran ini kemudian disaring menggunakan kertas whatman, dan selanjutnya ampas bubuk andaliman tersebut dimaserasi kembali sebanyak 2 kali dengan perlakuan sama seperti diatas sedangkan filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan menggunakan evaporator pada suhu 45°C. Tahap ini dilakukan untuk menghilangkan lipid dan mendapatkan ekstrak nonpolaryang terkandung dalam andaliman. Ampas andaliman hasil penyaringan terakhir kemudian dikeringkan di dalam

(3)

oven pada suhu ± 40°C selama 24 jam. Perlakuan yang sama seperti diatas juga dilakukan pada ampas yang telah kering dengan pelarut semipolar dan polarsehingga diperoleh ekstrak semipolardan ekstrak polar.

Untuk menyempumakan hilangnya masing-masing sisa pelarut, ekstrak yang diperoleh ditiup dengan gas nitrogen. Masing-masing ekstrak disimpan dalam botol berwarna coklat berukuran 100 ml dan disimpan dalam refrigerator. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skema penelitian seperti yang disajikan pada Gambar 1.

Tabel 1. Penggunaan pelarut organik berdasarkan kekuatan polaritasnya

Polaritas Nonpolar Semipolar Polar Pelarut Heksana Etil asetat Metanol Kekuatan Pelarut 0.0 3.1 5.1

2. Penentuan fase pertumbuhan bakteri uji (Lin et a/. 2000)

Tahap ini bertujuan untuk menentukan fase lag, fase eksponensial, dan fase stasioner masing-masing bakteri. Bakteri yang digunakan adalah S. cereus, S. aureus, S. typhimurium. Penentuannya dilakukan dengan cara sebagai berikut: satu ose dari agar miring biakan murni NA diinokulasikan ke dalam 5 ml NB. Selanjutnya diinkubasi selama 24 jam. Kultur yang telah 24 jam diambil sebanyak 10 V*\ diinokulasikan kembali ke dalam 10 ml NB. Selanjutnya diinkubasi, dan diamati pada jam ke 0 sampai dengan 24 jam menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 600 nm. Setelah diketahui masing-masing fase pertumbuhan bakteri uji, maka setiap bakteri dilakukan penghitungan sel menggunakan alat hemasitometer.

3. Aktivitas bakterisidal ekstrak andaliman pada fase pertumbuhan bakteri uji (Lin era/. 2000)

Tahap ini bertujuan untuk mendapatkan ekstrak andaliman yang mempunyai aktivitas tertinggi terhadap bakteri uji pada masing-masing fase. Pengujian ini dilakukan berdasarkan atas kemampuan menghasilkan zona penghambatan berupa diameter penghambatan suatu zat antibakieri (dalam hal ini ekstrak andaliman) terhadap bakteri uji yang ditumbuhkan pada agar.

(4)

diulang

diulang

diulang

Andaliman

(cuci, seleksi, freeze drying) Diekstrak pelarut nonpolar

(heksana) Disonikator (15 menit)

V

Dishakersuhu 37 °C, 1 hari

Ampas

Diekstrak dengan semipolar (etil asetat)

Disonikator (15 menit)

Dishaker suhu 37°C, J hari

Ampas

•*• Diekstrak dengan polar ( metanol)

Disonikator (15 menit)

I

Dishaker suhu 3 7°C, 1 hari

Ampas Filtrat

V

Dipekatkan (45 °C) Ekstrak nonpolar

1

Filtrat Dipekatkan (45 °C) Ekstrak semipolar Filtrat Dipekatkan (45 °C) Ekstrak polar

Gambar 1. Diagram Alir Proses Ekstraksi Andaliman dengan Metode Maserasi

(5)

Persiapan untuk melakukan analisis, kultur bakteri yang akan diuji disegarkan terlebih dahulu seperti dikemukakan diatas. Medium NA steril dipersiapkan dan didinginkan sampai suhu 50°C. Ke dalam 20 ml NA steril tersebut diinokulasikan sebanyak 0,2% kultur segar dari media NB pada fase lag, fase log dan fase stasioner dengan konsentrasi 105 sel/ml. Kemudian media yang telah diinokulasikan tersebut

dibentuk menjadi agar cawan dengan ketebalan 4-5 mm dan pada agar yang membeku tersebut dibentuk sumur-sumur dengan diameter 6 mm dan kedalam sumur-sumur tersebut dimasukkan 60 pi larutan ekstrak dengan konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% dan kontrol yang tidak mengandung ekstrak andaliman (Garriga ef al. 1993).

Masing-masing agar cawan tersebut diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C. Data yang diperoleh adalah selisih diameter penghambatan sampel dengan diameter penghambatan kontrol. Pengukuran zona penghambatan pertumbuhan yang ditandai dengan adanya area bening yang menunjukkan tidak adanya pertumbuhan bakteri uji.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Rendemen dan Efisiensi Ekstraksi

Rendemen dan kadar air andaliman segar setelah freeze dry adalah 32.29% dan 67.71%. Efisiensi pelarut, rendemen dari andaliman segardan rendemen ekstrak yang dihasilkan dengan menggunakan metode maserasi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Efisiensi pelarut, rendemen dari andaliman segar dan rendemen ekstrak andaliman dengan metode maserasi

Jenis Pelarut Heksana Etilasetat Metanol Efisiensi pelarut (%) Ul. 1 88.85 99.15 97.95 Ul. 2 89.01 99.10 98.11 Rataan 88.93 99.12 98.03 Rendemen ekstrak andaliman segar (%) Ul. 1 8.52 8.14 5.52 Ul. 2 6.78 3.06 2.63 Rataan 7.65 5.60 4.07 Rendemen ekstrak bubuk andaliman (%) Ul. 1 4.60 4.39 2.98 Ul. 2 8.00 3.91 3.36 Rataan 6.30 4.15 3.17

Ekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut etil asetat yang paling efisien (99.12%) digunakan dalam mengekstrak komponen aktif andaliman yang bersifat semipolar, diikuti dengan metanol (98.03%) dan heksana (88.93%). Sedangkan rendemen ekstrak yang lebih tinggi dihasilkan dari buah segar adalah dengan menggunakan pelarut heksana (7.65%), etil asetat (5.60%) dan metanol (4.07%). Hal

(6)

ini dapat dijelaskan bahwa kandungan komponen aktif andaliman banyak mengandung senyawa nonpolar, semipolardan polar. Demikian juga rendemen ekstrak yang diperoleh dari bubuk andaliman mengikuti pola yang sama dengan rendemen ekstrak andaliman segar. Murhadi (2001) mengemukakan bahwa tahapan ekstraksi berpengaruh terhadap rendemen ekstrak heksana, ekstrak etil asetat dan ekstrak metanoi. Dikemukakan bahwa ekstraksi dengan metode maserasi dengan pelarut semipolar (etil asetat) dilakukan terlebih dahulu sebelum ekstraksi polar (metanoi) menghasilkan rendemen ekstrak etil asetat lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak metanoi.

Menurut Houghton dan Raman (1998), pelarut etil asetat (semipolar) sebagian besar meiarutkan senyawa-senyawa alkaloid, aglikon-aglikon, dan glikosida. Pelarut metanoi (polar) terutama dapat mengekstrak kelompok senyawa gula, asam-asam amino, glikosida dan juga dapat meiarutkan beberapa kelompok senyawa yang juga larut dalam petroleum eter, heksana, klorofom, etil asetat, etanol dan air dalam jumlah dan proporsi berbeda-beda. Rendemen ekstrak heksana lebih besar dari ekstrak etil asetat dan metanoi, terlebih jika ekstraksi heksana dilakukan lebih dahulu sebelum ekstraksi etil asetat dan metanoi.

Komponen-komponen alkaloid dalam jaringan tanaman dapat diekstrak melalui beberapa metode diantaranya dengan metode maserasi menggunakan aseton (Ramsewak et a/1999); metode homogenisasi menggunakan pelarut etanol (polar) dalam etil asetat (Holstege ef a/1995); dan metode soxhiet menggunakan metanoi diakhiri dengan ekstraksi menggunakan diklorometan (Brookeef a/. 1996).

2. Penentuan Fase Pertumbuhan Bakteri Uji

Hasil pengukuran absorbansi untuk menentukan fase pertumbuhan bakteri uji dapat dilihat pada Gambar 2. Maka dapat ditentukan fase pertumbuhan bakteri uji yang dianggap mewakili seperti disajikan Tabel 3.

Tabel 3. Penentuan fase pertumbuhan bakteri uji Bakteri Uji B. cereus S. aureus S. typhimurium Fase lag 1 jam 1 jam 1 jam Fase log 8 jam 8 jam 8 jam Fase stasioner 16 jam 16 jam 16 jam

(7)

Gambar 2. Kurva pertumbuhan bakteri uji

Informasi fase pertumbuhan ini akan digunakan sebagai acuan untuk pengujian selanjutnya, yaitu pengujian aktivitas antibakteh ekstrak nonpolar, semipolardan polar terhadap bakteri uji.

3. Aktivitas bakterisidal ekstrak andaliman pada fase pertumbuhan

Pengujian aktivitas antibakteri terhadap ekstrak nonpolar, semipolar dan polar andaliman terhadap sel vegetatif bertujuan untuk mengetahui potensi sifat antibakteri ekstrak andaliman. Pengujian dilakukan dengan metode difusi sumur dengan konsentrasi ekstrak uji 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% (w/w) dengan konsentrasi bakteri uji adalah 105 cfu/ml.

Pengujian ekstrak heksana pada beberapa konsentrasi terhadap bakteri uji tidak menunjukkan aktivitas. Hal ini kemungkinan disebabkan komponen aktif yang terdapat didalam andaliman tidak terekstrak sempurna. Kemungkinan lain juga disebabkan media agar yang bersifat polar tidak dapat berdifusi dengan baik terhadap ekstrak heksana sehingga menunjukkan tidak ada aktivitas bakteri uji.

(8)

|iaoT»»QS«llu»HStyprtnunuTlj

Gambar 3. Diameter penghambatan ekstrak etil asetat pada fase lag

Gambar 4. Diameter penghambatan ekstrak metanol pada fase lag

Pada fase lag (lama kontak dengan ekstrak 1 jam), ekstrak etil asetat untuk masing-masing konsentrasi uji menunjukkan aktivitas penghambatan tertinggi (28.85 mm) dibandingkan dengan ekstrak metanol (19.60 mm), seperti disajikan pada Gambar

(9)

3 dan Gambar 4. B. cereus merupakan bakteri paling sensitif pada ekstrak andaliman yang bersifat semipolar terutama dengan semakin tingginya konsentrasi, diameter penghambatan semakin tinggi (15.55 - 28.85 mm). Sedangkan bakteri S. aureus dan S. typhimurium lebih rendah aktivitas penghambatannya (10.70-21.60 mm).

10 20 30 40 SO K o n i B i i f r a a i • • • I r a k andaMman (% )

| B B c a f u» O S . aurau« O S . Typhmunum j

Gambar 5. Diameter penghambatan ekstrak etil asetat pada fase log

Gambar 6. Diameter penghambatan ekstrak metanol pada fase log

(10)

Fase log (eksponensial) (lama kontak dengan ekstrak 8 jam) merupakan kondisi paling labil untuk setiap bakteri uji. Ekstrak etil asetat memiliki aktivitas paling tinggi dibandingkan dengan ekstrak metanol (Gambar 5 dan Gambar 6). Pada setiap fase pertumbuhan ternyata fase log memiliki diameter penghambatan paling besar, terutama pada B. cereus dari setiap konsentrasi ekstrak uji.

Pada fase stasioner (lama kontak dengan ekstrak 16 jam) juga B.cereus merupakan bakteri uji yang sensitif pada setiap konsentrasi ekstrak. Namun pada fase stasioner bakteri uji relatif resisten terhadap ekstrak andaliman, hal ini terlihat dari aktivitas diameter penghambatan relatif sama. Utamanya dengan ekstrak metanol.

Gambar 5 terlihat bahwa diameter penghambatan ekstrak etil asetat pada fase log lebih lebar daripada ekstrak metanol pada setiap fase pertumbuhan terhadap bakteri uji. Hal ini diduga disebababkan komponen aktif lebih banyak terekstrak dalam ekstrak etil asetat. Bakteri B. cereus merupakan bakteri Gram positif berspora mempunyai kecenderungan lebih sensitif dibandingkan dengan bakteri Gram negatif (S. typhimurium) hal ini disebabkan karena perbedaan struktur dinding set bakteri. Pada bakteri Gram positif sebagian besar dinding selnya terdapat lapisan luar yang disebut dengan membran luar yang terdiri dari lipopolisakarida, protein dan fosfolipid dan lapisan tipis peptidoglikan (Cano dan Colome 1986). Membran luar bakteri Gram negatif akan memberikan ketegaran yang lebih kuat dibandingkan dengan bakteri Gram positif. Adanya ketiga senyawa ini pada membran luar menyebabkan bakteri Gram negatif mempunyai ketahanan terhadap senyawa antibakteri (Cuspinera, etal. 2003).

Penelitian yang dilakukan oleh Helander etal. (1998), menyebutkan bahwa komponen fenolik dari karvakrol dan thymol mampu menghambat bakteri Salmonella karena kemampuan senyawa ini untuk menghambat pembentukan

DNA dari bakteri tersebut. Hal ini didukung oleh Puupponen-Pimia ef al. (2001) yang mensitir pernyataan Stammati et al. (1999), bahwa senyawa fenolik adalah senyawa mutagenik yang dapat menyebabkan kerusakan DNA bakteri.

(11)

Koni«fitT*si • h i t r a k and*timan (%f M B e»nu% O S m r t u t O S typhlmunum ]

Gambar 7. Diameter penghambatan ekstrak etil asetat pada fase stasioner

Gambar 8. Diameter penghambatan ekstrak metanol pada fase stasioner

(12)

Diduga mekanisme penghambatan bakteri uji oleh ekstrak andaliman disebabkan karena bereaksi terhadap membran sel atau komponen-komponen di dalam sitoplasma, bukan terhadap dinding sel bakteri (Kitamoto et al. 2003). Mekanisme aktivitas antimikroba dari koponen minyak atsiri (karvakrol, sitral, dan geraniol) dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas membran sel, sehingga akan menyebabkan kehilangan unsur pokokyang menyusun sel (Kim etal. 1995). Sedangkan Nishina et al. (1999) menunjukkan bahwa kinerja inaktivasi dari komponen anetol biji jintan manis dapat mengakibatkan rusaknya struktur membran plasma bakteri dan asam nukleat DNA dalam sel aktif.

KESIMPULAN

Bakteri B. cereus merupakan bakteri paling sensitif dibandingkan dengan S. aureus dan S. typhimurium hal ini ditunjukkan dari aktivitas diameter penghambatan dalam metode difusi sumur. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak andaliman menunjukkan diameter penghambatan juga semakin tinggi yaitu konsentrasi 50%. Ekstrak etil asetat memiliki aktivitas paling tinggi dibandingkan dengan ekstrak metanol pada setiap fase pertumbuhan dan konsentrasi ekstrak andaliman. Fase log (lama kontak dengan ekstrak 8 jam) merupakan fase paling sensitif terhadap bakteri uji. Perlu diteiliti lebih lanjut mekanisme penghambatan ekstrak andaliman terhadap bakteri patogen.

DAFTAR PUSTAKA

Brooke P, Dulpin, JH, Redley BL. 1996. Isolation of minor lupin alkaloids. A simple procedure for the isolation of angustifoline from Lupinus angustifolius (Cv. Fest) seeds, with application to other lupin alkaloids. J Agric Food Chem. 44: 2129-2133.

Cano RJ, Colome JS. 1986. Microbiology. New York. West Publishing.

Cuspinera VG, Dennis CW, Scott AR. 2003. Antimicrobial properties of commercial annatto extracts against selected pathogenic, lactic acid, and spoilage micro-organisms. J Food Protect. 66 :1074-1078.

Garriga M, Hugas M, Aymerich T, Monfort, J.M. 1993. Bacteriocinogenic Activity of Lactobacilli from Fermentor Sausages. J Appl. Bacteriol. 75: 142-148. Harbone, JB. 1996. Metode Fitokimia. Penuntun cara modern menganalisistumbuhan.

Edisi kedua. Terjemahan: Kosasih Padmawinata dan Iwang Sudiro: Penerbit ITB Bandung.

(13)

Hasairin, A. 1994. Etnobotani Rempah dalam Makanan Adat Masyarakat Batak, Angkola dan Mandailing. [Tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.

Helander LM, Alakomi HL, Latva-Kala K. 1998. Characterization of the action as selected essential oil components on Gram-negatif bacteria. J Agric Food Cherh 46: 3590-3595.

Holstege DM, James NS, Fred DG. 1995. Rapid multiresidue screen for alkaloids in plant material and biological samples. J Agric Food Chem. 43: 691-699. Houghton, PJ dan Raman, A. 1998. Laboratory handbook for the fractination of natural

extracts. Thomson Science: London.

Keller AC, Maillard MP, Hostettmann K. 1996. Antimicrobial steroids from the fungus Fomitopsis pinicola. Phytochem. 41 (4): 1041-1046.

Kim JM, Marshal MR, Cornell JA, Boston JF, Wei CI. 1995. Antibacterial activity of carvacrol, citral and geraniols against Salmonella typhimurium in culture me-dium and fish cubes. J Food Sci 60 (6): 1365-1368.

Kitamoto N, Yoji K, Takashi O, Masaharu Y, Tomoyuki T, Keisuke T. 2003. Bacteri-cidal effects of konjac fluid on several food-poisoning bacteria. J food Protect. 6 6 : 1 8 2 2 - 1 8 3 1 .

Lin CM, James FP, Cheng IW. 2000. Antibacterial Mechanism ofAllyl Isothiocyanate. J. Food Protect. Vol 63 (6): 727-734.

Murhadi. 2002. Isolasi dan Karakterisasi Komponen-komponen Antibakteri dari Biji Atung (Parinarium glaberimum Hassk). [Disertasi]. Institut Pertanian Bogor. Nishina AK, Kinaichi H, Uvhibori T, Seino H, Osawa T. 1991.

2,6-dmethoxy-p-benzequinone as an antimicrobial subtance in the bark of Phylloostachys heterocycia var Pubscens as a species of thick-stemmed bamboo. J Agric Food Chem 39:266-269.

Puupponen-Pimia R, Nohynek L, Meier C, Kahkonen M, Heihonen M. 2001. Antimi-crobial properties of phenolic compound from berries. J Appl Microbiol 90:494-507.

Ramsewak RS, Muller GN, Gould MS, Dewit DL, Jack LN. 1999. Biological active carbazole alkaloids from Murraya koeniglii. J Agric Food Chem 47: 444-447

Gambar

Tabel 1. Penggunaan pelarut organik berdasarkan kekuatan polaritasnya  Polaritas  Nonpolar  Semipolar  Polar  Pelarut  Heksana  Etil asetat Metanol  Kekuatan Pelarut 0.0 3.1 5.1
Gambar 1. Diagram Alir Proses Ekstraksi Andaliman dengan Metode  Maserasi
Tabel 2. Efisiensi pelarut, rendemen dari andaliman segar dan rendemen  ekstrak andaliman dengan metode maserasi
Tabel 3. Penentuan fase pertumbuhan bakteri uji  Bakteri Uji  B. cereus  S. aureus  S
+5

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji aktivitas antimikroba ekstrak metanol, etil asetat dan n-heksana biji alpukat (Persea americana Mill.) menunjukkan adanya penghambatan pertumbuhan mikroba patogen Candida

Gambar 1 menunjukkan adanya perbedaan efek antibakteri dari masing-masing ekstrak dan fraksi dimana, pada fraksi n -butanol dan etil asetat memiliki aktivitas

Gambar 1 menunjukkan adanya perbedaan efek antibakteri dari masing-masing ekstrak dan fraksi dimana, pada fraksi n-butanol dan etil asetat memiliki aktivitas

Saran: Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap fraksi dari ekstrak etil asetat daging buah sirsak serta pemilihan fase gerak dan fase diam yang sesuai agar dapat

Adanya aktivitas penghambatan Propionibacterium acnes oleh ekstrak etil asetat pelepah pisang ambon diduga disebabkan oleh adanya pengaruh senyawa bioaktif atau

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol buah andaliman memiliki aktivitas antioksidan tertinggi diantara ekstrak aseton, etil asetat, dan campuran etanol

Pembandingan aktivitas antibakteri andaliman dengan beberapa antibiotik menunjukkan kekuatan daya penghambatan ekstrak etilasetat dan ekstrak metanol terhadap B.. aureus, yaitu

Aktivitas antibakteri dilihat melalaui Konsentrasi Hambat Minimum KHM, Konsentrasi Bunuh Minimum KBM, dan persentase penghambatan dari ekstrak etil asetat terong ungu terhadap bakteri