• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI KURIKULUM MADRASAH IBTIDAIYAH. Oleh : Irham Nugroho ( ) (Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Magelang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EVALUASI KURIKULUM MADRASAH IBTIDAIYAH. Oleh : Irham Nugroho ( ) (Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Magelang)"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

0

EVALUASI KURIKULUM MADRASAH IBTIDAIYAH

Oleh :

Irham Nugroho (+62856 4361 7777)

(Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Magelang)

Abstrak

Evaluasi kurikulum merupakan suatu aktivitas ilmiah yang memiliki keterkaitan erat dengan proses pengembangan kurikulum. Keduanya tidak terpisahkan dan hubungan antar keduanya digambarkan seperti gigi roda. Kurikulum adalah gigi utama yang ditopang oleh gigi evaluasi kurikulum. Evaluasi kurikulum tanpa kurikulum tidak punya arti, sebaliknya kurikulum tanpa evaluasi tidak akan mendapatkan hasil maksimal baik dalam proses kontruksi kurikulum maupun dalam proses pelaksanaan kurikulum. Berkaitan dengan hal tersebut terdapat beberapa aspek yang berkaitan dengan evaluasi kurikulum di madrasah ibtidaiyah tiga bidang kajian yang meliputi definisi tujuan dan fungsi evaluasi kurikulum, jenis evaluasi kurikulum, serta model-model evaluasi kurikulum.

Kata Kunci: tujuan dan fungsi evaluasi kurikulum, jenis evaluasi kurikulum, serta model-model evaluasi kurikulum.

A. Pendahuluan

Dewasa ini, pendidikan nasional sudah menyadari begitu pentingnya peranan dan fungsi pendidikan. Kurikulum merupakan sebuah alat yang krusial bagi pendidikan, baik itu secara formal, maupun nonformal, sehingga gambaran sistem pendidikan dapat terlihat jelas dalam kurikulum tersebut.

Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang sangat fundamental mendasari pendidikan selanjutnya, yaitu pendidikan menengah dan tinggi. Jenjang pendidikan dasar dimanifes-tasikan dalam bentuk sekolah dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) serta sekolah menengah pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs). Fungsi pendidikan dasar secara umum diarahkan pada penanaman nilai, sikap dan rasa keindahan, memberikan dasar-dasar pengetahuan, kemampuan dan kecakapan dalam membaca, menulis dan berhitung dalam kapasitas siswa untuk melanjutkan pendidikannya ke pendidikan menengah dan atau hidup di masyarakat, sebagaimana menjadi sasaran pendidikan nasional.

(2)

1

Sejalan dengan tuntutan zaman, perkembangan masyarakat serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dunia pendidikan sudah menginjakkan kakinya kedalam dunia inovasi. Inovasi dapat berjalan dan mencapai sasarannya, jika program pendidikan tersebut direncanakan dan dilaksanakan sesuai dengan kondisi dan tuntutan zaman (Oemar Hamalik, 2011: 3). Kurikulum memegang kedudukan kunci dalam pendidikan, sebab berkaitan dengan penentuan arah, isi dan proses pendidikan, yang pada akhirnya menentukan macam dan kualifikasi lulusan suatu lembaga pendidikan. Kurikulum mempunyai andil yang cukup besar dalam melahirkan harapan tersebut.

B. Pembahasan

1. Definisi, Tujuan, dan Fungsi Evaluasi Kurikulum Definisi Evaluasi Kurikulum

Pada masa silam, evaluasi didefinisikan sebagai kegiatan yang dipersamakan dengan pengukuran dan testing; penyamaan itu tidak menyinkronkan prilaku dan tujuan, juga menimbulkan jurang perbedaan yang dalam antara pertimbangan profesional dan program (Oemar Hamalik, 1990: 25). Menurut Marrison, evaluasi adalah perbuatan pertimbangan berdasarkan seperangkat kriteria yang disepakati dan dapat dipertanggung jawabkan. Dalam buku The School Curiculum, evaluasi dinyatakan sebagai suatu proses pengumpulan dan analisis data secara sistematis, yang bertujuan untuk membantu pendidikan memahami dan menilai suatu kurikulum, serta memperbaiki metode pendidikan. Evaluasi merupakan suatu kegiatan untuk mengetahui dan memutuskan apakah program yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan semula. Adapun dalam buku Curriculum Planning and Development, dinyatakan bahwa evaluasi adalah proses untuk menilai kinerja pelaksanaan suatu kurikulum yang di dalamnya terdapat tiga makna, yaitu (Oemar Hamalik, 1990: 253):

a) Evaluasi tidak akan terjadi kecuali telah mengetahui tujuan yang akan dicapai.

(3)

2

b) Untuk mencapi tujuan tersebut harus diperiksa hal-hal yang telah dan sedang dilakukan.

c) Evaluasi harus mengambil kesimpulan berdasarkan kriteria tertentu. Evaluasi kurikulum sukar dirumuskan secara tegas, hal itu disebabkan beberapa faktor (Nana Syaodih Sukmadinata, 2011: 172):

a) Evaluasi kurikulum berkenaan dengan fenomena-fenomena yang terus berubah.

b) Objek evaluasi kurikulum adalah sesuatu yang berubah-ubah sesuai dengan konsep kurikulum yang digunakan.

c) Evaluasi kurikulum merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh manusia yang sifatnya juga berubah.

Evaluasi kurikulum dimaksudkan sebagai suatu proses mempertimbangkan untuk memberikan nilai dan arti terhadap suatu kurikulum tertentu (Wina Sanjaya, 2008: 341). Evaluasi kurikulum diartikan sebagai usaha sistematis mengumpulkan informasi mengenai suatu kurikulum untuk digunakan sebagai pertimbangan mengenai nilai dan arti dari kurikulum dalam suatu konteks tertentu. Adanya tambahan konteks ini sesuai dengan sifat kurikulum. Kurikulum tidak mungkin berlaku sepanjang masa karena itu ada keterbatasan dalam konteks waktu. Suatu kurikulum yang sesuai untuk suatu konteks waktu tertentu belum tentu sesuai untuk waktu yang lain walaupun diberlakukan ditempat/satuan pendidikan yang sama. Oleh karena itu, kurikulum selalu berubah sesuai dengan kemajuan zaman yang ditandai oleh kurun waktu dimana kurikulum itu direncanakan. Kurikulum juga terbatas oleh konteks ruang. Kurikulum yang dianggap baik untuk wilayah geografis tertentu belum tentu sesuai untuk wilayah geografis lainnya. Oleh karena evaluasi kurikulum dalam menentukan nilai dan arti suatu kurikulum tidak dapat dilepaskan dari konteks ruang dimana kurikulum itu dikembangkan dan dilaksanakan (Wina Sanjaya, 2008: 41).

Bila melihat dari pernyataan di atas pada dasarnya bahwa evaluasi kurikulum lebih terletak pada bagaimana penyusuaaian konteks ruang dan waktu. Dimana evaluasi kurikulum menyesuaikan ruang letak geografis

(4)

3

penerapan kurikulum tersebut dan waktunya dimana kurikulum berubah sesuai dengan perkembangan zaman seperti pada saat ini.

Evaluasi lebih bersifat komprehensif yang didalamnya meliputi pengukuran. Disamping itu, evaluasi pada hakikatnya merupakan suatu proses membuat keputusan nilai suatu objek (Rusman, 2011: 94). Rahmat Raharjo berpendapat bahwa, evaluasi kurikulum merupakan proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk digunakan sebagai dasar menyusun program pengembangan kurikulum secara berkesinambungan dengan memperhatikan kesesuaian efektivitas dan efisiensi dari kurikulum yang ditetapkan. Evaluasi kurikulum juga didefinisikan sebagai proses penerapan prosedur ilmiah untuk mengumpulkan data yang valid untuk mengambil keputusan tentang kurikulum yang sedang berjalan atau telah dijalankan guna memperbaikinya (Rahmat Raharjo, 2012: 129). Zainal Arifin menyimpulkan pengertian evaluasi kurikulum adalah suatu tindakan pengendalian, penjaminan dan penetapan mutu kurikulum, berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu, sebagai bentuk akuntabilitas pengembang kurikulum dalam rangka menentukan keefektifan kurikulum, sedangkan penilaian hasil belajar adalah suatu kegiatan pengumpulan, pengolahan, dan penafsiran informasi tentang proses dan hasil belajar peserta didik berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu untuk membuat suatu keputusan (Zainal Arifin, 2011: 266).

Tujuan Evaluasi Kurikulum

Tujuan evaluasi adalah penyempurnaan kurikulum dengan cara menyempurnakan proses pelaksanaan kurikulum yang telah berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa kinerja kurikulum secara keseluruhan ditinjau dari berbagai kriteria. Indikator kerja yang dievaluasi adalah efektivitas, efisiensi, relevansi, dan kelayakan (feasibility) program. Menurut Zaenal Arifin tujuan evaluasi kurikulum adalah untuk mengetahui keefektivan dan efisiensi sistem kurikulum, baik yang menyangkut tentang tujuan, isi/materi,

(5)

4

setrategi, media, sumber belajar, lingkungan maupun sistem penilaian itu sendiri.

Tujuan evaluasi kurikulum berbeda-beda tergantung dari konsep atau pengertian seseorang tentang evaluasi. Tujuan tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a) Menyediakan informasi mengenai pelaksanaan pengembangan dan pelaksanaan suatu kurikulum sebagai masukan bagi pengambil keputusan.

b) Menentukan tingkat keberhasilan dan kegagalan suatu kurikulum serta faktor-faktor yang berkontribusi dalam suatu lingkungan tertentu.

c) Mengembangkan berbagai alternatif pemecahan masalah yang dapat digunakan dalam upaya perbaikan kurikulum.

d) Memahami dan menjelaskan karakteristik suatu kurikulum dan pelaksanaaan kurikulum.

Keempat tujuan kurikulum yang dikemukakan di atas berbeda-beda satu sama lainnya. Keempat tujuan evaluasi yang dikemukakan diatas bukanlah merupakan suatu keutuhan dan harus digunakan oleh setiap kegiatan evaluasi kurikulum.

Tujuan evaluasi yang komprehensif dapat ditinjau dari tiga dimensi, yakni dimensi I (formatif-sumatif) formatif: evaluasi dilakukan sepanjang pelaksanaan kurikulum-sumatif: proses evaluasi dilakukan pada akhir jangka waktu tertentu (misalnya pada akhir semester, tahun pelajaran atau setelah lima tahun) untuk mengetahui efektivitas kurikulum dengan menggunakan semua data yang dikumpulkan selama pelaksanaan dan akhir proses implementasi kurikulum, dimensi II (proses-produk) proses: yang dievaluasi ialah metode dan proses dalam pelaksanaan kurikulum. Tujuannya ialah untuk mengetahui metode dan proses yang digunakan dalam implementasi kurikulum-produk: yang dievaluasi ialah hasil-hasil yang nyata yang dapat dilihat seperti silabus, satuan pelajaran dan alat-alat pelajaran yang dihasilkan oleh guru dan hasil-hasil siswa yang berupa hasil test, dan

(6)

5

dimensi III (oprasi keseluruhan proseskurikulum atau hasil belajar siswa) (Nasution, 2006: 90).

Fungsi Evaluasi Kurikulum

Methodology of Evaluation, Scriven (1967) memformulasikan fungsi evaluasi dalam istilah formatif dan sumatif. Formatif adalah fungsi evaluasi untuk memberikan informasi dan pertimbangan yang berkenaan dengan upaya memperbaiki suatu kurikulum. Fungsi sumatif adalah fungsi kurikulum untuk memberikan pertimbangan terhadap hasil pengembangan kurikulum. Stufflebeam membedakan fungsi evaluasi menjadi dua: a) Proactive evalution, yaitu untuk melayani pemegang keputusan. b) Retroactive evalution, yaitu untuk keperluan pertanggung jawaban. Secara umum, fungsi evaluasi kurikulum adalah:

a) Untuk perbaikan dan penyempurnaan kurikulum yang diarahkan pada komponen kurikulum secara keseluruhan.

b) Untuk memberikan informasi bagi pembuat keputusan.

c) Untuk pertanggung jawaban, laporan, seleksi, dan penempatan.

d) Untuk akreditasi, yaitu menilai kelayakan program dalam satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.

2. Jenis Evaluasi Kurikulum

Pada hakikatnya evaluasi kurikulum merupakan proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk menentukan kualitas (nilai dan arti) sesuatu, berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu dalam rangka pembuatan keputusan terhadap kurikulum yang digunakan dalam pembelajaran. Adapun yang harus dievaluasi terkait dengan evaluasi kurikulum adalah sebagai berikut:

a) Evaluasi program yang tujuannya untuk meningkatkan mutu, kesesuaian kurikulum ideal dengan aktual, evektifitas program, efektivitas proses, sebagai umpan balik dan sebagai tindak lanjut;

(7)

6

b) Evaluasi proses yang tujuannya untuk meramalkan program, menyajikan program, metode pembelajaran yang dipakai, sarana dan prasarana yang ada, serta sebagai feed back bagi guru;

c) Evaluasi pengembangan yang tujuannya untuk memberikan masukan dalam merencanakan, sebagai perbaikan dan sebagai pengembangan program.

Berdasarkan uraian diatas, maka evaluasi kurikulum diawali dengan melakukan evaluasi program pembelajaran karena hakikatnya kurikulum merupakan program pembelajaran yang digunakan di sekolah/madrasah. Program evaluasi pembelajaran dikelompokkan menjadi lima jenis yaitu: a) Evaluasi perencanaan dan pengembangan. Hasil evaluasi ini sangat

diperlukan untuk mendesain program pembelajaran. Sasaran utamanya adalah memberikan bantuan tahap awal dalam penyusunan program pembelajaran.

b) Evaluasi monitoring. Evaluasi ini dimaksudkan untuk memeriksa apakah program pembelajaran mencapai sasaran secara efektif dan apakah program pembelajaran terlaksana sebagaimana mestinya.

c) Evaluasi dampak. Evaluasi ini dimaksudkan untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh suatu program pembelajaran. Dampak ini dapat diukur berdasarkan kriteria keberhasilan sebagai indikator ketercapaian tujuan program pembelajaran.

d) Evaluasi efesiensi ekonomis. Evaluasi ini dimaksudkan untuk menilai tingkat efisiensi pelaksanaan program pembelajaran. Untuk itu, diperlukan perbandingan antara jumlah biaya, tenaga, dan waktu yang diperlukan dalam suatu program pembelajaran dengan program lainnya yang memiliki tujuan yang sama.

e) Evaluasi program komprehensif. Evaluasi ini dimaksudkan untuk menilai program pembelajaran secara menyeluruh, seperti perencanaan program, pelaksanaan program, monitoring pelaksanaan, dampak program, tingkat keefektifan, dan efisiensi.

(8)

7 3. Model-Model Evaluasi Kurikulum

Model-model pengembangan kurikulum memegang peranan penting dalam kegiatan pengembangan kurikulum. Sungguh sangat naif bagi para pelaku pendidikan di lapangan terutama guru. kepala sekolah, pengawas bahkan anggota komite sekolah jika tidak memahami dengan baik keberadaan, kegunaan dan urgensi setiap model-model pengembangan kurikulum.

Dalam studi tentang evaluasi, banyak sekali dijumpai model-model evaluasi dengan format atau sistematika yang berbeda, sekalipun dalam beberapa model ada juga yang sama. Zainal Arifin (2009) mengelompokkan sepuluh model evaluasi yaitu:

a) Model Tyler (Tyler Model)

Model ini dibangun atas dua dasar pemikiran. Pertama, evaluasi ditujukan pada tingkah laku peserta didik. Kedua, evaluasi harus dilakukan pada tingkah laku awal peserta didik sebelum melaksanakan kurikulum dan sesudah melaksanakan (hasil). Dasar pemikiran kedua ini menunjukkan bahwa seseorang evaluator kurikulum harus dapat menentukan perubahan tingkah laku apa yang terjadi setelah peserta didik mengikuti pengalaman belajar tertentu, dan menegaskan bahwa perubahan yang terjadi merupakan perubahan yang disebabkan oleh kegiatan kurikulum.

b) Model yang Berorientasi pada tujuan (Goal Oriented Evaluation Model) Model ini dapat membantu guru menjelaskan rencana pelaksanaan kegiatan suatu kurikulum dengan proses pencapaian tujuan. Instrumen yang digunakan bergantung pada tujuan yang ingin diukur. Hasil evaluasi akan menggambarkan tingkat keberhasilan tujuan kurikulum berdasarkan kriteria tertentu. Kelebihan model ini terletak pada hubungan antara tujuan dan kegiatan yang menekankan pada peserta didik sebagai aspek penting dalam kurikulum. Kekurangannya adalah memungkinkan terjadinya proses evaluasi melebihi konsekuensi yang tidak diharapkan. c) Model Pengukuran (R.Thorndike dan R.Lebel)

(9)

8

Modelini sangat menitik beratkan pada kegiatan pengukuran. Pengukuran digunakan untuk menentukan kuantitas suatu sifat (attribute) tertentu yang dimiliki oleh objek, orang maupun peristiwa, dalam bentuk unit ukuran tertentu. Dalam pengembangan model kurikulum, model ini telah diterapkan untuk mengungkap perbedaan-perbedaan individual maupun kelompok dalam hal kemampuan, dan sikap.

d) Model Kesesuaian (Ralph W.Tyler, John B.Carrol, Lee J.Cronbach) Model ini memamdang evaluasi sebagai suatu kegiatan untuk melihat kesesuaian (congruence) antara tujuan dan hasil belajar yang telah dicapai. Hasil evaluasi digunakan untuk menyempurnakan sistem bimbingan peserta didik dan untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak yang memerlukan. Objek evaluasi adalah tingkah laku peserta didik, yaitu perubahan tingkah laku yang diinginkan (intended behavior) pada akhir pendidikan, baik yang menyangkut kognitif, afektif, maupun psikomotor.

e) Model Evaluasi Sistem Pendidikan (Educational System Evaluation Model)

Evaluasi berarti membandingkan performance dari berbagai dimensi (tidak hanya hasil dimensi saja) dengan sejumlah kriteria, baik yang bersifat mutlak/intern maupun relatif/ekstern. Model ini menekankan sistem sebagai suatu keseluruhan dan merupakan penggabungan dari beberapa model.

f) Model Alkin (Marvin Alkin, 1969)

Evaluasi adalah suatu proses untuk meyakinkan keputusan, mengumpulkan informasi, memilih informasi yang tepat, dan menganalisis informasi sehingga dapat disusun laporan bagi pembuat keputusan dalam memilih beberapa alternatif.

g) Model Brienkerhoff

Mengemukakan ada tiga jenis evaluasi yang disusun berdasarkan penggabungan elemen-elemen yang sama diantaranya yaitu: (a). fixed vs

(10)

9

emergent evaluation design, (b). formative vs summative evaluation, (c). desain experimental dan desain quasi eksperimental vs natural inquiri. h) Model Illuminatif (Molcom Parlett dan Hamilton)

Model ini lebih menekankan pada evaluasi kualitataif-terbuka (open-ended). Kegiatan evaluasi dihubungkan dengan learning milieu, yaitu lingkungan sekolah sebagai lingkungan material dan psiko-sosial, dimana guru dan peserta didik dapat berinteraksi. Tujuan evaluasi adalah untuk menganalisis pelaksanaan sistem, faktor-faktor yang mempengaruhinya, kelebihan dan kekurangan sistem, dan pengaruh sistem terhadap pengalaman peserta didik. hasil evaluasi lebih bersifat deskriptif dan interpretasi, bukan pengukuran dan prediksi.

i) Model Responsif (Reponsive Model)

Model ini menekankan pada pendekatan kualitataif-naturalistik. Evaluasi diartikan sebagai pemberian makna atau melukiskan sebuah realitas dari berbagai prespektif orang-orang yang terlibat, berminat dan berkepentingan dengan program. Tujuan evaluasi adalah untuk memahami semua komponen program melalui berbagai sudut pandang yang berbeda.

j) Model Studi Kasus

Model ini memiliki beberapa karakteristik, antara lain: (a) terfokus pada kegiatan kurikulum di suatu sekolah, di kelas atau bahkan hanya kepada seorang kepala sekolah atau guru, (b) tidak mempersoalkan pemilihan sampel, (c) hasil evaluasi hanya berlaku pada tempat evaluasi dilakukan, (d) tidak ada hasil evaluasi, (e) data yang dikumpulkan terutama data kualitatif, dan (f) adanya realitas yang tidak sepihak (multiple realities).

Dari sepuluh model evaluasi kurikulum menurut Zainal Arifin, dapat digunakan model evaluasi menyesuaikan ruang letak geografis penerapan kurikulum tersebut dan waktunya sehingga evaluasi kurikulum dapat dilaksanakan secara maksimal. Dari sepuluh model evaluasi kurikulum

(11)

10

menurut Zainal Arifin yang paling tepat digunakan di madrasah ibtidaiyah adalah model yang ke sepuluh (studi kasus) karena dengan model ini pelaksanaan evaluasi kurikulum dapat berjalan secara maksimal.

Adapaun langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut; langkah pertama, untuk menggunakan model ini adalah mendekatkan dan mengakrabkan dirinya terhadap kurikulum yang akan dievaluasi sehingga evaluator tidak kaku dalam mengumpulkan data. Kekakuan evaluator dapat berakibat kegagalan dalam evaluasi. Artinya, pada langkah awal ini, evaluator harus mempelajari kurikulum, baik dalam dimensi ide maupun dimensi rencana. Evaluator juga harus beradaptasi di lapangan dengan berbagi persoalan dan kebiasaan yang ada sehingga dia tidak merasa sebagai orang asing di tempat tersebut. Setelah evaluator mempelajari tentang kurikulum dan beradaptasi dengan lingkungan, barulah ia mengembangkan instrumen. Prosedur standarisasi instrumen terutama reliabilitas tidak terlalu dipersoalkan.

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data terutama adalah observasi. Meskipun demikian, evaluator dapat juga menggunakan wawancara, kuisioner, dan dokumentasi untuk menggumpulkan data-data kualitatif. Hal terpenting bagi evaluator adalah instrument yang dikembangkan harus bersumber dari masalah-masalah yang timbul dari hasil pra-survei di lapangan dengan bentuk pertanyaan terbuka (open-ended). Analisis data dilakukan ketika evaluator masih berada di lapangan dan masih dalam proses pengumpulan data. Keberhasilan suatu evaluasi kurikulum secara keseluruhan bukan hanya dipengaruhi penggunaan yang tepat pada sebuah model evaluasi, melaikan juga dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain:

Pertama, tujuan kurikulum, baik tujuan umum maupun tujuan kusus. Seringkali kedua tujuan kurikulum ini saling bertentangan satu sama lain dilihat dari kebutuhan dan komponen-komponen kurikulum lainnya. Bahkan, kadang-kadang evaluator sendiri mempunyai tujuan sendiri-sendiri. Semuanya harus dipertimbangkan agar terdapat keseimbangan dan keserasian.

Kedua, sistem sekolah. Mengingat kompleksnya sistem sekolah, maka fungsi sekolah juga menjadi ganda. Disatu pihak sekolah ingin mewariskan

(12)

11

kebudayaan masa lampau dengan sistem normal, nilai, dan adat yang dianggap terbaik untuk generasi muda. Dipihak lain, madrasah berkewajiban mempersiapkan peserta didik menghadapi masa depan, memperoleh kemampuan dan ketrampilan berinovasi, bahkan menghasilkan perubahan. Jadi, madrasah sekaligus bersikap konservatif-radikal serta reaksioner-progresif. Peranan evaluasi menjadi sangat penting untuk melihat dan mempertimbangkan hal-hal apa yang perlu diberikan di madrasah. Begitu juga bentuk kurikulum dan silabus mata pelajaran sangat bergantung pada evaluasi yang dilaksanakan oleh guru-guru di madrasah, sehingga timbul masalah lainnya yaitu teknik evaluasi apa yang akan digunakan untuk mencapai tujuan itu.

Ketiga, program pembinaan. Banyak program pembinaan yang belum menyentuh secara langsung tentang evaluasi. Program pembinaan guru misalnya, lebih banyak difokuskan pada pengembangan kurikulum dan metodologi pembelajaran. Hal ini pula yang menyebabkan perbaikan sistem evaluasi menjadi kurang efektif. Guru juga sering dihadapkan dengan beragam kegiatan, seperti membuat persiapan mengajar, mengikuti kegiatan ekstrakulikuler, penyesuaian diri dan kegiatan administratif lainnya. Artinya, bagaimana mungkin kualitas sistem evaluasi kurikulum di madrasah dapat ditingkatkan, bila fokus pembinaan guru hanya menyentuh domain-domain tertentu saja, ditambah lagi dengan kesibukan-kesibukan guru diluar pokoknya sebagai pengajar.

Keberadaan model-model pengembangan kurikulum memegang peranan penting dan sangat urgen untuk dipahami oleh barbagai pihak yang terlibat dalam kegiatan pengembangan kurikulum. Banyak para ahli yang mengemukakan tentang model-model pengembangan kurikulum, namun dari berbagai model tersebut mempunyai kelebihan dan kelemahan masing-masing, dan masing-masing model arah titik berat pengembangannya sangat berbeda, ada yang menitikberatkan pada pengambil kebijaksanaan, pada perumusan tujuan, perumusan isi pelajaran, pelaksanaan kurikulum itu sendiri dan evaluasi kuirkulum. Pemilihan suatu model pengembangan kuirkulum bukan saja

(13)

12

didasarkan pada asas kelebihan dan kebaikan-kebaikannya serta kemungkinan pencapaian hasil yang optimal, tetapi juga perlu disesuaikan dengan sistem pendidikan dan sistem pengelolaan pendidikan yang dianut serta model konsep pendidikan mana yang digunakan. Model pengembangan dalam sistem pendidikan dan pengelolaan yang sifatnya sentralisasi berbeda dengan desentralisasi. Model pengembangan kurikulum yang sifatnya subjek akademis berbeda dengan kuirkulum humanistik, teknologis dan rekonstruksi sosial.

C. Kesimpulan

Evaluasi merupakan bagian dari sistem menejemen, yaitu perencanaan organisasi, pelaksanaan, dan evaluasi. Kurikulum juga dirancang dari tahap perencanaan, organisasi, kemudian pelaksanaan dan akhirnya monitoring dan evaluasi.

Evaluasi bertujuan untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan data untuk bahan penentuan keputusan mengenai kurikulum apakah akan direvisi atau diganti. Evaluasi kurikulum sangat penting dilakukan karena evaluasi kurikulum dapat menyajikan informasi mengenai kesesuain, efektivitas, dan efisiensi kurikulum tersebut terhadap tujuan yang ingin dicapai dan penggunaan sumber daya, yang mana informasi ini sangat berguna sebagai bahan pembuat keputusan apakah kurikulum tersebut masih dijalankan, tetapi perlu direvisi atau kurikulum tersebut harus diganti dengan penyesuaian perkembangan ilmu pengetahuan, kemajuan teknologi dan pasar yang berubah.

Evaluasi kurikulum dapat menyajikan bahan informasi mengenai area-area kelemahan kurikulum sehingga dari hasil evaluasi dapat dilakukan proses perbaikan menuju lebih baik. Adapun model evaluasi yang tepat digunakan di madrasah adalah model studi kasus karena dengan model ini pelaksanaan evaluasi kurikulum di madrasah dapat berjalan secara maksimal.

D. Daftar Pustaka

Arifin, Zainal, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum., Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011

(14)

13

Hamalik, Oemar, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum., Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2011

Hamalik, Oemar, Evaluasi Kurikulum., Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 1990

Hasan, Hamid, Evaluasi Kurikulum., Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2008

http://chandrawati.wordpress.com/2009/04/20/model-model-pengembangan kurikulum-dan-fungsinya-bagi-guru/di unduh pada 25 Maret 2013

http://hipkin.or.id/evaluasi-kurikulum-pendidikan-dasar-satu-usulan/di akses 27 Mei 2013

Mulyasa, E,Implementasi Kurikulum 2004Panduan Belajar KBK., Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004

Nasution, Kurikulum dan Pengajaran., Jakarta: Bumi Aksara, 2006

Raharjo, Rahmat, Pengembangan Kurikulum., Yogyakarta: Baituna Publishing, 2012

Rusman, Menejemen Kurikulum., Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011 Sanjaya, Wina, Kurikulum dan Pembelajaran., Jakarta: Kencana Prenada

Media Group, 2008

Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum., Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset, 2011

Referensi

Dokumen terkait

Perwakilan yang dimaksudkan pada layanan go-food ini adalah ketika seorang pelanggan yang memberikan kuasa penuh kepada driver untuk mewakili dirinya dalam hal membelikan

Menurut Lillesand dan Kiefer (1994), penggunaan lahan berhubungan dengan kegiatan manusia pada sebidang lahan, sedangkan penutup lahan lebih merupakan perwujudan fisik

Latar belakang penelitian ini adalah lebih banyaknya siswa yang mendapatkan hasil belajar di bawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) dari pada siswa yang mendapatkan

Bahwa Pemohon adalah dokter warga negara Indonesia sebagai perorangan dan Tokoh Masyarakat Pulau Buru yang menganggap hak konstitusionalnya dirugikan oleh ketentuan Pasal

Jadi, secara keseluruhan komunikasi partisipatif berupa empat indikator yaitu heteroglasia, dialogis, poliponi dan karnaval dalam program Posbindu PTM Merapi di Kelurahan

Perbandingan hasil data pengujian baterai 2 tahunan yakni studi kasus tahun 2018 dan 2020 yang mendasari penulisan ini sehingga diketahui nilai kapasitas efesiensi total

Jenis penelitian deskriptif kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen

Ekspresi mRNA dari gen prekusor opioid (pro-opiomelanocortin) ditemukan meningkat setelah pemberian terapi dengan 17β- estradiol dan progesteron dibandingkan pada