• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab II - DOCRPIJM 1503558931002 BAB II NEW ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Bab II - DOCRPIJM 1503558931002 BAB II NEW ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

Bab

II

Arahan

Perencanaan

Pembangunan

Bidang

Cipta

Karya

2.1. KONSEPPERENCANAANDANPELAKSANAANPROGRAMDITJEN CIPTA

KARYA

Konsep perencanaan dan pelaksanaan bidang Cipta Karya merupakan suatu arahan dalam pencapaian pembangunan permukimn yang layak huni dan berkelanjutan. Dalam konsep perencanaan dan pelaksanaan bidang Cipta Karya memuat arahan kebijakan tentang amanat penataan ruang, amanat pembangunan nasional, amanat pembangunan bidang PU/CK, serta amanat internasional mengenai pembangunan berkelanjutan secara global.

(2)

Dengan dukungan dari stakeholder di Kabupaten Lamongan, dunia usaha dan masyarakat secara tepat, maka cita‐cita untuk mewujudkan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan di Kabupaten Lamongan akan dapat terlaksana dan tercapai.

2.2. AMANATPEMBANGUNANNASIONALTERKAITBIDANGCIPTAKARYA

Infrastruktur permukiman memiliki fungsi strategis dalam pembangunan nasional karena turut berperan serta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi angka kemiskinan, maupun menjaga kelestarian lingkungan. Oleh sebab itu, Ditjen Cipta Karya berperan penting dalam implementasi amanat kebijakan pembangunan nasional.

2.2.1. RENCANAPEMBANGUNANJANGKAPANJANGNASIONAL2005‐2025

A. Umum

Berdasarkan pasal 4 Undang‐Undang No. 25 tahun Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional disusun sebagai penjabaran dari tujuan dibentuknya pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang‐Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam bentuk visi, misi dan arah pembangunan nasional.

(3)

Diagram 2.1. Konsep Perencanaan dan Pembangunan Bidang Cipta Karya

Dengan ditiadakannya Garis‐garis Besar Haluan Negara (GBHN) sebagai pedoman penyusunan rencana pembangunan nasional dan diperkuatnya otonomi daerah dan desentralisasi pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka untuk menjaga pembangunan yang berkelanjutan, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional sangat diperlukan. Sejalan dengan Undang‐Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) yang memerintahkan penyusunan RPJP Nasional yang menganut paradigma perencanaan yang visioner, maka RPJP Nasional hanya memuat arahan secara garis besar.

Kurun waktu RPJP Nasional adalah 20 tahun. Pelaksanaan RPJP Nasional 2005 – 2025 terbagi dalam tahap‐tahp perencanaan pembangunan dalam periodesasi perencanaan pembangunan jangka menengah nasional 5 (lima) tahunanyang dituangkan dalam RPJM Nasional I tahun 2005 – 2009, RPJM Nasional II tahun 2010 – 2014, RPJM Nasional III tahun 2015 – 2019, dan RPJM Nasional IV tahun 2020 – 2024.

B. VisidanMisiPembangunanNasionalTahun2005–2025

(4)

Undang‐Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, visi pembangunan Nasional tahun 2005 – 2025 adalah, INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU, ADIL DAN MAKMUR.

Dalam mewujudkan visi pembangunan nasional tersebut ditempuh melalui 8 (delapan) misi pembangunan nasional sebagai berikut :

1. Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan

beradab berdasarkan falsafah Pancasila

2. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing

3. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum

4. Mewujudkan Indonesia aman, damai dan bersatu

5. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan

6. Mewujudkan Indonesia asri dan lestari

7. Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat,

dan berbasiskan kepentingan nasional

8. Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia

Untuk mendukung visi pembangunan nasional, maka Kabupaten Lamongan merumuskan visi pembangunan yang sesuai dengan potensi dan masalah yang ada.

2.2.2. RENCANAPEMBANGUNANJANGKAMENENGAHNASIONAL2010‐2014

Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19 ayat (1) Undang‐Undang No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, dipandang perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010 – 2014.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010 – 2014, yang selanjutnya disebut RPJM Nasional, adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk periode 5 (lima) tahun terhitung sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2014. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kementerian/Lembaga tahun 2010 – 2014, yang selanjutnya disebut Rencana Strategis Kementerian/Lembaga, adalah dokumen perencanaan Kementerian/Lembaga untuk periode 5 (lima) tahun terhitung sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2014.

(5)

tahun sesuai periode masing‐masing pemerintah daerah. RPJM Nasional memuat strategi pembangunan nasional, kebijakan umum, program Kementerian/Lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. RPJM Nasional berfungsi sebagai :

a. Pedoman bagi Kementerian/Lembaga dalam menyusun Rencana Strategis

Kementerian/Lembaga

b. Bahan penyusunan dan perbaikan RPJM Daerah dengan memperhatikan tugas

pemerintah daerah dalam mencapai sasaran nasional yang termuat dalam RPJM Nasional

c. Pedoman pemerintah dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah.

2.2.3. MASTERPLANPERCEPATANDANPERLUASANPEMBANGUNAN EKONOMI

INDONESIA

(6)

Gambar 2.1. Kedudukan MP3EI dalam Konteks Perencanaan

Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) Undang‐Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang‐Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025, maka ditetapkan Peraturan Presiden tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011‐2025, yang selanjutnya disebut MP3EI.

MP3EI merupakan arahan strategis dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode 15 (lima belas) tahun terhitung sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2025 dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 – 2025 dan melengkapi dokumen perencanaan.

MP3EI tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini. MP3EI berfungsi sebagai :

a. Acuan bagi menteri dan pimpinan lembaga pemerintah non kementerian untuk

menetapkan kebijakan sektoral dalam rangka pelaksanaan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia di bidang tugas masing‐masing, yang dituangkan dalam dokumen rencana strategis masing‐masing kementerian/lembaga pemerintah non kementerian sebagai bagian dari dokumen perencanaan pembangunan.

b. Acuan untuk penyusunan kebijakan percepatan dan perluasan pembangunan

ekonomi Indonesia pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota terkait.

MP3EI dapat menjadi acuan bagi badan usaha dalam menanamkan modal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang‐undangan. Koordinasi pelaksanaan MP3EI dilakukan oleh Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011‐2025, yang selanjutnya disebut KP3EI. KP3EI mempunyai tugas:

a. Melakukan koordinasi perencanaan dan pelaksanaan MP3EI

b. Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan MP3EI

c. Menetapkan langkah‐langkah dan kebijakan dalam rangka penyelesaian

permasalahan dan hambatan pelaksanaan MP3EI.

(7)

energi, industri, kelautan, pariwisata, dan telematika, serta pengembangan kawasan strategis. Kedelapan program tersebut dibagi lagi ke dalam 22 kegiatan ekonomi utama (lihat gambar 2.2)

Gambar 2.2. Kegiatan Ekonomi Utama

Sedangkan strategi pengembangan 22 kegiatan ekonomi tersebut adalah mengintegrasikan tiga elemen utama, meliputi:

1. Pengembangan potensi ekonomi wilayah di 6 Koridor Ekonomi Indonesia,

yaitu: Koridor Ekonomi Sumatera, Koridor Ekonomi Jawa, Koridor Ekonomi Kalimantan, Koridor Ekonomi Sulawesi, Koridor Ekonomi Bali–Nusa Tenggara, dan Koridor Ekonomi Papua–Kepulauan Maluku;

2. Memperkuat konektivitas nasional yang terintegrasi secara lokal dan terhubung

secara global (locally integrated, globally connected);

3. Memperkuat kemampuan SDM dan IPTEK nasional untuk mendukung

(8)

Dengan demikian pertumbuhan ekonomi akan makin terarah karena digenjot pada 8 program utama berbasis potensi nasional (yang terdiri dari 22 kegiatan ekonomi) dan berlangsung lintas wilayah di 6 koridor, terkoneksi, dan terintegrasi. Pada gilirannya strategi tersebut diharapkan menunjang penguatan kapasitas SDM dan penguasaannya terhadap pengembangan IPTEK.

Gambar 2.3. Tema Pembangunan Masing Masing Koridor Ekonomi

(9)

identifikasi, pemantauan, dan evaluasi atas kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat dengan faktor konektivitas dan SDM IPTEK yang sama.

Gambar 2.4. Koridor Ekonomi Indonesia (KEI)

(Sumber ; Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011‐2025)

Di dalam Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Kabupaten Lamongan merupakan bagian dari Kawasan Perhatian Invesatasi (KPI) Koridor Jawa. Pengembangan MP3EI difokuskan pada Kawasan Perhatian Investasi (KPI) yang diidentifikasikan sebagai satu atau lebih kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat atau terhubung dengan satu atau lebih faktor konektivitas dan SDM IPTEK. Pendekatan KPI dilakukan untuk mempermudah identifikasi, pemantauan, dan evaluasi atas kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat dengan faktor konektivitas dan SDM IPTEK yang sama. Penetapan Lokasi Kawasan Perhatian Investasi (KPI) Koridor Jawa Berdasarkan Arahan Perpres Nomor 32 Tahun 2011 adalah;

Tabel 2.1. Penetapan Lokasi Kawasan Perhatian Investasi (KPI)

NO KORIDOR KPI

1 Koridor Ekonomi (KE) Jawa Banten, DKI Jakarta, Karawang Bekasi, Purwakarta, Cilacap, Surabaya

Gresik, Lamongan, Pasuruan

(10)

Pengembangan Koridor Ekonomi Jawa mempunyai tema Pendorong Industri dan Jasa Nasional. Selain itu, strategi khusus Koridor Ekonomi Jawa adalah mengembangkan industri yang mendukung pelestarian daya dukung air dan lingkungan.

Secara umum, Koridor Ekonomi Jawa memiliki kondisi yang lebih baik di bidang ekonomi dan sosial, sehingga Koridor Ekonomi Jawa berpotensi untuk berkembang dalam rantai nilai dari ekonomi berbasis manufaktur ke jasa. Koridor ini dapat menjadi benchmark perubahan ekonomi yang telah sukses berkembang dalam rantai nilai dari yang sebelumnya fokus di industri primer menjadi fokus di industri tersier, sebagaimana telah terjadi di Singapura, Shenzen dan Dubai.

Koridor Ekonomi Jawa memiliki beberapa hal yang harus dibenahi, antara lain:

Tingginya tingkat kesenjangan PDRB dan kesenjangan kesejahteraan di antara

provinsi di dalam koridor;

Pertumbuhan tidak merata sepanjang rantai nilai, kemajuan sektor manufaktur

tidak diikuti kemajuan sektor‐sektor yang lain;

Kurangnya investasi domestik maupun asing;

Kurang memadainya infrastruktur dasar.

(11)

Gambar 2.5. Kawasan Perhatian Investasi Koridor Jawa MP3EI

(12)

Gambar 2.6. Peta Investasi Koridor Ekonomi Jawa

(Sumber;MasterplanPercepatanDanPerluasanPembangunanEkonomiIndonesia2011‐2025)

(13)

(Sumber;MasterplanPercepatanDanPerluasanPembangunanEkonomiIndonesia2011‐2025)

2.2.4. MASTERPLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PENGENTASAN

KEMISKINANINDONESIA

Ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi menciptakan kesenjangan, ketidakstabilan dan meluasnya ketidaksejahteraan. Sehingga, membuat pemerintah merasa perlu untuk melengkapi master plan pertumbuhan ekonomi dengan master plan pengurangan kemiskinan agar dunia seimbang (equilibrium). Master plan tersebut adalah Master Plan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan (MP3KI), yang bertujuan memeratakan pertumbuhan ekonomi dalam mengurangi kesenjangan.

MP3KI adalah affirmative action, sehingga pembangunan ekonomi yang terwujud tidak hanya Pro‐growth, tetapi juga Pro‐Poor, Pro‐job dan Pro‐ environment; termasuk penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat miskin.

Substansi yang melatarbelakangi perluasan pengurangan kemiskinan melalui MP3KI dapat dirangkum dalam 9 alasan, yaitu:

1. Pertumbuhan penduduk yang besar (bisa jadi potensi, bisa juga jadi tantangan)

2. Lahan usaha petani dan nelayan makin terbatas

3. Peluang dan pengembangan usaha si miskin amat terbatas

4. Urbanisasi memperparah kemiskinan perkotaan (slum and squatter)

5. Rendahnya kualitas SDM usia muda

6. Rendahnya penyerapan kerja sector industri

7. Masih banyak daerah terisolir dengan akses pelayanan dasar yang rendah

8. Belum tersedianya jaminan sosial yang komprehensif

9. Masih terjadi marjinalisasi penduduk miskin, cacat, illegal, berpenyakit kronis,

dsb.

Tahapan Pelaksanaan MP3KI Periode 2013‐2014:

• Percepatan pengurangan kemiskinan untuk mencapai target 8% ‐ 10% pada

tahun 2014;

• Perbaikan pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan.

• Pada kantong‐kantong kemiskinan, sinergi lokasi dan waktu, serta perbaikan

(14)

• Sustainable livelihood penguatan kegiatan usaha masyarakat miskin, termasuk

membangun keterkaitan dengan MP3EI;

• Terbentuknya BPJS kesehatan pada tahun 2014 .

Periode 2015 – 2019:

• Transformasi program‐program pengurangan kemiskinan;

• Peningkatan cakupan, terutama untuk Sistem Jaminan Sosial menuju universal

coverage;

• Terbentuknya BPJS Tenaga Kerja;

• Penguatan sustainable livelihood.

Periode 2020‐2025:

• Pemantapan sistem penanggulangan kemiskinan secara terpadu;

• Sistem jaminan sosial mencapai universal coverage.

 

Gambar 2.7. Kerangka Desain MP3KI

 

(15)

 

Gambar 2.9. Kolaborasi MP3EI dengan MP3KI

  

   

(16)

Sesuai dengan agenda RPJMN 2010‐2014, pertumbuhan ekonomi perlu diimbangi dengan upaya pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Untuk itu, telah ditetapkan MP3KI dimana semua upaya penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk mempercepat laju penurunan angka kemiskinan dan memperluas jangkauan penurunan tingkat kemiskinan di semua daerah dan di semua kelompok masyarakat. Dalam mencapai misi penanggulangan kemiskinan pada tahun 2025, MP3KI bertumpu pada sinergi dari tiga strategi utama, yaitu:

a. Mewujudkan sistem perlindungan sosial nasional yang menyeluruh,

terintegrasi,dan mampu melindungi masyarakat dari kerentanan dan goncangan,

b. Meningkatkan pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan sehingga

dapat terpenuhinya kebutuhan‐kebutuhan dasar dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di masa mendatang,

c. Mengembangkan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood)

masyarakat miskin dan rentan melalui berbagai kebijakan dan dukungan di tingkat lokal dan regional dengan memperhatikan aspek.

Kementerian Pekerjaan Umum, khususnya Ditjen Cipta Karya, berperan penting dalam pelaksanaan MP3KI, terutama terkait dengan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat (PNPM Perkotaan/P2KP, PPIP, Pamsimas, Sanimas dsb) serta Program Pro Rakyat.

(17)

Gambar 2.12. Strategi MP3KI Pada Koridor Ekonomi Jawa

2.2.5. KawasanEkonomiKhusus

Untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang‐Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu dilaksanakan pembangunan perekonomian nasional berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.

Sesuai dengan amanat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka demokrasi ekonomi, diperlukan keberpihakan politik ekonomi yang lebih memberikan kesempatan dan dukungan pada usaha mikro, kecil, menengah (UMKM), dan koperasi dan sekaligus memberikan manfaat bagi industri dalam negeri. Berkaitan dengan hal itu, dalam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) disediakan lokasi bagi UMKM dan koperasi agar dapat mendorong terjadinya keterkaitan dan sinergi hulu hilir dengan perusahaan besar, baik sebagai Pelaku Usaha maupun sebagai pendukung Pelaku Usaha lain.

Dalam rangka mempercepat pencapaian pembangunan ekonomi nasional, diperlukan peningkatan penanaman modal melalui penyiapan kawasan yang

StrategiUtama

 Meningkatkan penyerapan tenaga kerja miskin usia produktif ke sektor formal di wilayah 

perkotaan  

 Penguatan dan pembinaan ekonomi informal perkotaan  

 Penjaminan pelayanan dasar dan perlindungan sosial bagi penduduk miskin dan rentan, 

khususnya di daerah terpencil  

 Pengembangan ekonomi perdesaan sektor pertanian dan non‐pertanian yang bersifat 

(18)

memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategis. Kawasan tersebut dipersiapkan untuk memaksimalkan kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Pengembangan KEK bertujuan untuk mempercepat perkembangan daerah dan sebagai model terobosan pengembangan kawasan untuk pertumbuhan ekonomi, antara lain industri, pariwisata, dan perdagangan sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan.

Pasal 31 ayat (3) Undang‐Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal mengatur bahwa ketentuan mengenai Kawasan Ekonomi Khusus diatur dengan Undang‐Undang. Ketentuan tersebut menjadi dasar hukum perlunya diatur kebijakan tersendiri mengenai KEK dalam suatu Undang‐Undang.

Ketentuan KEK dalam Undang‐Undang ini mencakup pengaturan fungsi, bentuk, dan kriteria KEK, pembentukan KEK, pendanaan infrastruktur, kelembagaan, lalu lintas barang, karantina, dan devisa, serta fasilitas dan kemudahan.

KEK merupakan kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. Fungsi KEK adalah untuk melakukan dan mengembangkan usaha di bidang perdagangan, jasa, industri, pertambangan dan energi, transportasi, maritim dan perikanan, pos dan telekomunikasi, pariwisata, dan bidang lain. Sesuai dengan hal tersebut, KEK terdiri atas satu atau beberapa Zona, antara lain Zona pengolahan ekspor, logistik, industri, pengembangan teknologi, pariwisata, dan energi yang kegiatannya dapat ditujukan untuk ekspor dan untuk dalam negeri.

Kriteria yang harus dipenuhi agar suatu daerah dapat ditetapkan sebagai KEK adalah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, tidak berpotensi mengganggu kawasan lindung, adanya dukungan dari pemerintah provinsi/kabupaten/kota dalam pengelolaan KEK, terletak pada posisi yang strategis atau mempunyai potensi sumber daya unggulan di bidang kelautan dan perikanan, perkebunan, pertambangan, dan pariwisata, serta mempunyai batas yang jelas, baik batas alam maupun batas buatan.

(19)

pelayanan, pengawasan, dan pengendalian operasionalisasi KEK. Kegiatan usaha di KEK dilakukan oleh Badan Usaha dan Pelaku Usaha.

Fasilitas yang diberikan pada KEK ditujukan untuk meningkatkan daya saing agar lebih diminati oleh penanam modal. Fasilitas tersebut terdiri atas fasilitas fiskal, yang berupa perpajakan, kepabeanan dan cukai, pajak daerah dan retribusi daerah, dan fasilitas nonfiskal, yang berupa fasilitas pertanahan, perizinan, keimigrasian, investasi, dan ketenagakerjaan, serta fasilitas dan kemudahan lain yang dapat diberikan pada Zona di dalam KEK, yang akan diatur oleh instansi berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang‐undangan.

Dalam hal pengawasan, ketentuan larangan tetap diberlakukan di KEK, seperti halnya daerah lain di Indonesia. Namun, untuk ketentuan pembatasan, diberikan kemudahan dalam sistem dan prosedur yang ditetapkan oleh Pemerintah dengan tetap mengutamakan pengawasan terhadap kemungkinan penyalahgunaan atau pemanfaatan KEK sebagai tempat melakukan tindak pidana ekonomi.

(20)

2.2.6. DirektifPresidenProgramPembangunanBerkeadilan

Untuk lebih memfokuskan pelaksanaan pembangunan yang berkeadilan, dan untuk kesinambungan serta penajaman Prioritas Pembangunan Nasional sebagaimana termuat dalam Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional Tahun 2010, maka diinstruksikan kepada para menteri dan seluruh pimpinan lembaga yang berwenang untuk mengambil langkah‐langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing‐masing, dalam rangka pelaksanaan program‐program pembangunan yang berkeadilan, yang meliputi program :

1. Program pro rakyat, memfokuskan pada :

Program penanggulangan kemiskinan berbasis keluarga

Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat

Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha mikro

dan kecil

2. Program keadilan untuk semua, memfokuskan pada :

Program keadilan bagi anak

Program keadilan bagi perempuan

Program keadilan di bidang ketenagakerjaan

Program keadilan di bidang bantuan hukum

Program keadilan di bidang reformasi hukum dan peradilan

Program keadilan bagi kelompok miskin dan terpinggirkan

3. Program pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs), memfokuskan

pada :

Program pemberantasan kemiskinan dan kelaparan

Program pencapaian pendidikan dasar untuk semua

Program pencapaian kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan

Program penurunan angka kematian anak

Program kesehatan ibu

Program pengendalian HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya

Program penjaminan kelestarian lingkungan hidup

(21)

Dari ke tiga program pembangunan tersebut, program pembangunan di bidang Cipta Karya tertuang didalam program pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium. Adapun program‐program pembangunan bidang Cipta Karya yang tertuang didalam Rencana tindak upaya pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.3. Rencana Tindak Upaya Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium

No.  Program  Tindakan  Sasaran  Keluaran 

1.  Program 

(22)

2.3.

PERATURAN

PERUNDANGAN

TERKAIT

BIDANG

PU/CK

Ditjen Cipta Karya dalam melakukan tugas dan fungsinya selalu dilandasi peraturan perundangan yang terkait dengan bidang Cipta Karya, antara lain UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, UU No. 7 tahun 2008 tentang Sumber Daya Air, dan UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan.

2.3.1. UUNo.1Tahun2011TentangPerumahandanPermukiman

Undang‐Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28H ayat (1) menyebutkan, bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Tempat tinggal mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif sehingga terpenuhinya kebutuhan tempat tinggal merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia, yang akan terus ada dan berkembang sesuai dengan tahapan atau siklus kehidupan manusia.

Negara bertanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman agar masyarakat mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau di dalam lingkungan yang sehat, aman, harmonis, dan berkelanjutan di seluruh wilayah Indonesia. Sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, idealnya rumah harus dimiliki oleh setiap keluarga, terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah dan bagi masyarakat yang tinggal di daerah padat penduduk di perkotaan. Negara juga bertanggung jawab dalam menyediakan dan memberikan kemudahan perolehan rumah bagi masyarakat melalui penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman serta keswadayaan masyarakat. Penyediaan dan kemudahan perolehan rumah tersebut merupakan satu kesatuan fungsional dalam wujud tata ruang, kehidupan ekonomi, dan social budaya yang mampu menjamin kelestarian lingkungan hidup sejalan dengan semangat demokrasi, otonomi daerah, dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

(23)

ikut berperan. Sejalan dengan peran masyarakat di dalam pembangunan perumahan dan kawasan permukiman, Pemerintah dan pemerintah daerah mempunyai tanggung jawab untuk menjadi fasilitator, memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat, serta melakukan penelitian dan pengembangan yang meliputi berbagai aspek yang terkait, antara lain, tata ruang, pertanahan, prasarana lingkungan, industri bahan dan komponen, jasa konstruksi dan rancang bangun, pembiayaan, kelembagaan, sumber daya manusia, kearifan lokal, serta peraturan perundang‐ undangan yang mendukung.

Kebijakan umum pembangunan perumahan diarahkan untuk:

a. Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau dalam lingkungan

yang sehat dan aman yang didukung prasarana, sarana, dan utilitas umum secara berkelanjutan serta yang mampu mencerminkan kehidupan masyarakat yang berkepribadian Indonesia

b. Ketersediaan dana murah jangka panjang yang berkelanjutan untuk

pemenuhan kebutuhan rumah, perumahan, permukiman, serta lingkungan hunian perkotaan dan perdesaan

c. Mewujudkan perumahan yang serasi dan seimbang sesuai dengan tata ruang

serta tata guna tanah yang berdaya guna dan berhasil guna

d. Memberikan hak pakai dengan tidak mengorbankan kedaulatan negara

e. Mendorong iklim investasi asing.

Sejalan dengan arah kebijakan umum tersebut, penyelenggaraan perumahan dan permukiman, baik di daerah perkotaan yang berpenduduk padat maupun di daerah perdesaan yang ketersediaan lahannya lebih luas perlu diwujudkan adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pengelolaannya. Pemerintah dan pemerintah daerah perlu memberikan kemudahan perolehan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah melalui program perencanaan pembangunan perumahan secara bertahap dalam bentuk

pemberian kemudahan pembiayaan dan/atau pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum di lingkungan hunian.

(24)

melakukan pengembangan, penataan, atau peremajaan lingkungan hunian perkotaan atau perdesaan serta pembangunan kembali terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh. Untuk itu, penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman perlu dukungan anggaran yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan belanja daerah, lembaga pembiayaan, dan/atau swadaya masyarakat. Dalam hal ini, Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat perlu melakukan upaya pengembangan sistem pembiayaan perumahan dan permukiman secara menyeluruh dan terpadu.

Di samping itu, sebagai bagian dari masyarakat internasional yang turut menandatangani Deklarasi Rio de Janeiro, Indonesia selalu aktif dalam kegiatan‐ kegiatan yang diprakarsai oleh United Nations Centre for Human Settlements. Jiwa dan semangat yang tertuang dalam Agenda 21 dan Deklarasi Habitat II adalah bahwa rumah merupakan kebutuhan dasar manusia dan menjadi hak bagi semua orang untuk menempati hunian yang layak dan terjangkau (adequate and affordable shelter for all). Dalam Agenda 21 ditekankan pentingnya rumah sebagai hak asasi manusia. Hal itu telah sesuai pula dengan semangat Undang‐Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pengaturan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman dilakukan untuk memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman, mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan, terutama bagi MBR, meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi pembangunan perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di lingkungan hunian perkotaan maupun lingkungan hunian perdesaan, dan menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan.

(25)

Salah satu hal khusus yang diatur dalam undang‐undang ini adalah keberpihakan negara terhadap masyarakat berpenghasilan rendah. Dalam kaitan ini, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah dengan memberikan kemudahan pembangunan dan perolehan rumah melalui program perencanaan pembangunan perumahan secara bertahap dan berkelanjutan. Kemudahan pembangunan dan perolehan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah itu, dengan memberikan kemudahan, berupa pembiayaan, pembangunan prasarana, sarana, dan utilitas umum, keringanan biaya perizinan, bantuan stimulan, dan insentif fiskal.

Penyelenggaraan kawasan permukiman dilakukan untuk mewujudkan wilayah yang berfungsi sebagai lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan yang terencana, menyeluruh, terpadu, dan berkelanjutan sesuai dengan rencana tata ruang. Penyelenggaraan kawasan permukiman tersebut bertujuan untuk memenuhi hak warga negara atas tempat tinggal yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur serta menjamin kepastian bermukim, yang wajib dilaksanakan sesuai dengan arahan pengembangan kawasan permukiman yang terpadu dan berkelanjutan.

(26)

2.3.2. UUNo.28Tahun2002TentangBangunanGedung

Pembangunan nasional untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana dimuat di dalam Undang‐Undang Dasar 1945 pada hakekatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia yang menekankan pada keseimbangan pembangunan, kemakmuran lahiriah dan kepuasan batiniah, dalam suatu masyarakat Indonesia yang maju dan berkeadilan sosial berdasarkan Pancasila.

Bangunan gedung sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak, perwujudan produktivitas, dan jati diri manusia. Oleh karena itu, penyelenggaraan bangunan gedung perlu diatur dan dibina demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan serta penghidupan masyarakat, sekaligus untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, andal, berjati diri, serta seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya.

Bangunan gedung merupakan salah satu wujud fisik pemanfaatan ruang. Oleh karena itu dalam pengaturan bangunan gedung tetap mengacu pada pengaturan penataan ruang sesuai peraturan perundang‐undangan yang berlaku.

Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam penyelenggaraan bangunan gedung, setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung, serta harus diselenggarakan secara tertib.

Undang‐undang tentang Bangunan Gedung mengatur fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, termasuk hak dan kewajiban pemilik dan pengguna bangunan gedung pada setiap tahap penyelenggaraan bangunan gedung, ketentuan tentang peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah, sanksi, ketentuan peralihan, dan ketentuan penutup.

Keseluruhan maksud dan tujuan pengaturan tersebut dilandasi oleh asas kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan, dan keserasian bangunan gedung dengan lingkungannya, bagi kepentingan masyarakat yang berperikemanusiaan dan berkeadilan.

(27)

mereka sendiri, tetapi juga dalam meningkatkan pemenuhan persyaratan bangunan gedung dan tertib penyelenggaraan bangunan gedung pada umumnya.

Perwujudan bangunan gedung juga tidak terlepas dari peran penyedia jasa konstruksi berdasarkan peraturan perundang‐undangan di bidang jasa konstruksi baik sebagai perencana, pelaksana, pengawas atau manajemen konstruksi maupun jasa‐jasa pengembangannya, termasuk penyedia jasa pengkaji teknis bangunan gedung. Oleh karena itu, pengaturan bangunan gedung ini juga harus berjalan seiring dengan pengaturan jasa konstruksi sesuai dengan peraturan perundang‐undangan.

Dengan diberlakukannya undang‐undang ini, maka semua penyelenggaraan bangunan gedung baik pembangunan maupun pemanfaatan, yang dilakukan di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh pemerintah, swasta, masyarakat, serta oleh pihak asing, wajib mematuhi seluruh ketentuan yang tercantum dalam Undang‐undang tentang Bangunan Gedung.

Dalam menghadapi dan menyikapi kemajuan teknologi, baik informasi maupun arsitektur dan rekayasa, perlu adanya penerapan yang seimbang dengan tetap mempertimbangkan nilai‐nilai sosial budaya masyarakat setempat dan karakteristik arsitektur dan lingkungan yang telah ada, khususnya nilai‐nilai kontekstual, tradisional, spesifik, dan bersejarah.

Pengaturan dalam undang‐undang ini juga memberikan ketentuan pertimbangan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat Indonesia yang sangat beragam. Berkaitan dengan hal tersebut, pemerintah terus mendorong, memberdayakan dan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk dapat memenuhi ketentuan dalam undang‐undang ini secara bertahap sehingga jaminan keamanan, keselamatan, dan kesehatan masyarakat dalam menyelenggarakan bangunan gedung dan lingkungannya dapat dinikmati oleh semua pihak secara adil dan dijiwai semangat kemanusiaan, kebersamaan, dan saling membantu, serta dijiwai dengan pelaksanaan tata pemerintahan yang baik.

(28)

2.3.3. UUNo.7Tahun2004TentangSumberDayaAir

Sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam segala bidang. Dalam menghadapi ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung menurun dan kebutuhan air yang semakin meningkat, sumber daya air wajib dikelola dengan memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup dan ekonomi secara selaras.

Pengelolaan sumber daya air perlu diarahkan untuk mewujudkan sinergi dan keterpaduan yang harmonis antar wilayah, antar sektor, dan antar generasi. Sejalan dengan semangat demokratisasi, desentralisasi, dan keterbukaan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, masyarakat perlu diberi peran dalam pengelolaan sumber daya air. Undang‐undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan sudah tidak sesuai dengan tuntutan perkembangan keadaan, dan perubahan dalam kehidupan masyarakat sehingga perlu diganti dengan undang‐ undang yang baru. Berdasarkan pertimbangan sebagaimana yang telah diuraikan tersebut, maka perlu dibentuk undang‐undang tentang sumber daya air.

Berdasarkan Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A, Pasal 20 ayat (2), Pasal 22 huruf D ayat (1), ayat (2), ayat (3), Pasal 33 ayat (3) dan ayat (5) Undang‐Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dengan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia memutuskan menetapkan Undang‐Undang tentang Sumber Daya Air.

Ketentuan Umum Dalam Undang‐Undang No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, yang dimaksud dengan :

1. Sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di

dalamnya.

2. Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan

tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat.

3. Air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah.

4. Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah

(29)

5. Sumber air adalah tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah.

6. Daya air adalah potensi yang terkandung dalam air dan/atau pada sumber air

yang dapat memberikan manfaat ataupun kerugian bagi kehidupan dan penghidupan manusia serta lingkungannya.

7. Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan,

memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.

8. Pola pengelolaan sumber daya air adalah kerangka dasar dalam merencanakan,

melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.

9. Rencana pengelolaan sumber daya air adalah hasil perencanaan secara

menyeluruh dan terpadu yang diperlukan untuk menyelenggarakan pengelolaan sumber daya air.

10. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam

satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau‐pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.

11. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu

kesatuan dengan sungai dan anak‐anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.

12. Cekungan air tanah adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas

hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.

13. Hak guna air adalah hak untuk memperoleh dan memakai atau mengusahakan

air untuk berbagai keperluan.

14. Hak guna pakai air adalah hak untuk memperoleh dan memakai air.

15. Hak guna usaha air adalah hak untuk memperoleh dan mengusahakan air.

16. Pemerintah daerah adalah kepala daerah beserta perangkat daerah otonom

(30)

17. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas Presiden beserta para menteri.

18. Konservasi sumber daya air adalah upaya memelihara keberadaan serta

keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi sumber daya air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang.

19. Pendayagunaan sumber daya air adalah upaya penatagunaan, penyediaan,

penggunaan, pengembangan, dan pengusahaan sumber daya air secara optimal agar berhasil guna dan berdaya guna.

20. Pengendalian daya rusak air adalah upaya untuk mencegah, menanggulangi,

dan memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang disebabkan oleh daya rusak air.

21. Daya rusak air adalah daya air yang dapat merugikan kehidupan.

22. Perencanaan adalah suatu proses kegiatan untuk menentukan tindakan yang

akan dilakukan secara terkoordinasi dan terarah dalam rangka mencapai tujuan pengelolaan sumber daya air.

23. Operasi adalah kegiatan pengaturan, pengalokasian, serta penyediaan air dan

sumber air untuk mengoptimalkan pemanfaatan prasarana sumber daya air.

24. Pemeliharaan adalah kegiatan untuk merawat sumber air dan prasarana

sumber daya air yang ditujukan untuk menjamin kelestarian fungsi sumber air dan prasarana sumber daya air.

25. Prasarana sumber daya air adalah bangunan air beserta bangunan lain yang

menunjang kegiatan pengelolaan sumber daya air, baik langsung maupun tidak langsung.

26. Pengelola sumber daya air adalah institusi yang diberi wewenang untuk

melaksanakan pengelolaan sumber daya air.

(31)

air mempunyai fungsi sosial, lingkungan hidup, dan ekonomi yang diselenggarakan dan diwujudkan secara selaras. Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari‐hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif.

Sumber daya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar‐besar kemakmuran rakyat. Penguasaan sumber daya air diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dengan tetap mengakui hak ulayat masyarakat hukum adat setempat dan hak yang serupa dengan itu, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan peraturan perundang‐undangan. Hak ulayat masyarakat hukum adat atas sumber daya air tetap diakui sepanjang kenyataannya masih ada dan telah dikukuhkan dengan peraturan daerah setempat. Atas dasar penguasaan negara ditentukan hak guna air.

Hak guna air berupa hak guna pakai air dan hak guna usaha air. Hak guna air tidak dapat disewakan atau dipindahtangankan, sebagian atau seluruhnya. Hak guna pakai air diperoleh tanpa izin untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari‐hari bagi perseorangan dan bagi pertanian rakyat yang berada di dalam sistem irigasi. Hak guna pakai air memerlukan izin apabila:

a. Cara menggunakannya dilakukan dengan mengubah kondisi alami sumber air.

b. Ditujukan untuk keperluan kelompok yang memerlukan air dalam jumlah

besar.

c. Digunakan untuk pertanian rakyat di luar sistem irigasi yang sudah ada.

Izin diberikan oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Hak guna pakai air meliputi hak untuk mengalirkan air dari atau ke tanahnya melalui tanah orang lain yang berbatasan dengan tanahnya. Hak guna usaha air dapat diberikan kepada perseorangan atau badan usaha dengan izin dari Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya. Pemegang hak guna usaha air dapat mengalirkan air di atas tanah orang lain berdasarkan persetujuan dari pemegang hak atas tanah yang bersangkutan. Persetujuan dapat berupa kesepakatan ganti kerugian atau kompensasi.

(32)

sumber daya air disusun berdasarkan wilayah sungai dengan prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air tanah. Penyusunan pola pengelolaan sumber daya air dilakukan dengan melibatkan peran masyarakat dan dunia usaha seluas‐luasnya. Pola pengelolaan sumber daya air didasarkan pada prinsip keseimbangan antara upaya konservasi dan pendayagunaan sumber daya air.

Wewenang dan Tanggung Jawab Wilayah sungai dan cekungan air tanah ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Presiden menetapkan wilayah sungai dan cekungan air tanah dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Sumber Daya Air Nasional. Penetapan wilayah sungai meliputi wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota, wilayah sungai lintas kabupaten/kota, wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional.

Penetapan cekungan air tanah meliputi cekungan air tanah dalam satu kabupaten/kota, cekungan air tanah lintas kabupaten/kota, cekungan air tanah lintas provinsi, dan cekungan air tanah lintas negara. Ketentuan mengenai kriteria dan tata cara penetapan wilayah sungai dan cekungan air tanah diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah meliputi:

a. Menetapkan kebijakan nasional sumber daya air;

b. Menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas

provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional;

c. Menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas

provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional;

d. Menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai

lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional;

e. Melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi,

wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional;

f. Mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas penyediaan, peruntukan,

(33)

g. Mengatur, menetapkan, dan memberi rekomendasi teknis atas penyediaan, peruntukan, penggunaan, dan pengusahaan air tanah pada cekungan air tanah lintas provinsi dan cekungan air tanah lintas negara;

h. Membentuk Dewan Sumber Daya Air Nasional, dewan sumber daya air wilayah

sungai lintas provinsi, dan dewan sumber daya air wilayah sungai strategis nasional;

i. Memfasilitasi penyelesaian sengketa antarprovinsi dalam pengelolaan sumber

daya air;

j. Menetapkan norma, standar, kriteria, dan pedoman pengelolaan sumber daya

air;

k. Menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan

sumber daya air pada wilayah sungai lintas provinsi, wilayah sungai lintas negara, dan wilayah sungai strategis nasional; dan

l. memberikan bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air kepada

pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.

Wewenang dan tanggung jawab pemerintah provinsi meliputi:

a. Menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya berdasarkan

kebijakan nasional sumber daya air dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya

b. Menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas

kabupaten/kota;

c. Menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas

kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya;

d. Menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai

lintas kabupaten/kota;

e. Melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas

kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya;

f. Mengatur, menetapkan, dan memberi izin atas penyediaan, peruntukan,

(34)

g. Mengatur, menetapkan, dan memberi rekomendasi teknis atas penyediaan, pengambilan, peruntukan, penggunaan dan pengusahaan air tanah pada cekungan air tanah lintas kabupaten/kota;

h. Membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat provinsi

dan/atau pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota;

i. Memfasilitasi penyelesaian sengketa antarkabupaten/kota dalam pengelolaan

sumber daya air;

j. Membantu kabupaten/kota pada wilayahnya dalam memenuhi kebutuhan

pokok masyarakat atas air;

k. Menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan

sumber daya air pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota; dan

l. Memberikan bantuan teknis dalam pengelolaan sumber daya air kepada

pemerintah kabupaten/kota.

Wewenang dan tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota meliputi :

a. Menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya air di wilayahnya berdasarkan

kebijakan nasional sumber daya air dan kebijakan pengelolaan sumber daya air provinsi dengan memperhatikan kepentingan kabupaten/kota sekitarnya;

b. Menetapkan pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu

kabupaten/kota;

c. Menetapkan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam

satu kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan kabupaten/kota sekitarnya;

d. Menetapkan dan mengelola kawasan lindung sumber air pada wilayah sungai

dalam satu kabupaten/kota;

e. Melaksanakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu

kabupaten/kota dengan memperhatikan kepentingan kabupaten/kota sekitarnya;

f. Mengatur, menetapkan, dan memberi izin penyediaan, peruntukan,

penggunaan, dan pengusahaan air tanah di wilayahnya serta sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota;

g. Membentuk dewan sumber daya air atau dengan nama lain di tingkat

(35)

h. Memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari‐hari atas air bagi masyarakat di wilayahnya; dan

i. Menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan

sumber daya air pada wilayah sungai dalam satu kabupaten/kota.

Wewenang dan tanggung jawab pemerintah desa atau yang disebut dengan nama lain meliputi:

a. Mengelola sumber daya air di wilayah desa yang belum dilaksanakan oleh

masyarakat dan/atau pemerintahan di atasnya dengan mempertimbangkan asas kemanfaatan umum;

b. Menjaga efektivitas, efisiensi, kualitas, dan ketertiban pelaksanaan pengelolaan

sumber daya air yang menjadi kewenangannya;

c. Memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari‐hari warga desa atas air sesuai

dengan ketersediaan air yang ada; dan

d. Memperhatikan kepentingan desa lain dalam melaksanakan pengelolaan

sumber daya air di wilayahnya.

Sebagian wewenang Pemerintah dalam pengelolaan sumber daya air dapat diselenggarakan oleh pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundang‐ undangan. Dalam hal pemerintah daerah belum dapat melaksanakan sebagian wewenangnya, pemerintah daerah dapat menyerahkan wewenang tersebut kepada pemerintah di atasnya sesuai dengan peraturan perundang‐undangan. Pelaksanaan sebagian wewenang pengelolaan sumber daya air oleh pemerintah daerah wajib diambil oleh pemerintah di atasnya dalam hal:

a. Pemerintah daerah tidak melaksanakan sebagian wewenang pengelolaan

sumber daya air sehingga dapat membahayakan kepentingan umum; dan/atau

b. Adanya sengketa antarprovinsi atau antarkabupaten/kota.

KonservasiSumberDayaAir

(36)

wilayah sungai. Ketentuan tentang konservasi sumber daya air menjadi salah satu acuan dalam perencanaan tata ruang.

Perlindungan dan pelestarian sumber air ditujukan untuk melindungi dan melestarikan sumber air beserta lingkungan keberadaannya terhadap kerusakan atau gangguan yang disebabkan oleh daya alam, termasuk kekeringan dan yang disebabkan oleh tindakan manusia. Perlindungan dan pelestarian sumber air dilakukan melalui:

a. Pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air;

b. Pengendalian pemanfaatan sumber air;

c. Pengisian air pada sumber air;

d. Pengaturan prasarana dan sarana sanitasi;

e. Perlindungan sumber air dalam hubungannya dengan kegiatan pembangunan

dan pemanfaatan lahan pada sumber air;

f. Pengendalian pengolahan tanah di daerah hulu;

g. Pengaturan daerah sempadan sumber air;

h. Rehabilitasi hutan dan lahan; dan/atau

i. Pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam, dan kawasan pelestarian alam.

Upaya perlindungan dan pelestarian sumber air dijadikan dasar dalam penatagunaan lahan. Perlindungan dan pelestarian sumber air dilaksanakan secara vegetatif dan/atau sipil teknis melalui pendekatan sosial, ekonomi, dan budaya. Ketentuan mengenai perlindungan dan pelestarian sumber air diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Pengawetan air ditujukan untuk memelihara keberadaan dan ketersediaan air atau kuantitas air, sesuai dengan fungsi dan manfaatnya. Pengawetan air dilakukan dengan cara:

a. Menyimpan air yang berlebihan di saat hujan untuk dapat dimanfaatkan pada

waktu diperlukan;

b. Menghemat air dengan pemakaian yang efisien dan efektif; dan/atau

c. Mengendalikan penggunaan air tanah.

(37)

sumber‐sumber air. Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan cara memperbaiki kualitas air pada sumber air dan prasarana sumber daya air. Pengendalian pencemaran air dilakukan dengan cara mencegah masuknya pencemaran air pada sumber air dan prasarana sumber daya air. Ketentuan mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya sumber air dan prasarananya, mengganggu upaya pengawetan air, dan/atau mengakibatkan pencemaran air.

Konservasi sumber daya air dilaksanakan pada sungai, danau, waduk, rawa, cekungan air tanah, sistem irigasi, daerah tangkapan air, kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, kawasan hutan, dan kawasan pantai. Pengaturan konservasi sumber daya air yang berada di dalam kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, kawasan hutan, dan kawasan pantai diatur berdasarkan peraturan perundang‐undangan. Ketentuan mengenai pelaksanaan konservasi sumber daya air diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

PendayagunaanSumberDayaAir

(38)

Penatagunaan sumber daya air ditujukan untuk menetapkan zona pemanfaatan sumber air dan peruntukan air pada sumber air. Penetapan zona pemanfaatan sumber air merupakan salah satu acuan untuk penyusunan atau perubahan rencana tata ruang wilayah dan rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan. Penetapan zona pemanfaatan sumber daya air dilakukan dengan:

a. Mengalokasikan zona untuk fungsi lindung dan budi daya;

b. Menggunakan dasar hasil penelitian dan pengukuran secara teknis hidrologis;

c. Memperhatikan ruang sumber air yang dibatasi oleh garis sempadan sumber

air;

d. Memperhatikan kepentingan berbagai jenis pemanfaatan;

e. Melibatkan peran masyarakat sekitar dan pihak lain yang berkepentingan; dan

f. Memperhatikan fungsi kawasan.

Penetapan peruntukan air pada sumber air pada setiap wilayah sungai dilakukan dengan memperhatikan:

a. Daya dukung sumber air;

b. Jumlah dan penyebaran penduduk serta proyeksi pertumbuhannya;

c. Perhitungan dan proyeksi kebutuhan sumber daya air; dan

d. Pemanfaatan air yang sudah ada.

Pemerintah dan pemerintah daerah melakukan pengawasan pelaksanaan ketentuan peruntukan air.

Penyediaan sumber daya air ditujukan untuk memenuhi kebutuhan air dan daya air serta memenuhi berbagai keperluan sesuai dengan kualitas dan kuantitas. Penyediaan sumber daya air dalam setiap wilayah sungai dilaksanakan sesuai dengan penatagunaan sumber daya air yang ditetapkan untuk memenuhi kebutuhan pokok, sanitasi lingkungan, pertanian, ketenagaan, industri, pertambangan, perhubungan, kehutanan dan keanekaragaman hayati, olahraga, rekreasi dan pariwisata, ekosistem, estetika, serta kebutuhan lain yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang‐ undangan.

(39)

sumber daya air selain ditetapkan pada setiap wilayah sungai oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan‐nya. Apabila penetapan urutan prioritas penyediaan sumber daya air menimbulkan kerugian bagi pemakai sumber daya air, Pemerintah atau pemerintah daerah wajib mengatur kompensasi kepada pemakainya.

Penyediaan sumber daya air direncanakan dan ditetapkan sebagai bagian dalam rencana pengelolaan sumber daya air pada setiap wilayah sungai oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan‐nya.

Penyediaan sumber daya air dilaksanakan berdasarkan rencana pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan pada setiap wilayah sungai. Pemerintah atau pemerintah daerah dapat mengambil tindakan penyediaan sumber daya air untuk memenuhi kepentingan yang mendesak berdasarkan perkembangan keperluan dan keadaan setempat.

Penggunaan sumber daya air ditujukan untuk pemanfaatan sumber daya air dan prasarananya sebagai media dan/atau materi. Penggunaan sumber daya air dilaksanakan sesuai penatagunaan dan rencana penyediaan sumber daya air yang telah ditetapkan dalam rencana pengelolaan sumber daya air wilayah sungai bersangkutan. Penggunaan air dari sumber air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari‐hari, sosial, dan pertanian rakyat dilarang menimbulkan kerusakan pada sumber air dan lingkungannya atau prasarana umum yang bersangkutan. Penggunaan air untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari‐hari yang dilakukan melalui prasarana sumber daya air harus dengan persetujuan dari pihak yang berhak atas prasarana yang bersangkutan. Apabila penggunaan air ternyata menimbulkan kerusakan pada sumber air, yang bersangkutan wajib mengganti kerugian. Dalam penggunaan air, setiap orang atau badan usaha berupaya menggunakan air secara daur ulang dan menggunakan kembali air. Dalam keadaan memaksa, Pemerintah dan/atau pemerintah daerah mengatur dan menetapkan penggunaan sumber daya air untuk kepentingan konservasi, persiapan pelaksanaan konstruksi, dan pemenuhan prioritas penggunaan sumber daya air.

(40)

pertambangan, ketenagaan, perhubungan, dan untuk berbagai keperluan lainnya. Pengembangan sumber daya air dilaksanakan tanpa merusak keseimbangan lingkungan hidup.

Pengembangan sumber daya air diselenggarakan berdasarkan rencana pengelolaan sumber daya air dan rencana tata ruang wilayah yang telah ditetapkan dengan mempertimbangkan:

a. Daya dukung sumber daya air ;

b. Kekhasan dan aspirasi daerah serta masyarakat setempat ;

c. Kemampuan pembiayaan; dan

d. Kelestarian keanekaragaman hayati dalam sumber air.

Pelaksanaan pengembangan sumber daya air dilakukan melalui konsultasi publik, melalui tahapan survei, investigasi, dan perencanaan, serta berdasarkan pada kelayakan teknis, lingkungan hidup, dan ekonomi. Potensi dampak yang mungkin timbul akibat dilaksanakannya pengembangan sumber daya air harus ditangani secara tuntas dengan melibatkan berbagai pihak yang terkait pada tahap penyusunan rencana. Pengembangan sumber daya air meliputi:

a. Air permukaan pada sungai, danau, rawa, dan sumber air permukaan lainnya;

b. Air tanah pada cekungan air tanah;

c. Air hujan; dan

d. Air laut yang berada di darat.

Pengembangan air permukaan pada sungai, danau, rawa, dan sumber air permukaan lainnya dilaksanakan dengan memperhatikan karakteristik dan fungsi sumber air yang bersangkutan.

(41)

Pengembangan fungsi dan manfaat air laut yang berada di darat dilakukan dengan memperhatikan fungsi lingkungan hidup. Badan usaha dan perseorangan dapat menggunakan air laut yang berada di darat untuk kegiatan usaha setelah memperoleh izin pengusahaan sumber daya air dari Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum. Pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah. Badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah merupakan penyelenggara pengembangan sistem penyediaan air minum. Koperasi, badan usaha swasta, dan masyarakat dapat

berperan serta dalam penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum. Pengaturan terhadap pengembangan sistem penyediaan air minum bertujuan untuk:

a. Terciptanya pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas dengan

harga yang terjangkau;

b. Tercapainya kepentingan yang seimbang antara konsumen dan penyedia jasa

pelayanan; dan

c. Meningkatnya efisiensi dan cakupan pelayanan air minum.

Pengaturan pengembangan sistem penyediaan air minum diselenggarakan secara terpadu dengan pengembangan prasarana dan sarana sanitasi. Untuk mencapai tujuan pengaturan pengembangan sistem penyediaan air minum dan sanitasi, Pemerintah dapat membentuk badan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada menteri yang membidangi sumber daya air.

Pemenuhan kebutuhan air baku untuk pertanian dilakukan dengan pengembangan sistem irigasi. Pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder menjadi wewenang dan tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah dengan ketentuan:

a. Pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder lintas provinsi menjadi

wewenang dan tanggung jawab Pemerintah;

b. Pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder lintas kabupaten/kota

(42)

c. Pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder yang utuh pada satu kabupaten/kota menjadi wewenang dan tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan.

Pengembangan sistem irigasi tersier menjadi hak dan tanggung jawab perkumpulan petani pemakai air. Pengembangan sistem irigasi dilakukan dengan mengikutsertakan masyarakat. Pengembangan sistem irigasi primer dan sekunder dapat

dilakukan oleh perkumpulan petani pemakai air atau pihak lain sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya. Pengembangan sumber daya air untuk industri dan pertambangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan air baku dalam proses pengolahan dan/atau eksplorasi. Pengembangan sumber daya air untuk keperluan ketenagaan dapat dilakukan untuk memenuhi keperluan sendiri dan untuk diusahakan lebih lanjut.

Pengembangan sumber daya air untuk perhubungan dapat dilakukan pada sungai, danau, waduk, dan sumber air lainnya. Pengusahaan sumber daya air diselenggarakan dengan memperhatikan fungsi sosial dan kelestarian lingkungan hidup. Pengusahaan sumber daya air permukaan yang meliputi satu wilayah sungai hanya dapat dilaksanakan oleh badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah di bidang pengelolaan sumber daya air atau kerja sama antara badan usaha milik negara dengan badan usaha milik daerah. Pengusahaan sumber daya air selain dapat dilakukan oleh perseorangan, badan usaha, atau kerja sama antar badan usaha berdasarkan izin pengusahaan dari Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan‐nya. Pengusahaan dapat berbentuk:

a. Penggunaan air pada suatu lokasi tertentu sesuai persyaratan yang ditentukan

dalam perizinan;

b. Pemanfaatan wadah air pada suatu lokasi tertentu sesuai persyaratan yang

ditentukan dalam perizinan; dan/atau

c. Pemanfaatan daya air pada suatu lokasi tertentu sesuai persyaratan yang

ditentukan dalam perizinan.

(43)

daya air harus didasarkan pada rencana alokasi air yang ditetapkan dalam rencana pengelolaansumber daya air wilayah sungai bersangkutan. Alokasi air untuk pengusahaan ditetapkan dalam izin pengusahaan sumber daya air dari Pemerintah atau pemerintah daerah. Dalam hal rencana pengelolaan sumber daya air belum ditetapkan, izin pengusahaan sumber daya air pada wilayah sungai ditetapkan berdasarkan alokasi air sementara.

Pemerintah wajib melakukan pengawasan mutu pelayanan atas:

a. badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah pengelola sumber daya

air; dan

b. badan usaha lain dan perseorangan sebagai pemegang izin pengusahaan

sumber daya air.

Pemerintah dan/atau pemerintah daerah wajib memfasilitasi pengaduan masyarakat atas pelayanan dari badan usaha dan perseorangan. Badan usaha dan perseorangan wajib ikut serta melakukan kegiatan konservasi sumber daya air dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat disekitarnya. Rencana pengusahaan sumber daya air dilakukan melalui konsultasi publik. Pengusahaan sumber daya air diselenggarakan dengan mendorong keikutsertaan usaha kecil dan menengah. Pengusahaan sumber daya air dalam suatu wilayah sungai yang dilakukan dengan membangun dan/atau menggunakan saluran distribusi hanya dapat digunakan untuk wilayah sungai lainnya apabila masih terdapat ketersediaan air yang melebihi keperluan penduduk pada wilayah sungai yang bersangkutan. Pengusahaan sumber daya air didasarkan pada rencana pengelolaan sumber daya air wilayah sungai bersangkutan.

(44)

Perencanaan

Perencanaan pengelolaan sumber daya air disusun untuk menghasilkan rencana yang berfungsi sebagai pedoman dan arahan dalam pelaksanaan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air. Perencanaan pengelolaan sumber daya air dilaksanakan berdasar‐kan asas pengelolaan sumber daya air. Perencanaan pengelolaan sumber daya air disusun sesuai dengan pola pengelolaan sumber daya air. Rencana pengelolaan sumber daya air merupakan salah satu unsur dalam penyusunan, peninjauan kembali, dan/atau penyempur‐naan rencana tata ruang wilayah.

Perencanaan pengelolaan sumber daya air disusun sesuai dengan prosedur dan persyaratan melalui tahapan yang ditetapkan dalam standar perencanaan yang berlaku secara nasional yang mencakup inventarisasi sumber daya air, penyusunan, dan penetapan rencana pengelolaan sumber daya air.

Inventarisasi sumber daya air dilakukan pada setiap wilayah sungai diseluruh wilayah Indonesia. Inventarisasi dilaksanakan secara terkoordinasi pada setiap wilayah sungai oleh pengelola sumber daya air yang bersangkutan. Pelaksanaan inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat dapat dilakukan oleh pihak lain berdasarkan ketentuan dan tata cara yang ditetapkan. Pengelola sumber daya air wajib memelihara hasil inventarisasi dan memperbaharui data sesuai dengan perkembangan keadaan.

Penyusunan rencana pengelolaan sumber daya air pada setiap wilayah sungai dilaksanakan secara terkoordinasi oleh instansi yang berwenang sesuai dengan bidang tugasnya dengan mengikutsertakan para pemilik kepentingan dalam bidang sumber daya air. Instansi yang berwenang sesuai dengan bidang tugasnya mengumumkan secara terbuka rancangan rencana pengelolaan sumber daya air kepada masyarakat. Masyarakat berhak menyatakan keberatan terhadap rancangan rencana pengelolaan sumber daya air yang sudah diumumkan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kondisi setempat.

(45)

pengelolaan sumber daya air pada setiap wilayah sungai dirinci ke dalam program yang terkait dengan pengelolaan sumber daya air oleh instansi pemerintah, swasta, dan masyarakat.

2.3.4. UUNo.18Tahun2008TentangPengelolaanPersampahan

Pertambahan penduduk dan perubahan pola konsumsi masyarakat menimbulkan bertambahnya volume, jenis, dan karakteristik sampah yang semakin beragam. Pengelolaan sampah selama ini belum sesuai dengan metode dan teknik pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan. Sampah telah menjadi permasalahan nasional sehingga pengelolaannya perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir agar memberikan manfaat secara ekonomi, sehat bagi masyarakat, dan aman bagi lingkungan, serta dapat mengubah perilaku masyarakat. Dalam pengelolaan sampah diperlukan kepastian hukum, kejelasan tanggung jawab dan kewenangan Pemerintah, pemerintahan daerah, serta peran masyarakat dan dunia usaha sehingga pengelolaan sampah dapat berjalan secara proporsional, efektif, dan efisien. Berdasarkan pertimbangan tersebut maka perlu dibentuk Undang‐Undang tentang Pengelolaan Sampah

Dengan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia menetapkan Undang‐Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Sampah yang dikelola berdasarkan Undang‐Undang tentang Pengelolaan Sampah, terdiri atas :

a. Sampah rumah tangga

Sampah rumah tangga berasal dari kegiatan sehari‐hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik.

b. Sampah sejenis sampah rumah tangga

Sampah sejenis sampah rumah tangga berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya.

c. Sampah spesifik, meliputi :

Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun;

Sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun;

(46)

Puing bongkaran bangunan;

Sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan/atau

Sampah yang timbul secara tidak periodik.

Pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi. Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya.

Pemerintah dan pemerintahan daerah bertugas menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan sesuai dengan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Undang‐Undang ini. Tugas Pemerintah dan pemerintahan daerah terdiri atas:

a. Menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam

pengelolaan sampah;

b. Melakukan penelitian, pengembangan teknologi pengurangan, dan penanganan

sampah;

c. Memfasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan upaya pengurangan,

penanganan, dan pemanfaatan sampah;

d. Melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan prasarana dan

sarana pengelolaan sampah;

e. Mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat hasil pengolahan sampah;

f. Memfasilitasi penerapan teknologi spesifik lokal yang berkembang pada

masyarakat setempat untuk mengurangi dan menangani sampah; dan

g. Melakukan koordinasi antarlembaga pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha

agar terdapat keterpaduan dalam pengelolaan sampah.

Dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah, Pemerintah mempunyai kewenangan:

a. Menetapkan kebijakan dan strategi nasional pengelolaan sampah;

b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan sampah;

c. Memfasilitasi dan mengembangkan kerja sama antardaerah, kemitraan, dan

Gambar

Gambar 2.2. Kegiatan Ekonomi Utama
Gambar 2.3. Tema Pembangunan Masing Masing Koridor Ekonomi
Tabel 2.1.
Gambar 2.5. Kawasan Perhatian Investasi Koridor Jawa MP3EI
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kuesioner dalam penelitian ini terdiri dari dua bagian, pada bagian pertama merupakan kuesioner mengenai data karakteristik demografi responden dan bagian kedua adalah

Penelitian ini bertujuan: (1) untuk meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa kelas XI SMA Negeri 1 Karanganom tahun pelajaran 2017/2018 dengan menerapkan

Fokus penelitian yang peneliti ambil adalah mencari data yang mendalam menegenai teknik pembelajaran Clearest Point dan Student summary dalam meningkatkan

Pendampingan Supervisi Kunjungan Kelas Hasil penelitian tindakan sekolah menunjukkan bahwa melalui supervisi kunjungan kelas dapat meningkatan kompetensi pembelajaran

Sekolah Tinggi Teknologi Jawa Barat Yayasan Pendidikan Al-Aitaam Bandung.. No Perguruan

Pernyataan ilmiah yang kita gunakan dalam tulisan kita harus mencakup beberapa hal. Pertama kita harus mengidentifikasikan orang yang membuat pernyataan tersebut. Kedua, kita

KOORDINATOR WAJIB HADIR PADA RAPAT DGN PANITIA KKN PADA HARI SABTU, 30 DESEMBER 2017 JAM 10.00 DI LPPM UNIGAL.. PERIODE I TAHUN AKADEMIK 2017/2018

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa aktivitas rerata gross β dalam cuplikan sedimen pada muara dan pesisir dipengaruhi oleh sedimen sungai yang mengandung