• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN ATAS SENGKETA DUALISME KEPENGURUSAN PERHIMPUNAN PENGHUNI DAN PEMILIK SARUSUN (PPPSRS)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN ATAS SENGKETA DUALISME KEPENGURUSAN PERHIMPUNAN PENGHUNI DAN PEMILIK SARUSUN (PPPSRS)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN ATAS SENGKETA DUALISME KEPENGURUSAN

PERHIMPUNAN PENGHUNI DAN PEMILIK SARUSUN (PPPSRS)

Anda Setiawati Dosen Tetap FH Universitas Trisakti

anda.s@trisakti.ac.id

ABSTRAK

Dalam praktik pengurusan dan pengelolaan rumah susun oleh PPPSRS, muncul persoalan adanya dualisme kepengurusan PPPSRS. Masing-masing pihak merasa memiliki legitimasi dan kewenangan berdasarkan pemberian status badan hukum oleh pemerintah daerah. Secara normatif, legalitas pengurus PPPSRS merujuk pada legalitas pembentukan PPPSRS yang dibuktikan dengan akta pendirian beserta AD/ART PPPSRS. yang dilaporkan ke instansi terkait untuk memperoleh status badan hukum. Pemilihan pengurus dilakukan atas dasar musyawarah mufakat dan jika tidak mencapai kuorum dilakukan atas dasar suara terbanyak. Pergantian atau perubahan pengurus dapat dilakukan melalui RULB berdasarkan hak suara pemilihan yang dimiliki oleh anggota PPPSRS dan dituangkan dalam suatu akta notariil, untuk kemudian dilakukan pencatatannya ke instansi/dinas terkait. Pencatatan ini tidak bisa ditafsirkan sebagai cara untuk memperoleh status badan hukum baru dari PPPSRS baru melainkan hanya berupa pencatatan pergantian atau perubahan pengurus dari yang lama ke yang baru.

Kata kunci: Dualisme Kepengurusan, PPPSRS

A. PENDAHULUAN

Maraknya pembangunan rumah susun dan makin banyaknya minat masyarakat untuk tinggal di rumah susun mulai berdampak pada kehidupan bersama dalam rumah susun. Tinggal di rumah susun berbeda dengan tinggal di rumah biasa (house landed). Perbedaan tersebut dapat dilihat dari adanya kepemilikan bersama atas bagian, benda dan tanah bersama. Kepemilikan bersama tersebut didasarkan pada “konsep kebersamaan” yang tidak bisa diingkari meskipun ada kepentingan pribadi dari setiap penghuni dan pemilik sarusun1.

Penggunaan, pemanfaatan dan pengelolaan milik bersama harus diatur dan dilakukan oleh suatu perhimpunan penghuni yang diberi wewenang dan tanggung jawab untuk itu. Istilah yang lazim dipergunakan pada saat ini adalah Perhimpunan Penghuni dan Pemilik Saturan Rumah Susun (disingkat PPPSRS). Dalam rangka melaksanakan “konsep kebersamaan” yang menjadi konsep pemilikan rumah susun, undang-undang memerintahkan untuk membentuk PPPSRS untuk mengurus kepentingan bersama dari para penghuni dan pemilik sarusun.

Secara yuridis pembentukan, tugas dan tanggung jawab PPPSRS diatur dalam Pasal 74 - 77 UURS, Pasal 54 - 60 PP No. 4/1988 dan Peraturan Menteri PUPR No. 23/PRT/M/2018 tentang Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun yang mencabut Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 15 Tahun 2007 tentang Tata Laksana Pembentukan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Sederhana Milik dan Surat Keputusan Menteri Perumahan Rakyat No. 06/KPTS/BKP4N/1995 tentang Pedoman Pembuatan Akta Pendirian, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (Permen PUPR No. 23/2018). Khusus untuk DKI Jakarta, pengaturan PPPSRS diatur oleh Peraturan Gubernur No. 132/2018 tentang Pembinaan Pengelolaan Rumah Susun Milik.

Dalam perkembangannya keberadaan PPPSRS menimbulkan banyak persoalan hukum yang salah satunya adalah munculnya sengketa dualisme kepengurusan PPPSRS. Umumnya masalah yang terjadi dipicu oleh adanya pemecatan, penggantian atau perubahan pengurus PPPSRS. Pihak-pihak yang berselisih merasa memiliki legitimasi karena memperoleh status

1 Andika Wijaya & Wida Peace Ananta, Hukum Bisnis Properti Di Indonesia (Jakarta : PT.

(2)

badan hukum dari pemerintah daerah. Kedua belah pihak meyakini bahwa dokumen yang diterbitkan oleh Pemda menjadi dasar hukum untuk melakukan pengurusan dan pengelolaan sarusun. Mudahnya pemerintah daerah memberikan status badan hukum inilah yang akhirnya berbuntut pada sengketa di pengadilan. Masalah lain yang juga menjadi penyebab munculnya sengketa dualisme kepengurusan PPPSRS adalah tindakan developer (pelaku pembangunan) yang tidak mau membentuk dan menyerahkan kepengurusan PPPSRS yang dibentuk dari para pemilik dan penghuni sarusun. Padahal pelaku pembangunan rumah susun harus segera memfasilitasi pembentukan PPPSRS dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak penyerahan pertama kali sarusun kepada Pemilik.

Terjadinya sengketa dualisme kepengurusan PPPSRS juga tidak bisa dilepaskan dari kebijakan pemerintah yang memberi peluang bagi pelaku pembangunan rumah susun untuk memasarkan unit-unitnya dengan cara pre-project selling yang diikat dengan PPJB. Melalui pengikatan jual beli yang dituangkan dalam PPJB kepemilikan sarusun belum beralih, sehingga secara yuridis penguasaannya masih ada di tangan pelaku pembangunan. Atas dasar perintah undang-undang, pelaku pembangunan sebagai pemilik sarusun membentuk dan bertindak sebagai PPPSRS sekaligus memiliki hak suara yang berkaitan dengan masalah penghunian dan pengelolaan. Sebagai pemegang hak suara terbesar inilah yang pada akhirnya menimbulkan persoalan dengan para pemilik dan penghuni. Posisi dan kedudukan pelaku pembangunan selaku PPPSRS semakin kuat dengan banyaknya pembeli sarusun yang membeli hanya untuk kepentingan investasi. Umumnya mereka menyerahkan urusan penghunian dan pengelolaan kepada pelaku pembangunan atau badan pengelola yang biasanya dirangkap oleh PPPSRS.

Penyebab lain dari munculnya dualisme kepengurusan PPPSRS adalah yang berkaitan dengan dana pengelolaan yang lumayan besar. Tinggal di rumah susun berarti harus siap untuk

mengeluarkan biaya-biaya yang meliputi biaya pemeliharaan (service charge), biaya

operasional/utilitas umum (utility charge), biaya peningkatan kualitas/perawatan dan dana cadangan untuk renovasi (shinking fund). Dengan dana yang cukup besar dan kewenangan yang dimiliki pengurus untuk mengatur penggunaan bagian dan benda bersama, menggiurkan segelintir oknum pengurus untuk mengambil keuntungan dari eksistensi PPPSRS dan tidak mau melepaskan posisi sebagai pengurus PPPSRS.

B. POKOK PERMASALAHAN

1. Bagaimana legalitas PPPSRS terkait adanya dualisme kepengurusan PPPSRS ?

2. Bagaimana mekanisme pergantian, perubahan dan pemberhentian pengurus PPPSRS ?

C. LEGALITAS PENGURUS PPPSRS

Menyikapi munculnya sengketa dualisme kepengurusan PPPSRS, satu hal yang perlu diperhatikan adalah legitimasi pembentukan dan pemilihan pengurus PPPSRS. Legitimasi PPPSRS ditentukan oleh anggota PPPSRS berdasarkan hak suara yang dimiliki oleh para pemilik sarusun. Merujuk pada ketentuan Pasal 1 angka 21 UURS, kedudukan PPPSRS adalah sebagai badan hukum yang beranggotakan para pemilik atau penghuni sarusun. Pemilik sarusun adalah setiap orang yang memiliki sarusun yang terdiri dari pemilik yang menghuni dan yang tidak menghuni. Pemilik yang menghuni adalah setiap orang yang memiliki hak kepemilikan atas sarusun dan berdomisili di sarusun yang bersangkutan. Artinya selain sebagai pemilik sarusun ia juga disebut sebagai penghuni. Hal ini berbeda pemilik yang tidak menghuni sarusun. Pemilik yang tidak menghuni sarusun adalah setiap orang yang memiliki hak kepemilikan atas sarusun tetapi tidak berdomisili di sarusun yang bersangkutan.

Selain pemilik, di dalam rumah susun ada juga yang dikenal sebagai. penghuni yaitu siapa saja yang yang tidak memiliki hak kepemilikan atas sarusun tetapi memperoleh hak hunian berdasarkan hubungan hukum dengan pemilik sarusun. Sebagai penghuni, yang bersangkutan juga dapat menjadi anggota PPPSRS sepanjang mendapatkan kuasa dari pemilik sarusun. Namun hak suara yang dimiliki penghuni tersebut terbatas hanya pada hak suara penghunian saja, tidak termasuk hak suara pemilikan, pemilihan dan pengelolaan.

(3)

1. Pembentukan PPPSRS

Keberadaan PPPSRS sendiri tidak bisa dilepaskan dari konsep pemilikan dalam rumah susun meliputi kepemilikan atas bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama, yang sudah barang tentu pengelolaannya harus dilakukan secara bersama-sama. Dalam mengelola bagian, benda dan tanah bersama perlu ada badan hukum yang mengatur itu termasuk pula pembiayaan atas pengelolaan yang dilakukan. Pengelolaan secara bersama-sama ini diwujudkan dalam bentuk organisasi PPPSRS yang dalam pembentukannya harus dilakukan dengan akta pendirian yang disahkan oleh Bupati/Walikota dan khusus untuk DKI Jakarta disahkan oleh Gubernur. Bagi apartemen atau rumah susun yang belum terbentuk dari para pemilik sarusun, kewenangan untuk melakukan mengelola dan mengurus rumah susun untuk sementara waktu (selama masa transisi) dapat diserahkan kepada pelaku pembangunan (developer). Kewenangan yang dimiliki pelaku pembangunan sebagai pengurus PPPSRS paling lama 1 (satu) tahun sejak penyerahan sarusun kepada pemilik. Selama masa transisi itu pelaku pembangunan wajib membentuk PPPSRS yang baru yang pengurusnya berasal dari para pemilik. Dokumen-dokumen yang harus dimiliki dalam pembentukan PPPSRS antara lain :

a.

SIPPT (Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah);

b.

IMB (Izin Mendirikan Bangunan);

c.

Akta pertelaan;

d.

SLF (Sertifikat Laik Fungsi); dan

e.

draft AD/ART (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga).

Untuk pembentukan PPPSRS baru yang berasal dari para pemilik sarusun, Permen PUPR No. 23/2018 memerintahkan kepada pelaku pembangunan (developer) agar melakukan sosialisasi dan menginformasikan pembentukan PPPSRS sejak bangunan rumah susun mulai dipasarkan kepada calon pembeli. Informasi tersebut dapat disampaikan melalui pertemuan atau melalui media informasi seperti selebaran (leaflet), papan informasi, brosur dan/atau bentuk informasi tidak langsung lainnya yang mudah diperoleh calon pembeli atau pemilik sarusun. Materi yang harus disampaikan meliputi tata cara pembentukan PPPSRS, tata tertib penghunian sementara, dan pengelolaan rumah susun.

Pelaku pembangunan sebagai fasilitator pembentukan PPPSRS harus membentuk panitia musyawarah dan penyerahan data mutakhir mengenai pemilik atau penghuni yang sah. Artinya pembentukan PPPSRS harus didasarkan pada prinsip kepemilikan atau kepenghunian yang sah yang dibuktikan dengan tanda bukti kepemilikan atau tanda bukti kepenghunian sarusun. Tugas dari panitia musyawarah antara lain menyelenggarakan musyawarah pembentukan PPPSRS, menyusun rancangan tata tertib, rancangan AD/ART dan rancangan program kerja pengurus, melakukan konsultasi ke instansi teknis pemerintah daerah kabupaten/kota yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perumahan. Khusus untuk DKI Jakarta konsultasi dilakukan bersama dinas perumahan Pemprov DKI Jakarta. Musyawarah pembentukan PPPSRS dilakukan untuk membentuk struktur organisasi, menyusun AD/ART dan memilih pengurus dan pengawas PPPSRS baru. Peserta musyawarah harus dihadiri oleh seluruh pemilik sarusun atau dapat diwakili oleh orang yang dikuasakan untuk itu atas dasar surat kuasa dari pemilik sarusun. Pihak-pihak yang dapat menjadi kuasa dari pemilik adalah :

a.

istri atau suami;

b.

orang tua kandung;

c.

salah satu saudara kandung;

d.

salah satu anak yang sudah dewasa dari pemilik; atau

e.

salah satu pengurus yang tercantum dalam akta pendirian jika pemilik merupakan badan

hukum.

Dalam rapat musyawarah, peserta musyawarah harus hadir dengan membawa bukti kepemilikan dan menandatangani daftar hadir yang menjadi dasar kepemilikan suara. Bukti kepemilikan dan daftar hadir menjadi hal yang penting karena berkaitan dengan hak suara yang dimiliki oleh hak setiap penghuni dan pemilik sarusun. Perlu diketahui bahwa hak suara dari penghuni dan pemilik meliputi :

(4)

a.

Hak Suara Kepentingan Penghunian, yaitu hak suara anggota PPPSRS untuk menentukan hal-hal yang menyangkut hubungan kemasyarakatan antar penghuni,yaitu hak penetapan tata tertib hunian, penyelenggaraan kegiatan-kegiatan kemasyarakatan lainnya dan penentuan besaran iuran untuk keamanan, kebersihan, dan sosial kemasyarakatan. Hak suara ini dimiliki oleh setiap dengan satu suara.

b.

Hak Suara Pengelolaan, yaitu hak suara para anggota PPPSRS untuk menentukan hal-hal yang menyangkut kegiatan operasional, pemeliharaan, dan perawatan terhadap bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama dan pembayaran iuran atas pengelolaan. Hak suara pengelolaan dihitung berdasarkan Nilai Perbandingan Proporsional (NPP)2.

c.

Hak Suara Pemilikan, yaitu hak suara para anggota PPPSRS untuk menentukan hal-hal yang menyangkut kepemilikan bersama terhadap bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama, kepemilikan terhadap sarusun dan biaya kepemilikan sarusun. Hak suara pemilikan dihitung berdasarkan NPP dari setiap sarusun.

d.

Hak Suara Pemilihan, yaitu hak suara pemilik untuk memilih pengurus dan pengawas PPPSRS yang dihitung berdasarkan suara terbanyak. Pemilik hanya berhak memberikan 1 (satu) suara walaupun memiliki lebih dari 1 (satu) sarusun.

Hak suara dari anggota PPPSRS merujuk pada Pasal 77 UURS. Dalam Pasal 77 ayat (1) UURS ditegaskan bahwa dalam hal PPPSRS memutuskan sesuatu yang berkaitan dengan kepemilikan dan pengelolaan rumah susun, setiap anggota mempunyai hak suara yang sama dengan NPP. Sementara itu untuk hak suara penghunian dan pemilihan, Pasal 77 ayat (2) UURS menetapkan bahwa dalam hal PPPSRS memutuskan sesuatu yang berkaitan dengan kepentingan penghunian rumah susun, setiap anggota berhak memberikan satu suara.

Hasil rapat musyawarah pendirian PPPSRS harus dituangkan dalam risalah (notulen) rapat yang diikuti dengan pembuatan akta pendirian. Sebagai bentuk kesepakatan atau perjanjian bersama dari para pemilik dan penghuni sarusun, akta pendirian harus dituangkan dalam suatu akta notariil dan berfungsi sebagai alat bukti yang kuat jika di kemudian hari terjadi sengketa perdata. Akta pendirian PPPSRS yang dibuat oleh notaris paling sedikit dimuat :

a.

tugas dan fungsi PPPSRS;

b.

susunan organisasi PPPSRS;

c.

hak, kewajiban, larangan, dan sanksi bagi pemilik atau penghuni;

d.

tata tertib penghunian; dan

e.

hal lain yang disepakati oleh PPPSRS dan tidak bertentangan dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Pembuatan akta pendirian dilengkapi pembuatan AD/ART PPSRS. Menurut Pasal 71 PP No. 4/1988, AD/ART PPPSRS disusun oleh pengurus yang pertama kali dipilih dan disahkan oleh rapat umum PPPSRS. Dalam penyusunan Anggaran Dasar PPPSRS, paling sedikit memuat ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

a.

mukadimah;

b.

ketentuan umum;

c.

nama, tempat kedudukan, dan waktu pendirian;

d.

asas, tujuan, tugas pokok, dan status;

e.

keanggotaan;

f.

kedaulatan dan hak suara;

g.

hak dan kewajiban anggota;

h.

susunan organisasi, persyaratan, wewenang, dan kewajiban pengurus dan pengawas;

2 Nilai Perbandingan Proporsional adalah angka yang menunjukan perbandingan antara sarusun

terhadap hak atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama yang dihitung berdasarkan nilai sarusun yang bersangkutan terhadap jumlah nilai rumah susun secara keseluruhan pada waktu pelaku pembangunan pertama kali memperhitungkan biaya pembangunannya secara keseluruhan untuk menentukan harga jualnya.

(5)

i.

penunjukkan, tugas, hak, dan kewajiban pengelola;

j.

musyawarah dan rapat-rapat;

k.

kuorum dan pengambilan keputusan;

l.

keuangan;

m.

perubahan anggaran dasar;

n.

pembubaran PPPSRS;

o.

peraturan peralihan; dan

p.

peraturan penutup.

Sedangkan untuk Anggaran Rumah Tangga PPPSRS paling tidak memuat aturan tentang :

a.

keanggotaan;

b.

pengurus dan pengawas;

c.

pengelola;

d.

musyawarah dan rapat-rapat;

e.

hak suara dalam rapat umum;

f.

kuorum dan pengambilan keputusan;

g.

keuangan;

h.

peralihan dan penyerahan hak penggunaan rumah susun;

i.

perpanjangan hak tanah;

j.

harta kekayaan;

k.

tata tertib penghunian;

l.

larangan;

m.

tata tertib pemilikan sarusun;

n.

perbaikan kerusakan;

o.

sanksi; dan

p.

penutup

Selanjutnya akta pendirian dan AD/ART wajib dicatatkan ke instansi teknis di bidang perumahan kabupaten/kota (khusus DKI Jakarta ke dinas perumahan) paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah pelaksanaan musyawarah yang dibuktikan dengan nomor registrasi pencatatan. Pencatatan tersebut harus dilakukan oleh ketua atau pengurus PPPSRS terpilih (sesuai dengan akta pendirian). Selain untuk dicatatkan, pencatatan akta pendirian PPPSRS juga untuk mendapatkan pengesahan dari Bupati/Walikota (untuk DKI Jakarta dari Gubernur) untuk memperoleh status badan hukum. Menurut ketentuan Pasal 54 ayat (2) PP No. 4/1988 : “pembentukan perhimpunan penghuni dilakukan dengan pembuatan akta yang disahkan oleh Bupati atau Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II dan untuk DKI Jakarta oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I”. Setelah status badan hukum diperoleh, sejak saat itu pengurus PPPSRS berwenang untuk mewakili para pemilik dan penghuni baik untuk melakukan urusan ke dalam maupun di luar pengadilan (Pasal 54 ayat (3) PP No. 4/1988).

2. Pemilihan, Persyaratan dan Tugas Pengurus PPPSRS

Pemilihan pengurus dilakukan bersamaan dengan pembentukan PPPSRS melalui cara musyawarah mufakat. Dasar pemilihan pengurus merujuk pada hak suara pemilihan yaitu hak suara yang dimiliki oleh para pemilik untuk memilih pengurus dan pengawas PPPSRS yang dihitung berdasarkan suara terbanyak. Terkait dengan pemilihan pengurus PPPSRS, setiap pemilik hanya berhak memberikan 1 (satu) suara walaupun memiliki lebih dari 1 (satu) sarusun. Berdasarkan penjelasan Pasal 77 ayat (2) UURS, yang dimaksud dengan “setiap anggota berhak memberikan satu suara” adalah apabila sarusun telah dihuni, suara pemilik dapat dikuasakan kepada setiap penghuni sarusun dan apabila sarusun belum dihuni setiap nama pemilik hanya mempunyai satu suara walaupun pemilik yang bersangkutan memiliki lebih dari satu sarusun.

Pengambilan putusan pemilihan pengurus PPPSRS dianggap sah apabila memenuhi kuorum dengan dihadiri lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah pemilik atau kuasanya.

(6)

Dalam hal pengambilan keputusan tidak tercapai (tidak kuorum), maka pengambilan keputusan didasarkan pada suara terbanyak yang diberikan oleh pemilik atau wakil pemilik yang sah dari pemilik. Hak suara yang dimiliki oleh pemilik atau wakil pemilik yang sah hanya1 (satu) suara walaupun yang bersangkutan memiliki lebih dari 1 (satu) sarusun. Hasil kesepakatan bersama mengenai pengurus PPPSRS terpilih juga harus dituangkan dalam suatu akte notariil. Akta yang dibuat berfungsi sebagai alat bukti telah tercapainya kesepakatan bersama untuk memilih pengurus sekaligus pengawas PPPSRS.

Susunan pengurus PPPSRS terdiri dari 4 (empat) orang yaitu ketua, sekretaris, bendahara dan bidang yang terkait dengan pengelolaan dan penghunian. Sedangkan pengawas harus berjumlah 5(lima) orang atau berjumlah ganjil yang terdiri dari ketua, sekretaris, dan 3 (tiga) orang anggota dari pemilik sarusun. Persyaratan untuk bisa dipilih sebagai pengurus PPPSRS, persyaratan antara lain:3

a.

WNI yang setia pada Pancasila dan UUD 1945;

b.

Berdomisili di rumah susun yang bersangkutan;

c.

Berstatus sebagai pemilik atau penghuni yang sah;

d.

Memiliki KTP dan Kartu Keluarga yang sah di rumah susun yang bersangkutan;

e.

Mempunyai pengetahuan dan keterampilan kerja yang baik;

f.

Mampu bekerjasama dengan sesama pengurus lainnya;

g.

Mampu berinisiatif dan mencari sumber dana, baik dari dalam maupun dari luar perhimpunan penghuni guna kebutuhan dan kepentingan para pemilik dan penghuni sarusun.

Masa bakti dari pengurus PPPSRS adalah 3 (tiga) tahun sejak tanggal pengangkatan dan dapat dipilih kembali. Bagi pengurus yang terpilih kembali untuk menjadi pengurus PPPSRS hanya boleh menjabat paling banyak 2 (dua) periode masa jabatan. Setelah 2 (dua) kali masa jabatan, pengurus lama boleh dipilih kembali sebagai pengurus PPPSRS tapi untuk jabatan yang berbeda.

Menurut Pasal 24 ayat (1) Permen PUPR No. 23/2018, tugas dari ketua PPPSRS terpilih adalah :

a.

melengkapi struktur kepengurusan PPPSRS paling lama 2 (dua) bulan sejak terpilihnya

sebagai ketua pengurus;

b.

menyelenggarakan pelantikan pengurus;

c.

menetapkan rencana kerja tahunan berdasarkan program kerja pengurus; dan

d.

membentuk panitia musyawarah paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya

waktu kepengurusan PPPSRS.

Pengurus lainnya yakni sekretaris bertugas mendukung kelancaran pelaksanaan tugas ketua pengurus dan menyelenggarakan urusan di bidang kesekretariatan PPPSRS.

Bendahara selaku salah satu pengurus bertugas mendukung kelancaran pelaksanaan tugas ketua pengurus dan menyelenggarakan urusan di bidang keuangan PPPSRS. Untuk bidang yang terkait dengan pengelolaan dan penghunian mempunyai tugas sebagai berikut :

a.

melakukan kegiatan pengawasan terhadap penyelenggaraan pengelolaan Rumah Susun;

b.

pembinaan penghuni dan menyelenggarakan kegiatan administratif kepemilikan dan

penghunian;

c.

melakukan koordinasi dengan rukun tetangga, rukun warga, dan aparat pemerintah;

d.

menjalin hubungan koordinasi dan kemitraan dengan lembaga, institusi, dan badan hukum;dan

e.

memberikan pelayanan informasi dan komunikasi yang dapat diakses oleh pemilik dan

penghuni.

Tugas-tugas dalam pengurusan dan pengelolaan rumah susun juga menjadi tugas dari pengawas PPPSRS. Ketentuan Pasal 25 Permen PUPR No. 23/2018 menetapkan bahwa tugas dari pengawas adalah :

3 Arie S. Hutagalung, Condominium dan Permasalahannya (Edisi Revisi), (Depok : Fakultas

(7)

a.

melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan program kerja pengurus PPPSRS;

b.

melaksanakan pengawasan terhadap rencana kerja tahunan; dan

c.

memberikan masukan kepada pengurus terhadap jalannya pengelolaan rumah susun.

Untuk pengelolaan rumah susun campuran pengelolaannya berbeda dengan rumah susun hunian, dimana pengelolaan rumah susun yang mempunyai fungsi campuran dilakukan secara terpisah antara fungsi hunian dan fungsi non hunian.

D. MASALAH PENGGANTIAN, PERUBAHAN ATAU PEMBERHENTIAN PENGURUS PPPSRS

Kedaulatan tertinggi dalam PPPSRS berada di tangan anggota PPPSRS. Sebagai pemegang kedaulatan dalam rumah susun, pemilik sarusun memiliki kewenangan untuk melakukan penggantian atau pemberhentian pengurus PPPSRS dalam situasi dan kondisi yang sifatnya mendesak. Misalnya ada pengurus yang tidak lagi berdomisili di rumah susun tersebut, pelanggaran AD/ART, penyalahgunaan wewenang atau tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai pengurus, anggota PPPSRS melalui rapat umum luar biasa (RULB) dapat melakukan penggantian, perubahan atau pemberhentian pengurus PPPSRS. Sama halnya dalam pembentukan PPPSRS dan pemilihan pengurus, keputusan untuk melakukan penggantian, perubahan atau pemberhentian pengurus juga harus diupayakan atas dasar asas musyawarah dan mufakat serta semangat kekeluargaan.

Musyawarah dilakukan dengan mengundang seluruh anggota PPPSRS melalui undangan tertulis. Dalam undangan harus disampaikan maksud dan tujuan RULB dan mewajibkan anggota yang diundang untuk membawa bukti kepemilikan dan mengisi daftar hadir. Jika peserta RULB belum kuorum, rapat dapat ditunda sampai dengan batas waktu yang ditetapkan. Dalam hal anggota PPPSRS telah diundang secara sah dan patut tetap tidak hadir sampai dengan batas waktu yang ditetapkan, pengambilan keputusan penggantian atau pemberhentian pengurus dilakukan atas dasar suara terbanyak dimana setiap pemilik sarusun hanya memiliki satu suara saja terlepas dari berapa unit yang dimiliki (one man one vote). Keputusan rapat dianggap sah jika memenuhi kuorum dengan dihadiri lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah anggota PPPSRS atau sesuai dengan ketentuan yang ada dalam AD/ART PPPSRS. Hasil RULB yang menetapkan penggantian dan perubahan pengurus harus dituangkan dengan suatu akta notariil untuk kemudian dicatatkan ke instansi di bidang perumahan kabupaten/kota (untuk DKI Jakarta ke dinas perumahan propinsi). Pencatatan perubahan pengurus PPPSRS yang didasarkan pada akte notaris tersebut tidak bisa diartikan sebagai pemberian status badan hukum baru. Sebab status badan hukum dari PPPSRS sudah diperoleh pada saat disahkan oleh bupati/walikota (untuk DKI oleh Gubernur) pada saat pencatatan akta pendirian PPPSRS. Artinya pencatatan perubahan pengurus semata-mata untuk melegalisasi pengalihan tugas dan kewenangan dari pengurus yang lama ke pengurus yang baru dan bukan memberikan status badan hukum baru pada PPPSRS yang pengurusnya baru.

Meskipun UURS maupun Permen PUPR No. 23/2018 tidak mengatur mekanisme penggantian atau pemberhentian pengurus PPPSRS, namun tidak berarti ada celah hukum bagi pengurus yang diganti atau diberhentikan mencari pembenaran. Sepanjang RULB yang dilakukan sesuai dengan AD/ART PPPSRS dan tidak bertentangan dengan undang-undang, maka pergantian atau pemberhentian pengurus PPPSRS adalah sah. Hal ini sangat logis mengingat AD/ART sebagai dasar rujukan dilakukannya RULB merupakan kesepakatan yang dibuat bersama oleh para pemilik dan penghuni sarusun pada saat pembentukan PPPSRS pertama kali. Untuk bisa merubah AD/ART harus dengan persetujuan dan kesepakatan dari anggota PPPSRS. Jadi, masalah dualisme kepengurusan PPPSRS dapat diselesaikan dengan merujuk pada AD/ART PPPSRS. Meskipun demikian, pengurus diganti atau diberhentikan dapat menempuh upaya hukum baik melalui jalur pengadilan maupun penyelesaian sengketa di luar pengadilan.

E. PENUTUP

Dengan banyaknya sengketa dualisme kepengurusan PPPSRS, dimana masing-masing pengurus merasa sebagai pihak yang berwenang melakukan pengurusan dan pengelolaan rumah susun atas dasar status badan hukum yang mereka peroleh dari pemerintah daerah, hal

(8)

ini harus menjadi perhatian khususnya bagi pemerintah daerah. Seharusnya pemerintah daerah membuat prosedur yang mewajibkan kepada setiap pengurus PPPSRS yang melakukan perubahan atau penggantian pengurus untuk melampirkan AD/ART PPPSRS. Jika secara prosedural permohonan pencatatan perubahan atau penggantian pengurus tidak dilampiri dengan AD/ART PPPSRS, maka instansi atau dinas terkait harus menolak permohonan pencatatan perubahan atau penggantian pengurus PPPSRS.

Hal yang tidak kalah penting adalah tindakan pemerintah untuk segera membuat aturan main yang jelas tentang tata cara penggantian, perubahan atau pemberhentian pengurus PPPSRS. Hal ini dimaksudkan untuk memberi jaminan kepastian hukum bagi pengurus PPPSRS sekaligus memberikan perlindungan hukum bagi para pemilik dan penghuni rumah susun terkait masalah pengurusan dan pengelolaan rumah susun yang kedepannya akan banyak menimbulkan persoalan baru, mengingat minat dan trend masyarakat perkotaan yang tinggi untuk tinggal di rumah susun (apartemen).

DAFTAR PUSTAKA

Andika Wijaya & Wida Peace Ananta, Hukum Bisnis Properti Di Indonesia, Jakarta : PT. Grasindo, 2017.

Arie S. Hutagalung, Condominium dan Permasalahannya (Edisi Revisi), Depok : Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007.

Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun Peraturan Pemerintah No. 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun

Peraturan Menteri PUPR No. 23/PRT/M/2018 tentang Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun

Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 132/2018 tentang Pembinaan Pengelolaan Rumah Susun Milik

Referensi

Dokumen terkait

Demikian Pengumuman Pemenang ini dibuat untuk diketahui dan dipergunakan sebagaimana mestinya, atas perhatian dan kerjasamanya

Dengan demikian hipotesis pada penelitian yang menduga bahwa kepuasan pelanggan berpengaruh negatif yang signifikan terhadap keluhan pelanggan KFC Ahmad Yani adalah

Saran untuk penelitin lanjut, peneliti dalam pembelajaran materi gaya magnet dan menerapkan modul kartun berbasis experiential learning, peneliti selanjutnya

Diantara variabel pembeda tersebut akan dibuat suatu hubungan fungsional yang disebut dengan fungsi diskriminan.Berdasarkan uraian diatas maka penulis memilih judul

54 tahun 2010, maka Panitia Pengadaan Jasa Konsultansi Penyusunan Perencanaan Green Economy di Kabupaten Bandung mengundang Perusahan Pemenang dimaksud untuk

Tahap awal kloning untuk meng- ekspresikan protein adalah ligasi orf ESAT-6 ke vektor ekspresi pET-32b yang menghasil- kan plasmid rekombinan pET-32b-ESAT-6 seperti terlihat

SMA AL ISLAM sebagai salah satu instansi pendidikan mencoba merealisasikan semuanya itu, yaitu yang pertama adalah peningkatan kualitas sumber daya manusianya,