• Tidak ada hasil yang ditemukan

Membangun Industri Daerah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Membangun Industri Daerah"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

F

Membangun Industri Daerah

Perlu Semangat Pembinaan Usaha dan Pembiayaan Dana

Di dalam kursus ini, penjelasan berpusat kepada tipe 1, tipe pembinaan industri daerah di antara kategori aktivasi daerah di dalam Gambar−1. Kemudian menerangkan mengenai latar belakang di mana tipe 1 dan ciri khasnya terbentuk.

1.Ekonomi yang Menuju ke Industri Jasa

Struktur industri daerah dapat dimengerti dengan baik jika melihat jenis pekerjaan penduduk di daerah tersebut dalam perbandingan struktur populasi pekerja menurut industri.

Pertama, mari kita melihat peralihan (dalam periode waktu tertentu) secara nasional. Di Jepang (tidak termasuk Okinawa sebelum tahun 1972, karena masih di bawah kekuasaan Amerika Serikat), lebih dari 50% pekerja adalah pekerja bidang pertanian, kehutanan dan perikanan sebelum Perang Dunia II (PDII) (sebelum tahun 1940). Keadaan ini umum di pulau utama Jepang dan Okinawa.

〈Pulau Utama Jepang〉

Kemudian sesudah PDII di pulau utama Jepang, porsi industri primer menurun secara tajam, mulai dari pertengahan tahun 1950-an sampai tahun 1960-an, dan berganti dengan pertumbuhan industri produksi yang sangat tajam. Pada tahun 1970, industri primer menguasai 19,3% dari populasi pekerja dan jika ditambah dengan populasi industri sekunder, 34,1%, sehingga total menjadi 53,4%. Dengan demikian saat ini masyarakat Jepang berubah dari masyarakat pertanian menjadi masyarakat industri.

〈Okinawa〉

Keadaan Okinawa sedikit berbeda dengan pulau utama Jepang. Di tempat yang berbasis tentara AS ini, banyak jenis konstruksi berat (dan pelayanan yang terkait dengan militer AS). Populasi pekerja industri sekunder sebesar 21,1%, antara lain angka industri konstruksi berat, 12,5%. Meskipun demikian angka industri produksi hanya 8,6%. Struktur populasi pekerja industri tersier mempertunjukkan bahwa angka di Okinawa sebesar 62,2% merupakan porsi yang cukup besar dibandingkan dengan angka pulau utama Jepang, 46,6%. 〈Perubahan Industri dan Kesempatan Okinawa〉

Pada tahun 1980-an, porsi industri tersier, non-manufaktur, meningkat secara tajam. Rasio populasi pekerja industri tersier pada tahun 1990-an menduduki posisi primer, 59,3%, dan masyarakat menjadi masyarakat pelayanan atau masyarakat informasi.

Apalagi di dalam industri produksi, industri tipe berat, tebal, panjang dan besar (industri berat) yang pernah memimpin penumbuhan tingkat tinggi di pulau utama Jepang, secara perlahan-lahan mengecil bagiannya dan sebaliknya titik berat berubah kepada industri tipe ringan dan kecil. Terjadi perubahan ke industri lunak, atau jasa. Baru-baru ini, misalnya, ada perusahaan mewakili industri berat, tebal, panjang dan besar seperti industri besi dan baja atau perkapalan. Industri ini bersama-sama mengikutsertakan industri pendatang, seperti Disney Land. Hal ini merupakan simbol perubahan struktur industri.

(2)

ke pihak permintaan, dari pasar penjual ke pasar pembeli. Demikian pula merupakan perubahan masyarakat miskin ke masyarakat makmur (affluent society). Dalam keadaan seperti ini memungkinkan munculnya kesempatan pasar (niche market) yang berarti memberikan kesempatan bagi Okinawa juga.

Dianggap pula bahwa kecenderungan atau fenomena ini tidak lama akan timbul di negara-negara Asia Tenggara.

2.Globalisasi Ekonomi

Dampak besar satu lagi yang mempengaruhi industri daerah adalah globalisasi ekonomi. Liberalisasi perdagangan internasional dan wesel pada tahun 1960, sistem pengambangan mata uang internasional pada tahun 1971 dan Persetujuan Plaza pada tahun 1985 merupakan titik perubahan dan mendorong Jepang lebih dalam lagi ikutserta pada perekonomi dunia. Bersamaan itu pula, pada saat ini perekonomian Jepang menguasai 20% dari GNP dunia dan mempunyai daya pengaruh yang besar di dalam perekonomian internasional. Berarti, tingkat pendapatan orang Jepang menjadi tertinggi di dunia dan mempengaruhi pasar dunia. Bahan baku, suku cadang, impor produk, penanaman modal langsung ke luar negeri, pemindahan pangkalan produksi ke luar negeri, dsb. juga maju dengan cepat.

Globalisasi perekonomian di atas mempengaruhi besar secara langsung dan tidak langsung, yaitu produk “barang” yang tertutup (dalam negara sendiri saja) seperti masa lalu, secara terbatas.

Olehkarena itu mulai sekarang perlu penciptaan industri unggul secara internasional. Dalam keadaan seperti ini, Okinawa yang terletak di perbatasan negara perlu mendapatkan kesempatan.

3.Meninjau Sumber Daerah Kembali

Ekonomi dalam negeri dan internasional akan terbuka seiring dengan globalisasi. Oleh karena itu persaingan antara daerah produksi (antar-daera) menjadi lebih tajam. Mari kita lihat tindakan pembinaan industri daerah dari titik pandang pemanfaatan sumber daerah.

Pada dasarnya konsep sumber adalah konsep relatif. Apakah sebuah barang menjadi sebuah sumber atau tidak, ditetapkan oleh aksi manusia. Jika barang itu tidak mempunyai hubungan dengan manusia, maka akan menjadi semacam barang alam saja. (Misalnya jika tidak ada hubungan dengan manusia atau tidak diolah menggunakan teknologi, batubara atau minyak tanah hanya seperti batu atau air yang menyala).

Ketika barang alam ini membawa kegunaan tertentu bagi manusia, barang alam tersbeut menjadi sebuah sumber. Inilah yang diartikan dengan konsep relatif.

Di sini lebih lanjut, apabila sumber memainkan peran khusus bagi daerah, kami menyebut “sumber daerah”, bukan sumber umum. (Lihat Tabel “Sumber Pengelolaan Daerah” dalam Bidang Industri Okinawa)

Apabila meninjau sumber daerah dari titik pandang tersebut, kami menyadari bahwa di daerah manapun ada berbagai sumber. Kadang-kadang orang mengeluh mengenai kekurangan sumber daerah. Bukankah hal itu justru karena kurangnya kepandaian atau kemampuan manusia yang tidak mampu memanfaatkan dengan baik.

Perlu diperhatikan pula bahwa sumber daerah berada tidaklah tersendiri, melainkan membentuk satu sistem kesatuan yang saling berkait.

Misalnya, hutan, fauna dan flora liar, air, sumber alam bawah tanah, dsb. membentuk ekosistem alam, dsb. Di samping itu, pemandangan, adat istiadat, kebudayaan, dsb. berkaitan

(3)

satu sama lain tak terpisahkan membentuk satu sistem kolektif. Untuk mewujudkan perkembangan berkelanjutan, jangan mengambil hanya semacam barang istimewa dari sistem tersebut, tetapi harus memperhatikan pula keseimbangan secara adil.

4.Memperhatikan Marketing

Di masa masyarakat masih sederhana dan miskin, asal dapat membuat “barang”, maka bisa laku terjual. Saat itu orang tidak perlu memperhatikan marketing terlalu banyak.

Kini tampak dari luar, pendapatan orang Jepang menduduki peringkat puncak dunia. Bermacam produk meluap di pasaran. Meskipun demikian terjadi perselisihan dagang dengan negara-negara asing. Sedangkan di dalam negeri sendiri terjadi bermacam masalah seperti kebangkrutan kehidupan akibat kekenyangan makan dan pemborosan, polusi lingkungan disertai dengan masalah pengolahan buangan.

Bagaimanapun juga konsumen menduduki posisi unggul pada jaman makmur, karena konsumen memiliki alternatif. Berarti, jaman telah berubah dari “jaman di mana barang bisa laku asal dibuat” ke “jaman pembuatan barang supaya bisa laku”. Lalu, apakah industri dapat berhasil atau tidak, bukan ditetapkan oleh “bagaimana cara memproduksi”, tetapi oleh “bagaimana cara menjual”.

Sambil lalu, cara-cara marketing semestinya berbeda, tergantung jenis industri. Sebagai kecenderungan yang menarik perhatian baru-baru ini, banyak yang menyebutkan perlu kesegaran dan keamanan, atau menciptakan produsen dapat diketahui (traceable) untuk bidang pertanian. Atau disebutkan pula, perlu menargetkan wanita muda, atau efektif kalau menerapkan elemen hiburan. Memang, di samping itu kecakapan teknik mengenai marketing juga perlu ditekankan di berbagai tempat dewasa ini.

Sementara saya dapat menyebukan hal-hal khusus yang penting berkaitan dengan promosi daerah satu per satu sebagai berikut: ① harus pandai dalam pengumpulan informasi; ② memanfaatkan keistimewaan daerah secara maksimum; ③ memberikan nama barang dagangan (tidak terbatas barang benda saja, tetapi juga termasuk pelayanan atau penyelenggaraan) yang dapat diandalkan; ④ memperhatikan kualitas barang dagangan, citra atau penampilan yang baik, ciptaan untuk amusemen, penciptaan dsb. (disingkatkan dalam bahasa Jepang “Bikan Yu-so” berarti “pandang indah, main-main, dan cipta); ⑤ harga tidak perlu selalu murah, tetapi layak.

Hal ini bukanlah hal yang tidak berhubungan dengan negara-negara di Asia Tenggara. Misalnya dalam contoh Gerakan Satu Desa Satu Barang di Thailand, di tempat produksi barang untuk ekpor ke Jepang, ada usaha koperasi pelukis dari JETRO Jepang (untuk membuat barang berdasarkan marketing terhadap negara-negara yang sudah maju).

Kemudian negara-negara Asia Tenggara juga sudah masuk ke dalam jaman di mana marketing lebih unggul. Di masa mendatang, di tiap negara secara nasional akan muncul dan memiliki kecenderungan konsumsi seperti ini. Terpenting adalah pengembangan barang dagangan yang lebih maju selangkah daripada pihak lain.

5.Globalisasi, Sinar dan Bayangan untuk Negara-negara yang Sedang Berkembang

−Melalui Krisis Mata Uang di Asia−

Globalisasi itu sendiri bukan kebaikan ataupun kejahatan. Benar mempunyai potensi membawa hasil yang sangat baik. Misalnya di negara-negara Asia Timur terutama Jepang (Korea, Taiwan, Hong Kong, Singapura plus Cina), mereka menerima ini atas persetujuan

(4)

mereka dan memajukan dengan langkah-langkah mereka sendiri. Hasilnya, globalisasi membawa anugerah besar, yaitu walaupun negara-negara tersebut tidak mengikuti apa yang dikatakan Konsensus Washington, atau karena tidak mengikuti konsensus tersebut, maka mereka sering disebut sebagai “KEAJAIBAN ASIA TIMUR (THE EAST ASIAN MIRACLE)” (Catatan 1).

Itu Konsensus Washington (Catatan 2) yang digunakan sebagai syarat atau pedoman bantuan dan bimbingan dari negara-negara yang sudah maju kepada negara-negara yang sedang berkembang, IMF (Dana Moneter Internasional) yang melaksanakan atau memaksakan ini, dan Bank Dunia maupun WHO yang menunjang hal tersebut.

Pada waktu krisis mata uang di Asia pada tahun 1997, maka masalah dalam Konsensus Wasihngton mengemuka. Penyebab inilah dan kebijakan pengetatan moneter oleh IMF, membuat keadaan krisis ekonomi di negara-negara yang sedang berkembang terutama Thailand, Indonesia dan Korea (Catatan 3) menjadi lebih buruk. Pada tanggal 2 Juli 1997, krisis ekonomi semakin parah, dimulai dari jatuhnya mata uang Baht Thailand dan menyebar ke Malaysia, Korea, Filipina dan Indonesia.

Hal ini karena bank-bank investasi modal kelas satu di Eropa dan Amerika mengumpulkan dana dari investor dunia dan terus-menerus menuangkan uang panas mereka sambil berkata “dari sekarang Asia”. Kemudian mendadak berubah sikap mereka dan sambil berkata “itu masalah struktur Asia”, pada saat keadaan tidak menguntungkan sedikit. Kemudian mereka pun mulai menarik uang panas besar-besaran. “Masalah struktur Asia” ini bukan masalah struktur, tetapi karena uang masuk dari luar negeri terlalu banyak dan mata uang negeri tertentu naik terlalu tinggi, daya persaingan internasional dihilangkan dan akhirnya terjadilah krisis ekonomi.

Selanjutnya terhadap krisis mata uang ini, dilaksanakan beberapa tindakan bantuan oleh IMF untuk negara-negara yang sedang berkembang terutama Thailand, yaitu kebijakan pengetatan fiskal, kemudian pengetatan melalui upaya menaikkan suku bunga bank. Hal ini menyusutkan dan semakin memperkecil skala ekonomi secara keseluruhan. Oleh karena kesalahan reformasi struktur, tingkat pengangguran naik menjadi 4 kali lebih tinggi di Korea dan 10 kali lebih tinggi di Indonesia, dan GDP (tahun 1998) menurun sebanyak 13,1% di Indonesia, 6,7% di Korea dan 10,8% di Thailand. Selain itu di Indonesia 16 bank swasta ditutup.

IMF mengabaikan prasyaratnya (Lihat Catatan 2) dan secara sederhana percaya bahwa kalau perusahaan atau pekerjaan yang tak efisien terlindung dan terbentuk di bawah perdagangan internasional dengan system proteksi dapat dihapuskan, maka usaha baru yang lebih efisien dan produktif pasti akan lahir. Tetapi ini bukan realitas dan hanya merupakan imajinasi di dalam buku pelajaran. Itu pun di bawah syarat pasar sempurna dan persaingan sempurna.

Untuk membangun perusahaan atau pekerjaan baru dengan sendirinya perlu pembiayaan dana dan semangat pembinaan usaha. Namun demikian di hampir semua negara yang sedang berkembang, kedua elemen ini tidak cukup. Jadi, di dalam kursus ini, akan saya bahas mengenai aktivitas pembangunan dan pembinaan usaha, dan aktivitas penciptaan pendapatan (Income-generation) terutama bisnis ventura. Selanjutnya dijelaskan pula mengenai keuangan langsung, antara lain pembiayaan ekuiti (permodalan) terutama di daerah, bukan keuangan tidak langsung dari bank.

(Catatan 1) Laporan penelitian Bank Dunia “THE ASIAN MIRACLE:Economic Growth and Public Policy”

(5)

(Catatan 2) Keuangan tersusut, privatisasi dan liberalisasi pasar (pasar keuangan, pasar modal, pasar perdagangan internasional) adalah tiga pokok Konsensus Washington.

Kegagalan “Konsensus Washington”

<Masalah Liberalisasi Perdagangan Internasional>

Memaksakan persaingan terhadap barang impor dari luar negeri berdaya saing kuat kepada produk dalam negeri tanpa daya persaingan apa-apa, hanya akan membawa akibat sengsara secara sosial dan ekonomi.

<IMF−Masalah Kebijakan Pengetatan Moneter>

Telah menyebabkan kenaikan suku bunga, tidak dapat tercipta lapangan pekerjaan baru, dan liberalisasi perdangangan internasional dimajukan sebelum pengaturan jaring pengaman. Oleh karena itu, para penganggur tersudut ke dalam kemiskinan.

<Masalah Kebebasan Administrasi Modal>

Tindakan untuk meminta kebebasan pasar modal dengan risiko besar terhadap negara-negara yang sedang berkembang juga, di mana sistem bank hampir tidak berfungsi. Hal ini bukan saja tidak adil, tetapi juga tindakan ekonomi yang salah. (Sementara ini, Jepang dan negara-negara Eropa terus mengontrol liberalisasi modal sampai tahun 1970-an.)

Pengeluaran/pemasukan uang panas yang biasa terjadi setelah liberalisasi pasar modal menyebabkan kekacauan besar.

Hal ini menyebabkan krisis mata uang di Asia pada tahun 1997, dan selanjutnya keadaan krisis di Thailand dan Indonesia bertambah buruk melalui kebijakan pengetatan moneter oleh IMF.

(Catatan 3) Buku ditulis oleh Joseph E Stiglitz pada tahun 2002, “Globalization and its Discontents”. Edisi terjemahan Jepang diberikan nama yang patut sekali, yaitu “Karakter Nyata Globalisme yang telah Membuat Dunia Tak Bahagia. Penulis buku ini adalah anggota Komite Penasehat Ekomoni Bekas Presiden Clinton pada tahun 1993−1996, dan Bekas Wakil Presiden Senior Bank Dunia pada tahun 1997−2000. Buku ini boleh dikatakan lebih obyektif karena mempertimbangkan bahwa penulisnya sendiri ada di pusat dan mengritik pihak yang ada di dekatnya.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil yang didapat ditemukan bahwa kelengkapan pengisian sertifikat penyebab kematian di RSUP H.Adam Malik Medan terkecil terdapat pada bagian

Pengumpulan data pada kegiatan magang ini dilakukan dengan menggunakan metode langsung (data primer) dan metode tidak langsung (data sekunder). Pengumpulan data

Hal ini didapat karena pada sub variabel better farming dan better bussines memiliki skor nilai sebesar 3,28 dengan kategori cukup tercapai, pada better faming skor nilai

Pelaporan kejadian efek samping obat atau ROTD, efek samping obat tradisional, suplemen makanan dan kosmetika menggunakan formulir monitoring efek samping obat, obat

2, Desember 2020 |362 Kesimpulan dari penelitian ini adalah dengan diberikan bentuk permainan outdoor activity yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan akhir dari

Dari keseluruhan item dalam indikator tersebut maka rata-rata dari keempat indikator tersebut adalah 102,7 , berdasarkan rentang skor yang ada dapat dikatakan bahwa tingkat

3) Negara-negara yang penunjukkannya mewakili semua wilayah-wilayah geografi dunia. Pada akhir tahun 1998 jumlah anggota Organisasi telah mencapai angka 185 sama seperti

Data primer yang diperoleh dari kerja praktik untuk penulisan Tugas Akhir ini berdasarkan wawancara dengan admin keuangan PT Nasmoco Pemuda..