• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Puskesmas Duren Sawit sebagai Gatekeeper dalam Penanganan Pasien Hipertensi Peserta Jaminan Kesehatan Nasional Tahun 2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Efektivitas Puskesmas Duren Sawit sebagai Gatekeeper dalam Penanganan Pasien Hipertensi Peserta Jaminan Kesehatan Nasional Tahun 2016"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Efektivitas Puskesmas Duren Sawit sebagai Gatekeeper dalam Penanganan Pasien Hipertensi Peserta Jaminan Kesehatan Nasional Tahun 2016

Ngabila Salama1, Yaslis Ilyas2 1)

Puskesmas Duren Sawit 1,2)

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesa Abstrak

Puskesmas Duren Sawit mengalami peningkatan kunjungan pasien hipertensi peserta JKN yang kemudian dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut. Tujuan penelitian untuk mengevaluasi efektivitas Puskesmas Duren Sawit sebagai gatekeeper dalam penanganan pasien hipertensi peserta JKN. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam kepada petugas terkait dan FGD kepada pasien hipertensi. Kerangka pikir dasar penelitian dengan menganalisis unsur fasilitas kesehatan dan unsur pasien. Hasil penelitian menunjukkan puskesmas belum melakukan penanganan pasien JKN penderita hipertensi secara komprehensif. Hal ini ditunjukkan dengan belum adanya poliklinik khusus PTM, SOP khusus penanganan hipertensi, kurangnya promosi kesehatan terkait hipertensi di luar dan di dalam gedung, serta belum memanfaatkan sistem informasi manajemen dalam penanganannya. Penelitian ini menyimpulkan bahwa keputusan merujuk pasien didasari adanya komplikasi pasien, kurangnya ketersediaan obat, sarana pendukung yang kurang optimal, dan kurangnya promosi kesehatan. Diharapkan puskesmas dapat mengembangkan skema penanganan pasien hipertensi lebih komprehensif, BPJS kesehatan dapat memberikan reward kepada puskesmas bila melakukan penanganan penderita hipertensi secara kontinu, dan dinas kesehatan mampu berkomitmen untuk mengembangkan program KPLDH.

Kata Kunci: Gatekeeper, rujukan, obat, tenaga kesehatan, BPJS Kesehatan, promosi kesehatan, SOP, komplikasi,

Pendahuluan

WHO menyatakan ketidakmampuan suatu negara mengubah status kesehatan penduduknya disebabkan oleh belum tertanamnya pemberian pelayanan kesehatan yang dimulai dari pelayanan kesehatan primer.1 WHO telah mengidentifikasi lima elemen kesehatan untuk semua melalui pelayanan kesehatan primer. Kelima elemen tersebut yaitu reformasi jaminan semesta, reformasi pelayanan kesehatan, reformasi kebijakan, kepemimpinan, dan peningkatan partisipasi stakeholder. 2

Permulaan perawatan pasien dari pelayanan kesehatan primer mendorong pengontrolan biaya yang pasien keluarkan terutama pada penyakit kronis yang

(2)

berbiaya mahal.3 Sayangnya, semakin ke depan peran gatekeeper pelayanan kesehatan primer mengalami penurunan yang justru hanya menjadi koordinator menuju pelayanan spesialis.4

Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi keputusan dokter pelayanan kesehatan primer untuk melakukan rujukan pasien ke tingkat spesialis. Di Norwegia, pelayanan kesehatan primer melakukan rujukan pasien di antaranya karena tekanan kompetitif dari pelayanan kesehatan lain dan pelayanan kesehatan primer memilih untuk melakukan perawatan yang lebih komprehensif pada level spesialis.5 Perkembangan kompetitif dokter umum juga disertai bermunculannya variasi dokter spesialis di negara-negara Eropa lain. Sementara di Kanada sistem pelayanan kesehatan yang berkembang dimulai dari dokter keluarga yang memberikan pelayanan kesehatan serta menentukan keputusan tindakan rujukan pasien.6

Di Indonesia ketersediaan dokter, obat-obatan, fasilitas kesehatan, pemahaman dokter sebagai gatekeeper, pemahaman dokter tentang kapitasi dan diagnosis medis terhadap kasus rujukan, ketidaktersediaan obat-obat penyakit kronis, serta kurang tersedianya fasilitas kesehatan dan bahan habis pakai di puskesmas menyebabkan kasus rujukan tinggi.7 Mengapa bisa sampai demikian?

Berlakunya UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada Januari 2014 menuntut peran Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama FKTP) sebagai pintu gerbang awal pasien dalam mekanisme JKN. Berdasarkan Perpres No. 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Pasal 29 menyebutkan bahwa untuk pertama kali setiap peserta didaftarkan oleh BPJS Kesehatan pada satu FKTP. Selain itu peserta harus memperoleh pelayanan kesehatan pada FKTP tempat peserta terdaftar.

Berdasarkan laporan surveilans Puskesmas Duren Sawit (2016) prevalensi hipertensi mencapai 25,4% yang mana sebagian besar (61,38%) kasus hipertensi masyarakat tidak terdeteksi. Penduduk dengan usia >31 tahun telah terdeteksi menderita hipertensi. Berdasarkan laporan kunjungan dan rujukan pasien penderita hipertensi mencapai lebih dari tujuh ribu kunjungan dan lebih dari seribu rujukan setiap tahunnya.

(3)

Berdasarkan data laporan kunjungan dan rujukan khusus pasien JKN Puskesmas Duren Sawit 2015-2016, penyakit hipertensi masuk dalam 5 besar daftar kunjungan dan daftar rujukan puskesmas. Sebagai penyakit kronis, penyakit hipertensi juga tercatat sebagai kunjungan dan rujukan tertinggi di Puskesmas Duren Sawit. Padahal penyakit ini memerlukan penanganan pencegahan dari hulu. Penyakit ini juga berpotensi membutuhkan biaya mahal tanpa adanya penanganan ketat dari awal.

Puskesmas Kecamatan Duren Sawit sebagai salah satu FKTP program JKN menerima rata-rata kunjungan pasien hipertensi sebanyak 1161 pasien peserta BPJS Kesehatan yang mana rata-rata sebanyak 19,6% dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut dalam kurun waktu satu bulan. Tingginya rasio rujukan ini akan berdampak pada pengurangan kinerja kapitasi puskesmas dan mengurangi mutu puskesmas sebagai penyelenggara fasilitas kesehatan JKN. Oleh karena itu, perlu untuk mengevaluasi penanganan penyakit hipertensi di Puskesmas Duren Sawit Propinsi DKI Jakarta.

Metode

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif melalui studi kasus dengan metode deskriptif analitik. Informan penelitian merupakan salah satu sumber data dan informasi bagi peneliti. Untuk memperoleh data dan informasi yang akurat, dilakukan wawancara mendalam kepada tenaga kesehatan, dinas kesehatan, dan pasien penderita hipertensi. Penelitian dilakukan di Puskesmas wilayah Kecamatan Duren Sawit Propinsi DKI Jakarta yang membawahi 12 KaSatPel puskesmas kelurahan. Dalam penelitian ini peneliti memakai teknik wawancara mendalam dan Focus Group Discussion (FGD). Peneliti sebagai instrument utama ditambah dengan pedoman wawancara mendalam, pedoman FGD, lembar check list observasi, lembar check list data sekunder, dan alat perekam suara.

Penelitian menggunakan teori intervensi improvisasi pelayanan kesehatan primer dalam penanganan penyakit kronis yang dikembangkan oleh Taggart et al (2012). Selain itu peneliti juga menambahkan teori dukungan lingkungan positif dalam penanganan penyakit kronis yang dikembangkan oleh Beaglehole et al (2008). Variabel yang dihubungkan dengan efektivitas gatekeeper puskesmas

(4)

dalam penanganan Pasien JKN penyakit Hipertensi dari unsur fasilitas kesehatan terdiri dari tenaga kesehatan, intervensi, pelatihan, pelayanan komplementer, penggunaan sistem informasi, dukungan organisasi, dan Standar Operational Procedure (SOP). Sedangkan unsur pasien terdiri dari pengetahuan dan kondisi medis pasien.

Untuk menjaga validitas data dilakukan triangulasi metode kombinasi wawancara dan FGD serta triangluasi berbagai sumber dan data, baik itu data primer maupun data sekunder. Analisis data dilakukan dengan membuat matriks, menyiapkan poin penting tabel, bagan, grafik, dan poin narasi. Penyajian data dengan mengutip hasil wawancara informan.

Hasil dan Pembahasan

Informan penelitian terdiri dari orang yang terkait langsung maupun tidak langsung dalam efektivitas peran gatekeeper Puskesmas Duren Sawit dalam penanganan pasien JKN penderita hipertensi tahun 2016. Tabel 1 menampilkan karakteristik informan penelitian.

Tabel 1. Karakteristik Informan Informan

(IF)

Jumlah Instansi Jabatan Usia

(tahun) Metoda 1 3 Puskesmas Dokter 29 WM 2 1 Puskesmas Kepala ruangan 58 WM 3 2 Puskesmas Apoteker 27 WM 4 1 Puskesmas Kepala Puskesmas 49 WM 5 2 Puskesmas Perawat 52 WM

6 1 Puskesmas Kepala UKP 51 WM

7 1 Puskesmas Surveilans

PTM

29 WM

8 1 BPJS Kesehatan MPKP 52 WM

9 1 Dinas Kesehatan Sub bid yankes 48 WM

(5)

Informan pada puskesmas menyebutkan bahwa kurangnya tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan di puskesmas benar-benar dirasakan oleh informan. Sebagian besar mengeluhkan kurangnya jumlah tenaga dan beberapa diantaranya menganggap tenaga sudah cukup bila melakukan koordinasi dengan baik.

Informan yang menganggap kurang

1 dokter 1 hari itu bisa sampai berapa pasien kan perorang standarnya kan 30 pasien ya perhari apalagi kalau pasien hipertensi dilihat dari itunya ya banyak ya (IF-1)

kan sementara perawatnya sama tindakan, jadi kalau kita melakukan anamnesa itu paling nggak butuh perawat tapi sekarang sudah mulai direkrut (IF-3)

Idealnya dokter layanan primer menangani pasien kronis, akut, termasuk memberikan penyuluhan kesehatan kepada sebanyak 2500 pasien per tahun atau sekitar 8-11 pasien per hari.8 Hal ini menunjukkan penanganan pasien yang terjadi pada Puskesmas Duren Sawit masih jauh dari ideal. Perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan yang telah operasional tetap dapat menggunakan perhitungan untuk kebutuhan riil berbasis Analisis Beban Kerja (ABK).9 Puskesmas sebaiknya melakukan perencanaan berdasarkan analisis beban kerja tersebut. Tenaga kesehatan memiliki harapan dalam melakukan perbaikan.

Waktu edukasi yang tidak terlalu singkat

Sangat kurang itu. Edukasi bisa berapa 10 menit 15 menit hanya untuk membicarakan 1 diet aja gitu, sedangkan 1 hari kita berapa pasien itu tidak mencukupi (IF-1)

Idealnya 1 pasien itu bisa 15 menit mungkin, kalau sekarang agak kurang, karena jumlah pasien (IF-2)

Lembar Edukasi obat penderita hipertensi

Lembar edukasi nggak ada, kalau penggunaan obat ya penggunaan obat yang jarang maksudnya yang tidak umum gitu baru ada lembar edukasinya (IF-4)

(6)

Belum Ada ceklist kartu kunjungan berobat kartu minum obat, harapannya ada (IF-9)

Peralatan tensi yang lebih canggih

Yang pasti kita minta alat stestokop yang bagus tensi yang canggih, tinggal masuin tangan cepat jadi pasien tidak menunggu lama (IF-6) Beberapa informan mengungkapkan bahwa kendatipun telah mengikuti pelatihan, bisa jadi tidak berdampak terutama dalam penanganan pasien hipertensi karena terkendala keterbatasan obat di puskesmas.

Ya seminar seminar sehari aja bukan dari Puskesmas cari sendiri, pelatihannya sih berdampak tapi kan obatnya tetep nggak ada jadi hehehe jadi agak susah juga (IF-5)

Uda lama banget itu, itu perlu update, soalnya kan kita dikasih update tapi nggak ada obatnya juga (IF-7)

Pelatihan diperlukan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kerja. Pelatihan adalah suatu kegiatan untuk memperbaiki kemampuan petugas dengan cara meningkatkan pengetahuan dan keterampilan operasional dalam menjalankan suatu pekerjaan atau dapat dikatakan pula merupakan suatu proses pembinaan pengertian dan pengetahuan terhadap sekelompok fakta, aturan, serta metode yang terorganisasikan dengan mengutamakan pembinaan kejujuran dan keterampilan operasional.10 Selain itu, pelatihan juga merupakan suatu proses yang akan menghasilkan suatu perubahan perilaku bagi petugas.11 Perubahan perilaku yang dimaksud adalah peningkatan kemampuan atau kinerja petugas.

Tabel 2. Jenis Pelayanan Komplementer Penanganan Hipertensi di Puskesmas No Jenis

Pelayanan

Keterangan Kendala

1 Prolanis Program Layanan Penyakit Kronis juga untuk pasien hipertensi

- Pasien harus melalui skema rujukan

- Pasien tidak datang tepat waktu untuk mengikuti penyuluhan

- Obat tidak tersedia di puskesmas 2 Konseling obat Konseling mengenai obat

dari apoteker kepada pasien

- Program tidak berjalan di tahun 2016

- Kurang pegawai apoteker 4 Mading Mading informasi obat - Program tidak berjalan

- Tidak ada PJ program 5 Penyuluhan Penyuluhan kepada - Program tidak berjalan

(7)

pasien di aula puskesmas 7 Poli Bebas

Rokok

Poli untuk konsultasi berhenti merokok

- Program tidak berjalan

8 Peran kader (RW Siaga)

Peran kader memberikan edukasi terkait hipertensi kepada masyarakat

- Para kader belum dilatih mengenai faktor risiko penyakit kronis

9 Posbindu Pos Pembinaan Terpadu penyakit tidak menular

- Belum ditingkatkan di tiap kelurahan

10 Fasilitas Laboratorium

Fasilitas pemeriksaan lab - Pasien harus mengantre dari pagi

- Jam buka hanya sampai pukul 12 siang

- Ketidaksesuaian dengan formulir pemeriksaan

11 Fasilitas gizi Fasilitas konsultasi gizi - Jam buka hanya sampai pukul 12 siang

12 Fasilitas EKG Fasilitas pemeriksaan EKG

- Jam buka hanya sampai pukul 12 siang

13 Fasilitas treadmill

Fasilitas untuk

pemeriksaan treadmill

- Fasilitas belum ada di puskesmas

14 One Stop Service Lansia

Pengobatan lansia termasuk lab dan apotek terpusat di lantai 1

- Program baru berjalan masih perlu banyak pembenahan

Tabel 2 menampilkan pelayanan komplementer penanganan penderita hipertensi di puskesmas. Bila dibandingkan dengan penelitian lain, program promosi kesehatan pada penyakit hipertensi melalui upaya pemberdayaan individu di Puskesmas Tomohon sudah cukup baik, pemberdayaan keluarga, pemberdayaan masyarakat, bina suasana, dan kemitraan sudah terlaksana tetapi belum maksimal, sedangkan upaya advokasi belum terlaksana.12 Hal ini memperlihatkan bahwa kurangnya program promosi kesehatan pasien penderita hipertensi juga terjadi pada puskesmas lain. Sebaiknya program pelayanan komplementer lain juga tidak dikesampingkan urgensinya.

Sebagian besar prosedur kerja yang ada di puskesmas berupa Instruksi Kerja (Ika). Dalam melakukan proses kerja, tenaga kesehatan puskesmas lebih mengacu kepada ilmu yang dipelajari selama proses kuliah.

Ada, pernah ditunjukin, pernah baca tapi di kelurahan, kalau di kecamatan belum ada sosialisasi SOP (IF-1)

Saya kira ada ya tapi masih IKA ya sosialisasinya belum kena semua kyaknya, kalau saya pribadi lebih ke ilmu pada saat pendidikan terus upgrade sendiri gitu (IF-2)

(8)

Khusus SOP kardiovaskuler itu nggak ada sih ya, adanya SOP cara menensi pasien gitu ada (IF-3)

SOP merupakan suatu rangkaian instruksi tertulis yang mendokumentasikan kegiatan atau proses rutin pada suatu proses kerja.13 SOP merupakan pedoman kerja bagi setiap perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya. Dalam SOP biasanya diatur ketentuan-ketentuan umum yang diatur dalam suatu unit kerja, sedangkan ketentuan khususnya diatur oleh bagian kerja yang bersangkutan. SOP bersifat lebih kompleks karena pembuatannya mengatur hubungan kerja hingga antar antardepartemen.

Pengetahuan pasien terkait pemahaman penyakit hipertensi belum terlalu dalam. Hal inilah yang dirasakan oleh para informan terkait pasien penderita hipertensi yang berkunjung ke puskesmas. Selain itu kebanyakan pasien belum mengerti jangka waktu minum obat hipertensi. Hal ini juga sesuai dengan tingkat pendidikan pasien maupun kemampuan pasien menyerap pengetahuan tentang hipertensi, baik itu dari televisi, radio, maupun internet. Berikut pernyataan informan petugas puskesmas.

Disini beragam dari yang paling salah baget tentang hipertensi ada yang hipertensi minum obatnya nggak terus menerus, kebanyakan pasien kurang mengerti tentang hipertensi (IF-1)

Menurut saya banyak kurangnya karena mereka satu masih nggak paham apa itu sih sebenarnya darah tinggi nah itu mereka juga nggak tahu kemudian risikonya (IF-2)

Hasil penelitian lain tentang pengetahuan masyarakat terhadap penyakit hipertensi di daerah Manado menyebutkan bahwa sebagian besar masyarakat telah memahami tentang penyakit hipertensi dan patuh untuk minum obat antihipertensi.14 Sedangkan penelitian yang dilaksanakan di Magelang menyimpulkan bahwa pengetahuan yang semakin baik terhadap risiko hipertensi meningkatkan sikap yang baik untuk melawan faktor risikonya dan begitu juga sebaliknya.15 Penelitian ini juga menyarankan kepada puskesmas agar melaksanakan Posyandu lansia dan program penyuluhan pada masyarakat tentang

(9)

penyakit hipertensi dan perawatannya secara rutin sehingga dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat.

Kesimpulan

Penelitian ini menyimpulkan bahwa tenaga kesehatan puskesmas masih kurang dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi pasien penderita hipertensi karena terdapat kendala jumlah kunjungan pasien yang tinggi per harinya ditambah lagi belum adanya tenaga kesehatan masyarakat untuk melakukan promosi kesehatan. Belum ada pelatihan terkait penanganan pasien penderita hipertensi terkini selama tahun 2016 kepada tenaga kesehatan puskesmas. Terdapat pelayanan komplementer puskesmas untuk penderita hipertensi yang berjalan dengan baik yaitu program prolanis. Pada puskesmas belum ada SOP khusus bagi penderita hipertensi dan peraturan yang dibuat sebatas instruksi kerja (IKA). Penelitian ini menyarankan untuk menghidupkan perogram konseling obat bagi petugas apoteker. Puskesmas dapat memberdayakan tenaga magang puskesmas untuk membuat program penyuluhan terkait hipertensi di puskesmas. Puskesmas mengembangkan prosedur baku atau SOP penanganan penderita hipertensi dan penerapannya tidak hanya di bulan hipertensi. Selain itu, meningkatkan program Posbindu di tingkat kelurahan.

Referensi:

1. WHO. 2008. The World Health Report 2008 - primary Health Care (Now More Than Ever). Geneva: WHO. Diunduh dari http://www.who.int/whr/2008/en/ tanggal 22 April 2016.

2. WHO. 2016. Primary Health Care. Dilihat di http://www.who.int/topics/primary_health_care/en/ tanggal 22 April 2016. 3. Kelley, D., & Smith, L. (2006). The consumer as gatekeeper: Consumer-driven health care controls costs. Workspan, 49(6), 29-32. Retrieved from http://search.proquest.com/docview/194718226?accountid=17242.

4. Nilson, J. T. (1998). The future of the gatekeeper: Care coordinator. Healthcare Executive, 13(4), 18-22. Retrieved from http://search.proquest.com/docview/200325458?accountid=17242

5. Godager, G., Iversen, T., & Ma, C. T. A. (2015). Competition, gatekeeping, and health care access. Journal of health economics, 39, 159-170.

(10)

6. Health Council Canada. 2010. Decisions,Decisions: Family Doctors as Gatekeepers to Prescription Drugs and Diagnostic Imaging in Canada.

Health Council Canada diunduh dari

http://www.healthcouncilcanada.ca/tree/2.33-DecisionsHSU_Sept2010.pdf tanggal 24 Mei 2016.

7. Wulandhani, Amilia. 2012. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kasus Rujukan Rawat Jalan Tingkat Pertama di Puskesmas Sumbersari Bantul Kota Metro 2012. Jakarta: FKM UI. Diunduh dari http://lib.ui.ac.id/naskahringkas/2015-08/S44311-Amilia.

8. Altschuler, J., Margolius, D., Bodenheimer, T., & Grumbach, K. (2012). Estimating a reasonable patient panel size for primary care physicians with team-based task delegation. The Annals of Family Medicine, 10(5), 396-400.

9. Kementrian Kesehatan. 2014. Kajian Standar Kebutuhan SDM Kesehatan di Fasyankes. Jakarta: Kementrian Kesehatan.

10.Soeprihanto, John. 2000. Penilaian Kinerja dan Pengembangan Karyawan. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

11.Notoatmodjo, Soekidjo. 2009. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.

12.Caroles, Jessy A dkk. 2015. Promosi Kesehatan Pada Penyakit Hipertensi Di Puskesmas Pangolombian Kecamatan Tomohon Selatan. Tomohon: FKM Samratulangi. diunduh dari http://jkesmasfkm.unsrat.ac.id/wp-content/uploads/2015/06/6-FIX-JESSY-A.-CAROLES1.pdf tanggal 25 Juni 2016.

13.Stup, Richard. 2001. “Standard Operating Procedures: A Writing Guide”. Dairy Alliance, Penn State University,www.dairyalliance.com/hrmgmt /organizationaldev/SOPManual.pdf

14.Winifred, Karema, dkk. Gambaran Tingkat Pengetahuan Tentang Hipertensi di RSUP Kandou Manado. Manado: Univresitas Samratulangi. 15.Taukhit. 2014. Hubungan TIngkat Pengetahuan dan SIkap dengan

Perilaku Pencegahan Komplikasi pada Penderita Hipertensi. Magelang: Umnas. diunduh dari http://lppm.unmas.ac.id/wp-content/uploads/2014/06/13-Taukhit-KL1.pdf tanggal 23 Juni 2016.

Gambar

Tabel 1. Karakteristik Informan  Informan
Tabel 2. Jenis Pelayanan Komplementer Penanganan Hipertensi di Puskesmas  No  Jenis
Tabel  2  menampilkan  pelayanan  komplementer  penanganan  penderita  hipertensi  di  puskesmas

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Herawaty (2008) dan Darwis (2012) yang menyatakan bahwa variabel kepemilikan manajerial tidak memoderasi

[r]

r\bsr.:k Anikcr ini nqFjikan bah.m rsbc D€Mdm ndaapa sudi $jann msih *pfiele dcnsan lcbutuha a tepdrrgan Baesdllfng. hm qtrde fonulatio4 this diticisn cirim &at

Puji Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi PENGARUH PERLAKUAN ANTARA EKSTRAK REMPAH- REMPAH (KLUWAK, KUNYIT,

gambar yang diedarkan seperti Lampiran 6 kepada setiap kumpulan murid. Minta kumpulan berbincang berdasarkan gambar dan soalan di kemukakan dan bentangkan hasil perbincangan.

Menyatakan bahwa skripsi dengan judul Pengaruh Penyuluhan Kesehatan Tentang Diet Rendah Purin Terhadap Kepatuhan Penderita Asam Urat Adapun skripsi ini bukan milik

a) In Block C 169 transmigrants have been examined and 3 persons (1.8%) showed filariasis symptoms. Nine months after their arrival a second examination

 Sering dipakai untuk menyelesaikan persamaan yang berjumlah besar.. Koefisien Relaksasi (