• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ragam Peta Konsep Penunjang Model Pembelajaran Biologi Berbasis Remap Coople

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ragam Peta Konsep Penunjang Model Pembelajaran Biologi Berbasis Remap Coople"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Ragam Peta Konsep Penunjang Model Pembelajaran Biologi

Berbasis

Remap Coople

SITI ZUBAIDAH1, SUSRIYATI MAHANAL1, ARDIAN ANJAR PANGESTUTI2, MISTIANAH2 1Jurusan Biologi, Universitas Negeri Malang, Malang, Indonesia

2Program Studi Pendidikan Biologi, IKIP Budi Utomo Malang, Malang

Email: siti.zubaidah.fmipa@um.ac.id

ABSTRAK

Salah satu fakta yang dirisaukan dalam dunia pendidikan adalah rendahnya kemampuan literasi membaca siswa Indonesia. Kondisi ini tidak boleh dibiarkan terjadi berlarut, karena dapat berdampak pada keterampilan berpikir siswa. Salah satu cara untuk memberdayakan keterampilan membaca siswa adalah dengan menerapkan suatu model pembelajaran yang di dalamnya terdapat kegiatan yang mengharuskan siswa untuk membaca.Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah remap coople, yaitu model pembelajaran yang mengharuskan siswa untuk membaca dan menyusun peta konsep sebelum pembelajaran dimulai, dan pada saat pembelajaran digunakan model pembelajaran kooperatif.Salah satu penunjang model pembelajaran biologi tersebut adalah peta konsep. Model peta konsep ada yang berpola spoke, chain, dan net, yang kemudian dikembangkan menjadi tree, linear, circular, hub spokes, dan network/net. Pada pelaksanaannya, siswa dapat memilih salah satu model peta konsep yang diinginkan atau mengembangkan modelnya sendiri dengan memodifikasi dari model peta konsep yang telah ada. Berdasarkan pengamatan sejak tahun 2014 – 2016 dari berbagai sekolah di Malang, Jawa Timur, pada umumnya model peta konsep yang dibuat oleh siswa adalah modeltree.

Kata kunci:remap coople, peta konsep, ragam model peta konsep

PENDAHULUAN

Salah satu fakta yang dirisaukan dalam

dunia pendidikan adalah adanya

informasimengenai prestasi anak Indonesia yang memprihatinkan, antara lain hasil studiProgramme for International Student Assesment (PISA) dan hasil studi internasional Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS). Studi internasional PISA menunjukkan profil kemampuan siswa berusia 15 tahun dalam membaca, matematika, sains, serta problem solving, termasuk indikator kecenderungan yang menunjukkan perubahan kemampuan siswa dari waktu ke waktu. Hasil ini dapat digunakan untuk membandingkan prestasi siswa Indonesia dengan negara lain, prestasi siswa antar provinsi dan antar jenis sekolah. Hasil tersebut juga dapat digunakan untuk pemantauan mutu pendidikan nasional secara berkelanjutan (Tjalla, 2010). Studi internasional PIRLS digunakan untuk mengukur pemahaman membaca responden

(siswa). Asesmen pada PIRLS digunakan untuk mengukur dua tujuan dari membaca, yaitu kemampuan literasi membaca serta kemampuan memperoleh serta menggunakan informasi dari materi bacaan (Mullis, 2012).

Sebagai buktinya, mari kita cermati data hasil studi PISA pada tahun 2003, 2006, 2009, dan 2012. Hasil studi PISA pada tahun 2003 menunjukkan bahwa Indonesia berada pada posisi ke 39 dari 40 negara (Indonesia menduduki peringkat 2 terendah), pada tahun 2006 Indonesia berada pada posisi ke 49 dari 57 negara (Indonesia menduduki peringkat 9 terendah), pada tahun 2009 Indonesia berada pada posisi ke 57 dari 65 negara (Indonesia menduduki peringkat 9 terendah), dan pada tahun 2012 Indonesia berada pada posisi ke 63 dari 67 negara (Indonesia menduduki peringkat 6 terendah) (Corebima, 2016). Tabel 1 memaparkan hasil ringkasan survei PISA hanya pada 7 negara/wilayah, termasuk Indonesia.

Ragam Peta Konsep Penunjang Model Pembelajaran Biologi

Berbasis

Remap Coople

SITI ZUBAIDAH1, SUSRIYATI MAHANAL1, ARDIAN ANJAR PANGESTUTI2, MISTIANAH2 1Jurusan Biologi, Universitas Negeri Malang, Malang, Indonesia

2Program Studi Pendidikan Biologi, IKIP Budi Utomo Malang, Malang

Email: siti.zubaidah.fmipa@um.ac.id

ABSTRAK

Salah satu fakta yang dirisaukan dalam dunia pendidikan adalah rendahnya kemampuan literasi membaca siswa Indonesia. Kondisi ini tidak boleh dibiarkan terjadi berlarut, karena dapat berdampak pada keterampilan berpikir siswa. Salah satu cara untuk memberdayakan keterampilan membaca siswa adalah dengan menerapkan suatu model pembelajaran yang di dalamnya terdapat kegiatan yang mengharuskan siswa untuk membaca.Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah remap coople, yaitu model pembelajaran yang mengharuskan siswa untuk membaca dan menyusun peta konsep sebelum pembelajaran dimulai, dan pada saat pembelajaran digunakan model pembelajaran kooperatif.Salah satu penunjang model pembelajaran biologi tersebut adalah peta konsep. Model peta konsep ada yang berpola spoke, chain, dan net, yang kemudian dikembangkan menjadi tree, linear, circular, hub spokes, dan network/net. Pada pelaksanaannya, siswa dapat memilih salah satu model peta konsep yang diinginkan atau mengembangkan modelnya sendiri dengan memodifikasi dari model peta konsep yang telah ada. Berdasarkan pengamatan sejak tahun 2014 – 2016 dari berbagai sekolah di Malang, Jawa Timur, pada umumnya model peta konsep yang dibuat oleh siswa adalah modeltree.

Kata kunci:remap coople, peta konsep, ragam model peta konsep

PENDAHULUAN

Salah satu fakta yang dirisaukan dalam

dunia pendidikan adalah adanya

informasimengenai prestasi anak Indonesia yang memprihatinkan, antara lain hasil studiProgramme for International Student Assesment (PISA) dan hasil studi internasional Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS). Studi internasional PISA menunjukkan profil kemampuan siswa berusia 15 tahun dalam membaca, matematika, sains, serta problem solving, termasuk indikator kecenderungan yang menunjukkan perubahan kemampuan siswa dari waktu ke waktu. Hasil ini dapat digunakan untuk membandingkan prestasi siswa Indonesia dengan negara lain, prestasi siswa antar provinsi dan antar jenis sekolah. Hasil tersebut juga dapat digunakan untuk pemantauan mutu pendidikan nasional secara berkelanjutan (Tjalla, 2010). Studi internasional PIRLS digunakan untuk mengukur pemahaman membaca responden

(siswa). Asesmen pada PIRLS digunakan untuk mengukur dua tujuan dari membaca, yaitu kemampuan literasi membaca serta kemampuan memperoleh serta menggunakan informasi dari materi bacaan (Mullis, 2012).

Sebagai buktinya, mari kita cermati data hasil studi PISA pada tahun 2003, 2006, 2009, dan 2012. Hasil studi PISA pada tahun 2003 menunjukkan bahwa Indonesia berada pada posisi ke 39 dari 40 negara (Indonesia menduduki peringkat 2 terendah), pada tahun 2006 Indonesia berada pada posisi ke 49 dari 57 negara (Indonesia menduduki peringkat 9 terendah), pada tahun 2009 Indonesia berada pada posisi ke 57 dari 65 negara (Indonesia menduduki peringkat 9 terendah), dan pada tahun 2012 Indonesia berada pada posisi ke 63 dari 67 negara (Indonesia menduduki peringkat 6 terendah) (Corebima, 2016). Tabel 1 memaparkan hasil ringkasan survei PISA hanya pada 7 negara/wilayah, termasuk Indonesia.

Ragam Peta Konsep Penunjang Model Pembelajaran Biologi

Berbasis

Remap Coople

SITI ZUBAIDAH1, SUSRIYATI MAHANAL1, ARDIAN ANJAR PANGESTUTI2, MISTIANAH2 1Jurusan Biologi, Universitas Negeri Malang, Malang, Indonesia

2Program Studi Pendidikan Biologi, IKIP Budi Utomo Malang, Malang

Email: siti.zubaidah.fmipa@um.ac.id

ABSTRAK

Salah satu fakta yang dirisaukan dalam dunia pendidikan adalah rendahnya kemampuan literasi membaca siswa Indonesia. Kondisi ini tidak boleh dibiarkan terjadi berlarut, karena dapat berdampak pada keterampilan berpikir siswa. Salah satu cara untuk memberdayakan keterampilan membaca siswa adalah dengan menerapkan suatu model pembelajaran yang di dalamnya terdapat kegiatan yang mengharuskan siswa untuk membaca.Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah remap coople, yaitu model pembelajaran yang mengharuskan siswa untuk membaca dan menyusun peta konsep sebelum pembelajaran dimulai, dan pada saat pembelajaran digunakan model pembelajaran kooperatif.Salah satu penunjang model pembelajaran biologi tersebut adalah peta konsep. Model peta konsep ada yang berpola spoke, chain, dan net, yang kemudian dikembangkan menjadi tree, linear, circular, hub spokes, dan network/net. Pada pelaksanaannya, siswa dapat memilih salah satu model peta konsep yang diinginkan atau mengembangkan modelnya sendiri dengan memodifikasi dari model peta konsep yang telah ada. Berdasarkan pengamatan sejak tahun 2014 – 2016 dari berbagai sekolah di Malang, Jawa Timur, pada umumnya model peta konsep yang dibuat oleh siswa adalah modeltree.

Kata kunci:remap coople, peta konsep, ragam model peta konsep

PENDAHULUAN

Salah satu fakta yang dirisaukan dalam

dunia pendidikan adalah adanya

informasimengenai prestasi anak Indonesia yang memprihatinkan, antara lain hasil studiProgramme for International Student Assesment (PISA) dan hasil studi internasional Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS). Studi internasional PISA menunjukkan profil kemampuan siswa berusia 15 tahun dalam membaca, matematika, sains, serta problem solving, termasuk indikator kecenderungan yang menunjukkan perubahan kemampuan siswa dari waktu ke waktu. Hasil ini dapat digunakan untuk membandingkan prestasi siswa Indonesia dengan negara lain, prestasi siswa antar provinsi dan antar jenis sekolah. Hasil tersebut juga dapat digunakan untuk pemantauan mutu pendidikan nasional secara berkelanjutan (Tjalla, 2010). Studi internasional PIRLS digunakan untuk mengukur pemahaman membaca responden

(siswa). Asesmen pada PIRLS digunakan untuk mengukur dua tujuan dari membaca, yaitu kemampuan literasi membaca serta kemampuan memperoleh serta menggunakan informasi dari materi bacaan (Mullis, 2012).

Sebagai buktinya, mari kita cermati data hasil studi PISA pada tahun 2003, 2006, 2009, dan 2012. Hasil studi PISA pada tahun 2003 menunjukkan bahwa Indonesia berada pada posisi ke 39 dari 40 negara (Indonesia menduduki peringkat 2 terendah), pada tahun 2006 Indonesia berada pada posisi ke 49 dari 57 negara (Indonesia menduduki peringkat 9 terendah), pada tahun 2009 Indonesia berada pada posisi ke 57 dari 65 negara (Indonesia menduduki peringkat 9 terendah), dan pada tahun 2012 Indonesia berada pada posisi ke 63 dari 67 negara (Indonesia menduduki peringkat 6 terendah) (Corebima, 2016). Tabel 1 memaparkan hasil ringkasan survei PISA hanya pada 7 negara/wilayah, termasuk Indonesia.

(2)

Hasil serupa ditunjukkan oleh studi PIRLS pada tahun 2011, kemampuan literasi membaca siswa Indonesia berada pada peringkat ke-42 dari 45 negara peserta studi PIRLS. Skor rata-rata membaca yang diperoleh siswa Indonesia adalah 428 dengan batas skor rata-rata yang ditentukan 500. Hal

ini menunjukkan bahwa Indonesia masih berada di bawah skor rata-rata yang ditentukan oleh PIRLS. Skor rata-rata tertinggi dicapai oleh Hong Kong SAR, sebesar 571 dan terendah dicapai Morocco, sebesar 310 (Mullis, 2012).

Tabel 1. Reading Literacy Siswa Indonesia pada Tahun 2003, 2006, 2009, dan 2012 dalam Perbandingan dengan Beberapa Negara/Wilayah Lain

Contoh

Negara/Wilayah yang disurvei

PISA 2003 (Skor

rata-rata) PISA 2006 (Skorrata-rata) PISA 2009 (Skorrata-rata) PISA 2012 (Skorrata-rata)

Korea 534 556 539 536 Hongkong 510 536 533 545 Japan 498 498 520 538 Macau, China 498 492 487 509 USA 495 - 500 498 Thailand 420 417 421 441 Indonesia 382 393 402 396 Rata-rata 493 496 Sumber: Corebima (2016)

Berdasar atas data yang telah disampaikan sebelumnya, dapat diketahui bahwa kemampuan literasi membaca siswa Indonesia masih rendah. Kondisi ini menggambarkan bahwa pembelajaran di Indonesia belum menanamkan kebiasaan membaca pada siswa. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Corebima (2016), tampak jelas pembelajaran di Indonesia kurang/tidak berkepentingan memberdayakan keterampilan membaca; terlihat jelas juga bahwa pembelajaran di sekolah menengah Indonesia (termasuk pembelajaran biologi) tidak berkepentingan mempersiapkan pebelajar untuk hidup.

Kondisi ini dikhawatirkan akan berdampak pada keterampilan berpikir siswa. Bagaimanapun telah banyak informasi yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara keterampilan berpikir dengan kemampuan literasi membaca. Sebagai contohnya,Pujiono (2012) menyatakan bahwa dalam proses membaca seseorang akan mengalami proses berpikir untuk memahami ide dan gagasannya secara luas (divergent thinking). Proses membaca sangat terkait hubungannya dengan faktor pengembangan berpikir. Pendapat lain menjelaskan bahwa, dalam aktivitas membaca

terjadi proses pengaktifan pikiran melalui rangkaian aktivitas mental yang kompleks (Widuroyekti, 2006).

Kondisi ini tentunya tidak boleh dibiarkan berlarut, sehingga perlu alternatif cara untuk penyelesaiannya. Salah satu cara untuk memberdayakan keterampilan membaca siswa adalah dengan menerapkan suatu model pembelajaran yang di dalamnya terdapat kegiatan yang mengharuskan siswa untuk membaca. Model pembelajaran yang telah dikembangkan adalah model pembelajaran berbasis remap coople, yang mengharuskan siswa membaca (reading) dan menyusun peta konsep(concept mapping) sebelum pembelajaran tatap muka.Pada saat pembelajaran di kelas diterapkan model pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Oleh karena model pembelajaran ini terdiri dari tiga kegiatan yaitu reading,

concept mapping, dan cooperative learning, maka model pembelajaran ini disingkat menjadiremap coople (Zubaidah, 2014; Pangestuti, dkk., 2014).

Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya bahwa salah satu penunjang dari model pembelajaran biologi berbasis remap coople adalah peta konsep.Novak (2002) Hasil serupa ditunjukkan oleh studi

PIRLS pada tahun 2011, kemampuan literasi membaca siswa Indonesia berada pada peringkat ke-42 dari 45 negara peserta studi PIRLS. Skor rata-rata membaca yang diperoleh siswa Indonesia adalah 428 dengan batas skor rata-rata yang ditentukan 500. Hal

ini menunjukkan bahwa Indonesia masih berada di bawah skor rata-rata yang ditentukan oleh PIRLS. Skor rata-rata tertinggi dicapai oleh Hong Kong SAR, sebesar 571 dan terendah dicapai Morocco, sebesar 310 (Mullis, 2012).

Tabel 1. Reading Literacy Siswa Indonesia pada Tahun 2003, 2006, 2009, dan 2012 dalam Perbandingan dengan Beberapa Negara/Wilayah Lain

Contoh

Negara/Wilayah yang disurvei

PISA 2003 (Skor

rata-rata) PISA 2006 (Skorrata-rata) PISA 2009 (Skorrata-rata) PISA 2012 (Skorrata-rata)

Korea 534 556 539 536 Hongkong 510 536 533 545 Japan 498 498 520 538 Macau, China 498 492 487 509 USA 495 - 500 498 Thailand 420 417 421 441 Indonesia 382 393 402 396 Rata-rata 493 496 Sumber: Corebima (2016)

Berdasar atas data yang telah disampaikan sebelumnya, dapat diketahui bahwa kemampuan literasi membaca siswa Indonesia masih rendah. Kondisi ini menggambarkan bahwa pembelajaran di Indonesia belum menanamkan kebiasaan membaca pada siswa. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Corebima (2016), tampak jelas pembelajaran di Indonesia kurang/tidak berkepentingan memberdayakan keterampilan membaca; terlihat jelas juga bahwa pembelajaran di sekolah menengah Indonesia (termasuk pembelajaran biologi) tidak berkepentingan mempersiapkan pebelajar untuk hidup.

Kondisi ini dikhawatirkan akan berdampak pada keterampilan berpikir siswa. Bagaimanapun telah banyak informasi yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara keterampilan berpikir dengan kemampuan literasi membaca. Sebagai contohnya,Pujiono (2012) menyatakan bahwa dalam proses membaca seseorang akan mengalami proses berpikir untuk memahami ide dan gagasannya secara luas (divergent thinking). Proses membaca sangat terkait hubungannya dengan faktor pengembangan berpikir. Pendapat lain menjelaskan bahwa, dalam aktivitas membaca

terjadi proses pengaktifan pikiran melalui rangkaian aktivitas mental yang kompleks (Widuroyekti, 2006).

Kondisi ini tentunya tidak boleh dibiarkan berlarut, sehingga perlu alternatif cara untuk penyelesaiannya. Salah satu cara untuk memberdayakan keterampilan membaca siswa adalah dengan menerapkan suatu model pembelajaran yang di dalamnya terdapat kegiatan yang mengharuskan siswa untuk membaca. Model pembelajaran yang telah dikembangkan adalah model pembelajaran berbasis remap coople, yang mengharuskan siswa membaca (reading) dan menyusun peta konsep(concept mapping) sebelum pembelajaran tatap muka.Pada saat pembelajaran di kelas diterapkan model pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Oleh karena model pembelajaran ini terdiri dari tiga kegiatan yaitu reading,

concept mapping, dan cooperative learning, maka model pembelajaran ini disingkat menjadiremap coople (Zubaidah, 2014; Pangestuti, dkk., 2014).

Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya bahwa salah satu penunjang dari model pembelajaran biologi berbasis remap coople adalah peta konsep.Novak (2002) Hasil serupa ditunjukkan oleh studi

PIRLS pada tahun 2011, kemampuan literasi membaca siswa Indonesia berada pada peringkat ke-42 dari 45 negara peserta studi PIRLS. Skor rata-rata membaca yang diperoleh siswa Indonesia adalah 428 dengan batas skor rata-rata yang ditentukan 500. Hal

ini menunjukkan bahwa Indonesia masih berada di bawah skor rata-rata yang ditentukan oleh PIRLS. Skor rata-rata tertinggi dicapai oleh Hong Kong SAR, sebesar 571 dan terendah dicapai Morocco, sebesar 310 (Mullis, 2012).

Tabel 1. Reading Literacy Siswa Indonesia pada Tahun 2003, 2006, 2009, dan 2012 dalam Perbandingan dengan Beberapa Negara/Wilayah Lain

Contoh

Negara/Wilayah yang disurvei

PISA 2003 (Skor

rata-rata) PISA 2006 (Skorrata-rata) PISA 2009 (Skorrata-rata) PISA 2012 (Skorrata-rata)

Korea 534 556 539 536 Hongkong 510 536 533 545 Japan 498 498 520 538 Macau, China 498 492 487 509 USA 495 - 500 498 Thailand 420 417 421 441 Indonesia 382 393 402 396 Rata-rata 493 496 Sumber: Corebima (2016)

Berdasar atas data yang telah disampaikan sebelumnya, dapat diketahui bahwa kemampuan literasi membaca siswa Indonesia masih rendah. Kondisi ini menggambarkan bahwa pembelajaran di Indonesia belum menanamkan kebiasaan membaca pada siswa. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Corebima (2016), tampak jelas pembelajaran di Indonesia kurang/tidak berkepentingan memberdayakan keterampilan membaca; terlihat jelas juga bahwa pembelajaran di sekolah menengah Indonesia (termasuk pembelajaran biologi) tidak berkepentingan mempersiapkan pebelajar untuk hidup.

Kondisi ini dikhawatirkan akan berdampak pada keterampilan berpikir siswa. Bagaimanapun telah banyak informasi yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara keterampilan berpikir dengan kemampuan literasi membaca. Sebagai contohnya,Pujiono (2012) menyatakan bahwa dalam proses membaca seseorang akan mengalami proses berpikir untuk memahami ide dan gagasannya secara luas (divergent thinking). Proses membaca sangat terkait hubungannya dengan faktor pengembangan berpikir. Pendapat lain menjelaskan bahwa, dalam aktivitas membaca

terjadi proses pengaktifan pikiran melalui rangkaian aktivitas mental yang kompleks (Widuroyekti, 2006).

Kondisi ini tentunya tidak boleh dibiarkan berlarut, sehingga perlu alternatif cara untuk penyelesaiannya. Salah satu cara untuk memberdayakan keterampilan membaca siswa adalah dengan menerapkan suatu model pembelajaran yang di dalamnya terdapat kegiatan yang mengharuskan siswa untuk membaca. Model pembelajaran yang telah dikembangkan adalah model pembelajaran berbasis remap coople, yang mengharuskan siswa membaca (reading) dan menyusun peta konsep(concept mapping) sebelum pembelajaran tatap muka.Pada saat pembelajaran di kelas diterapkan model pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Oleh karena model pembelajaran ini terdiri dari tiga kegiatan yaitu reading,

concept mapping, dan cooperative learning, maka model pembelajaran ini disingkat menjadiremap coople (Zubaidah, 2014; Pangestuti, dkk., 2014).

Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya bahwa salah satu penunjang dari model pembelajaran biologi berbasis remap coople adalah peta konsep.Novak (2002)

(3)

menyatakan bahwa, peta konsep merupakan teknik yang dapat digunakan untuk merepresentasikan pengetahuan yang digambarkan melalui konsep dan hal eksplisit yang kemudian membentuk struktur hirarki yang bermakna. Melalui peta konsep kita dapat mengetahui pengetahuan siswa dan perubahan konsep yang telah dipelajari berdasarkan hubungan antar konsep yang ditemukannya.

Apabila siswa diminta membuat peta konsep, maka hal pertama yang dilakukan sebagian besar diantara mereka adalah mencari konsep primer dan meletakkannya pada bagian paling atas, selanjutnya meletakkan konsep sekunder di bawah konsep primer dan begitu seterusnya hingga berhenti pada konsep yang paling khusus. Selanjutnya mereka akan membubuhkan tanda panah dan sebuah kata atau frasa sebagai penghubung antar konsep. Model peta konsep yang demikian disebut model tree. Ternyata selain model tersebut ada beberapa model peta konsep lain. Model peta konsep menurut Kinchin (2000) adalahspoke, chain, dan net, sedangkan model peta konsep menurut Yin (2005) adalah linear, circular, hub spokes, dan network/net. Pada makalah ini akan dipaparkanbeberapa halterkait ragam peta konsep, model pembelajaran biologi berbasis

remap coople, peta konsep, serta penenerapan model pembelajaran biologi berbasis remap cooplepada kegiatan pembelajaran.

PEMBAHASAN

Model Pembelajaran Biologi Berbasis

Remap Coople. Remap Coopleadalah model pembelajaran yang mengharuskan siswa membaca (proses reading), kemudian siswa diminta membuat peta konsep (concept mapping), dan pembelajarannya menerapkan model-model cooperative learning. Model tersebut diringkas menjadi remap coople yaitu reading + concept mapping +

cooperative learning (Zubaidah, 2014; Pangestuti, dkk., 2014).

Tahap awal dari model pembelajaran ini adalah meminta siswa untuk membaca materi yang akan dipelajari pada pertemuan selanjutnya.Sebagaimana diketahui, sebagian

besar pengetahuan yang harus dipahami oleh siswa disajikan dalam bentuk tulisan. Oleh karena itu, sudah menjadi keharusan bagi siswa untuk mau dan rajin membaca. Kegiatan membaca (reading) pada pembelajaran berbasis Remap Coopleadalah suatu keharusan, karena membaca adalah melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis.

Pada pembelajaran berbasis Remap Coople, setelah membaca siswa diminta menyusun peta konsep. Dianjurkan tugas membaca dan menyusun peta konsep dilakukan siswa di rumah agar saat pembelajaran di sekolah, siswa sudah siap. Namun demikian, kedua kegiatan tersebut dapat juga dicoba dilakukan pada saat pembelajaran, disesuaikan dengan model pembelajaran yang digunakan (Zubaidah, 2014). Melalui penyusunan peta konsep, diharapkan siswa dapat memahami serta mengingat sejumlah besar informasi-informasi terkait konsep yang dipelajarinya pada saat membaca(Pangestuti, dkk., 2014). Melalui kegiatan ini berarti siswa telah merencanakan hal atau materi yang akan dipelajarinya sebelum kemudian mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas.

Setelah siswa membaca dan menyusun peta konsep, siswa memperoleh pengalaman mengikuti pembelajaran kooperatif di kelas.Beragam pembelajaran kooperatif yang dapat dikombinasikan dengan model Remap Coople, diantaranya Student Teams Achievement Divisions (STAD), Numbered Heads Together (NHT), Jigsaw, Teams Games Tournaments (TGT), Group Investigation (GI), Think Pair Share (TPS),

Reciprocal Teaching (RT), Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC),

Timed Pair Share (TmPS),Cooperative Script

(CS), maupun model pembelajaran kooperatif lainnya.

Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, bahwa salah satu penunjang model pembelajaran biologi berbasis Remap Coople adalah peta konsep. Pada bagian berikut akan dipaparkan beberapa hal terkait peta konsep, karakteristik peta konsep, menyatakan bahwa, peta konsep merupakan

teknik yang dapat digunakan untuk merepresentasikan pengetahuan yang digambarkan melalui konsep dan hal eksplisit yang kemudian membentuk struktur hirarki yang bermakna. Melalui peta konsep kita dapat mengetahui pengetahuan siswa dan perubahan konsep yang telah dipelajari berdasarkan hubungan antar konsep yang ditemukannya.

Apabila siswa diminta membuat peta konsep, maka hal pertama yang dilakukan sebagian besar diantara mereka adalah mencari konsep primer dan meletakkannya pada bagian paling atas, selanjutnya meletakkan konsep sekunder di bawah konsep primer dan begitu seterusnya hingga berhenti pada konsep yang paling khusus. Selanjutnya mereka akan membubuhkan tanda panah dan sebuah kata atau frasa sebagai penghubung antar konsep. Model peta konsep yang demikian disebut model tree. Ternyata selain model tersebut ada beberapa model peta konsep lain. Model peta konsep menurut Kinchin (2000) adalahspoke, chain, dan net, sedangkan model peta konsep menurut Yin (2005) adalah linear, circular, hub spokes, dan network/net. Pada makalah ini akan dipaparkanbeberapa halterkait ragam peta konsep, model pembelajaran biologi berbasis

remap coople, peta konsep, serta penenerapan model pembelajaran biologi berbasis remap cooplepada kegiatan pembelajaran.

PEMBAHASAN

Model Pembelajaran Biologi Berbasis

Remap Coople. Remap Coople adalah model pembelajaran yang mengharuskan siswa membaca (proses reading), kemudian siswa diminta membuat peta konsep (concept mapping), dan pembelajarannya menerapkan model-model cooperative learning. Model tersebut diringkas menjadi remap coople yaitu reading + concept mapping +

cooperative learning (Zubaidah, 2014; Pangestuti, dkk., 2014).

Tahap awal dari model pembelajaran ini adalah meminta siswa untuk membaca materi yang akan dipelajari pada pertemuan selanjutnya.Sebagaimana diketahui, sebagian

besar pengetahuan yang harus dipahami oleh siswa disajikan dalam bentuk tulisan. Oleh karena itu, sudah menjadi keharusan bagi siswa untuk mau dan rajin membaca. Kegiatan membaca (reading) pada pembelajaran berbasis Remap Coopleadalah suatu keharusan, karena membaca adalah melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis.

Pada pembelajaran berbasis Remap Coople, setelah membaca siswa diminta menyusun peta konsep. Dianjurkan tugas membaca dan menyusun peta konsep dilakukan siswa di rumah agar saat pembelajaran di sekolah, siswa sudah siap. Namun demikian, kedua kegiatan tersebut dapat juga dicoba dilakukan pada saat pembelajaran, disesuaikan dengan model pembelajaran yang digunakan (Zubaidah, 2014). Melalui penyusunan peta konsep, diharapkan siswa dapat memahami serta mengingat sejumlah besar informasi-informasi terkait konsep yang dipelajarinya pada saat membaca(Pangestuti, dkk., 2014). Melalui kegiatan ini berarti siswa telah merencanakan hal atau materi yang akan dipelajarinya sebelum kemudian mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas.

Setelah siswa membaca dan menyusun peta konsep, siswa memperoleh pengalaman mengikuti pembelajaran kooperatif di kelas.Beragam pembelajaran kooperatif yang dapat dikombinasikan dengan model Remap Coople, diantaranya Student Teams Achievement Divisions (STAD), Numbered Heads Together (NHT), Jigsaw, Teams Games Tournaments (TGT), Group Investigation (GI), Think Pair Share (TPS),

Reciprocal Teaching (RT), Cooperative Integrated Reading and Composition(CIRC),

Timed Pair Share(TmPS),Cooperative Script

(CS), maupun model pembelajaran kooperatif lainnya.

Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, bahwa salah satu penunjang model pembelajaran biologi berbasis Remap Coople adalah peta konsep. Pada bagian berikut akan dipaparkan beberapa hal terkait peta konsep, karakteristik peta konsep, menyatakan bahwa, peta konsep merupakan

teknik yang dapat digunakan untuk merepresentasikan pengetahuan yang digambarkan melalui konsep dan hal eksplisit yang kemudian membentuk struktur hirarki yang bermakna. Melalui peta konsep kita dapat mengetahui pengetahuan siswa dan perubahan konsep yang telah dipelajari berdasarkan hubungan antar konsep yang ditemukannya.

Apabila siswa diminta membuat peta konsep, maka hal pertama yang dilakukan sebagian besar diantara mereka adalah mencari konsep primer dan meletakkannya pada bagian paling atas, selanjutnya meletakkan konsep sekunder di bawah konsep primer dan begitu seterusnya hingga berhenti pada konsep yang paling khusus. Selanjutnya mereka akan membubuhkan tanda panah dan sebuah kata atau frasa sebagai penghubung antar konsep. Model peta konsep yang demikian disebut model tree. Ternyata selain model tersebut ada beberapa model peta konsep lain. Model peta konsep menurut Kinchin (2000) adalahspoke, chain, dan net, sedangkan model peta konsep menurut Yin (2005) adalah linear, circular, hub spokes, dan network/net. Pada makalah ini akan dipaparkanbeberapa halterkait ragam peta konsep, model pembelajaran biologi berbasis

remap coople, peta konsep, serta penenerapan model pembelajaran biologi berbasis remap cooplepada kegiatan pembelajaran.

PEMBAHASAN

Model Pembelajaran Biologi Berbasis

Remap Coople. Remap Coople adalah model pembelajaran yang mengharuskan siswa membaca (proses reading), kemudian siswa diminta membuat peta konsep (concept mapping), dan pembelajarannya menerapkan model-model cooperative learning. Model tersebut diringkas menjadi remap coople yaitu reading + concept mapping +

cooperative learning (Zubaidah, 2014; Pangestuti, dkk., 2014).

Tahap awal dari model pembelajaran ini adalah meminta siswa untuk membaca materi yang akan dipelajari pada pertemuan selanjutnya.Sebagaimana diketahui, sebagian

besar pengetahuan yang harus dipahami oleh siswa disajikan dalam bentuk tulisan. Oleh karena itu, sudah menjadi keharusan bagi siswa untuk mau dan rajin membaca. Kegiatan membaca (reading) pada pembelajaran berbasis Remap Coopleadalah suatu keharusan, karena membaca adalah melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis.

Pada pembelajaran berbasis Remap Coople, setelah membaca siswa diminta menyusun peta konsep. Dianjurkan tugas membaca dan menyusun peta konsep dilakukan siswa di rumah agar saat pembelajaran di sekolah, siswa sudah siap. Namun demikian, kedua kegiatan tersebut dapat juga dicoba dilakukan pada saat pembelajaran, disesuaikan dengan model pembelajaran yang digunakan (Zubaidah, 2014). Melalui penyusunan peta konsep, diharapkan siswa dapat memahami serta mengingat sejumlah besar informasi-informasi terkait konsep yang dipelajarinya pada saat membaca(Pangestuti, dkk., 2014). Melalui kegiatan ini berarti siswa telah merencanakan hal atau materi yang akan dipelajarinya sebelum kemudian mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas.

Setelah siswa membaca dan menyusun peta konsep, siswa memperoleh pengalaman mengikuti pembelajaran kooperatif di kelas.Beragam pembelajaran kooperatif yang dapat dikombinasikan dengan model Remap Coople, diantaranya Student Teams Achievement Divisions (STAD), Numbered Heads Together (NHT), Jigsaw, Teams Games Tournaments (TGT), Group Investigation (GI), Think Pair Share (TPS),

Reciprocal Teaching (RT), Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC),

Timed Pair Share(TmPS),Cooperative Script

(CS), maupun model pembelajaran kooperatif lainnya.

Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya, bahwa salah satu penunjang model pembelajaran biologi berbasis Remap Coople adalah peta konsep. Pada bagian berikut akan dipaparkan beberapa hal terkait peta konsep, karakteristik peta konsep,

(4)

manfaat peta konsep dalam pembelajaran, serta ragam peta konsep.

Peta Konsep. Peta konsep adalah alat untuk mengorganisir dan menggambarkan pengetahuan (Novak, 2008). Menurut Daniela, dkk. (2015) peta konsep adalah alat pembelajaran yang sangat berguna, tidak

hanya untuk memahami dan

merepresentasikan pengetahuan, tetapi juga untuk memunculkan pengetahuan baru. Lebih lanjut Asan (2007) menyampaikan bahwa peta konsep adalah sebuah metode untuk memvisualisasikan struktur dari pengetahuan.

Bagaimanakah karakteristik peta konsep? Berkaitan dengan hal tersebut Novak (2008) menjelaskan sebagai berikut.

1. Peta konsep terdiri atas konsep, biasanya konsep tersebut dicantumkan pada lingkaran atau kotak atau bentuk lainnya, dan hubungan antar konsepnya ditunjukkan oleh garis yang menghubungkan kedua konsep tersebut. Pada garis tersebut terdapat kata yang disebut dengan kata penghubung atau frasa penghubung. Kata atau frasa penghubung menunjukkan hubungan antara dua konsep.

2. Terdapat proposisi,merupakan sebuah pernyataan tentang hubungan satu konsep (informasi) dengan konsep lain.Proposisi mengandung dua atau lebih konsep yang dihubungkan dengan kata penghubung atau frase untuk membentuk pernyataan yang bermakna.

3. Peta konsep digambarkan dalam sebuah model hierarki, dimana konsep yang paling inklusif atau konsep yang paling umum diletakkan pada bagian paling atas dibandingkankonsep yang lebih spesifik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keseluruhan konsep-konsep dalam peta konsep disusun menjadi sebuah tingkatan dari konsep yang paling umum, kurang umum dan akhirnya sampai pada konsep yang paling khusus.

4. Terdapat cross-links atau kaitan silang. Kaitan silang menghubungkan antara konsep yang berada pada segmen atau domain yang berbeda pada peta konsep. Kaitan silang dapat membantu melihat

bagaimana sebuah konsep yang berada pada sebuah domain pengetahuan memiliki keterkaitan dengan konsep lain yang digambarkan pada domain pengetahuan yang lainnya.

5. Terdapat contoh. Contoh yang

dimaksudkan pada peta konsep ini adalah contoh yang spesifik yang dapat membantu untuk mengklarifikasi meksud dari konsep yang telah dituliskan. Pada penulisannya, contoh biasanya tidak dimasukkan ke dalam sebuah lingkaran atau kotak, karena ini bukanlah komponen yang merepresentasikan konsep.

Hasil meta analisis Daniela, dkk. (2015) menunjukkan bahwa peta konsep sebagai sebuah metode latihan bagi siswa untuk menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan awal sehingga menghasilkan sebuah pembelajaran bermakna dan tentunya akan meningkatkan prestasi siswa.Lebih lanjut disampaikan bahwa peta konsep membantu siswa mengatasi kesulitan dalam memahami suatu konsep dengan cara mengintegrasikan konsep tersebut untuk membentuk struktur kognitif yang lebih lengkap. Selain itu, peta konsep juga membantu siswa untuk menjawab pertanyaan. Hasil meta analisis Novak (2008) menunjukkan bahwa peta konsep dapat memberdayakan keterampilan berpikir kreatif. Terdapat dua komponen dalam peta konsep yang penting untuk memberdayakan keterampilan berpikir kreatif, yaitu struktur hierarki (mampu menggambarkan peta konsep yang baik) dan kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi dan membuat kaitan silang yang baru. Lebih lanjut disampaikan, salah satu keunggulan menggunakan peta konsep tidak hanya sebagai alat dalam pembelajaran tetapi juga sebagai alat evaluasi dalam pembelajaran, peta konsep mendorong siswa untuk melakukan pembelajaran bermakna. Selain itu, peta konsep juga efektif untuk mengidentifikasi konsep yang benar dan salah yang dituliskan oleh siswa, dan selanjutnya akan didiskusikan lebih jauh dengan siswa pada kegiatan tatap muka selanjutnya. Lebih lanjut Hay, dkk. (2008) manfaat peta konsep dalam pembelajaran,

serta ragam peta konsep.

Peta Konsep. Peta konsep adalah alat untuk mengorganisir dan menggambarkan pengetahuan (Novak, 2008). Menurut Daniela, dkk. (2015) peta konsep adalah alat pembelajaran yang sangat berguna, tidak

hanya untuk memahami dan

merepresentasikan pengetahuan, tetapi juga untuk memunculkan pengetahuan baru. Lebih lanjut Asan (2007) menyampaikan bahwa peta konsep adalah sebuah metode untuk memvisualisasikan struktur dari pengetahuan.

Bagaimanakah karakteristik peta konsep? Berkaitan dengan hal tersebut Novak (2008) menjelaskan sebagai berikut.

1. Peta konsep terdiri atas konsep, biasanya konsep tersebut dicantumkan pada lingkaran atau kotak atau bentuk lainnya, dan hubungan antar konsepnya ditunjukkan oleh garis yang menghubungkan kedua konsep tersebut. Pada garis tersebut terdapat kata yang disebut dengan kata penghubung atau frasa penghubung. Kata atau frasa penghubung menunjukkan hubungan antara dua konsep.

2. Terdapat proposisi,merupakan sebuah pernyataan tentang hubungan satu konsep (informasi) dengan konsep lain.Proposisi mengandung dua atau lebih konsep yang dihubungkan dengan kata penghubung atau frase untuk membentuk pernyataan yang bermakna.

3. Peta konsep digambarkan dalam sebuah model hierarki, dimana konsep yang paling inklusif atau konsep yang paling umum diletakkan pada bagian paling atas dibandingkankonsep yang lebih spesifik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keseluruhan konsep-konsep dalam peta konsep disusun menjadi sebuah tingkatan dari konsep yang paling umum, kurang umum dan akhirnya sampai pada konsep yang paling khusus.

4. Terdapat cross-links atau kaitan silang. Kaitan silang menghubungkan antara konsep yang berada pada segmen atau domain yang berbeda pada peta konsep. Kaitan silang dapat membantu melihat

bagaimana sebuah konsep yang berada pada sebuah domain pengetahuan memiliki keterkaitan dengan konsep lain yang digambarkan pada domain pengetahuan yang lainnya.

5. Terdapat contoh. Contoh yang

dimaksudkan pada peta konsep ini adalah contoh yang spesifik yang dapat membantu untuk mengklarifikasi meksud dari konsep yang telah dituliskan. Pada penulisannya, contoh biasanya tidak dimasukkan ke dalam sebuah lingkaran atau kotak, karena ini bukanlah komponen yang merepresentasikan konsep.

Hasil meta analisis Daniela, dkk. (2015) menunjukkan bahwa peta konsep sebagai sebuah metode latihan bagi siswa untuk menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan awal sehingga menghasilkan sebuah pembelajaran bermakna dan tentunya akan meningkatkan prestasi siswa.Lebih lanjut disampaikan bahwa peta konsep membantu siswa mengatasi kesulitan dalam memahami suatu konsep dengan cara mengintegrasikan konsep tersebut untuk membentuk struktur kognitif yang lebih lengkap. Selain itu, peta konsep juga membantu siswa untuk menjawab pertanyaan. Hasil meta analisis Novak (2008) menunjukkan bahwa peta konsep dapat memberdayakan keterampilan berpikir kreatif. Terdapat dua komponen dalam peta konsep yang penting untuk memberdayakan keterampilan berpikir kreatif, yaitu struktur hierarki (mampu menggambarkan peta konsep yang baik) dan kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi dan membuat kaitan silang yang baru. Lebih lanjut disampaikan, salah satu keunggulan menggunakan peta konsep tidak hanya sebagai alat dalam pembelajaran tetapi juga sebagai alat evaluasi dalam pembelajaran, peta konsep mendorong siswa untuk melakukan pembelajaran bermakna. Selain itu, peta konsep juga efektif untuk mengidentifikasi konsep yang benar dan salah yang dituliskan oleh siswa, dan selanjutnya akan didiskusikan lebih jauh dengan siswa pada kegiatan tatap muka selanjutnya. Lebih lanjut Hay, dkk. (2008) manfaat peta konsep dalam pembelajaran,

serta ragam peta konsep.

Peta Konsep. Peta konsep adalah alat untuk mengorganisir dan menggambarkan pengetahuan (Novak, 2008). Menurut Daniela, dkk. (2015) peta konsep adalah alat pembelajaran yang sangat berguna, tidak

hanya untuk memahami dan

merepresentasikan pengetahuan, tetapi juga untuk memunculkan pengetahuan baru. Lebih lanjut Asan (2007) menyampaikan bahwa peta konsep adalah sebuah metode untuk memvisualisasikan struktur dari pengetahuan.

Bagaimanakah karakteristik peta konsep? Berkaitan dengan hal tersebut Novak (2008) menjelaskan sebagai berikut.

1. Peta konsep terdiri atas konsep, biasanya konsep tersebut dicantumkan pada lingkaran atau kotak atau bentuk lainnya, dan hubungan antar konsepnya ditunjukkan oleh garis yang menghubungkan kedua konsep tersebut. Pada garis tersebut terdapat kata yang disebut dengan kata penghubung atau frasa penghubung. Kata atau frasa penghubung menunjukkan hubungan antara dua konsep.

2. Terdapat proposisi,merupakan sebuah pernyataan tentang hubungan satu konsep (informasi) dengan konsep lain.Proposisi mengandung dua atau lebih konsep yang dihubungkan dengan kata penghubung atau frase untuk membentuk pernyataan yang bermakna.

3. Peta konsep digambarkan dalam sebuah model hierarki, dimana konsep yang paling inklusif atau konsep yang paling umum diletakkan pada bagian paling atas dibandingkankonsep yang lebih spesifik. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa keseluruhan konsep-konsep dalam peta konsep disusun menjadi sebuah tingkatan dari konsep yang paling umum, kurang umum dan akhirnya sampai pada konsep yang paling khusus.

4. Terdapat cross-links atau kaitan silang. Kaitan silang menghubungkan antara konsep yang berada pada segmen atau domain yang berbeda pada peta konsep. Kaitan silang dapat membantu melihat

bagaimana sebuah konsep yang berada pada sebuah domain pengetahuan memiliki keterkaitan dengan konsep lain yang digambarkan pada domain pengetahuan yang lainnya.

5. Terdapat contoh. Contoh yang

dimaksudkan pada peta konsep ini adalah contoh yang spesifik yang dapat membantu untuk mengklarifikasi meksud dari konsep yang telah dituliskan. Pada penulisannya, contoh biasanya tidak dimasukkan ke dalam sebuah lingkaran atau kotak, karena ini bukanlah komponen yang merepresentasikan konsep.

Hasil meta analisis Daniela, dkk. (2015) menunjukkan bahwa peta konsep sebagai sebuah metode latihan bagi siswa untuk menghubungkan informasi baru dengan pengetahuan awal sehingga menghasilkan sebuah pembelajaran bermakna dan tentunya akan meningkatkan prestasi siswa.Lebih lanjut disampaikan bahwa peta konsep membantu siswa mengatasi kesulitan dalam memahami suatu konsep dengan cara mengintegrasikan konsep tersebut untuk membentuk struktur kognitif yang lebih lengkap. Selain itu, peta konsep juga membantu siswa untuk menjawab pertanyaan. Hasil meta analisis Novak (2008) menunjukkan bahwa peta konsep dapat memberdayakan keterampilan berpikir kreatif. Terdapat dua komponen dalam peta konsep yang penting untuk memberdayakan keterampilan berpikir kreatif, yaitu struktur hierarki (mampu menggambarkan peta konsep yang baik) dan kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi dan membuat kaitan silang yang baru. Lebih lanjut disampaikan, salah satu keunggulan menggunakan peta konsep tidak hanya sebagai alat dalam pembelajaran tetapi juga sebagai alat evaluasi dalam pembelajaran, peta konsep mendorong siswa untuk melakukan pembelajaran bermakna. Selain itu, peta konsep juga efektif untuk mengidentifikasi konsep yang benar dan salah yang dituliskan oleh siswa, dan selanjutnya akan didiskusikan lebih jauh dengan siswa pada kegiatan tatap muka selanjutnya. Lebih lanjut Hay, dkk. (2008)

(5)

memaparkan manfaat peta konsep diantaranya 1) untuk mengukur pengetahuan awal siswa; 2) menggambarkan pengetahuan baru yang diperoleh oleh siswa; 3) untuk menyingkap pengetahuan dan pemahaman dasar pada siswa yang baru.

Selain beberapa manfaat yang telah disampaikan sebelumnya, peta konsep juga dapat digunakan untuk memberdayakan metakognitif siswa. Novak (2002) berkaitan dengan hal itu juga dikenal istilah meta representasi yang termasuk pembelajaran metakognitif, dimana pebelajar diberikan fasilitas tambahan untuk merepresentasikan pengetahuannya dalam bentuk baru sehingga mengarahkan pada wawasan baru. Melalui penugasan penyusunan peta konsep berarti guru telah melakukan pembelajaran

metakognitif. Melalui pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan metakognitif siswa.

Ragam Peta Konsep Penunjang Model Pembelajaran Biologi Berbasis Remap Coople. Berkaitan dengan ragam peta konsep, Kinchin (2000) menyatakan bahwa terdapat tiga model peta konsep yang mungkin disusun oleh siswa, yaituspoke,chaindannet.

1. Spoke

Apabila dilihat dari hierarkinya, model peta konsep ini terdiri dari 1 level.Pada model ini, konsep-konsep tersusun dari konsep yang lebih umum ke konsep yang lebih khusus ke arahbawah dan samping.Susunan peta konsep model ini seperti jari atau ruji. Model peta konsep ini dapat diamati pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Konsep ModelSpoke(Kinchin, 2000) Keterkaitan antar konsep model ini

sangat sederhana. Jika si pembuat peta konsep ingin menambahkan sebuah konsep pada

konsep utama, maka tidak akan

mempengaruhi konsep yang lebih khusus di bawahnya. Begitupula jika dilakukan pengurangan konsep, maka tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap struktur konsep pada peta konsep tersebut.Model peta konsep ini umum digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Artinya, model peta konsep ini

dapat dengan mudah ditemukan

penggunaannya dalam kegiatan pembelajaran, misalnya pada peta konsep yang dicantumkan di awal setiap bab buku teks.

2. Chain

Sesuai dengan namanya, model peta konsep ini tersusun seperti rantai. Secara hierarki, peta konsep ini terdiri dari beberapa level. Konsep-konsep pada peta konsep ini tersusun memanjang ke bawah dari umum ke khusus tanpa adanya percabangan konsep pada setiap levelnya. Model peta konsep ini dapat diamati pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta Konsep ModelChain(Kinchin, 2000) memaparkan manfaat peta konsep diantaranya

1) untuk mengukur pengetahuan awal siswa; 2) menggambarkan pengetahuan baru yang diperoleh oleh siswa; 3) untuk menyingkap pengetahuan dan pemahaman dasar pada siswa yang baru.

Selain beberapa manfaat yang telah disampaikan sebelumnya, peta konsep juga dapat digunakan untuk memberdayakan metakognitif siswa. Novak (2002) berkaitan dengan hal itu juga dikenal istilah meta representasi yang termasuk pembelajaran metakognitif, dimana pebelajar diberikan fasilitas tambahan untuk merepresentasikan pengetahuannya dalam bentuk baru sehingga mengarahkan pada wawasan baru. Melalui penugasan penyusunan peta konsep berarti guru telah melakukan pembelajaran

metakognitif. Melalui pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan metakognitif siswa.

Ragam Peta Konsep Penunjang Model Pembelajaran Biologi Berbasis Remap Coople. Berkaitan dengan ragam peta konsep, Kinchin (2000) menyatakan bahwa terdapat tiga model peta konsep yang mungkin disusun oleh siswa, yaituspoke,chaindannet.

1. Spoke

Apabila dilihat dari hierarkinya, model peta konsep ini terdiri dari 1 level.Pada model ini, konsep-konsep tersusun dari konsep yang lebih umum ke konsep yang lebih khusus ke arahbawah dan samping.Susunan peta konsep model ini seperti jari atau ruji. Model peta konsep ini dapat diamati pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Konsep ModelSpoke(Kinchin, 2000) Keterkaitan antar konsep model ini

sangat sederhana. Jika si pembuat peta konsep ingin menambahkan sebuah konsep pada

konsep utama, maka tidak akan

mempengaruhi konsep yang lebih khusus di bawahnya. Begitupula jika dilakukan pengurangan konsep, maka tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap struktur konsep pada peta konsep tersebut.Model peta konsep ini umum digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Artinya, model peta konsep ini

dapat dengan mudah ditemukan

penggunaannya dalam kegiatan pembelajaran, misalnya pada peta konsep yang dicantumkan di awal setiap bab buku teks.

2. Chain

Sesuai dengan namanya, model peta konsep ini tersusun seperti rantai. Secara hierarki, peta konsep ini terdiri dari beberapa level. Konsep-konsep pada peta konsep ini tersusun memanjang ke bawah dari umum ke khusus tanpa adanya percabangan konsep pada setiap levelnya. Model peta konsep ini dapat diamati pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta Konsep ModelChain(Kinchin, 2000) memaparkan manfaat peta konsep diantaranya

1) untuk mengukur pengetahuan awal siswa; 2) menggambarkan pengetahuan baru yang diperoleh oleh siswa; 3) untuk menyingkap pengetahuan dan pemahaman dasar pada siswa yang baru.

Selain beberapa manfaat yang telah disampaikan sebelumnya, peta konsep juga dapat digunakan untuk memberdayakan metakognitif siswa. Novak (2002) berkaitan dengan hal itu juga dikenal istilah meta representasi yang termasuk pembelajaran metakognitif, dimana pebelajar diberikan fasilitas tambahan untuk merepresentasikan pengetahuannya dalam bentuk baru sehingga mengarahkan pada wawasan baru. Melalui penugasan penyusunan peta konsep berarti guru telah melakukan pembelajaran

metakognitif. Melalui pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan metakognitif siswa.

Ragam Peta Konsep Penunjang Model Pembelajaran Biologi Berbasis Remap Coople. Berkaitan dengan ragam peta konsep, Kinchin (2000) menyatakan bahwa terdapat tiga model peta konsep yang mungkin disusun oleh siswa, yaituspoke,chaindannet.

1. Spoke

Apabila dilihat dari hierarkinya, model peta konsep ini terdiri dari 1 level.Pada model ini, konsep-konsep tersusun dari konsep yang lebih umum ke konsep yang lebih khusus ke arahbawah dan samping.Susunan peta konsep model ini seperti jari atau ruji. Model peta konsep ini dapat diamati pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Konsep ModelSpoke(Kinchin, 2000) Keterkaitan antar konsep model ini

sangat sederhana. Jika si pembuat peta konsep ingin menambahkan sebuah konsep pada

konsep utama, maka tidak akan

mempengaruhi konsep yang lebih khusus di bawahnya. Begitupula jika dilakukan pengurangan konsep, maka tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap struktur konsep pada peta konsep tersebut.Model peta konsep ini umum digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Artinya, model peta konsep ini

dapat dengan mudah ditemukan

penggunaannya dalam kegiatan pembelajaran, misalnya pada peta konsep yang dicantumkan di awal setiap bab buku teks.

2. Chain

Sesuai dengan namanya, model peta konsep ini tersusun seperti rantai. Secara hierarki, peta konsep ini terdiri dari beberapa level. Konsep-konsep pada peta konsep ini tersusun memanjang ke bawah dari umum ke khusus tanpa adanya percabangan konsep pada setiap levelnya. Model peta konsep ini dapat diamati pada Gambar 2.

(6)

Pada model ini, si pembuat peta konsep tidak dapat melakukan penambahan konsep di bagian awal atau tengah peta konsep. Penambahan hanya dapat dilakukan pada konsep paling akhir. Jika dilakukan penambahan konsep pada bagian awal atau tengah, maka konsep yang ditambahkan itu belum tentu sesuai dengan konsep yang berada di bagian bawah konsep yang baru saja ditambahkan tersebut. Hal ini akan mengubah makna pada peta konsep tersebut. Pegurangan konsep pada peta konsep model ini juga akan dapat mengubah susunan dan makna konsep secara keseluruhan. Berdasarkan karakteristik tersebut, dapat diketahui bahwa konsep yang terdapat pada peta konsep ini baru akan dapat dipahami jika peta konsep dibaca secara keseluruhan.

Model peta konsep ini seringkali kurang tepat jika digunakan pada materi pelajaran yang saling terintegrasi. Hanya beberapa materi saja yang sesuai jika disusun dengan peta konsep model ini. Karakteristik materi yang sesuai jika disusun dengan model peta konsep ini adalah materi yang konsep-konsepnya tidak saling terintegrasi dengan konsep yang lainnya. Sebagai contohnya adalah materi yang menginformasikan urutan nama takson pada makhluk hidup.

3. Net

Secara hierarki, model peta konsep ini terdiri dari beberapa level. Pada model ini, konsep-konsep tersusun ke arah bawah dari

umum ke khusus, dimana setiap level terdiri atas beberapa percabangan konsep. Sebagaimana namanya, model peta konsep ini memiliki banyak keterkaitan antar konsep atau keterkaitan antar konsepnya kompleks. Sehingga, dengan model peta konsep ini dapat memunculkan makna yang dalam dari suatu materi pelajaran. Model peta konsep ini dapat diamati pada Gambar 3. Pada model ini, penambahan konsep dapat menambah jumlah percabangan dari setiap level peta konsep. Hal ini berarti dengan penambahan konsep akan semakin memperkaya struktur peta konsep tersebut. Jika terjadi pengurangan konsep, maka tidak akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap struktur konsep pada peta konsep tersebut.

Peta konsep model ini memfasilitasi siswa untuk dapat belajar bermakna. Melalui pembelajaran bermakna akan membantu siswa mencari keterkaitan atau hubungan antar konsep (konsep awal dengan konsep yang sedang dipelajari ataupun konsep yang sedang dipelajari dengan pengalaman yang diperoleh sehari-hari). Dengan demikian, siswa yang mampu menyusun peta konsep dengan model ini berarti telah melakukan pembelajaran bermakna. Selain itu, siswa yang membuat peta konsep model ini berarti telah memiliki kemampuan berpikir kreatif yang baik, karena telah mampu menuliskan beberapa kaitan silang dan menyusun konsep-konsep dalam hierarki yang tepat.

Gambar 3. Peta Konsep ModelNet. Sumber: Kinchin (2000) Pada model ini, si pembuat peta konsep

tidak dapat melakukan penambahan konsep di bagian awal atau tengah peta konsep. Penambahan hanya dapat dilakukan pada konsep paling akhir. Jika dilakukan penambahan konsep pada bagian awal atau tengah, maka konsep yang ditambahkan itu belum tentu sesuai dengan konsep yang berada di bagian bawah konsep yang baru saja ditambahkan tersebut. Hal ini akan mengubah makna pada peta konsep tersebut. Pegurangan konsep pada peta konsep model ini juga akan dapat mengubah susunan dan makna konsep secara keseluruhan. Berdasarkan karakteristik tersebut, dapat diketahui bahwa konsep yang terdapat pada peta konsep ini baru akan dapat dipahami jika peta konsep dibaca secara keseluruhan.

Model peta konsep ini seringkali kurang tepat jika digunakan pada materi pelajaran yang saling terintegrasi. Hanya beberapa materi saja yang sesuai jika disusun dengan peta konsep model ini. Karakteristik materi yang sesuai jika disusun dengan model peta konsep ini adalah materi yang konsep-konsepnya tidak saling terintegrasi dengan konsep yang lainnya. Sebagai contohnya adalah materi yang menginformasikan urutan nama takson pada makhluk hidup.

3. Net

Secara hierarki, model peta konsep ini terdiri dari beberapa level. Pada model ini, konsep-konsep tersusun ke arah bawah dari

umum ke khusus, dimana setiap level terdiri atas beberapa percabangan konsep. Sebagaimana namanya, model peta konsep ini memiliki banyak keterkaitan antar konsep atau keterkaitan antar konsepnya kompleks. Sehingga, dengan model peta konsep ini dapat memunculkan makna yang dalam dari suatu materi pelajaran. Model peta konsep ini dapat diamati pada Gambar 3. Pada model ini, penambahan konsep dapat menambah jumlah percabangan dari setiap level peta konsep. Hal ini berarti dengan penambahan konsep akan semakin memperkaya struktur peta konsep tersebut. Jika terjadi pengurangan konsep, maka tidak akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap struktur konsep pada peta konsep tersebut.

Peta konsep model ini memfasilitasi siswa untuk dapat belajar bermakna. Melalui pembelajaran bermakna akan membantu siswa mencari keterkaitan atau hubungan antar konsep (konsep awal dengan konsep yang sedang dipelajari ataupun konsep yang sedang dipelajari dengan pengalaman yang diperoleh sehari-hari). Dengan demikian, siswa yang mampu menyusun peta konsep dengan model ini berarti telah melakukan pembelajaran bermakna. Selain itu, siswa yang membuat peta konsep model ini berarti telah memiliki kemampuan berpikir kreatif yang baik, karena telah mampu menuliskan beberapa kaitan silang dan menyusun konsep-konsep dalam hierarki yang tepat.

Gambar 3. Peta Konsep ModelNet. Sumber: Kinchin (2000) Pada model ini, si pembuat peta konsep

tidak dapat melakukan penambahan konsep di bagian awal atau tengah peta konsep. Penambahan hanya dapat dilakukan pada konsep paling akhir. Jika dilakukan penambahan konsep pada bagian awal atau tengah, maka konsep yang ditambahkan itu belum tentu sesuai dengan konsep yang berada di bagian bawah konsep yang baru saja ditambahkan tersebut. Hal ini akan mengubah makna pada peta konsep tersebut. Pegurangan konsep pada peta konsep model ini juga akan dapat mengubah susunan dan makna konsep secara keseluruhan. Berdasarkan karakteristik tersebut, dapat diketahui bahwa konsep yang terdapat pada peta konsep ini baru akan dapat dipahami jika peta konsep dibaca secara keseluruhan.

Model peta konsep ini seringkali kurang tepat jika digunakan pada materi pelajaran yang saling terintegrasi. Hanya beberapa materi saja yang sesuai jika disusun dengan peta konsep model ini. Karakteristik materi yang sesuai jika disusun dengan model peta konsep ini adalah materi yang konsep-konsepnya tidak saling terintegrasi dengan konsep yang lainnya. Sebagai contohnya adalah materi yang menginformasikan urutan nama takson pada makhluk hidup.

3. Net

Secara hierarki, model peta konsep ini terdiri dari beberapa level. Pada model ini, konsep-konsep tersusun ke arah bawah dari

umum ke khusus, dimana setiap level terdiri atas beberapa percabangan konsep. Sebagaimana namanya, model peta konsep ini memiliki banyak keterkaitan antar konsep atau keterkaitan antar konsepnya kompleks. Sehingga, dengan model peta konsep ini dapat memunculkan makna yang dalam dari suatu materi pelajaran. Model peta konsep ini dapat diamati pada Gambar 3. Pada model ini, penambahan konsep dapat menambah jumlah percabangan dari setiap level peta konsep. Hal ini berarti dengan penambahan konsep akan semakin memperkaya struktur peta konsep tersebut. Jika terjadi pengurangan konsep, maka tidak akan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap struktur konsep pada peta konsep tersebut.

Peta konsep model ini memfasilitasi siswa untuk dapat belajar bermakna. Melalui pembelajaran bermakna akan membantu siswa mencari keterkaitan atau hubungan antar konsep (konsep awal dengan konsep yang sedang dipelajari ataupun konsep yang sedang dipelajari dengan pengalaman yang diperoleh sehari-hari). Dengan demikian, siswa yang mampu menyusun peta konsep dengan model ini berarti telah melakukan pembelajaran bermakna. Selain itu, siswa yang membuat peta konsep model ini berarti telah memiliki kemampuan berpikir kreatif yang baik, karena telah mampu menuliskan beberapa kaitan silang dan menyusun konsep-konsep dalam hierarki yang tepat.

(7)

Berdasarkan hasil peninjauan yang dilakukan Yin (2005) terhadap peta konsep siswanya, diketahui bahwa model peta konsep yang diusulkan Kinchin (2000) belum dapat mewakili karakteristik peta konsep yang disusun oleh siswa secara keseluruhan. Oleh karena itu, Yin (2005) menambahkan dua model peta konsep yang diperoleh dari hasil pengelompokan peta konsep yang disusun oleh siswanya. Terdapat lima model peta konsep yang diusulkan Yin (2005), diantaranya adalah Linear, Circular, Hub Spokes,Tree, danNetwork/Net. Kelima model peta konsep tersebut dipaparkan pada Gambar 4.

Jika kita bandingkan dengan model peta konsep Kinchin (2000), peta konsep model

linear memiliki karakteristik yang sama dengan model chain. Konsep-konsep pada peta konsep ini tersusun dari umum ke khusus seperti rantai. Jika kita cermati lagi ada satu hal yang membedakannya, peta konsep ini tidak tersusun memanjang dari atas ke bawah,

melainkan dari atas ke bawah kemudian konsep paling akhir dibelokkan ke arah kiri.

Sesuai dengan namanya, peta konsep model circular memiliki bentuk sirkuler atau bundar (meskipun tidak bundar seperti lingkaran). Konsep-konsep pada model ini tersusun saling berkaitan seperti rantai, hanya saja penulisan peta konsep belum berakhir setelah konsep paling akhir dituliskan, melainkan perlu ditambahkan tanda penghubung dan kata/frasa penghubung untuk menghubungkan konsep paling akhir dengan konsep utama atau konsep yang dituliskan pertama kali.

Pada peta konsep model hub/spokes, konsep tersusun menyerupai jaring laba-laba, yaitu dari tengah ke arah samping. Konsep utama diletakkan pada bagian paling tengah, kemudian konsep yang lebih khusus diletakkan di bagian sampingnya mengelilingi konsep utama. Jika kita perhatikan, model peta konsep ini menyerupai model peta konsepspokeyang diusulkan Kinchin (2000). Berdasarkan hasil peninjauan yang

dilakukan Yin (2005) terhadap peta konsep siswanya, diketahui bahwa model peta konsep yang diusulkan Kinchin (2000) belum dapat mewakili karakteristik peta konsep yang disusun oleh siswa secara keseluruhan. Oleh karena itu, Yin (2005) menambahkan dua model peta konsep yang diperoleh dari hasil pengelompokan peta konsep yang disusun oleh siswanya. Terdapat lima model peta konsep yang diusulkan Yin (2005), diantaranya adalah Linear, Circular, Hub Spokes,Tree, danNetwork/Net. Kelima model peta konsep tersebut dipaparkan pada Gambar 4.

Jika kita bandingkan dengan model peta konsep Kinchin (2000), peta konsep model

linear memiliki karakteristik yang sama dengan model chain. Konsep-konsep pada peta konsep ini tersusun dari umum ke khusus seperti rantai. Jika kita cermati lagi ada satu hal yang membedakannya, peta konsep ini tidak tersusun memanjang dari atas ke bawah,

melainkan dari atas ke bawah kemudian konsep paling akhir dibelokkan ke arah kiri.

Sesuai dengan namanya, peta konsep model circular memiliki bentuk sirkuler atau bundar (meskipun tidak bundar seperti lingkaran). Konsep-konsep pada model ini tersusun saling berkaitan seperti rantai, hanya saja penulisan peta konsep belum berakhir setelah konsep paling akhir dituliskan, melainkan perlu ditambahkan tanda penghubung dan kata/frasa penghubung untuk menghubungkan konsep paling akhir dengan konsep utama atau konsep yang dituliskan pertama kali.

Pada peta konsep model hub/spokes, konsep tersusun menyerupai jaring laba-laba, yaitu dari tengah ke arah samping. Konsep utama diletakkan pada bagian paling tengah, kemudian konsep yang lebih khusus diletakkan di bagian sampingnya mengelilingi konsep utama. Jika kita perhatikan, model peta konsep ini menyerupai model peta konsepspokeyang diusulkan Kinchin (2000). Berdasarkan hasil peninjauan yang

dilakukan Yin (2005) terhadap peta konsep siswanya, diketahui bahwa model peta konsep yang diusulkan Kinchin (2000) belum dapat mewakili karakteristik peta konsep yang disusun oleh siswa secara keseluruhan. Oleh karena itu, Yin (2005) menambahkan dua model peta konsep yang diperoleh dari hasil pengelompokan peta konsep yang disusun oleh siswanya. Terdapat lima model peta konsep yang diusulkan Yin (2005), diantaranya adalah Linear, Circular, Hub Spokes,Tree, danNetwork/Net. Kelima model peta konsep tersebut dipaparkan pada Gambar 4.

Jika kita bandingkan dengan model peta konsep Kinchin (2000), peta konsep model

linear memiliki karakteristik yang sama dengan model chain. Konsep-konsep pada peta konsep ini tersusun dari umum ke khusus seperti rantai. Jika kita cermati lagi ada satu hal yang membedakannya, peta konsep ini tidak tersusun memanjang dari atas ke bawah,

melainkan dari atas ke bawah kemudian konsep paling akhir dibelokkan ke arah kiri.

Sesuai dengan namanya, peta konsep model circular memiliki bentuk sirkuler atau bundar (meskipun tidak bundar seperti lingkaran). Konsep-konsep pada model ini tersusun saling berkaitan seperti rantai, hanya saja penulisan peta konsep belum berakhir setelah konsep paling akhir dituliskan, melainkan perlu ditambahkan tanda penghubung dan kata/frasa penghubung untuk menghubungkan konsep paling akhir dengan konsep utama atau konsep yang dituliskan pertama kali.

Pada peta konsep model hub/spokes, konsep tersusun menyerupai jaring laba-laba, yaitu dari tengah ke arah samping. Konsep utama diletakkan pada bagian paling tengah, kemudian konsep yang lebih khusus diletakkan di bagian sampingnya mengelilingi konsep utama. Jika kita perhatikan, model peta konsep ini menyerupai model peta konsepspokeyang diusulkan Kinchin (2000).

Gambar

Tabel 1. Reading Literacy Siswa Indonesia pada Tahun 2003, 2006, 2009, dan 2012 dalam Perbandingan dengan Beberapa Negara/Wilayah Lain
Gambar 1. Peta Konsep Model Spoke (Kinchin, 2000)
Gambar 3. Peta Konsep Model Net. Sumber: Kinchin (2000)

Referensi

Dokumen terkait

Hasil: Konsentrasi terendah yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada penelitian ini terdapat pada konsentrasi 6,25% dan konsentrasi terendah yang dapat membunuh bakteri pada

Semua informan menyatakan menggunakan metode sanitary landfill masih cocok digunakan di Indonesia karena masih sesuai dengan biaya pengelola yang tersedia, serta

bahwa dalam rangka peningkatan akses Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah pada sumber pembiayaan guna penguatan permodalan, memperlancar kegiatan dunia usaha,

Hal ini sesuai dengan pendapat Parera et al, (2009) yang menyatakan bahwa tris kuning telur memberikan hasil yang baik karena kerusakan sel dan abnormalutas

64 MUNTUK TUMIRAN HARYONO PEDUKUHAN MUNTUK RT 001 5. 65 MUNTUK PONIDI

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam proses internalisasi nilai secara teoritis dapat dilakukan dengan tiga tahapan yakni; tahapan pertama disebut dengan

Hasil uji statistik Anova yang dilanjutkan dengan uji Duncan diperoleh hasil untuk perlakuan ALT plastik disil yang divakum (Tabel 4) tanpa pencelupan terjadi

Pada aspek kognitif, perbedaan efektivitas ini disebabkan karena pada saat proses pembelajaran dengan for- masi berbentuk U memudahkan siswa untuk berhadapan langsung