• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Hidrolisis Selulosa Tongkol Jagung (Zea mays) dengan HCl 1% terhadap Kadar Glukosa untuk Pembuatan Bioetanol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Hidrolisis Selulosa Tongkol Jagung (Zea mays) dengan HCl 1% terhadap Kadar Glukosa untuk Pembuatan Bioetanol"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jagung (Zea mays)

Jagung (Zea mays) merupakan tanaman C4 dan mampu beradaptasi dengan baik

pada faktor pembatas pertumbuhan dan produksi. Salah satu sifat tanaman jagung

sebagai tanaman C4, antara lain daun mempunyai laju fotosintesis lebih tinggi

dibandingkan tanaman C3, fotorespirasi dan transpirasi rendah, efisien dalam

penggunaan air. Tanaman jagung berakar serabut terdiri dari akar seminal, akar

adventif dan akar udara (Goldsworthy dan Fisher, 1980),

Tanaman jagung sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan hewan.

Di Indonesia, jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua terpenting

setelah padi. Berdasarkan urutan bahan makanan pokok di dunia, jagung

menduduki urutan ke-3 setelah gandum dan padi. Akhir-akhir ini tanaman jagung

semakin meningkat penggunaannya. Tanaman jagung banyak sekali gunanya,

sebab hampir seluruh bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam

keperluan antara lain:

a. Batang dan daun muda sebagai pakan ternak

b. Batang dan daun tua sebagai kompos

c. Batang dan daun kering sebagai kayu bakar

d. Batang jagung sebagai pulp

e. Buah jagung sebagai bahan makanan (warisno,1998).

Linnaeus (1737), seorang ahli botani, memberikan nama Zea mays untuk

tanaman jagung. Zea berasal dari bahasa Yunani yang digunakan untuk

mengklasifikasikan jenis padi-padian. Adapun mays berasal dari bahasa Indian,

yaitu Mahiz atau Marisi yang kemudian digunakan untuk sebutan spesies. Sampai

(2)

Tanaman jagung merupakan tumbuhan semusim (annual). Susunan

tubuhnya (morfologi) terdiri dari akar, batang, daun bunga dan buah. Perakaran

tanaman jagung terdiri dari akar utama, akar cabang, akar lateral, dan akar rambut.

Sistem perakaran serabut yang berfungsi sebagai alat untuk menghisap air serta

garam-garam yang terdapat dalam tanah, berupa mineral-mineral senyawa kimia

yang mengeluarkan zat organik dari tanah dan alat pernafasan. Batang jagung

beruas-ruas (berbuku-buku) dengan jumlah ruas bervariasi antara 10-40 ruas.

Tanaman jagung tidak bercabang. Panjang batang jagung berkisar antara 60-300

cm (Rukmana, 1997).

Daun jagung tumbuh melekat pada buku-buku batang, struktur daun terdiri

atas tiga bagian yaitu kelopak daun, lidah daun (ligula) dan helaian daun. Jumlah

helaian daun bervariasi antar 8-48 helaian. Bunga jantan matang terlebih dahulu

1-2 hari dari pada bunga betina. Buah jagung terdiri atas tongkol, biji dan daun

pembungkus. B iji jagung mempunyai bentuk , warna dan kandungan endosperm

yang bervariasi tergantung jenisnya. (Hasyim, 2007).

Buah jagung terdiri atas tongkol, biji, dan daun pembungkus. Biji jagung

mempunyai bentuk, warna dan kandungan endosperm yang bervariasi, tergantung

pada jenisnya. Pada umumnya, biji jagung tersusun dalam barisan yang melekat

secara lurus atau berkelok-kelok dan berjumlah antara 8 – 20 baris biji. Biji

jagung terdiri atas tiga bagian utama, yaitu kulit biji (seedcoat), endosperm dan

embrio (Rukmana, 1997).

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produksi tanaman jagung dapat

dari berbagai hal, salah satu contohnya yaitu faktor iklim. Iklim merupakan

keadaan dimana yang sangat menentukan sehingga tidak semua tanaman dapat

tumbuh pada setiap iklim. Selain iklim dapat menentukan produktivitas tanaman

jagung tetapi dapat juga menentukan dalam hal kandungan gizi yang dihasilkan

tanaman tetapi masyarakat tidak mementingkan gizi yang terkandung dalam

(3)

iklim tropis yang hanya memiliki 2 musim yaitu musim hujan dan kemarau.

i2.1.1. Taksonomi Jagung

Menurut Rukamana (1997) kedudukan jagung (Zea mays L.) diklasifikasikan

sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Class : Monocotyledoneae

Ordo : Poales

Famili : Poacea (Graminae)

Genus : Zea

Spesies : Zea mays L.

Rukmana (1997)

2.1.2. Tongkol Jagung

Tongkol jagung merupakan limbah tanaman yang setelah diambil bijinya tongkol

jagung tersebut umumnya dibuang begitu saja, sehingga hanya akan

meningkatkan jumlah sampah. Tongkol jagung dan biji jagung merupakan sumber

karbohidrat potensial untuk dijadikan bahan pangan, sayuran, dan bahan baku

sebagai industri makanan. Kandungan kimia jagung terdiri atas air 13,5%, protein

10%, lemak 4%, karbohidrat 61%, gula 1,4%, pentosan 6%, serat kasar 2,3%, abu

1,45%, dan zat-zat lain 0,4% (Rukmana,1997).

Tongkol jagung adalah tempat pembentukan lembaga dan gudang

penyimpanan makanan untuk pertumbuhan biji. Jagung mengandung kurang lebih

30% tongkol jagung sedangkan sisanya adalah kulit dan biji. Tongkol jagung

mengandung xylan 31,1%, selulosa 34,3%, lignin 17,7%, dan abu 16,9%

(Horiuchi, 2013). Komposisi kimia tersebut membuat tongkol jagung dapat

digunakan sebagai sumber energy, bahan pakan ternak, dan sebagai sumber

(4)

2.2. Karbohidrat

Karbohidrat merupakan bahan yang banyak terdapat dalam makanan, dan didalam

tubuh mengalami perubahan atau metabolisme. Hasil metabolisme karbohidrat

antara lain glukosa yang terdapat dalam darah, sedangkan glikogen adalah

karbohidrat yang disintesis dalam hati dan digunakan oleh sel-sel pada jaringan

otot sebagai sumber energy. Jadi ada bermacam-macam senyawa yang termasuk

dalam golongan karbohidrat ini. Dari contoh-contoh tadi kita mengetahui bahwa

amilum atau pati, selulosa, glikogen, gula, atau sukrosa dan glukosa merupakan

beberapa senyawa karborhidrat yang terpenting dalam kehidupan.

Molekul karbohidrat terdiri atas atom-atom karbon, hydrogen dan oksigen.

Jumlah atom hydrogen dan oksigen merupakan perbandingan 2:1 seperti molekul

air. Sebagai contoh molekul glukosa mempunyai rumus kimia C12H22O11. Pada

glukosa tampak bahwa jumlah atom hidrogen berbanding jumlah atom oksigen

ialah 12:6 atau 2:1, sedangkan pada sukrosa 22:11 atau 2:1. Dengan demikian

dahulu orang berkesimpulan adanya air dalam karbohidrat, yang berasal dari

“karbon” yang berarti mengandung unsur karbon dan “hidrat” yang berarti air.

(Poedjiadi, A. 1994)

Beberapa turunan molekul karbohidrat yang ada dan dapat dibentuk dari

pengurangan. Sebagai contoh, jika ada molekul yang mempunyai oksigen yang

jumlahnya lebih sedikit lalu kita katakana ini sebagai deoksi karbohidrat, dan

yang paling banyak dikenal adalah deoksiribosa yang komponen utamanya yaitu

deoksiribonukleat (DNA). Gula berbeda dari D-ribosa yang didalamnya terdapat

golongan hidroksil yang diganti oleh atom hydrogen (penghilangan satu oksigen).

Gula alkohol dibentuk ketika golongan karbonil direduksi menjadi

golongan hidroksil. Gula alkohol biasanya digunakan sebagai pengganti makanan.

Untuk alasan ini banyak produk seperti permen karet yang manis mengandung

gula alkohol. Yang paling penting kegunaan dari alkohol adalah dalam pembuatan

(5)

menghasilkan perubahan kecil pada tingkat gula darah. Selain itu, gula alkohol

diserap lalu diekskresikan ke urin dari pada untuk metabolisme (Walker, S. 2008).

2.2.1. Selulosa

Selulosa adalah polimer glukosa yang berbentuk rantai linier dan dihubungkan oleh ikatan β-1,4 glikosidik. Struktur yang linier menyebabkan selulosa bersifat kristalin dan tidak mudah larut. Selulosa tidak mudah didegradasi secara kimia

maupun mekanis. Di alam, biasanya selulosa berasosiasi dengan polisakarida lain

seperti hemiselulosa atau lignin membentuk kerangka utama dinding sel

tumbuhan (Holtzapple, M.T.2003).

Unit penyusun (building block) selulosa adalah selobiosa karena unit

keterulangan dalam molekul selulosa adalah 2 unit gula (D-glukosa). Selulosa

adalah senyawa yang tidak larut di dalam air dan ditemukan pada dinding sel

tumbuhan terutama pada tangkai, batang, dahan, dan semua bagian berkayu dari

jaringan tumbuhan. Selulosa merupakan polisakarida struktural yang berfungsi

untuk memberikan perlindungan, bentuk, dan penyangga terhadap sel, dan

jaringan (Lehninger, A.L.1993).

Selulosa memiliki struktur yang unik karena kecenderungannya

membentuk ikatan hidrogen yang kuat. Ikatan hidrogen intramolekular terbentuk

antara: (1) gugus hidroksil C3 pada unit glukosa dan atom O cincin piranosa yang

terdapat pada unit glukosa terdekat, (2) gugus hidroksil pada C2 dan atom O pada

C6 unit glukosa tetangganya. Ikatan hidrogen antarmolekul terbentuk antara

gugus hidroksil C6 dan atom O pada C3 di sepanjang sumbu b (Gambar 4).

Dengan adanya ikatan hidrogen serta gaya van der Waals yang terbentuk, maka

struktur selulosa dapat tersusun secara teratur dan membentuk daerah kristalin. Di

samping itu, juga terbentuk rangkaian struktur yang tidak tersusun secara teratur

yang akan membentuk daerah nonkristalin atau amorf. Semakin tinggi packing

density-nya maka selulosa akan berbentuk kristal, sedangkan semakin rendah

(6)

dipengaruhi oleh sumber dan perlakuan yang diberikan. Rantai-rantai selulosa

akan bergabung menjadi satu kesatuan membentuk mikrofibril, bagian kristalin

akan bergabung dengan bagian nonkristalin. Mikrofibril-mikrofibril akan

bergabung membentuk fibril, selanjutnya gabungan fibril akan membentuk serat

(Klemm, D. 1998).

Gambar 2.1. Struktur Selulosa

Berdasarkan derajat polimerisasi dan kelarutan dalam senyawa natrium

hidroksida (NaOH) 17,5%, selulosa dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu :

1. Selulosa α (Alpha Cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut

dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan derajat

polimerisasi 600 - 1500. Selulosa α dipakai sebagai penduga dan atau

penentu tingkat kemurnian selulosa. Selulosa α merupakan kualitas selulosa yang paling tinggi (murni). Selulosa α > 92% memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan baku utama pembuatan propelan dan atau bahan

peledak, sedangkan selulosa kualitas dibawahnya digunakan sebagai bahan

baku pada industri kertas dan industri sandang/kain. Semakin tinggi kadar

alfa selulosa, maka semakin baik mutu bahannya (Nuringtyas, T.R.2010)

2. Selulosa β (Betha Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam

larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan derajat polimerisasi 15 - 90,

dapat mengendap bila dinetralkan

3. Selulosa γ (Gamma cellulose) adalah sama dengan selulosa β, tetapi derajat polimerisasinya kurang dari 15. Bervariasinya struktur kimia selulosa (α, β, γ) mempunyai pengaruh yang besar pada reaktivitasnya. Gugus-gugus hidroksil yang terdapat dalam daerahdaerah amorf sangat mudah dicapai dan

(7)

daerah-daerah kristalin dengan berkas yang rapat dan ikatan antar rantai

yang kuat mungkin tidak dapat dicapai sama sekali. Pembengkakan awal

selulosa diperlukan baik dalam eterifikasi (alkali) maupun dalam esterfikasi

(asam) (Sjostrom. E, 1995).

2.2.2. Sifat-Sifat Selulosa

Selulosa tidak memiliki rasa, tidak berbau, tidak larut dalam air dan sebagian

pelarut organik. Selulosa dapat dipecah menjadi unit-unit kimia glukosa dengan

mereaksikannya dengan asam pekat pada suhu tinggi. Dibandingkan dengan

pati, selulosa jauh lebih bersifat Kristal. Dimana pati mengalami transisi Kristal

menjadi amorf ketika dipanaskan dalam air pada suhu mencapai 60-70oC.

sedangkan selulosa membutuhkan suhu 320oC dan tekanan 25 MPa untuk

menjadi amorf dalam air (Deguchi,S. 2006).

Kebanyakan sifat selulosa tergantung pada panjang rantai atau derajat

polimerisasi unit glukosa. Selulosa dari pulp kayu memiliki panjang rantai yang

khas antara 300-1700 unit. Kapas dan serat tanaman lainnya sama seperti

selulosa bakteri memiliki panjang rantai berkisar antara 800-10.000 unit

(Klemm,D. 1998).

Selulosa yang diturunkan dari tanaman biasanya ditemukan dalam suatu

campuran dengan hemiselulosa, lignin, pektin, dan zat-zat lain. Sementara

selulosa mikroba cukup murni, memiliki kadar air cukup tinggi dan terdiri dari

rantai panjang. Selulosa larut dalam kuprietilendiamin (CED),

kadmiumetilendiamin (cadoxen), N-metilmorfolina N-oksida, dan litium klorida

atau dimetil formamida. Pelarut-pelarut ini digunakan dalam produki selulosa

(8)

2.2.3. Hidrolisis Selulosa

Hidrolisis adalah salah satu tahapan pembuatan bioetanol berbahan baku

lignoselulosa. Hidrolisis bertujuan untuk memecah selulosa dan hemiselulosa

menjadi monosakarida (glukosa dan Xylosa) yang selanjutnya akan difermentasi

menjadi bioetanol. Secara umum teknik hidrolisis dibagi menjadi dua, yaitu:

hidrolisis berbasis asam dan hidrolisis dengan enzim.

Didalam metode hidrolisis asam, biomassa lignoselulosa dipaparkan

dengan asam pada suhu dan tekanan tertentu selama waktu tertentu, dan

menghasilkan monomer gula dari polimer selulosa dan hemiselulosa. Beberapa

asam yang umum digunakan untuk hidrolisis asam antara lain adalah asam sulfat

(H2SO4), asam perklorat, dan HCl. Asam sulfat merupakan asam yang paling

banyak diteliti dan dimanfaatkan untuk hidrolisis asam pekat dan hidrolisis asam

encer (Taherzadeh, M.J. 2007).

Hidrolisis selulosa lengkap dengan HCl 30%, hanya menghasilkan

D-glukosa. Disakarida yang terisolasi dari selulosa yang terhidrolisis sebagian

adalah selobiosa, yang dapat dihidrolisis lebih lanjut menjadi D-glukosa dengan

suatu katalis asam atau dengan emulsion enzim. Selulosa sendiri tidak mempunyai

karbon hemiasetal-selulosa sehingga tidak dapat mengalami mutarotasi atau

dioksidasi oleh reagensia seperti Tollens (Fessenden, R.J. 1986).

Selulosa Selobiosa Glukosa

Hidrolisis dalam suasana asam, yang menghasilkan pemecahan ikatan

glikosidik berlangsung dalam tiga tahap. Tahap pertama, proton yang bertindak

sebagai katalisator asam berinteraksi cepat dengan oksigen glikosida yang

menghubungkan dua unit gula (I), membentuk asam konjugat (II). Langkah ini

diikuti dengan pemecahan yang lambat dari ikatan C-O, yang menghasilkan zat

antara kation karbonium siklik (III). Protonisasi dapat juga terjadi pada oksigen

cincin (II), menghasilkan pembukaan cincin dan kation karbonium nonsiklik (III).

Tidak ada kepastian ion karbonium mana yang paling mungkin terbesar pada

(9)

cepat, membentuk hasil akhir yang stabil dan melepaskan proton (Torget, R.W.

2003).

2.2.4. Glukosa

Dalam alam glukosa dihasilkan dari reaksi antara karbondioksida dan air dengan

bantuan sinar matahari dan klorofil dalam daun. Proses ini disebut fotosintesis

dan glukosa yang terbentuk terus digunakan untuk pembentukan amilum atau

selulosa

6CO2 + 6H2O Sinar matahari C6H12O6 + 6O2

Klorofil

Sebagian besar monosakarida dikenal sebagai heksosa, karena terdiri atas

6-rantai atau cincin karbon. Atom-atom hydrogen dan oksigen terikat pada rantai

atau cincin ini secara terpisah atau sebagai gugus hidroksil (OH). Ada tiga jenis

heksosa yang penting dalam ilmu gizi, yaitu glukosa, fruktosa, dan galaktosa.

Ketiga macam monosakarida ini mengandung jenis dan jumlah yang sama, yaitu

6 atom karbon, 12 atom hydrogen, dan 6 atom oksigen. Perbedaannya hanya

terletak pada cara penyusunan atom hydrogen dan oksigen disekitar

atom-atom karbon. Perbedaan dalam susunan atom-atom inilah yang menyebabkan

perbedaan dalam tingkat kemanisan, daya larut, dan sifat lain ketiga

monosakarida tersebut. Monosakarida yang terdapat di alam pada umumnya

terdapat dalam bentuk isomer dekstro (D). Gugus hidroksil ada karbon nomor 2

terletak disebelah kanan. Struktur kimianya dapat berupa struktur terbuka atau

struktur cincin (Poedjiadi, A.1994).

(10)

2.3. Analisa Kualitatif dan Kuantitatif Gula Pereduksi 2.3.1. Analisa Kualitatif Gula pereduksi

Beberapa cara untuk mengetahui adanya gula pereduksi dalam suatu bahan antara

lain:

a. Uji Molisch

Karbohidrat oleh asam sulfat pekat akan dihidrolisis menjadi monosakarida dan

selanjutnya monosakarida mengalami dehidrasi oleh asam sulfat menjadi furfural

atau hidroksi metal furfural. Senyawa-senyawa ini dengan alfa naftol akan

berkondensasi membentuk senyawa kompleks yang berwarna ungu.

b. Uji Iodin

Karbohidrat golongan polisakarida akan memberikan reaksi dengan larutan iodin

dan memberikan warna spesifik bergantung pada jenis karbohidratnya. Amilosa

dengan iodin akan berwarna biru, amilopektin dengan iodin akan berwarna merah

violet, glikogen maupun dextrin dengan iodin akan berwarna merah coklat.

c. Uji Pembentukan Osazon

Aldosa ataupun ketosa dengan fenilhidrasin dan dipanaskan akan membentuk

hidrason atau osazon. Reaksi antara senyawaan tersebut merupakan reaksi

oksido-reduksi, atom C yang mengalami reaksi adalah atom C nomor satu dan dua dari

aldosa atau ketosa. Fruktosa dan glukosa menunjukkan osason yang sama.

d. Uji Fehling

Larutan fehling yang terdiri dari campuran kupri sulfat, Na-K-tartrat dan natrium

hidroksida dengan gula reduksi dan dipanaskan akan terbentuk endapan berwarna

hijau, kuning orange atau merah tergantung dari macam gula reduksinya

e. Uji Benedict

Gula Reduksi dengan larutan Benedict (campuran garam kuprisulfat, Natrium

sitrat, dan Natrium Karbonat) akan terjadi reaksi reduksi oksidasi dan dihasilkan

endapan berwarna merah dari kuprooksida

O O

R C H + CuO Cu2O + R C OH

(11)

2.3.2. Analisa Kuantitatif Gula pereduksi

Penentuan karbohidrat yang termasuk polisakarida maupun oligosakarida

memerlukan perlakuan pendahuluan yaitu hidrolisis terlebih dahulu sehingga

diperoleh monosakarida. Untuk keperluan ini bahan dihidrolisis dengan asam atau

enzim pada suatu keadaan tertentu. Beberapa cara analisis kuantitatif

monosakarida antara lain:

a. Metode Luff Schoorl

Pada penentuan gula secara Luff Schoorl, yang ditentukan adalah kuprioksida

dalam larutan sebelum direaksikan dengan gula reduksi (titrasi Blanko) dan

sesudah direaksikan dengan sampel gula reduksi (titrasi sampel). Penentuannya

dengan titrasi menggunakan Na-tiosulfat. Selisih titrasi blanko dengan titrasi

sampel equivalent dengan kuprooksida yang terbentuk dan juga equivalent dengan

jumlah gula reduksi yang ada dalam bahan atau larutan.

b. Metode Munson-Walker

Penentuan gula cara ini adalah dengan menentukan banyaknya kuprooksida yang

terbentuk dengan cara penimbangan atau dengan melarutkan kembali dengan

asam nitrat kemudian menitrasi dengan tiosulfat. Jumlah kuprooksida yang

terbentuk equivalent dengan banyaknya gula reduksi yang ada dalam larutan dan

telah disediakan dalam bentuk tabel hammon, yakni hubungan antara banyaknya

kuprooksida dengan gula reduksi.

c. Metode Lane-Eynon

Penentuan gula cara ini dengan menitrasi reagen soxhlet (larutan CuSO4,

K-N-tartrat) dengan larutan gula yang diselidiki. Banyaknya larutan sampel yang

dibutuhkan untuk menitrasi reagen soxhlet dapat diketahui banyaknya gula yang

(12)

d. Metode Nelson-Somogyi

Metode ini dapat digunakan untuk mengukur kadar gula reduksi dengan

menggunakan reaksi tembaga arsenomolibdat. Kupri mula-mula direduksi

menjadi bentuk kupro dengan pemanasan larutan gula. Kupro yang terbentuk

berupa endapan selanjutnya dilarutkan dengan arsenomolibdat menjadi

molybdenum berwarna biru yang menunjukan konsentrasi gula. Dengan

membandingkan terhadap larutan standart, konsentrasi gula dalam sampel dapat

ditentukan. Reaksi warna yang terbentuk dapat menentukan konsentrasi gula

dalam sampel dengan mengukur absorbansinya (Sudarmadji,S.1987).

2.4. Fermentasi

Fermentasi merupakan suatu cara untuk mengubah substrat menjadi produk

tertentu yang dikehendaki dengan mengutamakan bantuan mikroba.

Produk-produk tersebut biasanya dimanfaatkan sebagai minuman atau makanan.

Fermentasi merupakan suatu cara yang telah dikenal dan digunakan sejak zaman

kuno. Sebagai suatu proses fermentasi memerlukan:

1. Mikroba inokulum

2. Tempat (wadah) yang menjamin proses fermentasi berlangsung

dengan optimal.

3. Substrat sebagai tempat tumbuh (medium) dan sumber nutrisi bagi

mikroba (Waites,M.J.2001).

Pada dasarnya fermentasi dapat langsung menggunakan enzim tetapi

sampai saat ini, industri fermentasi yang besar-besar masih memanfaatkan

mikroorganisme, antara lain karena cara ini jauh lebih murah dan mudah. Mikroba

yang banyak digunakan dalam proses fermentasi diantaranya adalah khamir,

kapang dan bakteri. Kegiatan demikian akan erat hubungannya dengan teknologi

microbial karena selain diperlukan galur-galur yang unggul alami dapat pula

dilakukan mutasi-mutasi induk sampai kepada rekayasa genetik. Istilah yang

banyak dipakai adalah “Bioteknologi Mikrobial” yang pada dasarnya dapat dibagi

(13)

1. Teknologi mikrobial tradisional yaitu teknologi yang menggunakan

metode-metode yang telah berkembang lama yaitu seleksi alami serta

modifikasi proses untuk memperoleh hasil maksimal.

2. Teknologi microbial dengan rekayasa organisme, antara lain dengan

menggunakan gen-gen asing yang disisipkan pada gen mikroba. Disini

umumnya disebut rekayasa genetik. Upaya tersebut selain bertujuan

untuk mendapatkan strain atau mutan atau galur yang unggul tetapi

dapat pula dikultivasi secara besar-besaran.

Semua mikroorganisme membutuhkan air, sumber energi, karbon, nitrogen,

elemen-elemen mineral, vitamin dan O2 (jika aerobic). Medium untuk skala besar

harus menggunakan sumber-sumber nutrien untuk menciptakan sebuah medium

yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

1. Menghasilkan yield maksimum dari produk atau biomass pergram

substrat yang digunakan.

2. Menghasilkan konsentrasi maksimum dari produk atau biomassa.

3. Mengijinkan laju maksimum dari pembentukan produk

4. Yield minimum dari produk yang tidak diinginkan

5. Murah, kualitas yang konsisten dan tersedia sepanjang tahun

6. Menimbulkan masalah-masalah yang minimal terutama pada aerasi,

agitasi, ekstraksi, purifikasi, dan pengolahan limbah (Riadi, L.2007)

2.5. Ragi Roti

Penemu Yeast (ragi roti) pertama kali adalah Louis Pasteaur pada tahun 1872.

Bibit yeast yang terbagus dalam buah anggur dan apel serta pada akar pohon

tersebut.

Jenis-jenis ragi roti :

a. Fresh Yeast, merupakan jenis ragi yang pertama kali ditemukan, berbentuk

cair sehingga dalam penyimpanan memerlukan pembekuan sering disebut

(14)

b. Dry Yeast, merupakan jenis ragi yang kering berbentuk butiran-butiran sering

disebut dehydrated yeast.

c. Instant Yeast, merupakan ragi yang dibentuk dalam bentuk tepung/powder.

Cara pemakaian dari ragi tersebut berbeda-beda yaitu :

a. Fresh Yeast sebelum dicampurkan dengan bahan-bahan lain harus

dicairkan terlebih dahulu

b. Dry Yeast sebelum dicampurkan dengan bahan-bahan lain harus dilarutkan

dulu dengan air dan difermentasikan. Instant yeast bisa dicampurkan

langsung dengan bahan-bahan lain sehingga menjadi suatu adonan.

(Subagio,A.2007)

2.6. Bioetanol

Bioetanol adalah bioetanol yang dibuat dari biomassa yang mengandung

komponen pati atau selulosa, seperti singkong dan tetes tebu. Dalam dunia

industri, bioetanol umumnya digunakan sebagai bahan baku industri, bioetanol

umumnya digunakan sebagai bahan baku industri turunan alcohol, campuran

untuk minuman keras

(seperti sake atau gin), serta baku farmasi dan kosmetika. Berdasarkan kadar

alkoholnya, bioetanol menjadi tiga bagian sebagai berikut:

• Bagian industri dengan kadar alkohol 90-94%

• Netral dengan 96-99.5%, umumnya digunakan untuk minuman keras atau

bahan baku farmasi.

• Bagian bahan bakar dengan kadar alkohol diatas 99.5%.

Ketika harga BBM merangkak semakin tinggi, bioetanol diharapkan dapat

dimanfaatkan sebaagai bahan bakar pensubstitusi BBM untuk motor bensin.

Sebagai bahan pensubstitusi bensin, bioetanol dapat diaplikasikan dalam bentuk

bauran dengan minyak bensin (EXX), misalnya 10% bioetanol dicampur dengan

90% bensin (gasohol E10) atau digunakan 100% (E100) sebagai bahan bakar.

(15)

Brasil merupakan salah satu Negara yang telah sukses mengembangkan bioetanol

sebagai bahan bakar alternative pensubstitusi bensin.

Bioetanol diperoleh dari hasil yang mengandung gula. Tahap inti produksi

bioetanol adalah fermentasi gula, baik yang berupa glukosa, sukrosa, maupun

fruktosa oleh ragi terutama Saccharomyces sp atau bakteri Zymomonas mobilis.

Pada proses ini, gula akan dikonversi menjadi bioetanol dan gas karbondioksida

C6H12O6 2C2H5OH + 2CO2

Gula Bioetanol Karbondioksida (gas)

Bahan baku bioetanol bisa diperoleh dari berbagai tanaman yang

menghasilkan gula (seperti tebu dan molase) dan tepung (seperti jagung,

singkong, dan sagu). Pada tahap persiapan, bahan baku berupa padatan harus

dikonversi terlebih dahulu menjadi larutan gula sebelum akhirnya difermentasi

untuk menghasilkan bioetanol, sedangkan bahan-bahan yang sudah dalam bentuk

larutan gula (seperti molase) dapat langsung difermentasi. Bahan padatan dikenai

perlakuan pengecilan ukuran dan tahap pemasakan. Proses pengecilan ukuran

dapat dilakukan dengan menggiling bahan (singkong, sagu, jagung)

Gambar

Gambar 2.1. Struktur Selulosa
Gambar 2.2. Struktur Glukosa

Referensi

Dokumen terkait

Jika kita menginput angka disetiap variabel memenuhi kondisi pertama ( D == 0 ) maka program akan menghitung angka yang diinputkan sesuai dengan rumus yang

4.1 Menangkap makna dalam teks ilmiah faktual ( factual report ) lisan dan tulis tentang benda, binatang dan gejala/peristiwa alam, terkait dengan mata pelajaran lain di Kelas

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) merupakan semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan sebagai pelatihan untuk menerapkan teori

Dari hasil penelitian, peneliti menemukan beberapa temuan dalam proses pembinaan akhlak anak berkebutuhan khusus (abk) dalam keluarga Bapak Suradi, yaitu meliputi

Dengan demikian semakin meningkatnya debt to total asset ratio, maka hal tersebut berdampak terhadap semakin berkurang laba bersih yang tersedia untuk dibagikan

Sehubungan dengan hal tersebut, tulisan ini difokuskan pada kajian kapasitas respon masyarakat Kota Padang terhadap media peringatan dini bahaya tsunami dan

Keterbatasan dalam penelitian ini terkait dengan jumlah variabel operasional dalam model terbatas, yaitu variabel kecerdasan spiritual, kecerdasan intelektual, dan