• Tidak ada hasil yang ditemukan

T2 092013023 BAB VII

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T2 092013023 BAB VII"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

83

BAB VII

KONDISI-KONDISI YANG PERPENGARUH

TERHADAP KETAHANAN HIDUP

MASYARAKAT

Bab ini menjelaskan tentang dampak limbah tailings dan faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat di kampung Waa untuk dapat bertahan hidup. Faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat dalam bertahan hidup, yaitu faktor ekonomi, sosial, lingkungan dan kesehatan. Faktor-faktor ini berdampak negatif dan positif bagi masyarakat di kampung Waa.

Faktor Ekonomi

(2)

Masyarakat pendulang emas ini masuk ke wilayah Timika dan Tembagapura semenjak adanya aktivitas penambangan PT Freeport Indonesia, sebagian masyarakat masuk mengikuti hubungan keluarga dan kerabat yang sudah menjadi karyawan dan buru Freeport. Setelah masyarakat mengetahui dengan adanya emas dari sisa pengolahan tambang yang dibuang oleh Freeport, maka masyarakat masuk menguasai wilayah sepanjang pemukiman sungai Wanagon untuk menjadi pendulang emas. Kondisi ekonomi pada masyarakat ini juga dapat dipengaruhi, karena masyarakat pendulang emas sebagian besar berasal dari golongan masyarakat kelas bawah yang belum memiliki pendidikan. Sehingga mereka memili untuk menjadi pendulang emas, selain itu dari hasil dulang emas tersebut memberikan keuntungan yang besar. Jika dibandingan dengan penghasilan buruh karyawan Freeport. Dengan demikian limbah tailings yang dibuang oleh Freeport tersebut, dengan adanya kegiatan produksi masyarakat menjadi lahan pekerjaan mereka.

Cara produksi emas pada masyarakat dikampung Waa dilihat sebagai sistem ekonomi129 yang dimiliki oleh masyarakat. Sistem

ekonomi sebagai satu sistem yang diperlukan manusia dalam usaha memenuhi kebutuhannya melalui meteri yang diperoleh untuk kebutuhan hidupnya. Sistem ekonomi masyarakat dikampung Waa, dilihat dari sistem ekonomi tradisional yang terdiri dari, pola produksi, pola distribusi, saranan produksi, proses produksi maupun konsumsi yang dilakukannya. Menurut Koentjaraningrat, sistem ekonomi, teknologi dan cara memproduksi yang dilakukan adalah unsur-unur kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat dalam bertahan hidup.

Faktor Sosiologi

Faktor sosiologi masyarakat dikampung Waa, dilihat dari cara memproduksi masyarakat dari hasil ekononi yang diperolah dapat berperan untuk menunjang kehidupan sosial bagi masyarakat. Objek

129. Mahmud, S.,1992. Sistem Ekonomi Tradisional Sebagai Perwujudan Tanggapan

(3)

85 yang diamati dalam sosiologi, yaitu tata kelakuan, kebiasaan, kebudayaan, norma, nilai sebagai tata cara hidup pada masyarakat. Sosiologi sebagai ilmu yang mengkaji tentang masyarakat dengan masalah yang dihadapinya. Masyarakat sebagai objek sosiologi yang dipelajari melalui proses persoalan yang timbul antara hubungan pada masyarakat. Proses persoalan yang dipelajari dalam hubungan yang timbul antar masyarakat, yaitu kebudayaan, tata kelakuan, kebiasaan dan norma yang dapat diamati melalui pola hubungan khusus pada masyarakat dari sistem kebudayaan yang sudah terpolahnya (Abdulla, M.W., 2006)130.

Sistem budaya yang sudah terpola pada masyarakat tersebut, merupakan sinergi antara berbagai sub ilmu dalam kehidupan masyarakat yang saling bergantung dan saling berkaitan. Dengan demikian realitas masalah yang terdapat pada masyarakat dapat gambarkan dan dibayangkan dengan kontruksi berfikir. Mempelajari kehidupan masyarakat, berarti kehidupannya tidak berdiri secara sendiri-sendiri tetapi membutuhkan orang dan tergantung dengan orang lain131. Faktor sosial ini juga berpengaruh pada masyarakat

dikampung Waa dari pola kebiasaan, tradisi, norma dan nilai yang terdapat pada masyarakat. Kebiasaan, sebagai suatu keadaan perilaku hidup yang mendorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa berfikir menimbang atau mengulangi sesuatu dalam rentang waktu lama dan berdekatan132. Kebiasaan masyarakat mendulang emas di

sungai Wanagon menjadi daya pengikat yang lebih kuat dari hasil keuntungan ekonomi yang diperolehnya. Kebiasaan mendulang masyarakat ini juga sudah menjadi lingkungan yang terpola pada masyarakat dari aktivitas mendulang di lingkungan yang memilik resiko berbahaya yang tidak dapat dipertimbangkan oleh masyarakat untuk terhindar dari dampak limbah tersebut.

Norma dan nilai, sebagai patokan hidup dalam hubungan kebersamaan dan solidaritas yang dimiliki pada masyarakat di

130 . Sosiologi Untuk SMP dan MTs. PT Grasindo, Jakarta.

131. Yusuf, A. Y dan S. A. Beni, 2013. Pengantar Sistem Sosial Budaya di Indonesia. Cv. Pustaka Setia, Bandung.

(4)

kampung Waa. Kehidupan masyarakat dikampung Waa dapat menyesuikan diri sesuai dengan nilai dan norma yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Hal ini biasa terlihat melalui hubungan toleransi yang melekat kuat pada masyarakat, melalui hubungan keluarga, kerabat, suku dan sesama masyarat dalam hal saling menolong dan membantu yang dilakukannya. Hubungan saling membantu dan menolong ini sudah murupakan budaya yang melekat kuat pada masyarakat dikampung Waa, sehingga apabila keluarga, saudara atau kerabat mereka susah maka, mereka akan saling mengharapkan bantuan dan saling membantu. Terkait dengan hal ini, menurut Wiliam H. Havilan mengatakan bahwa kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para aggotanya, akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat diterima oleh semua orang.

Sedangkan yang menjadi tradisi dan adat isti adat masyarkat dikampung Waa, yaitu biasa terlihat dalam pembayaran maskawin, penyelesaian perang suku. Tradisi dan adat juga sudah termasuk nilai, norma dan kebiasaan yang terdapat pada masyarakat sebagai tatanan yang sudah terpola pada masyarakat. Tradisi dan adat isti adat pada masyarakat di kampung Waa dalam pembayaran maskawin dan penyelesaian perang suku, sebagai aturan yang memiliki sanksi keras terhadap pelanggarnya, berupa penolakan atau pengadilan. Dengan sangsi inilah kemudian menjadi hukum positif atau hukum adat pada masyarakat dikampung Waa dalam penyelesainnya, sehingga perhatian utama masyarakat dari pola kebersaamaan yang sudah tertanam akan terlihat melalu kebersamaan masyarakat dalam penyelesaiaan masalah yang dilakukan secara hukum adat. Terkait dengan hal ini menurut Edward B.Taylor mengatakan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, moral, hukum, adat isti adat dan kemampuan lain yang didapat oleh sebagian anggota masyarakat.

(5)

87 masyarakat tersebut akan berjalan dengan modal ekonomi yang dimiliki oleh mereka. Modal ekonomi masyarakat, diperoleh dari hasil mendulang emas yang terkandung pada limbah tailings. Lingkungan penghidupan masyarakat dengan limbah tailings tersebut, masyarakat dapat meresponinya sebagai keuntungan dan peluang ekonomi bagi masyarakat, dengan keuntungan tersebut masyarakat dapat bertindak sesuai tatacara yang sudah terpola pada masyarakat. Seperti yang dipersepsikan oleh masyarakat dikampung Waa, bahwa dengan mendulang emas di sungai Wanagon, masyarakat bisa melakukan apa saja sesuai dengan tata cara sosial yang berlaku pada masyarakat, selain mereka mememuhi kebutuhan hidup ekonominya. Dari hasil keuntungan ekonomi ini, berpengaruh positif terhadap sistem sosial budayaan masyarakat dikampung Waa. Dengan demikian, kondisi sosial masyarakat dapat berpengaruh terhadap kebertahanan hidup masyarakat.

Kondisi kebertahanan masyarakat ini juga dapat dipengaruhi juga, dengan adanya tekanan-tekanan konflik baik perang suku dan kelompok yang biasanya terjadi di kabupaten Mimika dan distrik Tembagapura. Hal ini diketahui dari awal mula masyarakat kampung Waa masuk menguasai sungai Wanagon, diikuti dengan adanya tekanan-tekanan dari masyarakat luar yang masuk dikampung Waa seperti suku Dani dan Damal dengan penduduk asli dari suku Amungme. Dengan masuknya masyarakat dari luar, menyebabakan terjadi perubahan lingkungan sungai Wanagon menjadi tempat tinggal masyarakat luar untuk masuk mendulang emas. Dengan adanya reaksi ketidak sukaan masyarakat dari suku Amungme, menyebabkan terjadinya konflik dari suku Amungme dengan suku Dani. Konflik perang suku ini juga diikuti dengan beberapa kali konflik yang sering terjadi di kabupaten Timika. Dengan adanya konflik ini juga mempengaruhi masyarakat untuk tetap bertahan, karena anggapan masyarakat dengan mendulang emas mereka bisa dapat menyelesaikan permasalahan apa saja yang dapat menghampiri mereka.

(6)

Suku Dani, Suku Damal, Saku Moni, Suku Duga, dan Suku Amungme. Semenjak berdirinya kabupaten Mimika secara administratif pada tahun 1996 dan 2000 telah terjadi perkembangan yang besar-besar di Mimika, perkembangan wilaya ini dipengaruhi juga dengan kehadiran PT Freeport yang berkontribusi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi dan pembangunan wilayah yang berpengaruh terhadap masuk suku-suku lokal sekitarnya, untuk menguasai wilayah Timika dan Tembagapuar. Wilayah kampung Waa distrik Tembagapura dan Timika dahulu ditempati oleh suku Amungme dan Kamoro. Dengan adanya aktivitas perusahaan, perkembangan ini menyebabkan pola imigrasi yang besar-besar dengan masuknya masyarakat lokal dari wilayah sekitarnya seperti; Paniai, Nduga, Puncak, Wamena dan Intan Jaya dan beberapa wilayah pegunungan lainnya untuk masuk menguasai wilayah Timika dan distrik Tembagapura. Hal ini menyebabakan dari dahulu wilayah hutan rimbah di Timika seperti Wilayah Distrik Mimika Baru, Mimika Barat dan beberapa wilayah di Timika, menjadi tempat tinggal suku-suku sekitarnya yang masuk dari luar. Dengan bertemunya beragam suku-suku lokal ini kemudian terjadi pengelompokan suku-suku yang dilakukan oleh PT Freeport Indonesia dengan membentuk lembaga kemasyarakat yang berasal dari setiap suku dalam pengucuran bantuan dana 1 %.

(7)

89 menjadi tercidrai berai dengan tingkat konflik yang tinggi oleh adanya aktivitas perusahaan Freeport133.

Dengan adanya konflik ini, kemudian akan mengharapkan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam perang untuk menyelesaikannya secara hukum adat. Penyelesaikan perang ini akan membutuhkan biaya yang tinggi, oleh karena itu, masyarakat pendulang emas di sungai Wanagon perpandang bahwa permasalahan apapun yang terjadi bagi mereka tidak susah dan berani menghadapi tantangan tersebut, karena dengan mereka mengandalkan emas mereka biasa dapat menyelesaikan perang atau permasalan apa saja yang mereka hadapi tersebut. Sehingga dengan adanya tekanan-tekanan konflik ini juga dapat membuat masyarakat untuk tetap survive di lingkungan tersebut. Hal ini digambarkan dari perfektif ekologi manusia, melihat hubungan manusia dan lingkungan secara antologis mengkaji konsep adaptasi dan meladaptasi ekologi untuk mengkaji sekelompok masyarakat dalam bertahan hidup di suatau kawasan, menjadi suatu gagasan dasar untuk menjelaskan perkembangan sistem sosial masyarakat terhadap interaksinya dengan alam. Interaksi tersebut berlangsung sebagai bentuk dinamika sosial-ekologis yang berlangsung, sebagai proses kompetisi, suksesi, dan konflik atas sumber daya alam yang menyertai menuver-manuver sekelompok orang dalam mempertahankan proses survival disuatu kawasan (Arya Hadi Dharmawan, 2007).

Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan, memiliki hubungan timbal balik terhadap kehidupan masyarakat di kampung Waa, dalam memanfaatkan lingkungan sekitarnya untuk bertahan hidup. Hal ini dilihat dari interaksi masyarakat di kampung Waa dengan lingkungan hidup sekitarnya yang memiliki hubungan timbal balik secara positif dan negatif bagi kelangsungan kehidupan mereka. Dampak positif, dilihat

133 . Wawancara Dengan Bapak Kepala Suku Dani dan Damal Bapak Kamaniel Waker

(8)

dari cara pemanfaatan lingkungan alam sekitarnya, seperti membuat rumah honai dan kem, kemudian memperoleh kayu sebagai sumberdaya ekonomi untuk membuat tempat dulang, dan sebagai kayu bakar. Selain itu, masyarakat juga dapat bercocok tanam dengan menanam seperti; sayur-mayur, ubi, talas dan tebu. Masyarakat juga dapat memperoleh sumber pangan dari hutan secara langsung seperti sayur-mayur untuk kebutuhan mengonsumsinya. Kondisi lingkungan yang tersedia semuanya ini berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup masyarakat

Hal ini dapat digambarkan, Menurut Julian H. Steward (1955:41-42), mempunyai tiga unsur dasar dalam mengkaji hubungan manusia dengan lingkungan, yaitu; (1) Hubungan antara eksploitasi atau teknologi produksi dengan lingkungannya. (2) Pengamatan pada pola-pola perilalu dalam mengeksploitasi suatu wilayah tertentu dengan mempergunakan teknologi yang khusus. (3) Pengamatan pada pola perilaku yang diperlukan dalam eksploitasi yang mempengaruhi aspek-aspek kebudayaan yang lain. Hal ini sebagai tatanan eko sosial yang dapat dilihat secara holistik melalu pola demografi, pola pemukiman, struktur kekerabatan, kepemilikan tanah, tata guna lahan, dan lapisan dari aspek kebudayaannya134.

Cara pengamatan ini dipandang oleh (Heider. 1972:208), sebagai sebuah kontruksi berfikir dalam mengamati hubungan timbal balik manusia dan lingkungan135. Pendekatan secara holistik mengenai

hubungan manusia dengan lingkungannya ini diartikan sebagai suatu cara memandang unsur-unsur dalam lingkungan hidup (biotis dan abiotis) secara terintegrasi sebagai komponen yang berkaitan dalam suatu sistem (Soemarwoto 1983:17)136. Pendekatan holistik dalam suatu

analisis diartikan sebagai usaha untuk mengikut sertakan sebanyak mungkin aspek kehidupan masyarakat, kebudayaan, dan lingkungan

134. Arianto, N. T., 2012. Pola Penggunaan Lahan Alang-alang di Lereng

Tambora-Sumbawa: Kajian Ekologi Kebudayaan di Tiga Desa. Departemen Antropologi, FISIP Unair.

135. Karl, H. G.,1972. Environment, Subsistence, and Society. Annual Review of Anthropology. 1: 207-266.

(9)

91 dalam suatu analisis (137Steward 1955:37). Meski demikian lingkungan

hudup tersebut belum tentu sehat, karena berada dekat dengan pabrik pengolahan tembanga PT Freeport Indonesia. Hal dapat menyebabkan pencemaran logam berat ke sekitar lingkugan tersebut melalui air hujan yang menyebabkan terakumulasinnya logam berat pada lingkungan alam yang menjadi sumber vital masyarakat dan pencemaran sumber mata air yang dikonsumsi oleh masyarkat sekitarnnya. Hal ini berimplikasi langsung terhadap kasus kesehatan masyarakat di distrik Tembagapura kampung Waa dan juga dampak secara luas untuk semua wilayah di Tembagapura dan Timika138.

Sedangkan dampak utama dari faktor lingkungan, yaitu pembuangan limbah tailings ke sistem sungai Wanagon terhadap kehidupan masyarakat dikampung Waa. Implikasi dari limbah tailings ini, disisi lain menjadi sumber daya ekonomi bagi masyarakat pendulang emas di kampung Waa. Namun limbah tersebut berdampak langsung terhadap kehidupan fisik dan fsikis masyarakat. Hal ini dilihat dari dampak limbah tailings tersebut selain akumulasi logam berat beracun dalam tubuh manusia yang menyebabkan kerusakan sel dan organ tubuh, dampak utama dari logam berat ini akan merusak sel saraf dan merusak hati. Kerusakan fisik ini juga akan berpengaruh terhadap perubahan perilaku dan mental manusia. Dampak ini akan menyebabkan sifat tidak terkontrol dan tidak menimbang oleh masyarakat untuk berfikir jernih dan perfikir panjang dari masalah yang dihadapi dengan lingkungannya. Dengan lingkungan demikian, membentuk sifat dan karakter masyarakat menjadi kebiasaan dan perilaku masyarakat sendiri. Terkait dengan permasalahan ini Koentjaraningrat (1980), membagi ilmu antropologi menjadi dua, yaitu antropologi budaya dan antropologi fisik. Antropologi budaya lebih memfokuskan perhatiannya pada kebudayaan manusia ataupun cara hidupnya dalam masyarakat. Sedangkan antropologi fisik mempelajari manusia sebagai organisme biologis yang melacak perkembangan

137. Julian, H. S., 1955. Theory of Culture Change: The Methodology of Multilinear

Evolution. Urbana: University of Illinois Press. 1972. Ecology: Cultural Ecology. International Encyclopedia of the Social Science. 4 : 337-344.

(10)

manusia menurut evolusinya139. Hal ini bisa dipahami karena

dua-duanya berusaha menggambarkan tentang perilaku manusia dalam konteks sosialnya.

Faktor lingkungan yang membuat masyarakat dapat bertahan hidup di kampung Waa, adalah dengan adanya limbah tailings. Limbah tailings ini, karena mengandung dengan emas sebagai sumberdaya ekonomi, maka masyarakat dapat bertahan dengan menghadapi limbah tailings tersebut, tanpa mempertimbangkan pengaruh dari dampak limbah terhadap kondisi kehidupan mereka. Hubungan manusia dengan limbah tailings, dalam hal ini diketahui sebagai bukan manusia yang mempengaruhi limbah tailings, tetapi limbah tailings yang mempengaruhi kehidupan masyarakat dikampung Waa dari dampak positif dan negatif yang diperolehnya. Sehingga hal ini dapat diketahui dari perilaku masyarakat dalam memanfaatkan limbah tailings tersebut untuk dapat bertahan hidup. Terkait dengan hal ini Notoatmodjo, 1997 mengatakan, bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, melalui rangsangan yang dapat menghasilkan perilaku tertentu (Notoatmodjo, 1997)140. Sedangkan

menurut Robert Kwich (1974), perilaku merupakan tindakan organisme yang dapat diamati dan dipelajari. Perilaku manusia pada dasarnya adalah proses interaksi individu dengan lingkungannya sebagai manifestasi hayati (Kusmiyati & Desminiarni, 1990).

Faktor Kesehatan

Faktor kesehatan, sebagai permasalahan besar yang dihadapi oleh masyarakat di kampung Waa dan Timika dari akibat pembuangan limbah tailing dari PT Freeport secara langsung ke lingkungan dan sistem sungai. Sasaran dari pembuangan limbah ini dapat mengarah terhadap persoalan kemanusiaan yang selama ini ditutup-tutupi permasalahan limbah tailings agar tidak dapat diketahui secara luas

139 . Koentjaraningrat, 1981. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta

(11)

93 oleh masyarakat umum. Hal ini diketahui dari data rumah sakit kabupaten Mimika dan distrik Tembagapura maupun Departemen Lingkungan Hidup di Timika, dapat menutupi kasus data limbah tailings terhadap permasalahan lingkungan dan kesehatan masyarakat, karena departemen dan rumah sakit tersebut dapat dibiayai oleh Freeport. Hal ini dilihat dari hasil kajian yang dilakukan, tidak ditemukan adanya kasus-kasus kerusakan lingkungan yang parah dan kasus logam berat terhadap kesehatan masyarakat. Namun data angka penyakit lain paling tertinggi di Timika, seperti penyakit Ispa (Infeksi Saluran Pernafasan), Dbd (Demam Berdarah), Diare, Malaria, Angka kematian Ibu dan Anakpun berada paling tertinggi, yaitu 2000/100 kelahiran hidup141. Meskipun jenis penyakit yang disebut ini dengan

jenis penyakit lainnya sudah dikaji dari beberpa peneliti lain seperti; Walhi, 2006 dan Ratih, 2014. Namun peneliti-peneliti ini juga tidak menemukan angka kematian dan keracunan yang disebabkan oleh limbah tailings. Sedangkan dampak kerusakan lingkungan dari Walhi, 2006, menunjukan status waspada bagi masyarakat pendulang emas di sungai Wanagon kampung Waa.

Dengan demikian dari hasil wawancara dilapangan ditemukan seperti yang disinggung sebelumnya pada Bab I dan Bab IV, bahwa masyarakat dikampung Waa telah menempati semenjak tahun 1997, setelah berdirinya kabupaten Mimika secara administrative pada tahun 1996 yang resmi menjadi kabupaten devinitif pada tahun 2000142.

Setelah masyarakat kampung Waa menempati di sungai Wanagon, dari hasil wawancara diketahui bahwa sekitar 1000 jiwa telah meninggal dunia akibat dari karacunan limbah tailings dari PT Freeport Indonesia. Hal ini dipengaruhi karena terjadi akumulasi logam berat dalam tubuh yang menyebabkan keracunan, seperti kurusakan saraf, kerusakan hati, kerusakan organ tubuh lain yang menyebabkan kelumpuhan dan kematian143. Terkait dengan wawancara ini, menurut

Fabrega (1972;176) kesehatan adalah studi yang menjelaskan berbagai

141 . Data BPS kabupaten Mimika Tahun 2010

142 . Data Bps Kabupaten Mimika Tahun 2009

143 . Wawancara dengan Bapak Kepala suku Dani dan Damal pada 6 Februai Tahun

(12)

faktor, mekanisme dan proses yang memainkan peranan atau mempengaruhi cara-cara dimana individu-individu dan kelompok terkena oleh atau berespons terhadap sakit dan penyakit.

Dari hasil penelitian ini juga diketahui bahwa kasus-kasus angka kematian dan karacunan limbah tailings yang dapat ditimbulkan oleh perusahaan ini, tidak dapat dijelaskan dan dipublikasikan terhadap publik. Namun dari pengamatan dilapangan diketahui, bahwa terdapat kasus-kasus yang memprihatinkan bagi kesehatan masyarakat secara khusus di kampung Waa, resiko kesehatan ini telah disinggung penelitian sebelumnya dari walhi 2006, bahwa terdapat ketidak pastian yang tinggi terhadap perkiraan resiko berbahaya dari dampak limbah tailings terhadap kehidupan masyarakat yang mendulang disepanjang sungai Wanagon. Ketidak pastian resiko ini telah didukung dengan fakta penemuan lapangan, bahwa terdapat resiko yang membahayakan dan mematikan bagi kehidupan masyarakat yang bertahan mendulang di sungai Wanagon. Namun dari hasil kajian di lapangan diketahui bahwa masyarakat tidak mau menghindar dari dampak limbah tailings tersebut, karena adanya faktor ekonomi dan sosial yang mendukung kehidupan masyarakat. Terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan, menurut Notoatmodjo, S 2003, menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi kesehatan, yaitu; lingkungan fisik, sosial budaya, perilaku, populasi penduduk, ekonomi, faktor genetika, pengetahuan dan sebagainya.

(13)

95 atau orang yang baru pertama kali masuk di sungai Wanagon akan terasa sulit untuk bernafat bahkan cara bernafaspun akan lebih cepat dari bau limbah yang membahayakan tersebut144.

Terkait dengan masalah perilku ini, Menurut Maulana, (2014), mengatakan bahwa perilaku sehat adalah segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap terhadap kesehatan, serta tindakan yang berhubungan dengan kesehatan. Jika tindakan tersebut dilakukan secara berulang-ulang dengan waktu yang lama akan menghasilkan pola hidup (way of life) kebiasaan menjadi budaya pada masyarakat. Individu-individu dalam masyarakat memiliki kepribadian dari segala corak kebiasaan manusia yang terhimpun dalam dirinya yang digunakan untuk bereaksi menyesuaikan diri terhadap segala respon yang datang dari dirinya maupun dari lingkungan, sehingga corak kebiasaan itu merupakan suatu kesatuan fungsional yang khas untuk manusia.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

U svrhu odre đ ivanja veli č ine kristalnog zrna aluminij oksidne keramike polirani. uzorci su toplinski nagriženi na temperaturi od 1600 °C, u trajanju od 40

Pencabutan dirinya dari dunia luar dan dengan semangat yang tinggi seorang Bodhidharma dalam menjalankan ajaran Buddha tertuang dalam sebuah boneka Daruma, sehingga banyak

Menganalisis variabel-variabel struktur aktiva, profitabilitas, ukuran perusahaan, dan risiko bisnis berpengaruh secara simultan maupunparsialdan signifikan terhadap

Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir

Pada bab kedua menjelaskan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu mengenai Teori Kebijakan Program UPK MP, Syarat Penerima SPP,

dapat diperoleh dari PT ICI. Mengingat gliserin yang dibutuhkan untuk pembuatan nitroselulosa kelas ‘pyro’ adalah L-gliserin, dibutuhkan penelitian untuk membuat

Adalah diharapkan Kejohanan Ragbi (10s) dan Ragbi Sentuh Piala Pengarah IPG KIK ini akan memberi impak yang positif kepada pasukan ragbi IPG KPI bagi mengharumkan nama IPG