• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mikroenkapsulasi Vitamin E Pfad Dengan Campuran Galaktomanan Kolang-Kaling dan Gum Acasia Menggunakan Metode Spray Drying

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Mikroenkapsulasi Vitamin E Pfad Dengan Campuran Galaktomanan Kolang-Kaling dan Gum Acasia Menggunakan Metode Spray Drying"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Vitamin E

Vitamin E adalah nama umum untuk dua kelas molekul (tokoperol dan tokotrienol) yang memiliki aktivitas vitamin E dalam nutrisi. Vitamin E bukan nama untuk setiap satuan bahan kimia spesifik namun, untuk setiap campuran yang terjadi di alam yang menyediakan fungsi vitamin E dalam nutrisi.

Vitamin E alami secara normal diperoleh kembali dari PFAD bukan dari minyak nabati yang sudah direfining (Fizet, 1993). Vitamin E stabil pada pemanasan suhu rendah namun akan rusak bila pemanasan terlalu tinggi. Vitamin E bila terkena oksigen di udara, akan teroksidasi secara perlahan-lahan. Sedangkan bila terkena cahaya warnanya akan menjadi gelap secara bertahap.

Vitamin E mempunyai delapan bentuk yang berbeda, empat rantai tokoperol dan empat rantai tokotrienol, dengan gugus hidroksil yang dilingkari atom hidrogen untuk menghasilkan radikal bebas dan sebuah rantai hidrofobik sebagai penetrasi dalam membran biologi. Tokoperol dan tokotrienol terdiri dari bentuk alfa, beta, gamma dan delta yang dibedakan dari gugus metil pada cincin kromonol. Tiap bentuk mempunyai aktivitas biologi yang berbeda-beda.

(2)

R1

R2

R3 OH

O

Tokoperol

R1

R2

R3 OH

O

Tokotrienol

R1, R2, R3 = CH3 α-tokoperol atau tokotrienol

R1, R3 = CH3, R2= H β- tokoperol atau tokoterienol R1=H, R2, R3= CH3 γ- tokoperol atau tokotrienol R1,R2 =H , R3 = CH3 γ- tokoperol atau tokotrienol

Gambar 2.1. Struktur Vitamin E dalam bentuk Tokoperol dan Tokotrienol

Minyak sawit mengandung vitamin E antara 600-1000 ppm yang merupakan campuran tokoperol (21-31%) dan tokotrienol (66-79%). Sayangnya, vitamin E yang terdapat dalam minyak sawit sebagian hilang selama proses pengolahan. Tokoperol dan tokotrienol diyakini memiliki aktivitas anti oksidan yang kuat. Keduanya dapat memainkan peran untuk menghambat peroksidasi lipida dengan mematahkan serangan

singlet oxygen oxidation (oksidasi oksigen singlet) dan memusnahkan serangan

(3)

reaksinya dapat memberikan elektron kepada oksigen singlet dan sebagai free radical

scavenger karena kemampuanya menangkap radikal bebas (Schwartz et al., 2008).

2.2. Aren (Arenga pinnata)

Aren (Arenga pinnata) merupakan tanaman serba guna yang dapat hidup didaerah

tropis basah serta mampu beradaptasi dengan baik pada berbagai agroklimat mulai dari dataran rendah hingga 1.400 meter diatas permukaan laut. Aren merupakan tumbuhan berbiji tertutup dimana biji buahnya terbungkus daging buah.

Aren banyak ditanam di Indonesia termasuk di propinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, Bengkulu, Jawa barat, Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan. Tanaman aren belum dibudidayakan dan sebagian besar masih menerapakan teknologi yang minim (Anonim, 2009). Adapun sistematika tanaman aren adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida

Ordo : Arecales

Famili : Areacaceae

Genus : Arenga

Spesies : A. pinnata

Tinggi batang tanaman aren berkisar antara 8-20 m sehingga untuk menyadap nira diperlukan tangga. Tanaman berbunga setelah berumur 7-12 tahun. Tandan bunga muncul dari setiap pelepah atau bekas pelepah daun, mulai dari atas kira-kira seperempat dari pucuk kearah bawah. Bunga pada tandan pertama hingga kelima atau enam adalah bunga betina, baru disusul bunga jantan yang muncul secara bertahap hingga ke pangkal batang atau 2-3 m di atas tanah.

(4)

berbentuk bulat berdiameter 4 – 5 cm, di dalamnya berisi biji 3 buah, masing masing terbentuk seperti satu siung bawang putih.

Bagian – bagian dari buah aren terdiri dari :

1. Kulit luar, halus berwarna hijau pada waktu masih muda, dan menjadi kuning setelah masak.

2. Daging buah, berwarna putih kekuning – kuningan.

3. Kulit biji, berwarna kuning dan tipis pada waktu masih muda, dan berwarna hitam yang keras setelah buah masak.

4. Endosperm, berbentuk lonjong agak pipih berwarna putih agak bening dan lunak pada waktu buah masih muda; dan berwarna putih, padat atau agak keras pada waktu buah sudah masak.

Buah yang masih muda adalah keras dan melekat sangat erat pada untaian buah, sedangkan buah yang sudah masak daging buahnya agak lunak. Daging buah aren yang masih muda mengandung lendir yang sangat gatal jika mengenai kulit, karena lendir ini mengandung asam oksalat. Buah yang setengah masak dapat dibuat kolang-kaling.

Kolang-kaling adalah endosperm biji buah aren yang berumur setengah masak setelah melalui proses pengolahan. Setelah diolah menjadi kolang-kaling, maka benda ini mejadi lunak, kenyal, dan berwarna putih agak bening (Sunanto, 1993).Tiap buah aren mengandung tiga biji. buah aren yang setengah masak, kulit biji buahnya tipis, lembek dan berwarna kuning, inti biji (endosperm) berwarna putih agak bening dan lembek, endosperm inilah yang diolah menjadi kolang-kaling (Mogea et al, 1991).

(5)

Untuk menghasilkan kolang-kaling yang baik, bersih dan kenyal, inti biji yang sudah dicuci diendapkan dalam air kapur selama 2 – 3 hari. Setelah direndam dalam air kapur, maka kolang-kaling yang terapung inilah yang siap untuk dipasarkan. Analisis terhadap kolang-kaling memperlihatkan komposisi kimia yang dikandung berdasarkan berat keringnya adalah 5,2% protein, 0,4% lemak, 2,5% abu, 39% serat kasar dan 52.9% karbohidrat (Nisa, 1996). Kolang-kaling memiliki kadar air sangat tinggi, hingga mencapai 93,8% dalam setiap 100 gram-nya. Kolang-kaling juga mengandung protein dan karbohidrat serta serat kasar.

Selain memiliki rasa yang menyegarkan, mengkonsumsi kolang-kaling juga membantu memperlancar kerja saluran cerna manusia. Kandungan karbohidrat yang dimiliki kolang kaling bisa memberikan rasa kenyang bagi orang yang mengkonsumsinya, selain itu juga menghentikan nafsu makan dan mengakibatkan konsumsi makanan jadi menurun, sehingga cocok dikonsumsi sebagai makanan diet. Kolang-kaling juga dapat digunakan sebagai coktail dan makanan ringan lokal seperti kolak (Orwa et al., 2009). Karbohidrat di dalam kolang-kaling pada umumnya adalah

galaktomanan dengan berat molekul beragam dari 6000 sampai dengan 17000 (Koiman, 1971).

2.3. Galaktomanan

Kebanyakan tumbuh-tumbuhan memiliki cadangan polisakarida yang secara biologis tidak memiliki fungsi apapun terkecuali sebagai cadangan sumber karbon untuk bertumbuh. Tumbuhan dari famili Poaceae seperti misalnya gandum, padi, maize dan

lainnya memiliki cadangan polisakarida.

Tumbuhan lainnya dari keluarga legume memiliki cadangan polisakarida dalam

bentuk galaktomanan. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan dari 163 spesies tumbuhan dari keluarga legume ini, 119 diantaranya menyimpan cadangan

(6)

Gambar 2.2. Struktur Umum Gaktomanan (Cerqueira et al., 2009a).

Galaktomanan merupakan polisakarida heterogen yang terdiri dari rantai utama β-(1-4)-D-manopiranosa dengan satu unit cabang α-D-galaktopiranosa yang terikat pada posisi α-(1-6). Galaktomanan dari masing-masing tanaman berbeda-beda pada rasio manosa dan galaktosa, distribusi galaktosa pada rantai manosa dan berat molekulnya.

Tingkat kekentalan galaktomanan bila dilarutkan dalam air sangat tergantung pada ukuran molekulnya dan bila ditambahkan polisakarida lainnya seperti xantan maka akan terbentuk gel (Morris et al., 1977). Kelebihan utama dari galaktomanan ini

dibandingkan polisakarida lainnya adalah kemampuannya untuk membentuk larutan yang sangat kental dalam konsentrasi yang rendah dan hanya sedikit dipengaruhi oleh pH, kekuatan ionik dan pemanasan.

(7)

Sifat fisikokimia galaktomnan dapat dikarakterisasi dengan menggunakan beberapa peralatan dan teknik yang berbeda. Parameter-parameter yang penting dalam karakterisasi galaktomanan adalah perbandingan manosa dan galaktosa, berat molekul rata-rata, bentuk struktur dan viskositas intrinsiknya. Rasio manosa dan galaktosa dapat ditentukan dengan menggunakan kromatografi gas atau dengan kromatografi pertukaran anion tekanan tinggi setelah terlebih dahulu dihidrolisis dengan menggunakan asam.

Berat molekulnya dapat ditentukan dengan menggunakan size exclusion

chromatography sedangkan distribusi galaktosa pada rantai manannya dapat

dikarakterisasi dengan menggunakan spektroskopi13 C-NMR atau dengan

menggunakan metode enzimatis dengan enzim β-D-mannanase yang akan mendegradasi galaktomanan secara spesifik. Viskositas intrinsik dapat ditentukan dengan menggunakan viskometer kapiler dan persamaan Huggins & Kramer’s untuk menentukan viskositasnya (Cerqueira et al., 2009b).

Rasio manosa dan galaktosa tergantung pada sumber galaktomanan tersebut dan umumnya berkisar pada 1,1 sampai dengan 5,0. Galaktomanan dengan kandungan galaktosa yang besar umumnya mudah larut dalam air dan kecenderungannya untuk membentuk gel sangat rendah dibandingakn galaktomanan dengan rasio galatosa yang rendah. Kelarutan yang sanga ttinggi tersebut oleh banyaknya rantai cabang sehingga rantai manosa menjadi sukar untuk berinteraksi secara intermolekuler (Srivastava and

Kapoor, 2005).

2.4. Gum Acasia

Gum acasia, juga dikenal sebagai gum arabic, terjadi sebagai garam netral atau sedikit

asam polisakarida kompleks dengan beberapa ion kalsium, magnesium dan ion kalium (Williams & Phillips, 2000). Industri sering menggunakan gum acasia sebagai koloid pelindung dan emulsifier (Fang, Al-Assaf, Phillips, Nishinari, & Williams, 2010). Hal ini diperoleh dari eksudasi pohon, Acacia senegal dan Acacia seyal, dua spesies akasia

(8)

satu negara yang mengimpor gum acasia untuk digunakan dalam berbagai produk (Stein & Tonietto, 1997).

Penggunaan gum acasia mulai kembali oleh orang Mesir yang menggunakan mereka sebagai perekat dan stabilisa tor tinta. Saat ini, penggunaannya diperpanjang untuk kosmetik, farmasi, litografi dan makanan. Sifat-sifat eksudat gum acasia dipengaruhi oleh usia pohon, jumlah curah hujan, musim eksudasi dan jenis penyimpanan (Aspinall, Carlyle & Young, 1968).

Fraksi polisakarida gum acasia mengandung 95% dari total karbohidrat dan terdiri dari Rha, Ara, Gal dan asam uronic dengan perbandingan 13: 31: 39: 17 rasio molar. Kandungan protein gum acasia adalah di kisaran 4%, menunjukkan adanya arabinogalactan-protein (AGPS). Hal ini sesuai dengan Aspinall et al. (1968), yang

juga menemukan GlcA dan 4-Me-GlcA eksudat gum acasia mearnsii dikumpulkan di Jamaika. Menurut Tischer et al. (2002), yang mempelajari tentang gum arabic komersial diperiksa di sini, gum acasia memiliki asam glukuronat, tetapi tidak 4-Me-derivatif, sebagai komponen monosakarida asam (Grein at al., 2013).

Gum acasia merupakan agregat kompleks dari gula dan hemi selulosa. Inti agregat terdiri dari sebuah inti sama acasia untuk terhubung kalsium, magnesium, dan kalium bersama dengan gula arabinosa, galaktosa dan ramnosa (Gambar berikut). Struktur ini menstabilkan bahan aktif Vitamin E agar tidak mudah teroksidasi (Kresnawaty, at al., 2012).

(9)

2.5. Spray Dryer

Pengeringan merupakan suatu proses pemisahan sebagian besar air dari bahan baik dalam bentuk evaporasi maupun sublimasi sebagai hasil dari penerapan panas. Pengeringan suatu bahan dilakukan dengan tujuan memperpanjang daya simpan produk, mengurangi volume dan berat produk dan sebagai tahapan proses antara. Pengeringan dilakukan baik pada suhu tinggi maupun suhu rendah. Pada pengeringan suhu tinggi berupa penggunaan energi panas untuk merubah fase air menjadi uap dan membuang uap air dalam bahan. Sementara pengeringan suhu rendah merupakan penggunaan energi panas untuk merubah es menjadi uap air dan membuang uap air keluar dari bahan. Jenis-jenis pengeringan yang banyak digunakan antara lain pengeringan matahari (sun drying) pengeringan atmosferik (solar drying, cabinet

drying, tunnel drying, conveyor drying, drum drying, spray drying), dan pengeringan

sub atmosferik (vacuum drying, freeze drying). Pemilihan metode pengeringan

didasarkan pada kualitas hasil akhir yang diinginkan, sifat bahan dasar dan biaya.

Spray drying menjadi pilihan dalam proses pengeringan produk dengan hasil akhir

berupa bubuk. Susu maupun kopi bubuk merupakan produk yang menggunakan proses pengeringan metode spray drying.

Spray drying merupakan suatu proses pengeringan untuk mengurangi kadar air

suatu bahan sehingga dihasilkan produk berupa bubuk melalui penguapan cairan.

Spray drying menggunakan atomisasi cairan untuk membentuk roplet, selanjutnya

droplet yang terbentuk dikeringkan menggunakan udara kering dengan suhu dan tekanan yang tinggi. Bahan yang digunakan dalam pengeringan spray drying dapat

berupa suspensi, dispersi maupun emulsi. Sementara produk akhir yang dihasilkan dapat berupa bubuk, granula maupun aglomerat tergantung sifat fisik-kimia bahan yang akan dikeringkan, desain alat pengering dan hasil akhir produk yang diinginkan (Desai & Park, 2005).

Prinsip dasar Spray drying adalah memperluas permukaan cairan yang akan

(10)

udara pengering yang panas. Udara panas akan memberikan energi untuk proses penguapan dan menyerap uap air yang keluar dari bahan.

Gambar 2.4. Proses Spray Drying

Bahan (cairan) yang akan dikeringkan dilewatkan pada suatu nozzle (saringan bertekanan) sehingga keluar dalam bentuk butiran (droplet) yang sangat halus. Butiran ini selanjutnya masuk kedalam ruang pengering yang dilewati oleh aliran udara panas. Hasil pengeringan berupa bubuk akan berkumpul dibagian bawah ruang pengering yang selanjutnya dialirkan kebak penampung. Bentuk khas partikel spray dried adalah

bulat, dengan rata-rata kisaran ukuran 10-100 µm (Gibbs et al., 1999).

2.6. Mikroenkapsulasi

Mikroenkapsulasi didefenisikan sebagai suatu proses dimana lapis tipis polimer dideposisi di sekuliling bahan padat atau pada tetesan cairan (mikrosfer) yang terbentuk, berukuran beberapa nanometer sampai beberapa ribu nanometer. Istilah mikrokapsul atau mikroenkapsulan merupakan terminologi yang digunakan untuk hasil mikroenkapsulasi. Mikroenkapsulan terdiri dari inti, atau sering disebut nukleus atau

Perictaltic pump

Liquid feed Air inlet

Atomizer

Air heater

(11)

isi dan dinding luar yang disebut kulit. Cangkang atau lapis tipis (film) pelindung mikroenkapsulan dapat mengandung inti cair atau padat bahkan gas. Oleh karena itu, zat yang bersifat hidrofil atau hidrofob dapat diisikan ke dalam mikrokapsul / mikroenkapsulan.

Bidang farmasi, mikroenkapsulasi dapat dimanfaatkan untuk tujuan : pengubhan bentuk cairan menjadi padat, pengubahan koloid dan sifat permukaan, perlindungan terhadap pengaruh lingkungan, pengontrolan pelepasan obat atau ketersediaan hayati zat yang disalut, pencegahan terjadinya reaksi antara zat-zat yang tidak tercampur, pengamanan terhadap zat yang beracun dan merusak, penutupan rasa dan bau yang tidak enak. Selain dari industri farmasi, teknologi mikroenkapsulasi telah dimanfaatkan pula secara luas di industri makanan, kosmetika, hortikultura, cat, percetakan, fotografi, komputer, pupuk, adhesif, pembersih dan industri “aerospace”.

Industri plastik secara terus menerus terlibat dalam produksi dan evaluasi polimer baru yang berpotensi untuk dikembangkan dalam teknologi mikroenkapsulasi.

Gambar 2.5. Proses Pembentukan Mikroenkapsulan

(12)

2.7. Kromatografi

Merupakan suatu proses pemisahan yang mana analit-analit dalam sampel terdistribusi antara 2 fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam dapat berupa bahan padat atau dalam bentuk molekul kecil, atau dalam bentuk cairan yang dilapiskan pada pendukung padat atau dilapiskan pada dinding kolom. Fase gerak dapat berupa cairan atau gas. Jika gas digunakan sebagai fase gerak, maka prosesnya dikenal sebagai kromatografi gas. Dalam kromatografi cair dan juga kromatografi lapis tipis, fase gerak yang digunakan selalu cair (Bassett et al., 1994).

2.7.1. Kromatografi Gas (GC)

Kromatografi gas adalah metode kromtografi pertama yang dikembangkan pada zaman instrumen dan elektronika yang telah merevolusikan keilmuan selama lebih dari tiga puluh tahun. Sekarang kromatografi gas dipakai secara rutin disebagian besar laboratorium industri dan perguruan tinggi. Kromatografi gas adalah suatu proses dengan mana suatu campuran menjadi komponen-komponennya oleh fase gas yang bergerak melewati suatu lapisan serapan (sorben) yang stasioner (Bassett et al., 1994).

Kromatografi gas dapat dipakai untuk sebagian campuran yang komponennya, atau akan lebih baik lagi jika semua komponennya mempunyai tekanan uap yang berarti pada suhu yang dipakai untuk pemisahan. Tekanan uap atau keatsirian memungkinkan komponen menguap dan bergerak bersama-sama dengan fase gerak yang berupa gas. Disamping itu, pada kromatografi gas, senyawa yang tak atsiri sering dapat diubah menjadi turunan yang lebih atsiri dan lebih stabil sebelum kromatografi (Gritter, 1985).

(13)

tambat adalah waktu yang menunjukkan berapa lama suatu senyawa tertahan dalam kolom.

Dalam kromatografi gas, fase bergeraknya adalah gas dan zat terlarut terpisah sebagai uap. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase gas bergerak dan fase diam berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah menguap) yang terikat pada zat padat penunjangnya. Sedangkan dalam kromatografi padat-gas, digunakan suatu zat padat penyerap (Khopkar, 2003). Sistem gas-padat ini telah dipakai secara luas dalam pemurnian gas dan penghilangan asap, tetapi kurang kegunaanya dalam kromatografi. Pemakaian fase cair memungkinkan kita memilih dari sejumlah fase diam yang sangat beragam yang akan memisahkan hampir segala macam campuran. Satu-satunya pembatas pada pemilihan cairan yang demikian ialah bahwa zat cair itu harus stabil dan tidak atsiri pada kondisi kromatografi.

Ada beberapa kelebihan kromatografi gas, diantaranya kita dapat menggunakan kolom lebih panjang untuk menghasilkan efisiensi pemisahan yang tinggi. Gas dan uap mempunyai viskositas yang rendah, demikian juga kesetimbangan partisi antara gas dan cairan berlangsung cepat, sehingga analisi relatif cepat dan sensitivitasnya tinggi. Fase gas dibandingkan sebagian besar fase cair tidak bersifat reaktif terhadap fase diam dan zat-zat terlarut. Kelemahannya adalah teknik ini adalah terbatas untuk zat yang mudah menguap. Gritter, 1985, mengatakan bahwa kromatografi gas ini tidak mudah dipakai untuk memisahkan campuran dalam jumlah besar.

Cara kerja kromatografi gas antara lain adalah, sampel diinjeksikan melalui suatu sampel injection port yang temperaturnya dapat diatur, senyawa-senyawa dalam

sampel akan menguap dan akan di bawa oleh gas pengemban menuju kolom. Zat terlarut akan teradsorpsi pada bagian atas kolom oleh fase diam, kemudian akan merambat dengan laju rambatan masing-masing komponen yang sesuai dengan nilai

Kd masing-masing komponen tersebut. Komponen tersebut terelusi sesuai dengan

urut-urutan makin membesarnya nilai koefisien partisi (Kd) menuju ke detektor. Detektor

(14)

laju elusi. Pada alat pencatat sinyal ini akan tampak sebagai kurva antara waktu terhadap komposisi aliran gas pembawa (Khopkar, 2003).

2.7.2. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (HPLC)

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau biasa juga disebut dengan High Performance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. HPLC secara mendasar merupakan sebuah perkembangan tingkat tinggi dari kromatografi kolom. Selain dari pelarut yang menetes melalui kolom di bawah pengaruh gravitasi, HPLC didukung oleh pompa yang dapat memberikan tekanan tinggi sampai dengan 400 atm. Hal ini membuat HPLC dapat memisahkan komponen sampel lebih cepat. Saat ini, HPLC merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel dalam berbagai bidang, antara lain farmasi, lingkungan, bioteknologi, polimer, dan industri-industri makanan. Beberapa perkembangan HPLC terbaru antara lain miniaturisasi sistem HPLC, penggunaan HPLC untuk analisis asam-asam nukleat, analisis protein, analisis karbohidrat, dan analisis senyawa-senyawa kiral.

(15)

2.8. Scanning Electron Microscopy (SEM)

Scanning Electron Microscopy (SEM) merupakan alat yang dapat membentuk

bayangan permukaan. Struktur permukaan suatu benda yang akan diuji dapat dipelajari dengan mikroskop elektron pancaran karena jauh lebih mudah untuk mempelajari struktur permukaan itu secara langsung. Pada dasarnya, SEM menggunakan sinyal yang dihasilkan elektron dan dipantulkan atau berkas sinar elektron sekunder.

SEM menggunakan prinsip scanning yaitu berkas elektron diarahkan pada titik

permukaan spesimen. Gerakan elektron diarahkan dari satu titik ke titik lain pada permukaan spesimen. Jika seberkas sinar elektron ditembakkan pada permukaan spesimen maka sebagian dari elektron itu akan dipantulkan kembali dan sebagian lagi diteruskan. Jika permukaan spesimen tidak merata, banyak lekukan, lipatan atau lubang-lubang, maka tiap bagian permukaan itu akan memantulkan elektron dengan jumlah dan arah yang berbeda dan kemudian akan ditangkap oleh detektor dan akan diteruskan ke sistem layar. Hasil yang diperoleh merupakan gambaran yang jelas dari permukaan spesimen dalam bentuk tiga dimensi.

Dalam penelitian morfologi permukaan dengan menggunakan SEM, pemakaiannya sangat terbatas tetapi memberikan informasi yang bermanfaat mengenai topologi permukaan dengan resolusi sekitar 100 Å (Stevens, 2001).

2.9. Spektrofotometer Ultra-Violet dan Visibel (UV-Vis)

(16)

mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer.

Sinar ultraviolet berada pada panjang gelombang 200-400nm sedangkan sinar tampak berada pada panjang gelombang 400-800. Spektrofotometer UV-Vis pada umumnya digunakan untuk menentukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonjugasi dan auksokrom dari suatu senyawa organik, digunakan untuk menjelaskan informasi dari strukttur berdasarkan panjang gelombang maksimum suatu senyawa, serta mampu untuk menganalisa senyawa organik secara kuantitatif (Dachriyanus, 2004).

2.10. p-Anisidin

Gambar

Gambar 2.1. Struktur Vitamin E dalam bentuk Tokoperol dan Tokotrienol
Gambar 2.2. Struktur Umum Gaktomanan (Cerqueira et al., 2009a).
Gambar 2.3. Strukturur Gum Acasia
Gambar 2.4. Proses Spray Drying
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Hasil Evaluasi dan Pembuktian Kualifikasi oleh Panitia Pengadaan Barang/Jasa terhadap Peserta Pengadaan Penapisan dan Sertifikasi Pengelolaan Hutan Rakyat Lestari

Panitia Pengadaan Barang/ Jasa Konstruksi Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral. Provinsi Jawa

Mengkaji pentingnya mata pelajaran Penjaskes, dan esensi- esensi sikap yang terkansung pada mata pelajaran tersebut maka peneliti tertarik untuk mengkaji masalah:

Sebuah ruang disebut ruang norm yang lengkap (Ruang Banach) jika setiap barisan Cauchy dalam ruang tersebut konvergen ke suatu elemen yang ada dalam ruang tersebut.

Manfaat yang diperoleh dari Sistem Informasi Penjualan Pakaian Berbasis Web ini adalah :.. Memberikan kemudahan kepada user untuk

En caso de lesiones leves o enfermedad correspondiente:

Fungsi Mobius adalah fungsi unik yang terdapat dalam teori bilangan dan transformasi Mobius dalam bidang Geometri.. Fungsi ini mengelompokkan himpunan bilangan asli menjadi

yang ditemukan berbeda dalam bagian atau daerah otak yang berbeda.  Neurotransmitter berfungsi