• Tidak ada hasil yang ditemukan

Determinan kejadian Malaria di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Kecamatan Panyabungan Kota Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Determinan kejadian Malaria di Klinik dr. Martiani Pujiatmika Kecamatan Panyabungan Kota Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2015"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Malaria 2.1.1. Definisi

Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium bentuk aseksual yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah merah manusia. Penyakit ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang infektif (Depkes RI, 2009). Malaria ialah penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronis, yang disebabkan oleh protozoa genus Plasmodium dan ditandai dengan demam yang dapat meningkat hingga 410C atau lebih tinggi dengan atau tanpa gejala menggigil, anemia dan splenomegali.Malaria positif adalah penderita dengan gejala malaria dan dalam darahnya ditemukan parasit Plasmodium melalui pemeriksaan mikroskopis (Depkes RI, 1999).

Penyakit malaria pada manusia ada empat jenis dan masing-masing disebabkan spesies

parasit yang berbeda. Jenis malaria itu adalah ( Prasetyo, 2006) :

1. Malaria tertiana (paling ringan), yang disebabkan oleh Plasmodium vivax dengan gejala demam dapat terjadi setiap dua hari sekali setelah gejala pertama terjadi, ini dapat terjadi selama dua minggu setelah infeksi.

(2)

besar penyebab kematian akibat malaria. Organisme bentuk ini sering menghalangi jalan darah ke otak, menyebabkan koma, mengigau dan kematian 3. Malaria kuartana yang disebabkan P. malariae, memiliki masa inkubasi lebih

lama dari pada penyakit malaria tertiana atau tropika, gejala pertama biasanya terjadi antara 18 sampai 40 hari setelah infeksi. Gejala itu kemudian akan terulang lagi tiap tiga hari.

4. Malaria yang mirip malaria tertiana, malaria ini paling jarang ditemukan, dan disebabkan oleh P. ovale. Pada masa inkubasi malaria, protozoa tumbuh didalam sel hati, beberapa hari sebelum gejala pertama terjadi, organisme tersebut menyerang dan menghancurkan sel darah merah sehingga menyebabkan demam. 2.1.2. Gejala Klinis

Gejala klinis ini dipengaruhi oleh jenis/strain Plasmodium, imunitas tubuh dan jumlah parasit yang menginfeksi. Waktu mulai terjadinya infeksi sampai timbulnya gejala klinis dikenal sebagai waktu inkubasi, sedangkan waktu antara terjadinya infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah disebut periode prepaten (Harijanto, 2010).

Menurut Gejala klasik malaria yang umum terdiri dari tiga stadium (trias malaria), (Harijanto, 2010) yaitu :

(3)

kedinginan. Periode ini berlangsung 15 menit sampai 1 jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.

2. Periode panas. Penderita berwajah merah, kulit panas dan kering, nadi cepat dan panas badan tetap tinggi dapat mencapai 400C atau lebih, respirasi meningkat, nyeri kepala, terkadang muntah-muntah, dan syok. Periode ini lebih lama dari fase dingin, dapat sampai dua jam atau lebih diikuti dengan keadaan berkeringat. 3. Periode berkeringat. Mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh, sampai basah, temperatur turun, lelah, dan sering tertidur. Bila penderita bangun akan merasa sehat dan dapat melaksanakan pekerjaan seperti biasa.

Pada daerah dengan tingkat endemisitas malaria tinggi, sering kali orang dewasa tidak menunjukkan gejala klinis meskipun darahnya mengandung parasit malaria. Hal ini merupakan imunitas yang terjadi akibat infeksi yang berulang- ulang. Limpa penderita biasanya membesar pada serangan pertama yang berat setelah beberapa kali serangan dalam waktu yang lama. Bila dilakukan pengobatan secara baik maka limpa akan berangsur-berangsur mengecil.

(4)

2.2. Epidemiologi Malaria

2.2.1. Distribusi Penyakit Malaria a. Menurut Orang

Malaria dapat menyebabkan kematian terutama pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak balita, dan ibu hamil. Pada bayi biasanya terlindung dari malaria klinis selama beberapa bulan pertama kehidupannya karena adanya antibodi ibu dari plasenta ke janin. Namun, bayi yang lahir dari ibu dengan malaria plasenta, lebih 41% kemungkinan mengalami malaria parasitemia pada usia yang lebih muda (Mutabingwa T. K., 2005).

Biasanya infeksi malaria tidak membedakan jenis kelamin laki-laki atau perempuan akan tetapi yang paling berisiko adalah ibu hamil, karena dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas ibu maupun janin. Jika ditemukan perbedaan angka kesakitan malaria pada laki-laki dan perempuan atau pada berbagai golongan umur sebenarnya disebabkan oleh faktor-faktor lain seperti aktivitas, imunitas dan status gizi (Depkes RI, 1999).

(5)

b. Menurut Tempat

Plasmodium vivax mempunyai distribusi geografis yang paling luas, mulai dari daerah yang beriklim dingin, subtropik sampai ke daerah tropik. Plasmodium falciparum jarang sekali terdapat di daerah yang beriklim dingin, namun paling sering ditemukan pada wilayah beriklim tropis. Wilayah penyebaran Plasmodium malariae

hampir sama dengan Plasmodium falciparum, meskipun lebih jarang terjadi dan dengan distribusi yang sporadik. Dari semua jenis spesies Plasmodium pada manusia,

Plasmodium ovale paling jarang ditemukan, termasuk di wilayah Afrika yang beriklim tropis dan sekali-sekali ditemukan di kawasan Pasifik Barat.

Tidak dijumpai lagi daerah endemis malaria di negara-negara yang mempunyai iklim dingin dan subtropis, akan tetapi malaria masih menjadi penyebab utama masalah kesehatan masyarakat di beberapa negara tropis dan subtropis; transmisi malaria yang tinggi dijumpai di daerah pinggiran hutan di Amerika Selatan (Brasil), Asia Tenggara (Thailand dan Indonesia) dan di seluruh Sub-Sahara Afrika (Harijanto, 2010).

Tahun 2008, diperkirakan 243 juta kasus malaria diseluruh dunia. Sebagian besar (85%) terjadi di wilayah Afrika, kemudian diikuti wilayah Asia Tenggara (10%) dan wilayah Mediterania (4%). Diantaranya mengalami kematian sekitar 863.000 orang, 89% terjadi di wilayah Afrika, 6% di wilayah Mediterania dan 5% di Asia Tenggara (WHO, 2007).

(6)

adalah Mandailing Natal, Tapanuli Selatan, Nias, Tapanuli Tengah, Asahan, Labuhan Batu dan Deli Serdang (Lubis C. P. dan Pasaribu S., 2002).

c. Menurut Waktu

Malaria terjadi musiman dibeberapa negara di wilayah Afrika, seperti Bostwana, Cape Verde, Namibia, Afrika Selatan, Swaziland dan Zimbabwe, penularannya lebih rendah dibandingkan dengan Sub-Sahara Afrika. Penyebab utama malaria adalah

Plasmodium falciparum. Lima negara (Bostwana, Cape Verde, Namibia, Afrika Selatan dan Swaziland) antara tahun 2000 sampai 2008 menunjukkan penurunan diatas 50% dari jumlah kematian karena malaria, Cape Verde melaporkan hanya 2 kematian di tahun 2008. Sementara di Zimbabwe, kasus malaria positif mengalami peningkatan dari 16.990 kasus di tahun 2004 menjadi 92.900 kasus di tahun 2008. (WHO, 2009)

(7)

2.2.2. Determinan Penyakit Malaria Komponen Epidemiologi Malaria terdiri atas : a. Agen Malaria

Menurut Rahayu (2010) mengemukakan bahwa agent penyebab malaria ialah makhluk hidup Genus Plasmodia, Famili Plasmodiidae dari Ordo Coccidiidae. Sampai saat ini di Indonesia dikenal empat spesies parasit malaria pada manusia, yaitu :

1. Plasmodium falciparum : penyebab penyakit tropika yang sering menyebabkan malaria berat/malaria otak yang fatal, gejala serangannya timbul berselang setiap dua hari (48 jam) sekali.

2. Plasmodium vivax : penyebab penyakit malaria tertiana yang gejala serangannya timbul berselang setiap 3 hari.

3. Plasmodium malariae : penyebab penyakit malaria quartana yang gejala serangannya timbul berselang setiap empat hari.

4. Plasmodium ovale : jenis ini jarang ditemui di Indonesia, banyak dijumpai di Afrika dan pasifik Barat.

b. Host Malaria

(8)

1. Manusia (Host Intermediate)

Secara umum dapat dikatakan bahwa pada dasarnya setiap orang dapat terkena malaria. Toleransi atau daya tahan terhadap munculnya gejala klinis ditemukan pada penduduk dewasa yang tinggal di daerah endemis dimana gigitan nyamuk anopheles berlangsung bertahun-tahun. Faktor-faktor yang berpengaruh pada manusia ialah:

a. Kekebalan / Imunitas

Kekebalan pada penyakit malaria dapat didefinisikan sebagai adanya kemampuan tubuh manusia untuk menghancurkan plasmodium yang masuk atau membatasi perkembangbiakannya. Ada dua macam kekebalan, yaitu kekebalan alamiah dan kekebalan yang didapat. Kekebalan alamiah timbul tanpa memerlukan infeksi lebih dahulu.

Kekebalan yang didapat ada yang merupakan kekebalan aktif sebagai akibat dari infeksi sebelumnya atau vaksinasi, dan ada juga kekebalan pasif didapat melalui pemindahan antibodi dari ibu kepada anak atau pemberian serum dari seseorang yang kebal penyakit.

b. Umur dan Jenis Kelamin

(9)

c. Status Gizi

Faktor nutrisi mungkin berperan terhadap malaria berat. Menurut Nugroho dalam Harijanto, dkk (2009), malaria berat sangat jarang di temukan pada anak-anak malnutrisi.

Penelitian Nyakeriga tahun 2004 di Kenya dengan desain penelitan kohort, diketahui bahwa insidens malaria klinis secara signifikan lebih rendah pada anak-anak yang menderita defisiensi zat besi dengan Relative Risk (RR) 0,7 (95% CI:0,51–0,99). Defisiensi besi, riboflavin, para-amino-benzoic acid (PABA) mungkin mempunyai efek protektif terhadap malaria berat, karena menghambat pertumbuhan parasit. 2. Nyamuk (host definitive)

Agen tersebut tidak dapat menjangkiti manusia secara langsung, akan tetapi menjangkiti manusia karena perantara vektor yaitu nyamuk Anopheles. Secara spesifik vector malaria tersebut dapat diuraikan sebagai berikut,

1. Bionomik Nyamuk Malaria a. Tempat Perindukan

(10)

Menurut Sudarman dkk dalam Saputra (2006), kepadatan populasi nyamuk ini sangat dipengaruhi oleh musim tanam padi. Jentik-jentik nyamuk ini mulai ditemukan di sawah kira-kira pada padi berumur 2-3 minggu setelah tanam dan paling banyak ditemukan pada saat tanaman padi mulai berbunga sampai menjelang panen. Pada daerah yang musim tanamnya tidak serempak dan sepanjang tahun ditemukan tanaman padi pada berbagai umur, maka nyamuk ini ditemukan sepanjang tahun dengan dua puncak kepadatan yang terjadi sekitar bulan Pebruari-April dan sekitar bulan Juli-Agustus. An. balabacencis dan An. maculatus adalah dua spesies nyamuk yang banyak ditemukan di daerah - daerah pegunungan non persawahan dekat hutan.

Kedua spesies ini banyak dijumpai pada peralihan musim hujan ke musim kemarau dan sepanjang musim kemarau. Tempat perkembangbiakannya di genangan-genangan air yang terkena sinar matahari langsung seperti genganan air di sepanjang sungai, pada kobakan-kobakan air di tanah, di mata air-mata air dan alirannya, dan pada air di lubang batu-batu.

Kepadatan jentik nyamuk An. balabacencis bisa ditemukan baik pada musim penghujan maupun pada musim kemarau. Jentik-jentik An. balabacencis ditemukan di genangan air yang berasal dari mata air, seperti penampungan air yang dibuat untuk mengairi kolam, untuk merendam bambu/kayu, mata air, bekas telapak kaki kerbau dan kebun salak.

(11)

hidup di beberapa jenis genangan air, baik genangan air hujan maupun mata air, pada umumnya kehidupan jentik An. balabacencis dapat hidup secara optimal pada genangan air yang terlindung dari sinar matahari langsung, diantara tanaman/vegetasi yang homogen seperti kebun salak, kebun kapulaga dan lain-lain. An. maculatus yang umum ditemukan di daerah pegunungan, ditemukan pula di daerah persawahan dan daerah pantai yang ada sungai kecil-kecil dan berbatu-batu (Barodji dkk, 2001). 2. Tempat Istirahat

Tempat istirahat nyamuk Anopheles berbeda berdasarkan spesiesnya. Tempat istirahatnya An. aconitus pada pagi hari umumnya dilubang yang lembab dan teduh, terletak ditengah kebun salak. Tempat istirahat An. aconitus pada umumnya ditempat yang mempunyai kelembaban tinggi dan intensitas cahaya rendah, serta di lubang tanah bersemak. An. aconitus hinggap di tempat-tempat dekat tanah, nyamuk ini biasanya hinggap di daerah-daerah yang lembab, seperti di pinggir-pinggir parit, tebing sungai, dekat air yang selalu basah dan lembab.

Tempat istirahat An. balabacencis pada pagi hari umumnya di lubang yang lembab dan teduh, terletak ditengah kebun salak. An. balabacencis juga ditemukan di tempat yang mempunyai kelembaban tinggi dan intensitas cahaya yang rendah serta di lubang tanah bersemak. Di luar rumah tempat istirahat An. maculatus adalah di pinggiran sungai-sungai kecil dan di tanah yang lembab. Perilaku istirahat nyamuk

(12)

c. Environment Malaria

Penelitian Suwito, dkk, tahun 2005 di Puskesmas Benteng Bangka Belitung dengan desain penelitian kasus kontrol, diperoleh bahwa adanya rawa-rawa di sekitar lingkungan rumah juga merupakan faktor risiko kejadian malaria. Hasil analisis diperoleh nilai OR 2,6 (95% CI: 1,08-6,14). Artinya responden yang menderita malaria 2,6 kali kemungkinan di sekitar rumahnya terdapat rawa-rawa dibandingkan dengan responden yang tidak menderita malaria.

Faktor lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan dimana manusia dan nyamuk berada, lingkungan tersebut terbagi atas lingkungan fisik, lingkungan kimia, lingkungan biologik dan lingkungan sosial budaya.

c.1. Lingkungan fisik

Lingkungan fisik yang berhubungan dengan perkembangbiakan nyamuk, yaitu:

1. Suhu udara

Suhu udara sangat dipengaruhi panjang pendeknya siklus sporogoni atau masa inkubasi ekstrinsik. Suhu yang hangat membuat nyamuk mudah untuk berkembang biak dan agresif mengisap darah.

2. Kelembaban udara (relative humidity)

(13)

3. Hujan

Hujan berhubungan dengan perkembangan larva nyamuk menjadi bentuk dewasa. 4. Ketinggian

Secara umum malaria berkurang pada ketinggian yang semakin bertambah, hal ini berkaitan dengan menurunnya suhu rata-rata.

5. Angin

Kecepatan angin pada saat matahari terbit dan terbenam merupakan saat terbang nyamuk ke dalam atau keluar rumah dan salah satu faktor yang ikut menentukan jumlah kontak antara manusia dan nyamuk adalah jarak terbang nyamuk (flight range) tidak lebih dari 0,5-3 km dari tempat perindukannya, jika ada tiupan angin yang kencang, bisa terbawa sejauh 20-30 km.

6. Sinar matahari

Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda.

Anopheles sundaicus lebih suka tempat yang terkena sinar matahari langsung,

Anopheles hyrcanus spp dan Anopheles pinctutatus spp lebih menyukai tempat terbuka, sedangkan Anopheles barbirostris dapat hidup baik di tempat teduh maupun kena sinar matahari.

7. Arus air

Anopheles barbirostris menyukai perindukan yang airnya statis/mengalir lambat, sedangkan Anopheles minimus menyukai aliran air yang deras dan Anopheles latifer

(14)

c.2. Lingkungan Kimia

Lingkungan kimia, seperti kadar garam pada suatu tempat perindukan nyamuk, seperti diketahui nyamuk An. Sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya berkisar antara 12-18‰ dan tidak dapat berkembangbiak pada kadar garam 40‰ ke atas, meskipun di beberapa tempat di Sumatera Utara An.

sundaicus sudah ditemukan pula dalam air tawar. An. Latifer dapat hidup di tempat yang asam/pH rendah. Ketika kemarau datang luas laguna menjadi mengecil dan sebagian menjadi rawa-rawa yang ditumbuhi ilalang, lumut-lumut seperti kapas berwarna hijau bermunculan. Pada saat seperti inilah kadar garam air payau meninggi dan menjadi habitat yang subur bagi jentik-jentik nyamuk.

c.3. Lingkungan Biologi

Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai jenis tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva karena dapat menghalangi sinar matahari yang masuk atau melindungi serangan dari makhluk hidup lain. Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah, gambusia, nila, mujair dan lain-lain akan mempengaruhi populasi nyamuk di suatu wilayah. Selain itu juga adanya ternak besar seperti sapi dan kerbau dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, apabila kandang hewan tersebut diletakkan di luar rumah.

c.4. Lingkungan Sosial Budaya

(15)

keanekaragaman budaya menimbulkan variasi dalam perilaku manusia dalam segala hal, termasuk dalam perilaku kesehatan (Notoatmodjo, 2010).

Faktor inilah yang mempengaruhi kesehatan masyarakat. Tradisi dalam masyarakat yang berpengaruh negatif terhadap kesehatan masyarakat serta beberapa sikap yang sangat mempengaruhi kesehatan masyarakat khususnya penyakit malaria. Seperti kebiasaan masyarakat bepergian jauh apalagi pergi ke tempat yang endemis malaria, kebiasaan masyarakat keluar malam, kebiasaan masyarakat yang tidak mau menggunakan obat anti nyamuk serta berbagai macam sikap dan kebiasaan masyarakat yang mempengaruhi terjadinya malaria.

Kebiasaan untuk berada di luar rumah sampai larut malam dimana vektornya lebih bersifat eksofilik dan eksofagik akan memperbesar jumlah gigitan nyamuk. Penggunaan kelambu, kawat kasa pada rumah dan penggunaan zat penolak nyamuk/repellent yang intensitasnya berbeda sesuai dengan perbedaan status sosial masyarakat, akan mempengaruhi angka kesakitan malaria.

(16)

menggigit. Sehingga masyarakat tidak melakukan tindakan yang dapat mencegah malaria.

Namun ada sebagian masyarakat yang sudah menyadari akan bahayanya penyakit menular terutama malaria akan tetapi tidak ada tindakan atau perlakuan yang mereka lakukan untuk terhindar dari penyakit malaria.

Praktik atau perilaku masyarakat ataupun keluarga terhadap upaya mengurangi gigitan nyamuk malaria adalah :

1. Kebiasaan menggunakan kelambu

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa menggunakan kelambu secara teratur pada waktu malam hari dapat mengurangi kejadian malaria. Penduduk yang tidak menggunakan kelambu mempunyai resiko 6,44 kali terkena malaria.

2. Kebiasaan memakai obat anti nyamuk

Menurut Depkes RI (1992) untuk menghindari gigitan nyamuk digunakan obat semprot, obat poles, atau obat nyamuk bakar sehingga memperkecil kontak dengan nyamuk (Dalam Mobonggi, 2011).

3. Tidak membiasakan berada di luar rumah pada malam hari

Nyamuk penular malaria mempunyai keaktifan menggigit pada malam hari. Nyamuk

(17)

2.3. Penularan Penyakit Malaria

Cara penularan penyakit malaria dapat di bedakan menjadi dua macam (Harmendo, 2008)

2.3.1. Penularan secara Alamiah (natural infection)

Malaria ditularkan oleh nyamuk Anopheles. Nyamuk ini jumlahnya kurang lebih ada 80 jenis dan dari 80 jenis itu, hanya kurang lebih 16 jenis yang menjadi vektor penyebar malaria di Indonesia. Penularan secara alamiah terjadi melalui gigitan nyamuk Anopheles betina yang telah terinfeksi oleh Plasmodium. Sebagian besar spesies menggigit pada senja dan menjelang malam hari. Beberapa vektor mempunyai waktu puncak menggigit pada tengah malam dan menjelang fajar. Pada saat menggigit manusia, parasit malaria yang ada dalam tubuh nyamuk masuk ke dalam darah manusia sehingga manusia tersebut terinfeksi lalu menjadi sakit. 2.3.2. Penularan tidak Alamiah (not natural infection), terdiri atas :

a. Malaria bawaan. Terjadi pada bayi yang baru lahir karena ibunya menderita malaria. Penularannya terjadi melalui tali pusat atau plasenta (transplasental)

b. Secara mekanik. Penularan terjadi melalui transfusi darah melalui jarum suntik.

(18)

2.4. Pencegahan dan Pengobatan Malaria 2.4.1. Pencegahan Malaria

Menurut DepKes RI (1999) Pencegahan penyakit malaria secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi beberapa kegiatan :

a. Pencegahan terhadap parasit yaitu dengan pengobatan profilaksis atau pengobatan pencegahan.

a.1. Orang yang akan bepergian ke daerah-daerah endemis malaria harus minum obat anti malaria sekurang-kurangnya seminggu sebelum keberangkatan sampai empat minggu setelah orang tersebut meninggalkan daerah endemis malaria.

a.2. Wanita hamil yang akan bepergian ke daerah endemis malaria diperingatkan tentang risiko yang mengancam kehamilannya. Sebelum bepergian, ibu hamil disarankan untuk berkonsultasi ke klinik atau Rumah Sakit dan mendapatkan obat anti malaria.

a.3. Bayi dan anak-anak berusia di bawah empat tahun dan hidup di daerah endemis malaria harus mendapat obat anti malaria karena tingkat kematian bayi/anak akibat infeksi malaria cukup tinggi.

b. Pencegahan terhadap vektor atau gigitan nyamuk.

(19)

menggunakan kelambu saat tidur. Masyarakat juga dapat memakai minyak anti nyamuk saat tidur di malam hari untuk mencegah gigitan nyamuk malaria, karena biasanya vektor malaria menggigit pada malam hari.

Upaya pencegahan malaria salah satunya adalah melalui pendidikan kesehatan masyarakat adalah perubahan perilaku yang belum sehat menjadi perilaku sehat, artinya perilaku yang mendasarkan pada prinsip-prinsip sehat atau kesehatan. Pendidikan yang diberikan kepada masyarakat harus direncanakan dengan menggunakan strategi yang tepat disesuaikan dengan kelompok sasaran dan permasalahan kesehatan masyarakat yang ada. Strategi tersebut mencakup metode/cara, pendekatan dan tekhnik yang mungkin digunakan untuk mempengaruhi faktor predisposisi, pemungkin dan penguat yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi perilaku masyarakat.

2.4.2. Pengobatan Malaria

Selain pencegahan bersifat primer, diagnosis dan pengobatan malaria (pencegahan sekunder) juga merupakan upaya pengendalian malaria yang penting. Untuk diagnosis malaria salah satu yang perlu dilihat adalah pemeriksaan sediaan darah. Untuk pemeriksaan sediaan darah dari tahun 2008 sampai tahun 2010 terjadi peningkatan penderita malaria klinis yang diperiksa sediaan darahnya.

(20)

pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk menjamin ketersediaan bahan/reagen laboratorium/mikroskospis malaria, kemampuan petugas mikroskopis, jangkauan pelayanan kesehatan dan ketersediaan obat malaria.

Pengendalian malaria mengalami perkembangan, salah satunya dalam hal pengobatan. Dulu malaria diobati dengan klorokuin, setelah ada laporan resistensi, saat ini telah dikembangkan pengobatan baru dengan tidak menggunakan obat tunggal saja tetapi dengan kombinasi yaitu dengan ACT.

Pada Tahun 2010, dari 1.191.626 kasus malaria klinis yang diperiksa sediaan darahnya terdapat 237.394 kasus yang positif menderita malaria, dan dari yang positif malaria, 211.676 (89,17%) mendapat pengobatan ACT. Pencapaian ini jauh lebih tinggi daripada laporan Riskesdas Tahun 2010, yang mendapatkan bahwa pengobatan efektif baru mencapai 33%. Sebahagian besar pengobatan belum efektif, sehingga perlu ada upaya baik dari pemerintah daerah dan pusat agar lebih memperhatikan aksesibilitas/jangkauan pelayanan penderita malaria dan ketersediaan obat dan tenaga analis di daerah risiko tinggi malaria (Kemenkes RI, 2011).

Salah satu upaya pengendalian penyakit malaria yang paling sering dan masih menjadi andalan adalah pengobatan penderita. Pengobatan yang efektif ini harus memenuhi tiga kategori, yaitu (1) jenis obat yang diperoleh adalah ACT, (2) obat tersebut diperoleh penderita maksimum 24 jam setelah sakit dan (3) dosis obat diperoleh untuk 3 hari dan diminum seluruhnya.

(21)

ialah keterlambatan diagnosis, mis-diagnosis (salah diagnosa) dan penanganan yang salah/tidak tepat/terlambat. Perubahan yang besar dalam penanganan malaria berat ialah pemakaian artesunate intravena untuk menurunkan mortalitas 34% dibandingkan dengan penggunaan kina.

Pengobatan malaria berat secara garis besar terdiri atas 3 komponen penting yaitu:

1. Pengobatan spesifik dengan kemoterapi anti malaria.

2. Pengobatan supportif (termasuk perawatan umum dan pengobatan simptomatik).

3. Pengobatan terhadap komplikasi.

Pemberian obat anti malaria (OAM) pada malaria berat berbeda dengan malaria biasa karena pada malaria berat diperlukan daya membunuh parasit secara cepat dan bertahan cukup lama di darah untuk segera menurunkan derajat parasitemianya. Oleh karenanya dipilih pemakaian obat per parenteral (intravena, per infus/intra muskuler) yang berefek cepat dan kurang menyebabkan terjadinya resistensi, Derivat Artemisinin merupakan obat baru yang berasal dari China.

(22)

2.5. Kerangka Teori

Kerangka teori dalam penelitian ini dirangkum berdasarkan tinjauan teori yang ada, khususnya mengenai hubungan antar satu faktor risiko dengan faktor risiko yang lain yang mempengaruhi terjadinya malaria.

(23)

Lingkungan Biologi

Sumber: Abdullah (2008); Babba (2007); Erdinal (2006); Friaraiyatini (2006); Sarumpaet (2007); Suhardiono (2005); Timmreck (2002)

(24)

2.6. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian merupakan kerangka yang akan diteliti dari kerangka teori. Semua variabel yang tercantum dalam kerangka teori dilakukan pengukuran penelitian, peneliti hanya memilih beberapa faktor yang fisibel (dapat dilakukan oleh peneliti) untuk diteliti sebagai variabel penelitian.

Variabel bebas yang akan diteliti adalah faktor internal (perilaku pencegahan penularan malaria yaitu kebiasaan penggunaan anti nyamuk, kebiasaan menggantung pakaian, kebiasaan penggunaan kelambu dan kebiasaan keluar rumah di malam hari) dan eksternal (lingkungan fisik rumah yaitu adanya genangan air (laguna, rawa-rawa, pembuangan air limbah atau sawah), kandang hewan, dan penggunaan kawat kasa).

(25)

Variabel Independen Variabel Dependen

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Perilaku Pencegahan Malaria

a. Kebiasaan penggunaan anti nyamuk

b. Kebiasaan menggantung

pakaian

c. Kebiasaan penggunaan

kelambu

d. Kebiasaan keluar rumah di malam hari

Lingkungan Fisik Rumah

a. Genangan air

b. Kandang hewan

c. Penggunaan kawat kasa

Kejadian Malaria Karakteristik

Responden

a. Umur

Gambar

Gambar 2.2. Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Moore, berupa komposisi jajaran kolom-kolom dan balok dengan tampilan berbagai langgam masa lampau yang sudah cukup akrab dikenal masyarakat setempat sebagai ikon suatu era atau

Hasil penelitian menggambarkan bahwa ternyata di dalam berbagai kebudayaan suku Toraja terdapat unsur-unsur kebudayaan yang dapat dikontekstualisasikan untuk

APLIKASI PENGARUH ISLAM PADA INTERIOR RUMAH BUBUNGAN TINGGI DI KALIMANTAN SELATAN.. Sriti

Correlation between actual value (x-axis) of dog meat (%wt/wt) and FTIR predicted value (y-axis) of dog meat (% wt/wt), (a) calibration model; (b) validation model.

Sebagaimana peneliti lapangan itu adalah suatu bentuk penelitian yang dilakukan dengan cara peneliti turun langsung di lapangan untuk mendapatkan data yang valid mengenai

Predikat baik menurut Buchori (1986 : 84-87) tergantung pada sasaran dan filosofi desain, bahwa sasaran berbeda menurut kebutuhan dan kepentingan, serta upaya desain berorientasi

Pengajaran Peristiwa Berdarah 13 Mei 1969. Hal perkauman adalah perkara yang sangat sensitif dan amat mudah jadi bahan pertikaian. Semua kaum hendaklah dijaga dan

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap peubah pertumbuhan dan hasil tanaman di atas, dapat disimpulkan bahwa caisim dan selada sangat merespon kondisi media tanam yang