• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proposal Asas Kota dan Wilayah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Proposal Asas Kota dan Wilayah"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

Proposal Asas Kota dan Wilayah

Kawasan Permukiman Padat Kampung Code

Jetisharjo Yogyakarta

Disusun oleh :

Adellia Naura Fatina

15/384873/TK/43535

Asalia Raudhati Izzatillah 15/384878/TK/43540

Dyah Meutia Nastiti 15/378809/TK/42751

Syeh Abidin Khobar 15/384908/TK/43570

Program Studi Perencanaan Wilayah Dan Kota

Departemen Teknik Arsitektur Dan Perencanaan

Fakultas Teknik

Universitas Gadjah Mada

(2)

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas berkat dan rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan penulisan proposal

Asas Kota dan wilayah yang berjudul “ Kawasan Permukiman Padat Kampung Code Jetisharjo”.

Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji lebih dalam mengenai Wisma

sebagai salah satu fungsi kota. Penelitian ini berfokus pada permukiman padat

yang terdapat di perkampungan yang terletak disepanjang bantaran sungai Code,

kota Jogja.

Pnulis sadar dalam penulisan proposal ini tidak terlepas dari bantuan banyak

pihak. Oleh karena itu, pengulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak

yang telah berjasa membantu dalam penyusunan proposal ini. Khususnya kepada

dosen mata kuliah Asas Kota dan wilayah, Bapak Gunung Radjiman dan ibu

Widya Her Nugrahandika yang telah membimbing penulis dalam penyusunan

proposal ini, kepada warga sekitar kampong Code yang telah membantu

berjalannya penelitian ini selama dilapangan, dan kakak tingkat serta teman-teman

angkatan yang telah membantu dalam proses penyusunan proposal in.

Besar harapan penulis agar proposal ini nantinya dapat bermanfaat bagi

pihak-pihak yang berkepentingan dan pembaca pada umumnya.

Yogyakarta, 5 November 2015

(3)

ii

2.3.Permukiman dalam Kota ... 4

2.4.Permukiman di Tepian Sungai ... 5

2.5.Permukiman Kumuh ... 6

3.5.Lokasi dan Waktu Penelitian ... 8

3.6.Teknik Pengumpulan Data ... 9

3.7.Metode Pembahasan... 9

3.8.Populasi dan Sampel ... 9

3.9. Program Kegiatan... 9

BAB IV. PEMBAHASAN 4.1.Profil Kawasan ... 10

4.2.Amatan Lapangan ... 10

4.3.Diagram Pengaturan Ruang ... 11

4.4.Foto Kasus Topik ... 12

4.5.Analisa Problema Ruang ... 13

4.6.Solusi ... 16

(4)

iii

5.1.Kesimpulan ... 17 5.2.Saran ... 17

(5)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Wisma adalah salah satu fungsi kota. Wisma atau permukiman menjadi

salah satu hal yang paling penting dalam sebuah kota. Salah satu masalah

utama yang sering kita jumpai khususnya di kota-kota besar adalah masalah

adanya permukiman kumuh. Permukiman kumuh biasanya tumbuh dan

terbentuk di sepanjang pinggiran sungai. Sama halnya dengan kota-kota besar

lainnya, di Kota Jogja juga terdapat permukiman kumuh di sepanjang

bantaran sungai. Contoh permukiman tersebut adalah permukiman kumuh di

pinggiran Sungai Code. Permukiman kumuh Sungai Code sangat padat di

sepanjang aliran sungai, khususnya yang melewati Kota Jogja.

Permukiman kumuh Code terdapat di sepanjang Daerah Aliran Sungai

(DAS) Code, padahal kita tahu bahwa DAS seharusnya bebas dari lahan

hunian atau permukiman. Karena lokasinya yang dekat dengan pusat

perkantoran dan perdagangan, penduduk memilih untuk membangun

permukiman di bantaran Sungai Code. Lokasi strategis dan kemudahan akses

juga menjadi salah satu alasan mengapa mereka bermukim di bantaran sungai

tersebut. Sungai Code sendiri memiliki beberapa daya tarik sehingga

mendorong warga untuk bermukim di wilayah tersebut. Beberapa faktor

pemicu itulah yang akan kami bahas sekaligus menemukan masalah-masalah

yang timbul akibat adanya permukiman kumuh tersebut.

1.2. Rumusan Masalah

 Bagaimana pengaruh lingkungan bantaran sungai terhadap kehidupan masyarakatnya?

(6)

2 1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi permukiman dan

lingkungan sekitar perkampungan Sungai Code dan masalah yang timbul

serta pengaruhnya pada kehidupan warga sekitarnya. Pembuatan penelitian

ini ditujukan untuk menambah wawasan pembaca mengenai adanya

permukiman kumuh. Selain memberi wawasan dan gambaran secara nyata,

penelitian ini juga bertujuan agar nantinya akan ada inisiatif dan solusi untuk

menangani masalah permukiman kumuh di kota ini.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah wawasan dan

memberi gambaran mengenai kondisi permukiman di sekitar bantaran Sungai

Code, serta dapat dimanfaatkan sebagai salah satu referensi dalam

penyelesaian masalah yang terdapat di kawasan tersebut.

1.5. Sasaran Penelitian

Sasaran penelitian ini ditujukan kepada warga sekitar, pemerintah, dan

masyarakat pada umumnya agar mengetahui apakah mereka telah memiliki

kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan tempat tinggalnya serta pihak

berwenang terkait penanganan permukiman bantaran Sungai Code,

(7)

3 BAB II

KAJIAN REFERENSI

2.1. Pengertian Kota

Sebuah area yang didominasi oleh guna lahan non pertanian dapat disebut

dengan kota. Menurut Pontoh & Kustiwan (2009), kota adalah tempat dengan

konsentrasi penduduk lebih padat dari wilayah sekitarnya karena terjadi

pemusatan kegiatan fungsional yang berkaitan dengan kegiatan atau aktivitas

penduduknya. Sesuai dengan guna lahannya, aktivitas di kota didominasi oleh

aktivitas non pertanian, seperti industri dan jasa.

Ditjen Cipta Karya (1997) menjelaskan kota sebagai permukiman yang

berpenduduk relatif besar, luas areal terbatas, pada umumnya bersifat non

agraris, kepadatan penduduk relatif tinggi, tempat sekelompok orang dalam

jumlah tertentu, dan bertempat dalam suatu wilayah geografis tertentu,

cenderung berpola hubungan rasional, ekonomis, dan individualistis. Dari

pengertian tersebut, dapat dimaknai bahwa kota dapat ditinjau dari berbagai

aspek seperti aspek sosial, geografis, demografis, maupun ekonomi.

2.2. Fungsi Kota

Secara umum, di Indonesia terdapat lima fungsi kota, yaitu:

a. Wisma : permukiman, tempat tinggal

b. Karya : tempat bekerja, kegiatan usaha

c. Marga : jaringan pergerakan, jalan

d. Suka : tempat rekreasi, hiburan

e. Penyempurna : prasarana-sarana (Hadinoto, 1970)

Penelitian ini berfokus pada bahasan fungsi kota sebagai permukiman.

Sebuah kota sangat erat kaitannya dengan lahan permukiman. Permukiman

yang terdapat di kota cenderung memiliki karakteristik tersendiri dan jauh

berbeda dengan yang ada di desa. Guna lahan, kondisi ekonomi, sosial, dan

(8)

4

permukiman di kota. Beberapa ahli mendefinisikan kota sebagai permukiman. Salah satunya adalah pendapat dari Wirth yang menyatakan bahwa “Kota adalah suatu permukiman yang relatif besar, padat, dan permanen, dihuni oleh

orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya,…” (P.J.M Nas, 1979:29).

Dalam buku yang sama, Harris dan Ullman juga menyatakan bahwa “Kota

-kota merupakan pusat untuk permukiman dan pemanfaatan bumi oleh manusia…”. Oleh sebab itu, permukiman sebuah kota menjadi salah satu kajian penting dalam pemanfaatan dan pengendalian ruang kota.

2.3. Permukiman dalam Kota

Permukiman menjadi komponen penting dalam sebuah kota. Permukiman

dalam kota dapat berbentuk perumahan dan perkampungan. Permukiman

dalam kota cenderung padat dan berkembang kearah yang modern. Namun

dalam perkembangannya, tidak jarang timbul daerah slum (kumuh) di

permukiman kota. Menurut Pontoh & Kustiwan (2009), slum area biasanya

berlokasi pada lahan yang berdekatan dengan CBD (Central Bussiness

District) atau dekat dengan pusat kota. Lain halnya dengan squatter

settlements, slum area merupakan kawasan legal yang biasanya terdiri dari

rumah-rumah tua yang kondisinya kurang terawat. Squatter settlements lebih

merujuk pada penggunaan lahan secara tidak resmi oleh penghuni liar.

Akibatnya, rumah yang dibangun tidak sesuai dengan standar dan

menimbulkan berbagai permasalahan, mulai dari segi infrastruktur, prasarana,

sarana, dan sosial-ekonomi. Timbulnya slum area sering dikaitkan dengan

fenomena urbanisasi. Urbanisasi diyakini sebagai salah satu faktor terbesar

yang menjadi penyebab berkembangnya permukiman kumuh di kota-kota.

Urbanisasi merupakan proses pengkotaan suatu kawasan. Selama ini,

urbanisasi dikaitkan erat dengan terbentuknya permukiman kumuh.

Permukiman kumuh muncul sebagai wujud akan tuntutan dari urbanisasi itu

sendiri. Ketika urbanisasi berlangsung, maka akan banyak warga yang

berpindah menuju kota, khususnya pusat kota. Umumnya, guna lahan pusat

(9)

5

permukiman menjadi termajinalkan. Hal ini membuat munculnya kawasan

kumuh di daerah yang dekat pusat kota mengingat kondisi ekonomi mereka

yang rata-rata terbatas sementara mereka membutuhkan akses yang mudah

dan murah. Selain itu, jumlah penduduk kota yang bertambah akibat

urbanisasi akan menuntut pertambahan luasan permukiman. Warga dengan

tingkat ekonomi yang lebih rendah cenderung akan termajinalkan dan

menempati area seadanya.

2.4. Permukiman di Tepian Sungai

Pada kota-kota besar, sungai menjadi salah satu komponen penting dalam

kota. Lahan di kota yang sangat terbatas menjadikan tepian sungai sebagai

alternatif untuk bermukim. Hal ini mengakibatkan menurunnya fungsi

bantaran sungai itu sendiri. Menurut Deva Kurniawan Rahmadi (Staf

Perencanaan Teknis dan Pengaturan Direktorat Pengembangan Permukiman

Ditjen. Cipta Karya) dalam buletin penataan ruang Dinas Pekerjaan Umum,

secara umum kondisi sungai-sungai di kota-kota besar di Indonesia memiliki

beberapa permasalahan, diantaranya yaitu:

 Rumah-rumah atau bangunan yang dibangun di sepanjang sungai umumnya mengambil bagian bantaran sungai sehingga alur sungai

menyempit dan tidak dapat lagi menampung deras aliran air. Sehingga

setiap kali hujan deras di pegunungan air meluap menggenangi

permukiman.

 Kondisi permukiman pada umumnya padat dan kumuh, prasarana dan sarana tidak tertata dan tidak memadai.

 Setiap kali hujan turun dan air meluncur dari perbukitan, tidak langsung mengalir ke laut karena tertahan di kawasan reklamasi. Kondisi seperti

ini senantiasa membentuk genangan-genangan air.

 Pembuangan limbah padat maupun cair ke badan air dan bantaran sungai di berbagai ruas sungai mencemari air dan menghambat aliran air sungai.

(10)

6

Permukiman di tepian sungai seringkali menimbulkan masalah pada

sistem drainase. Permukiman tersebut menggeser fungsi bantaran sungai

sebagai retarding pond (tempat parkir air) dan sering kali menyebabkan

ketidaksesuaian dengan rencana tata ruang. Menurut peraturan yang berlaku,

pada dasarnya kawasan tepian sungai merupakan kawasan yang

diprioritaskan pembangunannya untuk perkembangan perkotaan yang

berkelanjutan.

2.5. Permukiman Kumuh

Permukiman kumuh biasa ditemukan di daerah sepanjang bantaran

sungai, daerah pinggiran rel kereta api, dan kolong jembatan. Kumuh tidak

hanya terlihat dari kondisi bangunan, namun juga dari sarana, prasarana, dan

fasilitas yang tersedia. Menurut Sinulingga (2005), ciri kampung/pemukiman

kumuh terdiri dari:

a) Penduduk sangat padat antara 250-400 jiwa/ha. Pendapat para ahli

perkotaan (MMUDP,90) menyatakan bahwa apabila kepadatan suatu

kawasan telah mencapai 80 jiwa/ha maka akan timbul masalah akibat

kepadatan ini, antara lain perumahan yang dibangun tidak mungkin lagi

memiliki persyaratan fisiologis, psikologis, dan perlindungan terhadap

penyakit.

b) Jalan-jalan sempit tidak dapat dilalui oleh kendaraan roda empat, karena

sempitnya, kadang-kadang jalan ini sudah tersembunyi dibalik atap-atap

rumah yang sudah bersinggungan satu sama lain.

c) Fasilitas drainase sangat tidak memadai, dan malahan biasa terdapat

jalan-jalan tanpa drainase. Sehingga apabila hujan, kawasan ini dengan

mudah akan tergenang oleh air.

d) Fasilitas pembuangan air kotor/tinja sangat minim sekali. Ada

diantaranya yang langsung membuang tinjanya ke saluran yang dekat

dengan rumah, ataupun ada juga yang membuangnya ke sungai yang

(11)

7 Perkembangan permukiman dalam kota

Alternatif lahan permukiman

Bantaran sungai

Permukiman padat dan kumuh

Sungai sebagai komponen kota Wisma sebagai salah satu fungsi kota

Keterbatasan lahan Arus urbanisasi Aksesibilitas Keterbatasan ekonomi

e) Fasilitas penyediaan air bersih sangat minim, memanfaatkan air sumur

dangkal, air hujan, atau membeli air secara kalengan.

f) Tata bangunan sangat tidak teratur dan bangunan-bangunan pada

umumnya tidak permanen dan malahan banyak yang darurat.

g) Kondisi a) sampai f) membuat kawasan ini sangat rawan terhadap

penularan penyakit.

h) Pemilikan hak atas lahan sering tidak legal, artinya status tanahnya masih

merupakan tanah negara dan para pemilik tidak memiliki status apa-apa.

2.6. Peraturan Terkait

 UU Nomor 23 tahun 1997 tentang Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup,

 UU Nomor 7 tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air,

 UU Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang,

 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

(12)

8 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Tinjauan Pustaka

Pada penelitian ini, penulis mengambil referensi dari buku,

Undang-Undang yang berlaku, dan browsing internet.

3.2. Pengamatan

Pada penelitian ini, penulis melakukan survey lapangan langsung di

kawasan permukiman di salah satu bantaran di sepanjang Sungai Code. Tidak

hanya mengamati secara fisik namun penulis juga berupaya menggali

informasi dari warga sekitar.

3.3. Tumpuan Teoritis

a. Buku Pengantar Perencanaan Perkotaan

b. Teori permukiman dan permukiman kumuh serta buletin Penataan Ruang

Dinas Pekerjaan Umum

c. UU terkait

3.4. Tumpuan Empiris

Tumpuan empiris pada penelitian ini adalah survey lapangan yang

dilakukan di lokasi terkait. Berdasarkan hasil survey lapangan dengan kajian

referensi, penulis menemukan bahwa kawasan ini kurang tepat apabila

dikatakan sebagai kawasan kumuh walaupun kebanyakan dari kawasan

permukiman tepian sungai identik dengan hal tersebut. Walaupun begitu,

penulis menemukan berbagai permasalahan yang timbul dari kawasan

tersebut.

3.5. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi : Kawasan Kampung Code Jetisharjo, Yogyakarta

(13)

9 3.6.Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis melakukan teknik pengumpulan data

melalui cara analisa data dari hasil pengamatan. Selain itu, penulis juga

menggali informasi melalui wawancara dengan sampling warga sekitar.

3.7. Metode Pembahasan

Penulis menerapkan metode induktif (empiris-teori) yaitu dengan

melakukan amatan lapangan terlebih dahulu baru setelah itu melakukan

kajian referensi. Tipe penelitian terkait analisis yaitu kualitatif. Hal ini

dikarenakan data yang terkumpul lebih bersifat kualitatif. Selain itu, lingkup

pengamatan yang mikro membuat penulis lebih mudah mendapatkan persepsi

secara kualitatif tentang kawasan tersebut.

3.8. Populasi dan Sampel

 Populasi dalam penelitian ini adalah warga Kampung Code Jetisharjo.

 Sampel dari warga sekitar yaitu beberapa warga yang tinggal atau bermukim di kawasan tersebut, terutama yang rumah tinggalnya sangat

(14)

10 BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Profil Kawasan

Pada penelitian ini penulis mengambil contoh

permukiman penduduk di bantaran Sungai Code

Jetisharjo, Yogyakarta. Kampung Jetisharjo terletak

di Kelurahan Cokrodiningratan, Kecamatan Jetis,

Kotamadya Yoyakarta. Kecamatan Jetis sendiri

memiliki luas wilayah 17,2 Ha atau 1,72 km2

dengan jumlah penduduk 23.992 (Badan Pusat

Statistik Kota Yogyakarta, 2013). Kampung ini

terletak dekat dengan pusat kota Yogyakarta dan

dilewati oleh aliran Sungai Code.

4.2. Amatan Lapangan

Setelah melakukan survey lapangan, didapatkan hasil sebagai berikut:

1. Permukiman penduduk di bantaran Sungai Code, Yogyakarta ternyata

tidak sekotor dan sekumuh permukiman penduduk di kota-kota besar

lainnya, misalnya Jakarta.

2. Kesadaran penduduk terhadap kebersihan masih kurang.

3. Di Sungai Code masih terlihat limbah rumah tangga yang langsung

dibuang ke sungai. Ketika amatan lapangan, penulis melihat warga yang

langsung membuang sampah ke sungai. Selain itu, masih terlihat

gunungan sampah di beberapa titik.

4. Penduduk sekitar menggunakan air sungai untuk keperluan MCK.

5. Di pinggir sungai terdapat tempat MCK (gambar terlampir).

6. Saluran sanitasi kurang baik.

7. Drainase tersumbat sampah.

Gambar 4.1.1. Kampung Code Jetisharjo

(15)

11 Pemukiman Padat

Jalan Masuk Kampung

Code Jetisharjo Pembangunan Taman (Area)

Hijau

8. Indikator penunjuk air sudah usang dan tidak diperhatikan kondisinya.

9. Rumah-rumah penduduk di bantaran sungai sudah memiliki sertifikat

resmi.

10.Rumah penduduk di pinggiran Sungai Code sebagian besar merupakan

hunian permanen. Hal ini dikarenakan mereka sudah memiliki sertifikat

resmi, bukan tanah milik sultan (sultan ground).

11.Profesi beberapa warga masih bergantung pada Sungai Code.

12.Kepadatan yang terjadi di perkampungan Code Jetisharjo antara lain

disebabkan oleh terbatasnya lahan permukiman di kota sementara itu

mereka tetap membutuhkan kemudahan akses ke tempat kerja dan pusat

kota.

4.3. Diagram Pengaturan Ruang

Posko Bencana Desa

(16)

12 4.4. Foto Kasus Topik

Berikut merupakan foto-foto kasus topik dari hasil amatan lapangan:

Gambar 4.4.2. Tempat MCK

Sumber: Survey lapangan 2015

Gambar 4.4.1. Kondisi sekitar SungaiCode

Sumber: Survey lapangan 2015

Gambar 4.4.4. Jaringan jalan

Sumber: Survey lapangan 2015

Gambar 4.4.3. Lereng di sekitar permukiman

Sumber: Survey lapangan 2015

Gambar 4.4.5. Kondisi permukiman warga

Sumber: Survey lapangan 2015

Gambar 4.4.6. Aktivitas penduduk

(17)

13 4.5. Analisa Problema Ruang

Kawasan Kampung Code Jetisharjo di daerah amatan kami apabila

dibandingkan dengan kriteria kawasan kumuh seperti pada kajian referensi

ternyata kurang sesuai. Kawasan yang kami amati tidak sekumuh yang

selama ini sebagian besar orang bayangkan. Kampung Code yang lekat Gambar 4.4.8. Saluran air

Sumber: Survey lapangan 2015

Gambar 4.4.7. Penimbunan sampah

Sumber: Survey lapangan 2015

Gambar 4.4.9. Akses menuju bantaran sungai

Sumber: Survey lapangan 2015

Gambar 4.4.10. Kondisi Sungai Code

(18)

14

dengan image kumuhnya di benak masyarakat, ternyata sudah mengalami

banyak perubahan. Walaupun masih terdapat beberapa permasalahan penting

khususnya di bidang kebersihan, Kampung Code saat ini tidak bisa begitu

saja di-judge sebagai slum area.

Warga yang sebagian besar tinggal di bantaran Sungai Code,

khususnya daerah amatan kami rata-rata memiliki sertifikat rumah hak milik.

Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah sendiri telah memberi izin kepada

masyarakat untuk menggunakan kawasan tersebut sebagai area bermukim.

Hal ini juga mengindikasikan bahwa pemerintah telah mengantisipasi

kemungkinan bahaya yang terjadi.

Apabila dilihat dari kondisi lingkungan sekitar, maka dapat dianalisis

bahwa permasalahan yang masih terdapat di Kampung Code adalah masalah

kebersihan. Masalah tersebut antara lain tersumbatnya saluran air oleh

sampah. Kesadaran warga untuk membuang sampah masih dirasa sangat

kurang. Walaupun tersedia bak-bak sampah, namun sungai menjadi tempat

yang agaknya memiliki daya tarik bagi warga sekitar untuk membuang

sampah. Aliran Sungai Code juga terlihat masih kotor dengan banyaknya

sampah plastik, botol, dan sampah organik lainnya. Pengelolaan sampah

seperti adanya bak sampah ternyata belum menyelesaikan permasalahan.

Saluran sanitasi juga masih terlihat kurang baik kondisinya. Masih

terlihat pula limbah rumah tangga yang dibuang langsung ke sungai. Hal ini

tentu akan mencemari sungai. Apalagi, jika diamati, beberapa warga

membangun kolam ikan di tepian sungai dengan memanfaatkan aliran sungai.

Apabila air sungai tercemar maka akan berpengaruh pada kualitas air di

kolam tersebut. Pada akhirnya bisa timbul masalah baru seperti munculnya

penyakit. Saluran sanitasi dan drainase juga masih kurang baik. Hal ini

terlihat dari drainase yang tersumbat sampah. Hal ini mengindikasikan bahwa

kesadaran warga akan pentingnya menjaga lingkungan masih dinilai kurang.

Sebagian besar warga belum berorientasi pada kepentingan sungai dan masih

(19)

15

Masalah kebersihan juga terdapat pada ketersediaan MCK. Apabila

diamati, sebagian besar rumah telah menggunakan bahan bangunan permanen

untuk tempat MCK. Namun, kami masih menemukan adanya MCK di tepi

sungai. Hal ini mengindikasikan bahwa masih ada warga yang belum

mendapat fasilitas MCK selayaknya.

Bangunan yang terdapat di sepanjang Sungai Code sebagian besar

merupakan bangunan permanen, bahkan ketika kami datang tampak beberapa

rumah sedang melakukan renovasi dan pembangunan baru. Bangunan yang

terdapat di Kampung Code kurang sesuai dengan kriteria dan deskripsi

bangunan seharusnya di slum area. Kondisi bangunan di Kampung Code

amatan kami lebih baik daripada slum area pada umumnya. Kampung Code

amatan kami juga telah menunjukkan adanya pengorganisasian bangunan

yang cukup rapi walaupun masih terdapat gang-gang kecil yang cukup sempit

dan kotor.

Tidak seperti sungai-sungai yang ada di daerah Jakarta, Sungai Code

tidak sering menimbulkan banjir. Menurut pengakuan warga, banjir yang

terjadi yaitu disebabkan oleh lahar dingin Gunung Merapi. Banjir tersebut

juga masih bisa ditangani. Walaupun demikian, dapat diamati bahwa garis

penanda tinggi air di Sungai Code ternyata kurang diperhatikan. Penanda

ketinggian air tersebut telah usang dan angka-angkanya sudah tidak jelas

terlihat. Walaupun banjir bukan menjadi masalah utama di sungai ini, namun

tetap saja penanda ketinggian air ini menjadi komponen penting dalam

antisipasi banjir.

Kegiatan masyarakat sekitar masih ada yang bergantung pada Sungai

Code. Contohnya adalah warga yang berprofesi sebagai pencari pasir.

Kondisi sungai yang kotor tidak menjadi pertimbangan mereka dalam

mencari nafkah. Selain itu, tampak beberapa warga yang membangun kolam

ikan di pinggir sungai. Warga memanfaatkan air sungai untuk ternak ikan.

Hal ini mengindikasikan bahwa arus urbanisasi memang ternyata sangat

(20)

16

bidang pekerjaan warganya. mereka yang tidak mendapat cukup akses untuk

bekerja akhirnya mencari nafkah dari sungai tersebut.

4.6. Solusi

Menyikapi berbagai permasalahan yang timbul di kawasan kampung

Sungai Code, penulis menganalisis bahwa permasalahan yang pokok yaitu

mengenai masalah kebersihan. Untuk itu, penulis menawarkan beberapa

solusi untuk menangani permasalahan tersebut.

 Pembangunan saluran air limbah rumah tangga yang tidak langsung ke sungai. Adanya saluran ini akan meminimalisir terjadinya pencemaran air

Sungai Code.

 Meningkatkan kesadaran warga sekitar akan pentingnya kebersihan, salah satunya adalah dengan mengadakan penyuluhan. Di dalam

penyuluhan tersebut ditampilkan efek jangka pendek dan jangka panjang

yang mugkin terjadi apabila mereka terus membuang sampah

sembarangan. Penyuluhan ini tentunya didahului dengan mengajak tokoh

masyarakat sekitar kampung tersebut untuk mendukung program itu.

 Memberi pagar atau pembatas yang cukup untuk menutupi areal kosong agar tidak digunakan sebagai tempat pembuangan sampah dan

penambahan bak sampah di sekitar areal bantaran sungai.

Selain perbaikan dari segi drainase dan sanitasi, perbaikan juga dapat

dilakukan pada garis indikator ketinggian air di Sungai Code. Perbaikan

tersebut dapat berupa pengecetan ulang angka-angka penunjuk ketinggian air

agar lebih jelas. Hal ini dapat menjadi acuan bagi warga dalam menghadapi

(21)

17 BAB V

PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai

berikut:

 Kawasan perkampungan Sungai Code amatan penulis tidak sekumuh yang kebanyakan orang bayangkan selama ini. Hasil amatan lapangan

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata antara kenyataan dengan

kajian referensi tentang kriteria permukiman kumuh yang seharusnya.

 Kondisi lingkungan sekitar Sungai Code berpengaruh pada kehidupan warga sekitarnya mulai dari cara pengelolaan air limbah, sampah, hingga

mata pencahariannya.Walaupun tidak sepenuhnya dapat dikatakan kumuh,

masih terdapat berbagai permasalahan yang timbul di kawasan ini

khususnya di bidang kebersihan seperti MCK, sampah dan limbah rumah

tangga. Kesadaran warga sekitar akan lingkungan sekitarnya masih kurang

khususnya di bidang kebersihan.

 Untuk mengatasi permasalahan yang ada khususnya di bidang kebersihan lingkungan, maka dapat dilakukan dengan memperbaiki saluran limbah

dan melakukan penyuluhan tentang pentingnya menjaga kebersihan.

5.2. Saran

Penulis menyarankan agar baik dari pemerintah maupun warga sekitar

dapat memberi perhatian lebih terkait kebersihan lingkungan sekitar

permukiman tepian sungai. Saran penulis yaitu berupa solusi-solusi yang

ditawarkan untuk penanganan kawasan tersebut khususnya dalam bidang

kebersihan. Selain itu, perlu ditingkatkan kepedulian masyarakat dan inisiatif

dari warga itu sendiri untuk membangun kawasannya dengan lebih teratur.

(22)

18

mengembangkan program-program terkait pembenahan kawasan bantaran

(23)

19

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistika Kota Yogyakarta. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Kota Yogyakarta. 2013. Tersedia dari:

http://jogjakota.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/3

Badan Pusat Statistika Kota Yogyakarta. Luas Wilayah menurut Kecamatan. Tersedia dari: http://jogjakota.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/2

Kurniawan Rahmadi, Deva. Permukiman Bantaran Sungai : Pendekatan Penataan Kawasan Tepi Air. 2009. Tersedia dari:

http://penataanruang.pu.go.id/bulletin/index.asp?mod=_fullart&idart=221. Diakses tanggal 29 Oktober 2015 pukul 10.45 WIB

Mulia, EM. Tinjauan Pustaka : Permukiman Kumuh. 2011. Tersedia dari : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22314/3/Chapter%20II.pdf. Diakses tanggal 31 Oktober 2015 pukul 20.00 WIB

Gambar

Gambar 4.4.2. Tempat MCK Sumber: Survey lapangan 2015
Gambar 4.4.7. Penimbunan sampah Sumber: Survey lapangan 2015

Referensi

Dokumen terkait

Pertambahan penduduk yang terjadi secarah alamiah maupun melalui proses urbanisasi menyebabkan meningkatnya jumlah angkatan kerja yang secara tidak langsung mengharuskan pemerintah

Dalam hal tidak ada permohonan oleh Wajib Pajak tetapi diketahui oleh Bupati telah terjadi kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan

Dari uraian diatas maka dapat diuraikan masalah sebagai berikut : Apakah dengan menggunakan model pembelajaran Think-Pair-Share yang disertai dengan pemberian

untuk belajar. meskipun beliau memiliki kekurangan seperti itu, hal itu tidak menyulutkan semangat beliau sampai beliau mampu menyelesaikan pendidikan S1, S2, dan S3

Penulis mencoba membangun sebuah analisa dan perancangan sistem informasi yang akan membantu untuk mempermudah dalam pengolahan data Mahasiswa baru yang meliputi data

Selama melaksanakan KKM penulis melaksanakan beberapa kegiatan, yaitu kegiatan rutin dan kegiatan khusus, diantaranya adalah monitoring media cetak, melakukan peliputan,

9 Tahun 1975 yang mewajibkan pendaftaran nikah di Kantor Urusan Agama (KUA), tidak serta merta menghapuskan kebiasaan praktek nikah sirri tersebut. Kebiasaan ni- kah