Page 1
PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK GENERASI MUDA BANGSA INDONESIA
Afifurrahman
(Awardee LPDP PK-31, University of Aberdeen)
Topik tentang Indonesia Emas 2045 telah lama diperbincangkan oleh berbagai
kalangan di dalam berbagai kesempatan. Konon pada tahun 2045, Indonesia diproyeksikan
akan memiliki penduduk usia produktif yang proporsinya lebih besar bila dibandingkan
dengan usia non-produktif. Rata-rata usia produktif tersebut berkisar antara 25 sampai 45
tahun, yang jika dihitung mulai saat ini mereka adalah para generasi muda yang terdiri dari
balita, anak-anak, dan remaja. Dengan jumlah usia produktif yang sedemikian besar,
tentunya diharapkan pembangunan di tanah air di berbagai sektor kehidupan bisa
meningkat secara signifikan bahkan melampui target yang ditetapkan pemerintah. Oleh
karena itu, dibutuhkan usaha keras secara kolektif dari seluruh anggota masyarakat untuk
mempersiapkan mental calon-calon penerus perjuangan bangsa.
Namun, upaya untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045 tidak semudah seperti yang
dibayangkan. Arus globalisasi yang begitu kuat ditambah pesatnya kemajuan dalam bidang
teknologi informasi dan komunikasi yang disalahgunakan berbagai pihak telah
menyebabkan dekadensi moral anak cucu Indonesia. Beberapa karakter yang berakar pada
budaya nasional, seperti: religius, jujur, toleransi, semangat kebangsaan, cinta tanah air,
bersahabat, cinta damai, dan peduli sosial (Manullang, 2013)1 perlahan mulai memudar
tergantikan oleh budaya yang berasal dari bangsa luar, seperti: individualisme dan
hedonisme.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Kemdikbud, n.d.)2 individualisme dapat
diartikan sebagai paham yang menganggap diri sendiri lebih penting daripada orang lain.
Sedangkan hedonisme merupakan suatu pandangan yang menganggap kesenangan dan
kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup. Keduanya telah memicu lahirnya
karakter-karakter negatif dikalangan generasi muda, antara lain: kurangnya rasa kepedulian
sosial, sikap acuh tak acuh terhadap norma dan ajaran agama yang berlaku, serta perilaku
anarki yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai luhur Pancasila. Akibatnya,
1
Manullang, B. (2013). Grand Desain Pendidikan Karakter Generasi 2045. Jurnal Pendidikan Karakter, III(1), 1– 14.
2
Page 2
fenomena sosial seperti pergaulan bebas, tindakan kekerasan seksual, penyalahgunaan
narkoba, tawuran antar remaja terus bermunculan menghiasi kolom-kolom media massa.
Maraknya kasus kekerasan seksual di kalangan anak-anak muda Indonesia dalam
pemberitaan media beberapa tahun terakhir menjadi salah satu indikator yang
menunjukkan bahwa para calon pemimpin masa depan telah dan sedang dilanda penyakit
individualisme dan hedonisme. Fakta tersebut diperparah dengan kondisi pelaku maupun
korban yang masih di bawah umur, sehingga menurut berbagai kalangan, Indonesia sedang
berada dalam kondisi darurat kekerasan seksual. Dikutip dari laman website BBC3 Indonesia
tertanggal 16 Mei 2016, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan mencatat
sekitar 321.752 kasus kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2015 yang didominasi
oleh kekerasan seksual. Angka tersebut meningkat 9% dari tahun sebelumnya. Selain itu,
trend data Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang tertera pada laman website Wikipedia4
mulai tahun 2010 sampai 2014 menunjukkan kasus kekerasan seksual terhadap anak kian
meningkat dari tahun ke tahun. Tercatat dalam kurun waktu 2010-2014 ada 21.869.797
kasus pelanggaran hak anak dimana 42%-58% adalah kejahatan seksual.
Mengingat begitu peliknya permasalahan sosial yang muncul di tengah-tengah
masyarakat sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, maka peran pendidikan karakter
menjadi sangat krusial. Pendidikan karakter diyakini dapat menjadi solusi yang tepat untuk
memperbaiki keadaan masyarakat (Lickona, 2004)5, terutama moral anak bangsa. Perbaikan
terhadap moral anak bangsa menjadi langkah awal untuk meminimalisir timbulnya
krisis-krisis kepribadian dan sosial, yang pada akhirnya akan berimplikasi pada terwujudnya
Indonesia Emas 2045. Oleh karena itu, pembangunan karakter (character building)haruslah
menjadi prioritas dalam dunia pendidikan sesuai dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional6 No.20 Tahun 2003 yang mengamanatkan agar pendidikan lebih diarahkan untuk
mencetak generasi muda yang berkarakter mulia.
3
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/05/160516_indonesia_kekerasan_seksual 4https://id.wikipedia.org/wiki/Kejahatan_seksual_terhadap_anak_di_Indonesia
5
Lickona, T. (2004). Character Matters (Persoalan Karakter): bagaimana membantu anak
mengembangkan penilaian yang baik, integritas, dan kebajikan penting lainnya; Penerjemah, Juma Abdu Wamaungo & Jean Antunes Rudolf Zien. (U. Wahyudin & D. Budimansyah, Eds.). Jakarta: PT Bumi Aksara.
6
Page 3
Terdapat tiga fungsi utama dari pendidikan karakter (Zubaedi, 2011)7, yaitu:
1. Pendidikan karakter berfungsi membentuk dan mengembangkan potensi peserta didik
agar berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku baik sesuai dengan falsafah hidup
Pancasila.
2. Pendidikan karakter berfungsi memperbaiki dan memperkuat peran keluarga, satuan
pendidikan, masyarakat, dan pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan
bertanggungjawab dalam pengembangan potensi warga negara dan pembangunan
bangsa menuju bangsa yang maju, mandiri, dan sejahtera.
3. Pendidikan karakter berfungsi memilah budaya bangsa sendiri dan menyaring budaya
bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang
bermartabat.
Ketiga fungsi utama pendidikan karakter tersebut memiliki keterkaitan satu dengan
yang lain dimana fungsi ke-2 menempati posisi yang paling sentral. Berbicara tentang
pendidikan karakter tidak pernah terlepas dari peran serta seluruh elemen masyarakat,
mulai dari lingkup terkecil yaitu keluarga, institusi pendidikan, lembaga sosial
kemasyarakatan, pemerintah, dan masyarakat itu sendiri. Rasa kebersamaan untuk peduli
terhadap pembangunan karakter anak bangsa menjadi kunci keberhasilan dalam
membentuk dan mengembangkan potensi yang baik dalam diri peserta didik (fungsi ke-1).
Ketika seorang anak telah berpikir dengan baik, berhati baik, dan berperilaku baik sesuai
dengan tuntunan Pancasila, maka dia akan mampu menahan berbagai serangan budaya
asing yang bertentangan dengan budaya bangsanya (fungsi ke-3).
Salah satu metode yang dapat dipraktikkan dalam pendidikan karakter ialah
keteladanan (Saleh, 2012)8. Keteladanan dalam mencontohkan karakter-karakter yang baik
di hadapan generasi muda sangat sesuai diterapkan dalam berbagai situasi dan kondisi.
Sebagai contoh, dalam lingkungan keluarga, orang tua dapat memberikan contoh kepada
buah hatinya bagaimana mengucapkan salam ketika hendak berpergian ke luar rumah, sikap
yang harus ditunjukkan ketika tamu berkunjung, dan bertutur kata yang baik ketika
berinteraksi dengan tetangga. Dalam lingkungan sekolah misalnya, para guru dapat
e erika o toh kepada peserta didik agai a a erdo’a ketika hendak membuka
7
Zubaedi, Z. (2011). Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan (Edisi ke-1). Jakarta: Kencana.
8Saleh, A. M. (2012).
Page 4
pelajaran, etika-etika yang harus ditunjukkan ketika berdiskusi dalam proses pembelajaran,
seperti: mendengarkan dengan baik pendapat teman serta bagaimana merespon balik
pendapat tersebut, dan lain sebagainya.
Sebagai kesimpulan, Indonesia Emas 2045 merupakan momen yang paling
dinanti-nanti oleh seluruh rakyat Indonesia dan generasi muda menjadi aktor kunci untuk
merealisasikannya. Oleh karena itu, mempersiapkan mereka sebagai calon pemimpin
bangsa melalui pendidikan karakter adalah salah satu langkah yang tepat untuk dilakukan