• Tidak ada hasil yang ditemukan

MANAJEMEN KONFLIK YANG MELIBATKAN TIGA P

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MANAJEMEN KONFLIK YANG MELIBATKAN TIGA P"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

22

MANAJEMEN KONFLIK YANG MELIBATKAN TIGA PIHAK

(Studi pada Konflik Tambang Emas Tumpang Pitu Banyuwangi)

Oleh: Muhammad Habibi

PENDAHULUAN

Awal tahun 2008, ketegangan muncul di kampung nelayan Pulau Merah,

Desa Sumberagung, Kecamatan Pasanggaran, Kabupaten Banyuwangi. Pro-kontra

konflik muncul di tengah masyarakat mengiringi rencana eksploitasi PT Indo

Multi Niaga (IMN) di kawasan itu. PT Indo Multi Niaga terindikasi merupakan

mitra dari Intrepid Mines Limited Australia yang kepemilikan sebagian sahamnya

di Indonesia disinyalir dimiliki oleh Surya Paloh yang juga merupakan bos dari

Media Group. Berdasarkan paparan PT IMN pada saat itu, jumlah cadangan bijih

emas Tumpang Pitu mencapai sekitar 9,6 juta ton dengan kadar emas rata-rata

mencapai 2,39 ton. Sedangkan jumlah logam emas sekitar 700 ribu ton.

Penambangan dilakukan dengan metode tambang dalam (underground mining)

dengan skala produksi mencapai 1.577 ton per tahun. Total investasi awal yang

disiapkan PT IMN mencapai US$ 4,3 juta.1

Pada periode 2005-2010, Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dipimpin

Bupati Ratna Ani Lestari mendukung rencana PT IMN dengan dalih bahwa

cadangan emas Tumpang Pitu akan mampu menyumbang 10-20 persen

Pendapatan Asli Daerah (PAD). Surat Keputusan Bupati Banyuwangi nomor

188/05/KP/429.012/2007 menjadi dasar bagi PT IMN untuk melakukan

1

(2)

23

eksplorasi. Penelusuran lebih lanjut, Gubernur Jawa Timur periode itu, Imam

Utomo merekomendasikan eksplorasi PT IMN di Tumpang Pitu dengan

menandatangani surat nomor 522/7150/021/2007. Dukungan pusat memperkuat

dengan ijin yang diterbitkan Menteri Kehutanan periode itu, M.S. Kaban dengan

ijin eksplorasi kepada PT IMN untuk jangka waktu dua tahun terhitung sejak 27

Juli 2007 melalui surat bernomor S.406/MENHUT-VII/PW/2007.2

Berakhirnya era kepemimpinan Bupati Ratna Ani Lestari (2005-2010) dan

terpilihnya Bupati Abdullah Azwar Anas untuk memimpin Kabupaten

Banyuwangi periode 2010-2015 menjadi periode baru bagi penguasaan di

kawasan pertambangan emas Tumpang Pitu. PT Indo Multi Niaga pada tahun

2012 mengalihkan sahamnya kepada PT Bumi Suksesindo. PT Bumi Suksesindo

merupakan perusahaan yang dikuasai oleh Edwin Soeryadjaya, merupakan bos

dari PT Adaro Energy, Tbk dan Saratoga Investama Sedaya. Pada saat ini,

Pemerintah Kabupaten Banyuwangi telah menyepakati Izin Usaha Pertambangan

(IUP) kepada PT Bumi Suksesindo selaku perusahaan yang mengeksplorasi

kawasan tambang emas Tumpang Pitu.

Keberadaan tambang emas Tumpang Pitu yang terletak di Desa

Sumberagung Kecamatan Pesanggaran Kabupaten Banyuwangi tersebut,

menimbulkan permasalahan konflik yang bukan hanya mengenai dampak

lingkungan dari adanya kegiatan pertambangan. Namun lebih jauh juga

menyangkut masalah bagi hasil yang diajukan oleh Pemerintah Daerah hingga

manfaat yang bisa diterima oleh masyarakat sekitar kawasan pertambangan yang

2

(3)

24

secara langsung juga merasa dirugikan terkait adanya kegiatan pertambangan.

Warga masyarakat Desa Sumberagung yang terdampak langsung kegiatan

pertambangan telah melakukan perlawanan-perlawanan. Perlawanan tersebut

seperti melakukan perusakan atas alat-alat pertambangan ketika proses eksplorasi

dipegang oleh PT IMN hingga melakukan aksi-aksi unjuk rasa menuntut adanya

kompensasi. Pada Januari 2014, ratusan warga masyarakat berunjuk rasa di depan

kantor PT Bumi Suksesindo untuk menuntut adanya kompensasi yang belum

mencapai titik temu, padahal dalam klausul kontrak pertambangan saat ini,

Pemerintah Kabupaten Banyuwangi memperoleh 10 persen saham pertambangan

emas Tumpang Pitu.

Kerusakan lingkungan terkait dengan adanya perusahaan tambang

memang menjadi persoalan tersendiri bagi Pemerintah Kabupaten Banyuwangi

memiliki potensi tambang emas yang terletak di Hutan Lindung Gunung

Tumpang Pitu Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran. Kecamatan

Pesanggaran terletak sekitar 60 km dari Kota Banyuwangi. Konflik yang terjadi di

Kecamatan Pesanggaran disebabkan oleh eksplorasi tambang emas oleh PT Bumi

Suksesindo. Masyarakat beranggapan jika perusahaan tambang tersebut

beroperasi maka akan mengakibatkan kerusakan hutan lindung yang mereka jaga

selama ini dan mata pencaharian sebagai nelayan serta bertani akan terancam.

Kegiatan eksplorasi tambang yang dilakukan oleh PT Bumi Suksesindo

memberikan dampak dan perubahan fisik pada Hutan Lindung Gunung Tumpang

Pitu. Dampak yang dapat dilihat dari hasil eksplorasi tambang adalah rusaknya

(4)

25

air laut, muncul dan berkembangnya konflik di masyarakat, serta munculnya

tambang emas ilegal di Hutan Lindung Gunung Tumpang Pitu. Ijin eksplorasi

tambang berubah menjadi eksploitasi namun hal ini dianggap cacat hukum karena

tanpa melalui sidang paripurna. Perubahan ijin pertambangan tersebut

mendapatkan respons dari berbagai pihak dan mengakibatkan munculnya sebuah

konflik dalam masyarakat.

Kegiatan pertambangan emas di Gunung Tumpang Pitu yang akan

dikelola oleh PT Bumi Suksesindo menarik perhatian dari berbagai kalangan yang

perduli terhadap lingkungan misalnya Wahana Lingkungan Hidup (Walhi),

Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Konsorsium Advokasi Rakyat Sekitar

Tambang (KARST), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan masyarakat

Kecamatan Pesanggaran. Serta adanya respons masyarakat yang dilakukan untuk

menolak kegiatan pertambangan adalah dengan melakukan berbagai aksi seperti

aksi demonstrasi, dan audiensi dengan aparat pemerintahan hingga pengerusakan.

PEMETAAN KONFLIK (CONFLICT MAPPING)

Kecamatan Pesanggaran adalah salah satu kecamatan di Banyuwangi yang

memiliki luas paling luas (selain Kecamatan Tegaldlimo). Wilayahnya terdiri dari

hutan tropis di utara dan pesisir pantai di selatan. Di Kecamatan Pesanggaran

banyak terdapat gunung-gunung dengan dengan ketinggian yang tidak terlalu

tinggi seperti Gunung Tumpangpitu (489 meter), Gunung Lampon (180 meter),

Gunung Tembakur (458 meter), Gunung Gendong (893 meter), Gunung

Sumbadadung (520 meter) dan Gunung Permisan (587 meter). Selain itu di

(5)

26

objek wisata yang dikunjungi oleh wisatawan lokal dan mancanegara seperti

Teluk Hijau, Pantai Sukamade, Pantai Rajegwesi, Pulau Merah, Pantai Pancer dan

Pantai Lampon. Kecamatan Pesanggaran juga menjadi tempat wilayah konservasi

Taman Nasional Meru Betiri yang melindungi spesies penyu hijau dan banteng

jawa.

Pada periode 2006-2011, saat berita mengenai kandungan emas di Gunung

Tumpang Pitu mulai menyeruak, banyak warga desa yang ikut-ikutan menambang

emas di area ini dengan peralatan seadanya. Kegiatan penambangan ilegal ini

sempat menimbulkan korban karena tertimbun galian. Beberapa usaha pernah

dilakukan pihak berwenang untuk menutup dan menertibkan kegiatan

penambangan liar ini. Hingga akhirnya kini area tambang tersebut dikelola oleh

PT. Bumi Suksesindo. Dampak dari penambangan liar itu adalah, dimana banyak

warga desa yang menemukan emas dari kegiatan itu dan menjadi kaya mendadak,

pada masa itu warga beramai-ramai merenovasi rumah dari uang hasil penjualan

emas.

Penolakan tambang yang dilakukan warga bertahun-tahun tidak ada

perubahan justru kegiatan pertambangan tetap dilakukan bahkan hanya pindah

tangan antar PT. Warga menolak namun kegiatan penambangan masih dilakukan

yang terbaru di lakukan oleh PT BSI dan PT BSI sudah mengantongi ijin dari

pemerintahan setempat. Warga kecewa dan salah satu faktor juga ketika warga

menginginkan mediasi antara PT dan warga namun PT tidak menemui warga dan

tidak ada yang mewakili. Hingga akhirnya warga berduyun-duyun datang ke

(6)

dorong-27

dorongan antara warga dan pihak aparat. Akhirnya warga berorasi dan

menyampaikan aspirasi di depan perusahaan dan dijaga aparat kepolisian seperti

yang ada dalam rekaman ketika warga berdemo. Bahkan statment yang

dikeluarkan kapolres Banyuwangi menyulut amarah warga yang mengatakan

bahwa “Saya baru tahu bahwa masyarakat Banyuwangi tidak punya Etika” maka

warga marah.

KRONOLOGIS KONFLIK TAMBANG EMAS TUMPANG PITU

Berikut kronologi konflik yang terjadi di pertambangan emas di Gunung

Tumpang Pitu yang di olah dari berbagai sumber:

1. Mei 2006, Bupati Banyuwangi (2005-2010) Ratna Ani Lestari

mengeluarkan izin kuasa eksplorasi kawasan hutan lindung dan produksi

seluas 11.621,45 hektare kepada PT Indo Multi Niaga.

2. Tahun 2007, PT Indo Multi Niaga melakukan kerja sama pembiayaan

dengan Intrepid Mines Ltd yang berpusat di Australia. Intrepid

mengeluarkan dana Rp 1 triliun untuk eksplorasi Tumpang Pitu.

3. 25 Januari 2010, Bupati Ratna Ani Lestari menerbitkan izin usaha

produksi (IUP) di kawasan hutan lindung dan produksi seluas 4.998

hektare kepada PT Indo Multi Niaga selama 20 tahun. Namun untuk

berproduksi, perusahaan membutuhkan izin dari Menteri Kehutanan.

Tahun 2007-2011, masyarakat sekitar tambang dan daerah yang berpotensi

(7)

28

4. Agustus 2011, ribuan warga yang menjadi penambang rakyat membakar

aset PT IMN. Mereka meminta agar pemerintah kabupaten mengizinkan

warga ikut menambang.

5. Juli 2012, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menyetujui

pengalihan IUP dari PT Indo Multi Niaga ke PT Bumi Suksesindo.

6. Maret 2013, Intrepid Mines Ltd menggugat Bupati Banyuwangi Azwar

Anas ke PTUN Surabaya.

7. September 2013, Intrepid kalah, ajukan banding ke PT TUN. Intrepid juga

menggugat PT IMN ke Arbitrase Singapura. Namun akhirnya Intrepid

bersedia mencabut gugatan setelah diberi ganti rugi.

8. September 2013, PT Merdeka Serasi Jaya (induk perusahaan PT BSI)

memberikan saham 10 persen kepada pemerintah Kabupaten Banyuwangi.

9. November 2013, Menteri Kehutanan melalui Surat Keputusan Nomor

826/2013 tertanggal 19 November 2013 menyetujui alih fungsi hutan

lindung Tumpang di gunung tersebut menjadi hutan produksi. Dengan

turunnya status ini, pertambangan emas PT Bumi Suksesindo bisa

dilakukan secara terbuka.

10.Tahun 2014, PT Bumi Suksesindo melakukan pembangunan infrastruktur

menjelang eksploitasi pada 2016. Sejumlah warga Dusun Pancer, Desa

Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, Jawa

Timur mengalami luka tembak, setelah terlibat bentrok dengan anggota

(8)

29

aktivitas tambang emas PT. Bumi Suksesindo (BSI) di kawasan Gunung

Tumpang Pitu.

11.25 November 2015, warga yang berjumlah sekitar 300-an menyerbu

gudang PT. BSI, melakukan aksi pembakaran serta perusakan sejumlah

fasilitas dan kendaraan. Aksi ini dipicu ketidakpuasan warga terhadap

hasil pertemuan dengan Manajemen PT. BSI yang difasilitasi Polres

Banyuwangi. Intinya, warga menolak dan tidak setuju terhadap aktivitas

penambangan emas di kawasan Gunung Tumpang Pitu. Warga menolak

penambangan itu dengan melakukan aksi, karena mediasi gagal dilakukan.

Warga juga tersinggung dengan perkataan Kapolres Banyuwangi yang

mengatakan “Saya baru tahu kalau masyarakat Banyuwangi tidak

memiliki etika.” Hal tersebutlah yang membuat masyarakat akhirnya

marah dan membuat mereka mengamuk sehingga hal tersebut memjadi

salah satu pemicu pecahnya konflik pada tanggal.3

Kemarahan masyarakat kemudian dilampiaskan dalam bentuk aksi

anarkis warga di sekitar area pertambangan masyarakat yang mengamuk

membakar fasilitas kantor yang ada dan turut membakar 2 kendaraan

motor milik kantor. Keadaan yang begitu tegang membuat pihak

kepolisian kemudian melepaskan tembakan peluru karet yang ditujukan

pada masyarakat yang tengah mengamuk setidaknya 3 warga terkena

tembakan peluru karet 2 orang terkena di telinga dan satu warga tekena

tembakan di paha yang kemudian dibawa ke rumah sakit. Hal ini justru

3

(9)

30

membuat warga marah dan geram sehingga balik melempari aparat dengan

batu. Respon warga terhadap polisi membuat polisi akhirnya memburu

pelaku pelemparan batu dirumah warga. Dari pencarian ini rumah warga

menjadi sasaran aparat 1 televisi warga dirumah dan sebuah sepeda motor

rusak.

12.22 November dan yang terakhir 25 November 2015. Warga menolak

karena takut dampak yang terjadi bila Tumpang Pitu dijadikan tambang

emas. Gunung Tumpang Pitu diyakini warga sebagai pelindung dari tiupan

angin barat daya serta bencana tsunami. Rere Christanto, Divisi Advokasi

dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Timur

menyebut, pelepasan kawasan pesisir selatan Jawa untuk wilayah

pertambangan dipastikan akan memicu konflik sosial yang melibatkan

warga karena bersentuhan langsung dengan lahan. Selain itu, pemanfaatan

kawasan pesisir untuk pertambangan tidak sesuai dengan rencana tata

ruang nasional maupun provinsi. “Kawasan itu sudah dinyatakan rawan

bencana tsunami juga merupakan area produktif untuk budidaya pertanian

maupun perikanan nelayan tradisional.”4

Walhi Jawa Timur mempertanyakan turunnya izin penambangan

oleh PT. BSI yang dinilai sarat kepentingan. Perijinan yang diberikan

pemerintah terkesan cepat dikeluarkan, yang diawali perubahan status

Gunung Tumpang Pitu dari hutan lindung menjadi hutan produksi. “Ini

menyalahi aturan, sebelumnya Tumpang Pitu ditetapkan sebagai kawasan

4

(10)

31

lindung,” ujar Rere. Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan saat itu, pada 19

November 2013, telah tega mengubah status Hutan Lindung Gunung

Tumpang Pitu dari hutan lindung menjadi hutan produksi melalui Surat

Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK 826/Menhut-II/2013.5

Hutan seluas 1.942 hektar didorong oleh usulan Bupati

Banyuwangi Abdullah Azwar Anas melalui surat Nomor

522/635/429/108/2012 tanggal 10 Oktober 2012 dengan luasan 9.743,28

hektar atau 5 kali dari yang disetujui Menteri Kehutanan. “Di kawasan

hutan lindung tidak diperbolehkan melakukan aktivitas pertambangan

terbuka, ini sesuai Undang-Undang No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.

Dengan diturunkan menjadi hutan produksi, tambang emas bisa berjalan,”

lanjut Rere. Penurunan status hutan lindung menjadi hutan produksi demi

penambangan emas merupakan tindakan berisiko tinggi. “Pemerintah

Pusat dan Provinsi harus evaluasi seluruh izin pertambangan di pesisir

selatan Jawa.”6

Sebagai Kawasan Rawan Bencana, Gunung Tumpang Pitu pernah

dihantam Tsunami pada 3 Juni 1994. Memberi kemudahan izin

penambangan sangat membahayakan keselamatan masyarakat yang ada di

sekitar Tumpang Pitu. Eksploitasi emas di Tumpang pitu juga akan

mengancam kehidupan masyarakat yang menggantungkan hidup sebagai

petani dan nelayan. Aktivitas ribuan truk yang mengeruk Tumpang Pitu

dipastikan akan berpengaruh terhadap hasil pertanian masyarakat, karena

5 Ibid. 6

(11)

32

fungsi hutan sebagai kawasan resapan atau penyimpan sumber air akan

hilang. Pencemaran limbah yang dibuang langsung ke laut akan merugikan

kehidupan nelayan yang sangat bergantung dari tangkapan ikan.

Air merupakan elemen penting dan utama dari sebuah proses

pemurnian emas yang dilakukan perusahaan tambang, termasuk di

Tumpang Pitu. Kajian kebutuhan air yang pernah dilakukan Jaringan

Advokasi Tambang (Jatam) pada 2008 menyebutkan, pemurnian emas

membutuhkan air dalam jumlah sangat besar. Diperkirakan, aktivitas

tambang emas di Tumpang Pitu menghisap air sebanyak 2,038 juta liter

setiap hari. Rere mengatakan bahwa Jumlah kerukan tanah sebanyak 8.219

truk per hari merupakan ancaman kematian bagi dunia pertanian

khususnya di Kecamatan Pesanggaran, Banyuwangi.

Solusi konflik yang dapat diberikan pada permasalahan kali ini adalah

seharusnya mengkaji terlebih dahulu kebijakan-kebijakan yang akan dikeluarkan.

Seharusnya pemerintah mempertimbangkan secara matang terhadap surat

keputusan yang dibuat. Dalam artian tidak hanya demi kepentingan sesaat. Namun

juga memperhatikan efek domino yang berimbas pada masyarakat sekitar.

Selain itu ada beberapa solusi yang dapat kami berikan:

1. Mediasi antara pemerintah dengan masyarakat harus dilakukan. Dalam

artian apakah keputusan itu akan memberikan keuntungan ataukah

kerugian bagi masyarakat.

2. PT terbuka yang mengelola tambag dirubah kepada perusahaan publik dan

(12)

33

3. Menghapus secara total UU dan aturan yang meliberalisasi aset negara.

Kemudian aturan disesuaikan dengan sistem ekonomi kerakyatan dalam

pengelolaan SDA. Serta memilih pejabat yang amanah untuk mengemban

tugas mengelolanya.

4. Meminta bantuan teknisi, tenaga ahli, dan memanfaatkan potensi sumber

daya manusia untuk mengelola dan mengeksplorasi tambang. Tujuannya

untuk mengkaji segala bentuk dampak, recovery alam, dan pengaturan

produksi. Mereka digaji karena aqad bekerja.

5. Memberikan edukasi kepada rakyat baik secara politik, ekonomi, dan

sosial untuk memunculkan kewaspadaan pada ide yang rusak. Ide itulah

yang disebut neo-liberalisme yaitu menyerahkan pengelolaan SDA pada

swasta lokal dan internasional. Selain itu, ada neo-imprealisme yakni

penjajahan gaya baru dengan cara menguasai sumber kekayaan rakyat dan

menyuap pejabat yang korup, komprador, dan nakal.

6. Memberikan kesadaran untuk menjaga alam dan lingkungan sekitar dari

kerusakan akibat ulah tangan manusia. Jangan sampai atas nama

kerakusan segelintir orang, mengorbankan banyak orang.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa:

1. Terjadinya penambangan emas rakyat merupakan dampak diijinkanya

penambangan emas oleh PT Indo Multi Niaga (PT.IMN) oleh pemerintah.

(13)

34

bentang alam dan lingkungan serta menurunya nilai tatanan sosial pada

sebagaian masyarakat utamanya dalam bidang moral dan kebersamaan,

2. Penurunan status hutan lindung menjadi hutan produksi demi

penambangan emas merupakan tindakan berisiko tinggi. “Pemerintah

Pusat dan Provinsi harus evaluasi seluruh izin pertambangan di pesisir

selatan Jawa.” Sebagai Kawasan Rawan Bencana, Gunung Tumpang Pitu

pernah dihantam Tsunami pada 3 Juni 1994. Memberi kemudahan izin

penambangan sangat membahayakan keselamatan masyarakat yang ada di

sekitar Tumpang Pitu. Eksploitasi emas di Tumpang pitu juga akan

mengancam kehidupan masyarakat yang menggantungkan hidup sebagai

petani dan nelayan.

3. Aktivitas ribuan truk yang mengeruk Tumpang Pitu dipastikan akan

berpengaruh terhadap hasil pertanian masyarakat, karena fungsi hutan

sebagai kawasan resapan atau penyimpan sumber air akan hilang.

Pencemaran limbah yang dibuang langsung ke laut akan merugikan

kehidupan nelayan yang sangat bergantung dari tangkapan ikan.

4. Sejumlah warga Dusun Pancer, Desa Sumberagung, Kecamatan

Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur mengalami luka

tembak, setelah terlibat bentrok dengan anggota polisi. Bentrok dipicu aksi

unjuk rasa dan penolakan warga terkait aktivitas tambang emas PT. Bumi

Suksesindo (BSI) di kawasan Gunung Tumpang Pitu. Warga yang

berjumlah sekitar 300-an menyerbu gudang PT. BSI, melakukan aksi

(14)

Referensi

Dokumen terkait

Ada beberapa karakter yang muncul pada diri mahasiswa ketika mereka mengikuti proses pembelajaran dengan model lesson study , yaitu mahasiswa menjadi berani dan percaya diri. Hal

[r]

[r]

Visual Basic used to create a Graphical User Interface (GUI) that act as control panel to the FIDS system.. The system able to capture and store data by using suitable

[r]

kalangan pejabat tinggi, PJK dan pengusaha. Namun jika masyarakat juga mengerti akan pencucian uang maka masyarakat akan mengetahui dampak yang ditimbulkannya dan

Sesuai kqntrak tersebut di atas, maka Pihak Kedua berhak menerima pembayaran dari Pihak Kesatu dengan uraian sebagai berikut : It Pefiitungan Pembayaran :.. Nilai

Hasil dari penerapan Sanglot Kakilitan pada desain interior Barometer Café adalah menciptakan sebuah tempat interaksi sosial yang dirancang untuk memenuhi latar belakang