“Guru, Digugu dan Ditiru”
Kita jadi bisa menulis dan membaca, karena siapa? Kita jadi tahu beraneka bidang ilmu, karena siapa? Kita jadi pintar dibimbing pak Guru
Kita jadi tahu dibimbing bu Guru Guru bak pelita penerang dalam gulita Jasamu tiada tara..
Mendadak lagu tentang jasa guru yang sering saya dengar pada saat SD terngiang kembali. Bagi saya, dan mungkin semua orang yang ada di dunia ini, guru memegang porsi penting dalam kehidupan kita. Berkat jasa mereka, kita bisa menjadi seperti saat ini. Jikalau ada dosen saya yang mengatakan bahwa Guru adalah kepanjangan tangan Tuhan, benarlah itu.
Berbagai macam kenakalan remaja mulai menghinggapi anak-anak dari berbagai rentang usia, mulai dari anak SD, SMP, hingga SMA. Kenakalannya pun bermacam-macam, mulai dari sekedar melawan orang tua dan guru, membolos sekolah, berpacaran, tawuran, mencuri, sampai penggunaan narkoba. Apabila hal ini dibiarkan, tentunya akan menjadi masalah besar bagi masa depan generasi muda Indonesia tercinta. Saya ngeri membayangkan, akan menjadi apa negeri ini apabila generasi mudanya berlarut dalam penyimpangan ini?
Tentunya ada beberapa faktor yang menyebabkan fenomena kenakalan remaja ini. Dalam hal ini saya ingin menyoroti besarnya peran guru sebagai orang tua kedua siswa dalam hubungannya terhadap fenomena kenakalan remaja.
Ada pepatah yang mengatakan, “Children learn from what they see, they hear, and they do.” Yang artinya, anak-anak belajar dari apa yang mereka lihat, apa yang mereka dengar, dan apa yang mereka lakukan. Guru, sebagai sosok manusia yang dilihat oleh siswa dalam kesehariannya menjadi sumber belajar siswa, baik dalam perkataannya maupun tindak-tanduknya.
Asal kata Guru berasal dari bahasa Jawa yaitu ‘Digugu’ atau dipatuhi dan ‘Ditiru’ atau dicontoh. Yang berarti bahwa seorang guru adalah Ia yang kata-katanya dipatuhi dan perilakunya senantiasa dicontoh oleh murid-muridnya.
Cobalah tanya pada diri kita sendiri, siapakah guru yang perkataannya senantiasa menyejukkan dan kita patuhi serta tingkah lakunya menjadi contoh bagi kita? Berapa banyakkah guru kita yang seperti itu? Bersyukurlah bagi kita yang menemukan sosok guru seperti itu.
merokok pada saat mengajar, berdua-duaan dengan bukan mahramnya, mungkin saja tidak sadar bahwa ada mata siswa yang merekam perilakunya yang di kemudian hari akan menjadi justifikasi pembenaran perilaku yang serupa.
Na’udzubillah, dari hal itu kita dapat melihat betapa fatalnya kesalahan ucap maupun tindakan yang dilakukan oleh seorang Guru.
Dalam tulisan ini saya ingin mengajak para Guru untuk mengingat kembali hakikat ‘Digugu dan Ditiru’ dalam setiap ucap dan tingkah laku. Guru tentunya bukanlah Dewa dan selalu benar, akan tetapi kesadaran bahwa kita adalah contoh hidup bagi anak didik kita semoga bisa menjadi pengontrol agar senantiasa menjaga setiap ucapan dan tindakan kita.
Desa Kiwu, 2 April 2013
Profil Penulis :
Nama : Ghina Sartika, S.A.
TTL : Majalengka, 04 Agustus 1989
No.HP : 081-2949-7573 atau 0878-5174-5096
Email : ghinasartika2007@gmail.com
No. Rekening : Bank Syariah Mandiri cabang Sawangan Depok No. 7048386126