• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah S2 Telaah Integritas dan Otent

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Makalah S2 Telaah Integritas dan Otent"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

TELAAH INTEGRITAS DAN OTENTISITAS AL-

QUR’A

>N

DALAM TRADISI SUNNI DAN SYI>

AH

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah:

KAJIAN AL-

QUR’A

>

N ORIENTALIS

Dosen Pengampu: Dr. Phil. Al Makin, M.A.

Oleh:

Ahmadi Fathurrohman Dardiri (1220510030)

PROGRAM STUDI AGAMA DAN FILSAFAT

KONSENTRASI STUDI QUR‟AN DAN HADIS

PROGRAM PASCASARJANA

UIN SUNAN KALIJAGA

(2)

PENDAHULUAN

Perdebatan teologis dalam Isla>m menarik untuk dikaji, salah satunya faksi Sunni dan Syi>„ah. Yang disayangkan justru kemunculannya bukan berlatar-belakang teologi murni melainkan lahir karena pandangan politik perihal siapa yang berhak mewarisi kepimpinan umat Islam sepeninggal Nabi Muh}ammad.1

Perdebatan tersebut menjadi menarik ketika membahas pandangan kedua faksi tersebut tentang otentisitas al-Qur‟a>n. Di satu sisi pandangan Sunni-awal menyodorkan fakta ketidak-sempurnaan al-Qur‟a>n dalam pengumpulannya, di sisi lain Syi>„ah-awal, dengan merujuk sumber Sunni-awal, turut serta mempersoalkan kecacatan al-Qur‟a>n tersebut. Meski Sunni dan Syi>„ah belakangan “sepakat” untuk tidak lagi mempersoalkan otentisitas al-Qur‟a>n, kalangan Syi>„ah ekstrimis bersikukuh akan ketidak-sempurnaan al-Qur‟a>n sehingga dirasa perlu merujuk kepada al-Qur‟a>n “versi”„Ali.2

Makalah ini berisi sub-bab yang disusun secara kronologis. Artinya, telaah atas tulisan ini hendaknya dilakukan secara runtut, dengan harapan pertanyaan “mengapa terjadi perdebatan sengit perihal otentisitas al-Qur‟a>n di kalangan Islam” dapat dengan jelas dan lugas terjawab.

Makalah ini terdiri atas: 1) pendahuluan: yang menjadi pengantar secara khusus kepada perdebatan Sunni-Syi>ah mengenai intergritas dan otentisitas al-Qur‟a>n, 2) pandangan Sunni-Syi>„ah awal perihal otentisitas al-Qur‟a>n, dengan menyuguhkan data-data mengenai ayat-ayat al-Qur‟a>n yang luput dari pencatatan tim pengumpul al-Qur‟a>n versi „Us|ma>n, 3) faksi Syi>„ah ekstrimis yang berseberangan sikap Sunni-Syi>„ah moderat sehingga memperuncing perdebatan otentisitas al-Qur‟a>n, adapun usaha-usaha Sunni-Syi>„ah moderat menyongosong kajian “baru” al-Qur‟a>n tanpa perselisihan juga dipaparkan, dan 4) kesimpulan yang menggambarkan di balik perdebatan otentisitas al-Qur‟a>n yang pelik.

1 Slamet Untung, Melacak Historisitas Syi>ah: Kontrovesi Seputar Ahl al-Bait Nabi

(Semarang: Pustaka Rizki Putra Semarang, 2009), hlm. 3.

2Hossein Modarressi, “Early Debates on The Integrity of The Qur‟an: A BriefSurvey”

(3)

PANDANGAN SUNNI-SYI>‘AH AWAL PERIHAL OTENTISITAS AL

-QUR’A>N

Pandangan umum Sunni perihal historisitas al-Qur‟a>n adalah sebagai berikut. Pertama. Bahwa penulisan al-Qur‟a>n tuntas ketika Nabi masih hidup.3 Hal ini menjadi mungkin karena Nabi memiliki kutta>b al-wahy yang senantiasa siap diminta Nabi untuk menulis ayat-ayat al-Qur‟a>n setiap kali diturunkan.4

Kedua. Bahwa kegiatan penghimpunan al-Qur‟a>n dilakukan selama 3 kali. Satu kali pada saat Nabi masih hidup, sebagaimana pengakuan Zaid bin S|a>bit, “Kunna> „inda Rasu>lilla>h nuallif al-Qur‟a>n min al-riqa>…”.5 Kedua kalinya dihimpun pada kekhalifahan Abu> Bakr atas insiatif „Umar. Ketika itu terjadi Perang Yama>mah dan para huffa>d} al-Qur‟a>n berguguran. „Umar berinisiatif dengan mengusulkan kepada Abu> Bakr perihal pengumpulan naksah yang ada pada sahabat. Abu> Bakr setuju dan menunjuk Zaid bersama timnya sebagai pihak yang diberi wewenang penuh pengumpulan al-Qur‟a>n. Metode yang ditempuh Zaid dalam menyeleksi naskah yang diterima mensyaratkan minimal dikuatkan oleh dua saksi,6 sehingga yang tidak memenuhi unsur ini tertolak. Salah satu di antara tertolak adalah ayat yang disampaikan „Umar (tentang hukuman rajam), karena tidak dapat menunjukkan bentuk fisik naskahnya.7 Sekumpulan naskah tersebut lalu disimpan Abu> Bakr hingga wafatnya, lalu berada di tangan „Umar

Ulumul Qur‟an (Kediri: CV. Azhar Risalah, 2011), hlm. 8.

5 Jala>l al-Di>n al-S}ayu>t}i>, al-Itqa>n fi>„Ulum al-Qur‟a>n, juz II, hlm. 378.

6 Tidak diketahui pasti sumber hadis mengenai keharusan dua saksi dalam penyeleksian

naskah al-Qur‟an. Namun demikian, hal ini tidak bertentangan dengan spirit ajaran al-Qur‟an

mengenai “persaksian”, yaitu minimal dua saksi, sebagaimana salam QS 2:282. Namun demikian

ada seseorang kesaksiannya dinilai sebagai 2 saksi oleh Nabi, yaitu Khuzaymah z|u> al-Syaha>datain.

Hossein Modarressi, “Early Debates on The Integrity…, hlm. 15.

7 Jala>l al-Di>n al-S}ayu>t}i>, al-Itqa>n fi>„Ulum al-Qur‟a>n, juz II, hlm. 385. Namun demikian,

tidak diketahui apa bunyi ayat yang dimaksud.

8

Jala>l al-Di>n al-S}ayu>t}i>, al-Itqa>n fi>„Ulum al-Qur‟a>n, juz II, hlm. 379. Jumlah huffa>z}

al-qur‟a>n yang wafat tidak bisa dipastikan. Pada suatu sumber dikatakan 360 orang, sementara

sumber lain hingga mencapai 500 orang. Hossein Modarressi, “Early Debates on The Integrity…,

(4)

Adapun penghimpunan ketiga terjadi pada tahun 25 H atau (menurut informasi lain akhir 30 H) dengan alasan kekhawatiran akan perbedaan “versi” al-Qur‟a>n di kalangan umat Islam, serta menghindarikan dari kesimpangsiuran mengenai dialek al-Qur‟a>n yang beragam. Dipilihlah dialek Quraysh sebagai dialek resmi al-Qur‟a>n versi Us|ma>n. Kekhawatiran ini pertama kali diutarakan oleh Huz|aifah dan ditanggapi dengan persetujuan oleh „Us|ma>n. Teks yang ada di tangan Hafs}ah diminta „Us|ma>n dan disalin ulang. Sementara teks selain yang dimiliki „Us|ma>n “diperintahkan” untuk dimusnahkan.9 Salinan mushaf yang berjumlah tujuh dikirimkan ke beberapa daerah, antara lain Makkah, Sya>m, Yaman, Bahrain, Bas}rah, Ku>fah, dan salinan utama berada di Madinah bersama „Us|ma>n. Naskah-naskah ini dikenal dengan Mus}h}af „Us|ma>n10

Dari penjelasan di atas, lalu muncul pertanyaan besar. 1) Apakah pengumpulan al-Qur‟a>n oleh Abu> bakr telah mencakup keseluruhan teks yang ada pada saat itu? Lalu, 2) bukankah insiatif „Us|ma>n atas saran Huz|aifah dengan cara menulis ulang al-Qur‟a>n “hanya” dalam dialek Quraysh justru meninggalkan kesan bahwa al-Qur‟a>n yang ada sekarang ini adalah al-Qur‟a>n ala „Us}ma>n dan

bukan al-Qur‟a>n yang sesungguhnya, yang hadir dalam begaram dialek? Beragam kerancuan ini ternyata berkait-kelindan dengan fakta di lapangan bahwa pada proses pengumpulan al-Qur‟a>n hingga penulisannya memang masih menyimpan beberapa tanda tanya besar.

Berikut ini beberapa fakta yang patut dicermati dan ditelaah secara kritis.

Pertama, soal hilangnya naskah. Diceritakan bahwa „Umar menghafal suatu ayat tentang rajam. Dirinya teringat bahwa yang memiliki rekaman dalam bentuk naskah tertulis adalah seseorang yang gugur di Perang Yama>mah. „Umar lantas bersaksi di hadapan tim pengumpul naskah, namun tetap ditolak lantaran tidak mencapai syarat minimal 2 saksi dan naskah tertulisnya.11 „A>isyah mengalami kehilangan naskah tatkala ada seekor hewan gembalaan masuk ke kamarnya dan memakan kertas yang berisi rekaman tulisan ayat al-Qur‟a>n. Ketika itu „A>isyah sedang sibuk menghadiri pemakaman Nabi.12 Dalam informasi lain, beberapa

11 Hossein Modarressi, “Early Debates on The Integrity…, hlm. 10. 12Hossein Modarressi, “Early Debates on The Integrity…, hlm.

(5)

naskah al-Qur‟a>n pernah tercecer dalam penjagaan para sahabat Nabi, beberapa di antaranya adalah ayat-ayat terkait kewajiabn terhadap orang tua dan tentang peperangan. Hal ini sebagaimana dituturkan „Umar dan beberapa sahabat yang otoritatif di bidang pengumpulan al-Qur‟a>n (Zaid bin S|a>bit, „Abdulla>h bin „Abba>s, dan Ubay bin Ka„b).

„Umar also remembered other verses he thought dropped out (saqat}a) from

the Qur‟a>n or were lost, including one being dutiful to parents and another

on jiha> d. His claim regarding the first of the two was supported by three

early authorities on the Qur‟a>n: Zaid bin S|a>bit, „Abdulla>h bin „Abba>s, dan

Ubay bin Ka„b.13

Kedua, beberapa ayat dan surat yang bersumber dari naskah-naskah para sahabat tidak termuat dalam Mus}h}af „Us|ma>ni. Contoh pertama adalah tidak dimuatnya surat al-Khul„ dan al-H}afd dalam naskah Ubay.

Meskipun kedua surat tersebut telah ditelaah secara cermat dan disimpulkan sebagai bukan bagian dari al-Qur‟a>n karena beberapa sebab,14 hal ini tetap menjadi sebuah pertanyaan yang belum final terjawab secara ontologis. Contoh lain, masih dalam naskah Ubay, adalah adanya suatu ayat yang seharusnya disisipkan di antara ayat 24 dan 25 pada QS 10.

13Hossein Modarressi, “Early Debates on The Integrity…, hlm. 11.

14 Lihat ulasannya dalam Theodor Nöldeke, dkk., History of The Qur‟an, terj. Wolfgang

H. Behn (Leiden: Brill, 2013) hlm. 240-242. Lihat juga Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah

(6)

Sekali lagi, analisa linguistik menyatakan ayat yang dimaksud bukan ayat al-Qur‟a>n. Namun demikian, hal-hal tersebut tetap menjadi misteri yang belum final terjawab secara ontologis.15

Menurut informasi lainnya, terdapat beberapa surat yang dilaporkan menyusut dan berkurang secara kuantitas. Yang semula utuh, kini (dalam Mus}h}af „Us|ma>ni) hanya tersisa sepertiga atau seperempatnya saja (misalnya, QS al-Taubah). Hal ini sebagaimana penuturan Huz|aifah bin al-Yaman. Beberapa surat lain yang terjadi perbedaan kuantitas adalah QS al-Hijr dan QS al-Nu>r.16

Ketiga, fakta bahwa „Ali memiliki al-Qur‟a>n versi tersendiri. Kejadian ini dapat dirujuk tatkala „Ali absen secara publik selama beberapa hari termasuk saat pembaiatan Abu> Bakr ditunjuk menjadi khalifah pengganti Nabi.17 Ketika „Ali menyerahkan naskah yang dimilikinya kepada panitia pengumpulan al-Qur‟a>n di masa „Us|ma>n, naskah „Ali “tidak diterima” lantaran „Us|ma>n memprioritaskan naskah-naskah yang berasal dari para sahabat lainnya. Karenanya, „Ali membawa pulang naskah yang dimilikinya. Selain naskah „Ali, naskah Ibnu Mas„u>d juga mengalami penolakan serupa.18

Meskipun diyakini kebenarannya oleh sebagian besar kalangan Syi>„ah bahwa „Ali memiliki naskah, menurut Nöldeke, hal ini perlu ditinjau ulang. Asalan Nöldeke adalah karena „Ali tidak pernah menyinggung perihal naskah yang dimilikinya pada periode pra-pengumpulan naskah oleh „Us|ma>n dilakukan. Berikut pernyataan Nöldeke:19

15 Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur‟an…, hlm. 261. Masih ada beberapa

contoh lain, Rujuk ibid., hlm. 262-270.

16Hossein Modarressi, “Early Debates on The Integrity…, hlm.

12.

17 Sumber lain juga menyebutkan ketidak-hadiran „Ali adalah karena kekecewaannya

tidak ditunjuk menjadi khalifah pengganti Nabi. Namun, hal ini tampak sebagai isu belaka.

Lantaran „Ali telah menyatakan bersumpah untuk menyetujui kemufakatan umat Islam kala itu dalam menunjuk Abu> Bakr sebagai pengganti Nabi. Hossein Modarressi, “Early Debates on The

Integrity…, hlm. 17-19.

18Hossein Modarressi, “Early Debates on The Integrity…, hlm. 14. 19

(7)

Neither the tradition regarding Zayd b. S|a>bit‟s collection of the Koran nor those about other pre-„Us|ma>nic collections know anything of an analogous work by „Ali. He („Ali) himself never refers to his own collection, neither during his caliphate nor before, and it is certain that the Shi>„ites were never in possession of such a document.”

Nöldeke juga menganggap para pengikut yang meyakini “kesucian” „Ali telah mengada-ada soal naskah „Ali. Selain keberadaannya diragukan, kalangan Syiah kemunculan naskah tersebut bersamaan dengan kemunculan Imam Keduabelas “yang dijanjikan”. Sambil menunggu kedatangan Imam Keduabelas dan al-Qur‟a>n versi „Ali yang dibawanya, sebagai solusi temporalnya, kalangan Syi>ah tetap menggunakan Mus}h}af „Us|ma>ni sebagai kitab suci.20

Bersandar pada fakta bahwa „Ali absen dari publik untuk menyusun naskah al-Qur‟a>n, kalangan Syi>„ah memandang dan meyakini naskah „Ali memang benar-benar ada. Wajar jika muncul klaim bahwa Ali, “was the one who established the official and standard Qur‟a>n”.21 Namun demikian, ini patut dipertanyakan mengingat ada himbauan dari „Us|ma>n untuk membumihanguskan teks selain milik „Us|ma>n yang dianggap paling otoritatif saat itu. „Ali, hemat kami, bukan sosok yang tidak bijaksana dalam berinteraksi dengan koleganya. Wajar jika dikatakan „Ali turut serta membumihanguskan naskah yang ada padanya. Terlebih, „Ali secara tegas tidak menolak integritas Mus}h}af „Us|ma>ni. Karenanya, wajar jika teks Ali diragukan masih ada saat itu, apalagi saat ini.

Dari ketiga fakta di atas, dapat disimpulkan bahwa tradisi Sunni-awal mengkonfirmasi adanya kecacatan al-Qur‟an dari sisi data. Selain faktor “alami”, misalnya naskah yang hilang, faktor “non-alami” berupa otoritas „Us|ma>n dalam menyeleksi al-Qur‟a>n berperan penting dalam “kecacatan” al-Qur‟a>n tersebut.22

Sementara itu dalam tradisi Syi>„ah-awal, secara khusus sebelum abad 3H/9M, golongan Syi>„ah banyak merujuk sumber Sunni di atas. Hanya setelah abad 3H/9M kalangan Syiah mengutip tradisi mereka sendiri. Tradisi Syi>„ah yang dimaksud tak lain adalah representasi pandangan para Imam mereka, yang sekalipun pandangan tersebut patut dikritisi karena memunculan polemik dan

20 Theodor Nöldeke, dkk., History of The Qur‟an..., hlm. 289. 21Hossein Modarressi, “Early Debates on The Integrity…, hlm. 19. 22Hossein Modarressi, “Early Debates on The Integrity…

(8)

menghadirkan “data aneh” (alien material), tetap dijadikan rujukan di kalangan Syi>„ah.23

SYI‘AH EKSTRIMIS, SUNNI MODERAT, DAN SYI>‘AH MODERAT

Setidaknya ada tiga sikap kelompok yang muncul dalam menanggapi persoalan otentisitas al-Qur‟a>n, yang sebagian faktanya telah dipaparkan di atas. Kelompok yang dimaksud antara lain: Syi>„ah ekstirims, Sunni moderat, dan Syi>„ah moderat. Kelompok pertama cenderung serampangan dan lebih mendekati kepada menyimpang daripada benar, sementara dua kelompok lainnya menampakkan sikap apologetik dalam berteologi.

A. Syi>‘ah Ektrimis

Kelompok ini menuduh bahwa telah terjadi penyimpangan (tahri>f) dan perubahan (tabdi>l) dalam al-Qur‟a>n yang dilakukan oleh „Us|ma>n secara sengaja. Al-Qur‟a>n, menurut mereka, semula memuat kisah-kisah keluarga „Ali dan di dalam kisah-kisah tersebut terdapat kisaran 70 ayat yang secara khusus membicarakan tentang „Al. Pemuka syiah abad 4H, Abu> al-H}asan „Ali Ibn Ibra>him al-Qummi, menyatakan bahwa ada sekitar 500 tempat di dalam al-Quran yang telah diubah. Dan masih banyak kasus penyimpangan dan perubahan redaksi teks lain dalam al-Qur‟a>n.24

Penyimpangan yang dianggap paling menarik sekaigus mengejutkan adalah adanya sikap tendensius Syi>‟ah ektrimis ini yang seolah ingin mengubah al-Qur‟an secara maknawi menurut pemikiran mereka. Mereka menilai ada usaha yang sengaja dilakukan dalam menghilangkan redaksi-redaksi kata tertentu di dalam al-Qur‟a>n. Misalnya, sisipan kata „Aliy dan A>l

yang “hilang” pada beberapa ayat. Belum lagi frasa Shira>t „Aliy yang diuba menjadi Shirat} Mustaqi>m. Selain itu, pada beberapa ayat berlatar dialog, kelompok ektrimis ini juga membubuhi kata panggil ya> „Aliy. Selain itu,

23Hossein Modarressi, “Early Debates on The Integrity…, hlm. 6. 24

(9)

kata ummah di dalam al-Qur‟a>n yang dianggap seharusnya menjadi

aimmah, yang merujuk pada konsep Ima>mah dalam tradisi Syi>„ah.25

Pada sumber lain, dalam manuskrip Bankipur, ditemukan pula “ayat Syi>„ah” yang isinya adalah pengagungan „Ali dan keluarganya yang sengaja ditolak keberadaannya di Mus}h}af „Us|ma>ni. Ayat-ayat ini, setelah diteliti secara mendalam, tak lain adalah rekayasa semata di era belakangan.26

Selain itu, Syi>ah ekstrimis juga menganggap adanya unsur kesengajaan para pengumpul al-Qur‟a>n dengan tidak memasukkan empat surat dari naskah Ubay: surat al-Khal‟, al-H}afd, Nu>rayn, dan al-Wala>yah.27

B. Sunni Moderat

Adanya beberapa bukti kecacatan al-Qur‟a>n membuat siapa saja tidak nyaman. Kalangan Sunni, dalam tataran teologis, menanggapi hal tersebut dengan menunjukkan sikap apologetik. Dari sinilah konsep naskh

dalam al-Qur‟a>n muncul;28 bahwa ayat-ayat dan surat yang tidak dimuat dalam Mus}h}af „Us|ma>ni boleh jadi ternaskh. Konsep ini akan membuat semua kecacatan al-Qur‟a>n masuk akal (logical) dan bisa diterima dengan baik oleh semua kalangan. Konsep ini dianggap telah “berhasil” membalikkan fakta al-Qur‟a>n yang cacat menjadi anti-cacat.29

Yang hendak dibidik dari konsep ini adalah ayat-ayat yang para periwayatnya masih mengingat ayat yang diriwayatkannya namun tidak didukung bukti fisik naskah. Sebagai misalnya adalah kisah „Umar tatkala teringat ayat rajm. Ketika berhadapan dengan tim pengumpul al-Qur‟a>n, „Umar tak memiliki bukti naskahnya lantaran pemiliknya telah gugur di perang Yama>mah. Karenanya, ayat rajm tersebut tertolak.30 Secara eksplisit, sunni menilai ayat yang “luput” tercatat dalam Mus}haf „Us|ma>ni dihukumi

25 Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur‟an…, hlm. 273-274. 26 Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur‟an…, hlm. 285.

27 Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur‟an…, hlm. 277. Penjelasan keempat

surat tersebut dapat dilihat pada ibid., hlm. 277-285 dan 266-268.

28 Penjelasan tentang konsep naskh yang dimaksud dalam Taufik Adnan Amal,

Rekonstruksi Sejarah Al-Qur‟an…, hlm. 260-261.

(10)

sebagai naskh. Yang menarik, sampai saat ini konsep ini masih berlaku di kalangan sebagian Sunni.31

C. Syi>‘ah Moderat

Sikap moderat ini ditunjukkan dengan sikap “menerima” mushaf „Us|ma>ni sebagai kitab suci mereka.32 Bahkan, seorang ahli h}ad>is| kalangan Syi>ah Muh}ammad Ibn Babawayh mengatakan bahwa penerimaan tersebut dihitung sebagai keimanan; sikap yang menyatakan tidak adanya “kecacatan” (non-alteration) dalam al-Qur‟a>n.33 Tentu hal ini menjadi angin segar akan pemahaman ontologis al-Qur‟a>n.

Namun begitu, sikap moderat ini menyisakan catatan lain, yaitu adanya pandangan yang baku mengenai Mus}h}af „Us|ma>ni. Pandangan baku yang tampak teologis ini mencakup dual hal: pandangan Ima>mah dan pandangan terhadap status beberapa surat dalam Mus}h}af „Us|ma>ni.

Ima>mah, dalam pandangan Syiah, adalah konsep kepemimpinan dalam Islam yang merupakan warisan dari kepemimpinan Nabi dan dimulai dari „Ali. Sumber yang secara eksplisit menyatakan hal ini adalah hadi>s| Nabi yang disampaikan di Ghadi>r Khumm. Hadi>s| ini masih debatable. Lebih jauh, kalaupun asumsi ini benar adanya, Hossein Modarressi menyatakan tidak adanya satu ayatpun dalam al-Qur‟an yang menyinggung „Ali berikut Ima>mah yang dimaksud. Ayat-ayat yang diduga sebagai “korban” eksploitasi kalangan Syi>„ah antara lain: QS 5:67, QS 3:33, QS 56:10-12, QS 25:1, dan QS 24:35.34

Syi>„ah menerima Mus}h}af „Us|m>ani dengan beberapa opsi yang tidak disepakati, yaitu bahwa QS 105-106 dan QS 93-94 adalah satu kesatuan surat. Sumber rujukan Syi>„ah adalah mushaf Ubay. Pendapat tentang kesatuan QS 93-94 diperkuat dengan pernyataan „Umar Ibn „Abd al-„Aziz dan seorang

tabi>„i>n T}a>wu>s al-Kaysa>n.35

31Hossein Modarressi, “Early Debates on The Integrity…, hlm. 23. 32

Theodor Nöldeke, dkk., History of The Qur‟an..., hlm. 289.

33 Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur‟an…, hlm. 286.

34 Penjelasan mengenai ulasan kelima ayat tersebut dapat dirujuk pada Hossein

Modarressi, “Early Debates on The Integrity…, hlm. 24-26.

35Hossein Modarressi, “Early Debates on The Integrity…

(11)

Dari ketiga sikap kelompok di atas, secara implisit dapat dikatakan bahwa memang ada celah untuk mengatakan al-Qur‟a>n memiliki kecacatan. Ada seorang ulama Syi>„ah belakangan yang berusaha membuktikan asumsi kecacatan al -Qur‟a>n. Melalui tafsirnya Baya>n fi> Tafsi>r al-Qur‟a>n (The Prolegomena to The Qur‟an, terj. Abdul Aziz A. Sachedina), secara khusus dalam pengantar, al-Sayyid Abu> al-Qa>sim al-Musa>wi al-Khu>„i membantai semua gagasan yang menyatakan ada tahri>f (penyimpangan) dalam al-Qur‟an, baik dari kalangan Sunni maupun Syi>„ah. Cara yang ditempuh adalah dengan menganalisa semua sumber-sumber yang dijadikan rujukan untuk menyatakan ketersimpangan al-Qur‟a>n, untuk lalu dipatahkan semua argumentasi-argumentasinya.36

Kesimpulan

Secara umum, perihal meragukan validitas Mus}h}af „Us|ma>ni yang terjadi di dunia Islam (dalam hal ini sekte-sekte dalam Islam) bertumpu pada faktor dogmatis sinis dan bukan kritik historis murni. Hal ini sebagaimana tampak pada ketiga faksi di atas. Contoh lainnya adalah aliran Mu„tazilah. Mereka berpandangan bahwa al-Qur‟a>n yang suci mustahil memuat hal-hal yang tidak suci, semisal hujatan kepada musuh-musuh nabi pada QS 111. Sementara itu sekte Maimu>niyah dari aliran Khawa>rij menolak keberadaan QS 12 yang berisi cerita kisah cinta Nabi Yusuf. Kisah ini dianggap tidak layak menjadi bagian dari kesucian al-Qur‟a>n.37

Beberapa argumen kecacatan al-Qur‟a>n, bagaimanapun, tidak lantas dapat dikonfirmasi kebenarannya. Pembuktian melalui analisa kebahasaan, sedikit banyak menolak afirmasi argumen kecacatan al-Qur‟a>n. Barangkali memang perlu dikedepankan studi kritis historis daripada dogmatis. Barangkali juga perlu dikedepankan “kesamaan” pandangan bahwa al-Qur‟a>n tidak cacat dan darinya umat Islam mendapatkan h}ikmah bagi kehidupan, daripada terpaku pada aspek problematis yang mengundang perdebatan tanpa akhir. Walla>hu a„lam.

36 Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah Al-Qur‟an…, hlm. 286. 37

(12)

DAFTAR PUSTAKA

Amal, Taufik Adnan. 2011. Rekonstruksi Sejarah Al-Qur‟an, Edisi Digital.

Jakarta: Yayasan Abad Demokrasi.

Modarressi, Hossein. “Early Debates on The Integrity of The Qur‟an: A Brief Survey” dalam Jurnal Islamica, no.77, 1993, hlm. 5-39.

Nöldeke, Theodor, dkk. 2013. History of The Qur‟an, terj. Wolfgang H. Behn. Leiden: Brill.

al-S}ayu>t}i>, Jala>l al-Di>n. tt. al-Itqa>n fi> „Ulum al-Qur‟a>n. Saudi Arabia: Markaz al-Dira>sa>t al-Qur‟a>niyyah.

Untung, Slamet. 2009. Melacak Historisitas Syi>„ah: Kontrovesi Seputar Ahl al-Bait Nabi. Semarang: Pustaka Rizki Putra Semarang.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan perhitungan perpipaan menggunakan perhitungan komputer melalui program WaterCad dengan kriteria pendistribusian air minum bahwa kecepatan minimal dalam

Media Indonesia menuliskan semua berita, yaitu ketujuh berita tersebut sesuai dengan kode etik jurnalistik, Berdasarkan pada bulan pemberitaan, maka Koran Tempo memberitakan

Pada sisi lain, sebuah perusahaan yang beroperasi pada titik B atau berada diatas garis Q-Q’ dinyatakan inefisien secara teknis karena titik a menggambarkan output yang

Nuryono et al (2014), telah melakukan sintesis magnetit dilapisi merkapto- silika menggunakan larutan natrium silikat yang dibuat dari abu sekam padi sebagai sumber silika

Dalam perintah Allah tersebut mengandung larangan berbuat zina>. Selain larangan melakukan tindak pidana perzinaan, dalam ayat 33 secara tegas diatur pula tentang larangan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh model pembelajaran inkuiri berbasis kearifan lokal terhadap kemampuan berpikir kritis siswa pada materi kalor

Diskusi kelas secara keseluruhan (satu kelas sebagai satu kelompok) pada umumnya kurang eksplisit dan lebih berpusat pada guru daripada strategi-strategi

AQP4 の局在は,野生型( WT ) では,血管に沿った局在が見られるのに対し, ALS