• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Psikososial yang Mempengaruhi Bel

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Faktor Psikososial yang Mempengaruhi Bel"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Faktor Psikososial yang Mempengaruhi Belajar Berdasarkan Regulasi Diri pada Siswa Cerdas Istimewa

Nur Eva

Universitas Negeri Malang, Indonesia nur.eva2012@gmail.com

Abstract: This study examines the influence of parental involvement, teacher and student interaction, peer support, and the intensity of the use of social media for self regulated learning on gifted students. Quantitative methods are used to determine the influence of independent variables (parental involvement, teacher and student interaction, peer support, and the intensity of the use of social media) to dependent variable (self-regulation learning). Subjects used is 70 gifted student in the accelerated program. The instrument used is Scale Involvement of Parents, Teachers and Students Interaction, Peer Support and Intensity Usage Social Media arranged researcher. The data obtained will be analyzed by regression analysis. Result showed that the contribution of parental involvement, teacher and student interaction, peer support, and the intensity of the use of social media by 49.8% against self regulation learning. Teacher and student interaction variables that most influence (19.15%) of the self regulated learning on gifted student.

Introduction

(2)

Fenomena ini terjadi di berbagai belahan dunia. Di Amerika Serikat jumlah siswa cerdas istimewa berprestasi rendah berjumlah hampir 50% dari total siswa cerdas istimewa yang ada (Bourgeois, 2011), di Jerman berjumlah 24% (Stoeger, Ziegler, Martzog, 2008), di Australia 29% (Figg, Rogers, McCormick, Low, 2012), di Arab Saudi 31% (Albaili, 2003).

Penelitian di Indonesia menunjukan bahwa sekitar 30% siswa yang tidak dapat menyelesaikan studinya di tingkat SMA memiliki tingkat kecerdasan lebih dari 130 (Achir, 1990). Penelitian Widyastono, dkk (1997) terhadap siswa SLTP di empat propinsi yang sama menunjukkan bahwa 20% siswa SLTP yang memiliki potensi cerdas istimewa juga beresiko tinggal kelas.

Upaya untuk mengoptimalkan prestasi akademik siswa cerdas instimewa telah dilakukan oleh Pemerintah. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam ayat 4 menjelaskan bahwa warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus. Sejak tahun 2000 Pendidikan khusus bagi siswa cerdas istimewa terwujud melalui kurikulum terdiferensiasi, yaitu kelas akselerasi atau kelas percepatan. Penelitian yang dilakukan oleh Jin dan Moon (2006) menjelaskan bahwa siswa CI yang belajar pada program pendidikan khusus merasa dihargai karena kurikulum yang menantang dan guru yang profesional. Demikian juga program akselerasi di Amerika mendapat apresiasi yang baik, karena siswa cerdas istimewa menyukai kegiatan belajar dan meningkatkan harga diri (dalam Alsa, 2007).

(3)

menjelaskan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi prestasi akademik siswa cerdas istimewa berprestasi rendah, yaitu faktor individu atau personal, orang tua atau keluarga, sekolah atau pendidikan, dan masyarakat.

Self Regulated Learning

Belajar berdasarkan regulasi diri mulai marak ketika seorang pakar bernama Zimmerman (1989) mengembangkan konsep ini dalam dunia pendidikan. Belajar dengan pengaturan diri berkembang dari teori kognitif sosial Bandura (1986) yang menyatakan bahwa manusia merupakan hasil struktur kausal yang interdependen dari aspek pribadi (person), perilaku (behavior), dan lingkungan (environment). Ketiga aspek ini merupakan aspek‐ aspek determinan dalam belajar berdasarkan regulasi diri.

Ketiga aspek determinan ini saling berhubungan sebab‐ akibat, dimana person berusaha untuk mengatur diri sendiri (self regulated), hasilnya berupa kinerja atau perilaku, dan perilaku ini berdampak pada perubahan lingkungan, dan demikian seterusnya (Bandura, 1986). Strategi belajar berdasarkan regulasi diri merupakan sebuah strategi pendekatan belajar secara kognitif (Graham & Harris, 1993). Belajar dengan pengaturan diri menekankan pentingnya tanggungjawab personal dan mengontrol pengetahuan dan keterampilan-keterampilan yang diperoleh (Zimmerman, 1990). Belajar berdasarkan regulasi diri juga membawa siswa menjadi master (ahli/menguasai) dalam belajarnya (Zimmerman & Schunk, 1989). Perspektif belajar berdasarkan regulasi diri dalam belajar dan prestasi siswa tidak sekedar istimewa (disctintive) tetapi juga berimplikasi pada bagaimana seharusnya guru berinteraksi dengan siswa, serta bagaimana seharusnya sekolah diorganisir (Zimmerman, 1990).

(4)

mentransformasikan kemampuan‐kemampuan mentalnya menjadi keterampilan‐ keterampilan dan strategi akademik (Zimmerman, 2002).

Belajar berdasarkan regulasi diri menggarisbawahi pentingnya otonomi dan tanggung jawab pribadi dalam kegiatan belajar. Dalam proses pembelajaran, siswa yang memiliki kemampuan belajar berdasarkan regulasi diri membangun tujuan‐ tujuan belajar, mencoba memonitor, meregulasi, dan mengontrol kognisi, motivasi, dan perilakunya untuk mengontrol tujuan‐ tujuan yang telah dibuat (Valle dkk., 2008).

Kemampuan kognitif yang amat penting kaitannya dengan proses pembelajaran adalah strategi belajar memahami isi materi pelajaran, strategi meyakini arti pentingnya isi materi pelajaran, dan aplikasinya serta menyerap nilai‐nilai yang terkandung dalam materi pelajaran tersebut (Love & Kruger, 2005). Dengan kata lain, strategi pembelajaran yang digunakan merupakan hal yang sangat penting agar pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien. Strategi belajar yang digunakan tidak sekedar strategi belajar aktif (Schapiro & Livingston, 2000), tetapi harus strategi yang betul‐betul dapat membawa siswa pada pencapaian indikator yang telah ditetapkan, strategi yang membawa siswa pada pemahaman materi secara internal (internalisasi nilai materi pelajaran). Dikatakan Gagne (1985, dalam Merdinger, et al., 2005) bahwa unsur-unsur yang mempengaruhi proses pembelajaran agar menjadi efektif adalah strategi dalam menentukan tujuan belajar, mengetahui kapan strategi yang digunakan dan memonitor keefektifan strategi belajar tersebut. Dalam proses pembelajaran baik di tingkat dasar maupun lanjutan, regulasi diri dalam belajar (self regulated learning) merupakan sebuah pendekatan yang penting. Strategi regulasi diri dalam belajar cocok untuk semua jenjang pendidikan, kecuali untuk kelas tiga Sekolah Dasar ke bawah (Woolfolk, 2008).

(5)

information); membuat dan memeriksa catatan (keeping records and

monitoring); mengatur lingkungan (environmental structuring); konsekuensi

diri (self concequences); mengulang‐ ulang dan mengingat (rehearsing and memorizing); mencari bantuan (seeking social assistance) kepada teman sebaya,

guru, atau orang dewasa lainnya; serta mereview catatan dan buku teks (review records).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self Regulated Learning

Self regulated learning mengintegrasikan banyak hal tentang belajar

efektif. Kognitif, pengetahuan, motivasi, dukungan sosial, dan media sosial merupakan faktor‐ faktor penting yang dapat mempengaruhi self regulated learning.

Kognitif

Kemampuan kognitif yang amat penting kaitannya dengan proses pembelajaran adalah strategi belajar memahami isi materi pelajaran, strategi meyakini arti pentingnya isi materi pelajaran, dan aplikasinya serta menyerap nilai‐nilai yang terkandung dalam materi pelajaran tersebut (Love & Kruger, 2005).

Pengetahuan

(6)

mengerti bahwa tugas belajar yang berbeda memerlukan pendekatan yang berbeda pula. Merekapun menyadari bahwa belajar seringkali terasa sulit dan pengetahuan jarang yang bersifat mutlak; biasanya ada banyak cara yang berbeda untuk melihat masalah dan ada banyak macam solusi (Pressley, 1995).

Motivasi

Zimmerman & Martinez‐Pons (2001) mendefinisikan sebagai tingkatan dimana partisipan secara aktif melibatkan metakognisi, motivasi, dan perilaku dalam proses belajar. Belajar berdasarkan regulasi diri didefinisikan sebagai bentuk belajar individual dengan bergantung pada motivasi belajar mereka, secara otonomi mengembangkan pengukuran (kognisi, metakognisi, dan perilaku), dan memonitor kemajuan belajarnya (Baumert et al., 2002).

Dukungan Sosial

Schunk dan Zimmerman (1998) menyatakan bahwa individu memiliki kompetensi belajar berdasar regulasi diri (self regulated learning) pada awalnya berkembang dari pengaruh sosial selanjutnya beralih pada pengaruh diri sendiri. Belajar berdasarkan regulasi diri sebagai perilaku yang dipelajari individu dari hasil interaksinya dari lingkungan sosial sangat dipengaruhi oleh dukungan sosial yang diterima individu dari lingkungannya.

Manusia sebagai makhluk sosial berinteraksi dengan individu disekelilingnya menjadi kebutuhan. Siswa berinteraksi dengan orang tua, guru, dan teman sebaya. Keterlibatan orang tua dapat meningkatkan self regulated learning anak. Orang tua mengajarkan dan mendukung self regulated

learning melalui modeling, memberi dorongan, memfasilitasi, mereward goal

setting, penggunaan strategi yang baik, dan proses‐proses lainnya (Martinez‐ Pons, 2002).

(7)

mempunyai pengaruh besar dalam diri remaja dalam tiga bentuk (Eisenberg, Fabes, & Spinrad, 2006; Rubin, Bukowski, & Parker, 2006) yaitu sikap dan nilai, perkembangan sosial, dan dukungan sosial.

Siswa cerdas istimewa dengan karakteristik yang khas seperti minat yang beragam dan keingintahuan yang tinggi, idealis, toleransi rendah terhadap kelambatan, kreativitas yang nyata, dan motivasi yang kuat dari kebutuhan aktualisasi diri membutuhkan guru yang mempunyai karakteristik yang khas pula.

Feldhusen (1997) berpendapat bahwa guru untuk siswa cerdas istimewa akan lebih produktif jika mempunyai kompetensi, keterampilan, dan pengetahuan yang dibutuhkan daripada mempunyai berkepribadaian yang sesuai. Namun, jika bertanya pada siswa cerdas istimewa (gifted) karakteristik guru yang mereka inginkan adalah guru yang mempunyai kualitas kepribadian-sosial (personal-social qualities) daripada sekedar guru yang mempunyai kualitas intelektual. Hal

ini sesuai dengan penelitian Widyorini (2008) bahwa siswa cerdas istimewa lebih menyukai guru yang baik hati, tidak galak, suka humor, dan pandai.

Media Sosial Facebook

Indonesia adalah pengguna facebook terbesar nomor 4 di dunia. Facebook pada tahun 2009 di Indonesia meningkat 700% dibanding pada tahun 2008. Sebagian besar pengguna facebook adalah usia 15-39 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pengguna media sosial khususnya facebook adalah remaja usia sekolah. Bahkan menurut Lutfie (dalam Pranasetyawan, 2010) pengguna facebook di Indonesia berusia 13 tahun berjumlah 360.000 orang. Usia tersebut adalah usia siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Dalam aktivitas belajar, Mangkulo (2010) menyarankan facebook digunakan sebagai media belajar sehingga pelajar dapat menyampaikan materi pelajaran berupa video atau tulisan, jadwal ujian, dan melakukan diskusi dengan pengguna facebook. Hal ini sangat membantu siswa untuk memperoleh informasi terkait

(8)

Problem Definition

Siegle dan McCoach (2005) menjelaskan bahwa salah satu faktor personal yang berpengaruh terhadap prestasi akademik siswa cerdas istimewa adalah regulasi diri (sef-regulation). Penelitian yang dilakukan oleh Baslanti dan McCoach (2006) dan Alsa (2005) menjelaskan bahwa belajar berdasarkan regulasi diri (sef-regulation learning) merupakan prediktor terbaik dalam membedakan siswa cerdas istimewa yang berprestasi tinggi dan rendah. Terdapat korelasi yang positif antara belajar berdasar regulasi diri dengan motivasi berprestasi. Belajar berdasar regulasi diri akan menjaga motivasi berprestasi siswa cerdas istimewa.

Belajar berdasar regulasi diri (self regulated learning) berkembang dari teori kognisi sosial Bandura (1997). Menurut teori kognisi sosial, manusia merupakan hasil struktur kausal yang interdependen dari aspek pribadi (person), perilaku (behavior), dan lingkungan (environment). Ketiga aspek ini merupakan aspek‐aspek determinan dalam belajar berdasar regulasi diri (self regulated learning). Ketiga aspek determinan ini saling berhubungan sebab akibat, dimana

person berusaha untuk meregulasi diri sendiri (self regulated), hasilnya berupa kinerja atau perilaku, dan perilaku ini berdampak pada perubahan lingkungan, dan demikian seterusnya (Bandura, 1986).

Schunk dan Zimmerman (1998) menyatakan bahwa individu memiliki kompetensi belajar berdasar regulasi diri (self regulated learning) pada awalnya berkembang dari pengaruh sosial selanjutnya beralih pada pengaruh diri sendiri. Matsumoto (2008), menambahkan bahwa faktor budaya turut mempengaruhi penerapan belajar berdasar regulasi diri (self regulated learning). Nilai-nilai budaya yang dianut siswa akan berperan dalam menerapkan belajar berdasar regulasi diri (self regulated learning) agar tercapainya tujuan belajar.

(9)

pengamatan dan peniruan, kompetensi belajar berdasar regulasi diri (self regulated learning) individu berkembang dari pengaruh sosial yang meliputi

guru, orang tua, pelatih dan teman sebaya. Selanjutnya pada level perkembangan kontrol diri dan pengaturan diri, individu sudah mampu menerapkan strategi self regulated learning secara mandiri.

Dengan demikian belajar berdasar regulasi diri dipengaruhi oleh lingkungan individu berada, terutama lingkungan sosial. Lingkungan sosial meliputi orang tua, teman, guru dan media sosial yang sedang berkembang pada era teknologi saat ini. Penelitian ini ingin mengetahui seberapa besar pengaruh faktor-faktor psikososial dalam membentuk aktivitas belajar berdasarkan regulasi diri.

Method Participants

Kriteria subyek dalam penelitian ini adalah siswa cerdas istimewa dengan IQ 120 (TIKI) yang belajar pada program akselerasi di SMPN 1 Sidoarjo. Jumlah subyek sebanyak 70 orang. Usia subjek adalah 13-14 tahun. Pendidikan orang tua subjek adalah sarjana.

Instruments

Dalam penelitian ini menggunakan lima skala, yaitu Skala Keterlibatan Orang Tua, Skala Dukungan Teman Sebaya, Skala Interaksi Guru dan Siswa, Skala Intensitas Penggunaan Media Sosial, dan Skala Belajar Berdasar Regulasi Diri. Lima skala ini disusun peneliti berdasarkan Skala Likert.

(10)

dan skor reliabilitas 0.83. Skala Intensitas Penggunaan Media Sosial Facebook terdiri dari 18 aitem dengan skor validitas 0.29 – 0.709. Skala Belajar Berdasar Regulasi Diri terdiri dari 50 aitem dengan skor validitas 0.244 – 0.613 dan skor reliabilitas 0.882.

Data Collection

Data dikumpulkan dengan memberikan Skala Keterlibatan Orang Tua, Skala Keterlibatan Orang Tua, Skala Dukungan Teman Sebaya, Skala Interaksi Guru dan Siswa, Skala Intensitas Penggunaan Media Sosial, dan Skala Belajar Berdasar Regulasi Diri kepada 77 siswa kelas IX program akselerasi di SMP Negeri 1 Sidoarjo. Siswa kelas IX program akselerasi dibagi dalam tiga kelas. Peneliti dibantu oleh asisten untuk mengambilan data pada hari Sabtu, 8 Agusutus 2015 pada jam 13.00 – 14.00.

Analysis

Data yang digunakan dalam penelitian ini dari subjek yang berjumlah 70 orang. Awalnya data yang terkumpul berjumlah 77 orang. Data dari tujuh subjek tidak dapat digunakan karena kurang lengkap dalam memberikan respon pada skala. Analisis data dilakukan dengan analisis regresi untuk mengetahui kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat.

Results

(11)

Conclusions and Discussion

Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa kontribusi keterlibatan orang tua, interaksi guru dan siswa, dukungan teman sebaya, dan intensitas penggunaan media sosial facebook sebesar 49,8% terhadap belajar berdasar regulasi diri siswa cerdas istimewa. Variabel interaksi guru dan siswa yang paling berpengaruh (19,15%) terhadap aktivitas belajar berdasar regulasi diri siswa cerdas istimewa.

Hal ini menunjukkan bahwa keterlibatan orang tua, interaksi guru dan siswa, dukungan teman sebaya, dan intensitas penggunaan media sosial memberikan kontribusi yang signifikan terhadap aktivitas belajar berdasar regulasi diri. Sebagaimana dijelaskan oleh Zimmerman (1989) bahwa belajar berdasar regulasi diri berkembang dari teori kognitif sosial Bandura (1986) yang menyatakan bahwa manusia merupakan hasil struktur kausal yang interdependen dari aspek pribadi (person), perilaku (behavior), dan lingkungan (environment). Jadi lingkungan memberikan kontribusi yang signifikant dalam membentuk aktivitas belajar berdasar regulasi diri.

Dari empat variabel yang diteliti, yaitu keterlibatan orang tua, interaksi guru dan siswa, dukungan teman sebaya, dan intensitas penggunaan media sosial facebook maka variabel interaksi guru dan siswa yang paling berpengaruh

(19,15%) terhadap aktivitas belajar berdasar regulasi diri. Hal ini membuktikan bahwa interaksi guru dan siswa memberikan kontribusi yang signifikan terhadap aktivitas belajar berdasar regulasi diri.

Guru memegang peranan penting dalam menciptakan aktivitas belajar berdasarkan regulasi diri. Interaksi siswa dan guru meningkat motivasi belajar siswa cerdas istimewa, walaupun siswa cerdas istimewa mempunyai motivasi intrinsik yang tinggi dalam belajar namun mereka tetap membutuhkan dukungan sosial dari lingkungannya.

(12)

mempertimbangkan karakteristik siswa cerdas istimewa memiliki keinginan untuk dapat mengendalikan pengalaman belajarnya (Zarfiel dalam Hawadi, 2006).

Belajar berdasar regulasi diri (Zimmerman, 1989) berkembang dari teori kognitif sosial Bandura (1986) yang menyatakan bahwa manusia merupakan hasil struktur kausal yang interdependen dari aspek pribadi (person), perilaku (behavior), dan lingkungan (environment). Ketiga aspek ini merupakan aspek‐ aspek determinan dalam belajar berdasarkan regulasi diri.

Belajar berdasarkan regulasi diri sebagai perilaku yang dipelajari individu dari hasil interaksinya dari lingkungan sosial sangat dipengaruhi oleh dukungan sosial yang diterima individu dari lingkungannya. Siswa cerdas istimewa sebagai makhluk sosial berinteraksi dengan lingkungan sosial yang ada dalam kehidupan. Orang tua adalah lingkungan sosial pertama di rumah. Guru dan teman sebaya adalah lingkungan sosial setelah siswa cerdas istimewa keluar dari rumah. Pada saat ini perkembangan teknologi komunikasi menyebabkan individu berinteraksi dengan orang lain melalui media sosial elektronik.

Schunk dan Zimmerman (1998) menyatakan bahwa kemampuan belajar berdasar regulasi diri (self regulated learning) muncul dalam serangkaian tingkat kemampuan regulasi yang meliputi empat tingkat perkembangan yaitu tingkat pengamatan, persamaan, kontrol diri dan regulasi diri. Pada level perkembangan pengamatan dan peniruan, kompetensi belajar berdasar regulasi diri (self regulated learning) individu berkembang dari pengaruh sosial yang meliputi

guru, orang tua, pelatih dan teman sebaya. Selanjutnya pada level perkembangan kontrol diri dan pengaturan diri, individu sudah mampu menerapkan strategi self regulated learning secara mandiri.

(13)

Orang tua siswa cerdas istimewa dengan latar belakang pendidikan yang sarjana mempunyai keterlibatan yang tinggi (rata-rata empirik sebesar 157.157) dalam belajar siswa cerdas istimewa. Orang tua memberikan fasilitas belajar, memotivasi, memberi teladan, memantau aktivitas, membantu menjarikan solusi, dan membimbing anak.

Interaksi guru dan siswa cerdas istimewa tergolong tinggi (rata-rata empirik sebesar 129.771). Guru menciptakan suasana yang kondusif, mengorganisasi kelas dengan efektif dan menciptakan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa cerdas istimewa. Kemampuan guru menciptakan suasana yang kondusifdalam berinteraksi dengan siswa memainkan peran yang signifikan dalam pemupukan lingkungan belajar yang positif dan mempromosikan prestasi siswa (Pianta, 2008).

Pada usia yang sama, remaja akan mengalami pengalaman yang sama. Mereka memilih teman karena adanya kesamaan. Keintiman ini akan menjadi dukungan bagi remaja karena mereka membicarakan pikiran dan perasaan yang sangat personal kepada orang yang mereka percaya akan diterima dan dipahami.

Teman bagi remaja memberikan pengaruh positif dan negatif. Pengaruh negatif terutama dalam membentuk perilaku beresiko seperti rokok, alkohol, dll. Pengaruh positif terkait dengan support dan nurturance.Teman dekat memberikan kontribusi dalam membangun harga diri remaja (self esteem) dan mengembangkan pemahaman sosial, dimana remaja akan membandingkan pandangan dirinya dan teman-temannya (Sullivan, 1953 dalam Arnett, 2013).

Dukungan teman sebaya terhadap siswa cerdas istimewa tergolong tinggi (rata-rata empirik sebesar 90.443). Dukungan yang diberikan kepada siswa cerdas istimewa meliputi dukungan informasi, bantuan langsung, persahabatan, dan penghargaan.

(14)

dan frekuensi yang rendah. Dengan demikian keberadaan media sosial facebook tidak mengganggu aktivitas belajarnya dan hubungan personal.

Penelitian yang dilakukan oleh Associated Chamber of Commerce and Industry of India (ASSOCHAM) tahun 2012, dalam penelitian yang dilakukan pada 2000 remaja di India dengan rentang usia 12- 20 tahun terbukti bahwa mayoritas responden menyatakan bahwa kecanduan penggunaan media sosial telah membuat mereka mengalami insomnia, depresi, dan hubungan personal yang buruk dengan rekan-rekan mereka di dunia nyata. (Firman & Ngasis, 2012).

Hubungan positif intensitas penggunaan facebook dan prestasi belajar pada mahasiswa diteliti oleh Karpinski (dalam Pranasetyawan, 2010). Mahasiswa pengguna aktif media sosial facebook mempunyai nilai yang lebih rendah daripada mahasiswa yang tidak menggunakan media sosial facebook. Menurut Karpinski hal itu disebabkan media sosial telah menyebabkan waktu belajar mahasiswa tersita oleh aktivitas bermain ketika menggunakan media sosial facebook. Rata-rata mahasiswa menggunakan waktu 1-5 sampai 11-15 jam waktu

belajarnya perminggu untuk bermain di media sosial facebook.

Siswa cerdas istimewa menunjukkan kemampuannya yang tinggi dalam aktivitas belajar berdasar regulasi yang tinggi (rata-rata empirik 179.657). Siswa cerdas istimewa mampu melakukan usaha mandiri tersebut meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan pengevaluasian secara mandiri terhadap hasil belajarnya. Mereka juga mampu mengatur lingkungan belajarnya, baik dari lingkungan fisik (misal, tempat belajar, kondisi belajar) maupun dari lingkungan sosial (misal, teman belajar).

(15)

Referensi

Dokumen terkait

Ia berpura-pura menyambut Daud dengan penghormatan yang besar dan puji-pujian yang berlebih-lebihan namun dalam dadanya makin menyala-nyala api dendam dan kebenciannya,

Apabila karyawan tidak memiliki predikat good citizenship behaviour maka karyawan tersebut tidak akan bersedia bekerja melebihi apa yang seharusnya dia kerjakan sehingga

Penelitian selanjutnya juga dilakukan oleh Leliana (2012 yang meneliti tentang Pengaruh Faktor Eksternal dan Internal terhadap NPL pada PT2. Pegadaian Persero di Kota Makasar,

Dengan mata kuliah prasyarat adalah sebagai berikut (sesuaikan dengan prasyarat peminatan 1 dan 2:..

Berdasarkan Evaluasi Dokumen Kualifikasi Pengadaan Jasa Konsultansi Pekerjaan Kegiatan Pengadaan Barang/Jasa untuk paket Penyusunan Dokumen Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)

dan Madura digunakan di banyak tempat, sehingga umum bagi masyarakat di Kabupaten Jember menguasai dua bahasa daerah tersebut dan juga saling mempengaruhi

[r]

Pada tugas akhir ini, pengukuran filter digital ini menggunakan UniTrain-1 dan MCLS modular serta software penunjang Digital Signal Processing dimana dalam nilai-nilainya