• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Potensi Obyek Wisata dan Analisis Kesiapan Masyarakat dalam Pengembangan Desa Wisata Berbasis Masyarakat di Kawasan Danau Linting Kabupaten Deli Serdang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi Potensi Obyek Wisata dan Analisis Kesiapan Masyarakat dalam Pengembangan Desa Wisata Berbasis Masyarakat di Kawasan Danau Linting Kabupaten Deli Serdang"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Identifikasi Potensi

Potensi alam dalam kamus Kehutanan RI tahun 1989 adalah mengenai

kandungan gejala alam dari suatu kawasan. Menurut Undang-undang (UU)

Nomor 9 tahun 1990, wisata adalah kegiatan perjalanan atau sebagian dari

kegiatan tersebut yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk

menikmati obyek dan daya tarik wisata. Potensi wisata adalah mengenai

kandungan gejala alam dari suatu kawasan yang dapat dijadikan sebagai obyek

dan daya tarik suatu perjalanan wisata.

Menurut Prosiding lokakarya wana wisata (1986) dalam Rimbawanti

(2003) mengemukakan bahwa potensi wisata secara umum meliputi berbagai

kekhasan yaitu:

a.

Estetis

: keindahan alam, keunikan gejala alam seperti air terjun, kawah,

sumber air panas, dan lain-lain serta keindahan untuk lintas alam

b.

Biologis

: Keanekaragaman dari jenis-jenis flora dan fauna

c.

Historis

: Keanekaragaman peninggalan sejarah

d.

Scientist

: Untuk penelitian ilmu pengetahuan

Potensi wisata yang dikemukaan Yoeti (1997) yaitu obyek pariwisata yang

dapat dilihat, disaksikan, dilakukan atau dirasakan. Obyek tersebut dapat berupa:

1.

Berasal dari alam, dapat dilihat dan disaksikan secara bebas

(pada tempat-tempat tertentu harus bayar untuk masuk, seperti cagar alam,

kebun raya, dan lain-lain) seperti: iklim, pemandangan, vegetasi hutan, flora

(2)

2.

Merupakan hasil kebudayaan suatu bangsa yang dapat dilihat, disaksikan,

dan dipelajari seperti: monumen dan peninggalan masa lalu, tempat-tempat

budaya, dan perayaan-perayaan tradisional.

Ekowisata merupakan suatu bentuk kegiatan pariwisata yang memanfaatkan

keaslian lingkungan alam, dimana terjadi interaksi antara lingkungan alam dan aktivitas

rekreasi, konservasi dan pengembangan, serta antara penduduk dan wisatawan. Dari

defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kegiatan ekowisata mengintegrasikan kegiatan

pariwisata, konservasi dan pemberdayaan masyarakat lokal, sehingga masyarakat

setempat dapat ikut serta menikmati keuntungan dari kegiatan wisata tersebut melalui

pengembangan potensi-potensi lokal yang dimiliki (Hadinoto, 1996).

Obyek dan Daya Tarik Wisata

Pariwisata pada saat ini menjadi harapan bagi banyak negara termasuk Indonesia

sebagai sektor yang dapat diandalkan dalam pembangunan berkelanjutan khususnya pada

sektor kehutanan. Pada sektor kehutanan, ekowisata diharapkan dapat menjadi kegiatan

yang paling penting dalam memulihkan kerusakan hutan dan mengembalikan peranan

masyarakat untuk ikut menjaga kelestarian hutan. Kawasan hutan yang dikelola dengan

tujuan ganda akan tercapai bila dikembangkan sebagai objek dan daya tarik wisata alam

(Fandeli dan Mukhlison, 2000).

Objek dan daya tarik wisata merupakan salah satu unsur penting dalam

dunia kepariwisataan. Dimana objek dan daya tarik wisata dapat menyukseskan

program pemerintah dalam melestarikan adat dan budaya bangsa sebagai aset

yang dapat dijual kepada wisatawan. Objek dan daya tarik wisata dapat berupa

alam, budaya, tata hidup dan sebagainya yang memiliki daya tarik dan nilai jual

untuk dikunjungi ataupun dinikmati oleh wisatawan. Dalam arti luas, apa saja

yang mempunyai daya tarik wisata atau menarik wisatawan dapat disebut sebagai

(3)

Menurut Undang-Undang No. 9 tahun 1990 tentang Kepariwisataan, objek dan daya

tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata. Objek dan daya tarik

wisata terdiri atas :

1. Objek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud keadaan

alam, serta flora dan fauna

2. Objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud museum,

peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya, wisata buru, wisata

petualangan alam, taman rekreasi dan tempat hiburan

Selanjutnya dijelaskan bahwa pembangunan objek dan daya tarik wisata dilakukan

dengan cara mengusahakan, mengelola, dan membuat objek-objek baru sebagai objek dan

daya tarik wisata.

Menurut Hamid (1996) obyek wisata didefenisikan sebagai segala sesuatu yang

menarik dan telah dikunjungi wisatawan sedangkan daya tarik adalah segala sesuatu yang

menarik namun belum tentu dikunjungi. Daya tarik tersebut masih memerlukan

pengelolaan dan pengembangan sehingga menjadi obyek wisata yang mampu menarik

kunjungan. Sedangkan Suwantoro (1997) menyatakan bahwa objek wisata alam adalah

sumber daya alam yang berpotensi dan berdaya tarik bagi wisatawan serta ditujukan

untuk pembinaan cinta alam, baik dalam kegiatan alam maupun setelah pembudidayaan.

Selanjutnya juga dijelaskan bahwa daya tarik wisata yang juga disebut objek wisata

merupakan potensi yang menjadi pendorong kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan

wisata.

Menurut Wiwoho (1990) daya tarik tersebut antara lain dapat berupa :

1. Sumber-sumber daya tarik yang bersifat alamiah seperti iklim, pemandangan alam,

lingkungan hidup, fauna, flora, kawah, danau, sungai, gua-gua, tebing, lembah dan

gunung.

2. Sumber-sumber buatan manusia berupa sisa-sisa peradaban masa lampau, monumen

(4)

3. Sumber-sumber daya tarik yang bersifat manusiawi. Sumber manusiawi melekat

pada penduduk dalam bentuk warisan budaya misalnya tarian, sandiwara, drama,

upacara adat, upacara penguburan mayat, upacara keagamaan, upacara perkawinan

dan lain-lain.

Menurut Siswanto (2006), unsur pokok yang harus mendapat perhatian guna

menunjang pengembangan pariwisata di daerah tujuan wisata yang menyangkut

perencanaan, pelaksanaan pembangunan dan pengembangannya meliputi 5 unsur :

1. Objek dan daya tarik wisata.

Daya tarik wisata yang juga disebut objek wisata merupakan potensi yang menjadi

pendorong kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata.

2. Prasarana wisata.

Prasarana wisata adalah sumberdaya alam dan sumberdaya buatan manusia yang

mutlak dibutuhkan oleh wisatawan dalam perjalanannya di daerah tujuan wisata.

3. Sarana wisata.

Sarana wisata merupakan kelengkapan daerah tujuan wisata yang diperlukan untuk

melayani kebutuhan wisatawan dalam menikmati perjalanan wisatanya.

4. Tata laksana/infrastruktur.

Infrastruktur adalah situasi yang mendukung fungsi sarana dan prasarana wisata,

baik yang berupa sistem pengaturan maupun bangunan fisik di atas permukaan tanah

dan dibawah tanah.

5. Masyarakat/lingkungan.

Daerah tujuan wisata yang memiliki berbagai objek dan daya tarik wisata akan

mengundang kehadiran wisatawan. Masyarakat di sekitar objek wisatalah yang akan

menyambut kehadiran wisatawan tersebut dan sekaligus akan memberikan layanan

(5)

Menurut MacKinnon et al. (1990), faktor-faktor yang membuat suatu kawasan

menarik bagi pengunjung adalah :

1. Letaknya dekat, cukup dekat, atau jauh dengan bandar udara internasional atau pusat

kota

2. Perjalanan ke kawasan tersebut mudah dan nyaman, perlu sedikit usaha, sulit, atau

berbahaya

3. Kawasan tersebut memiliki atraksi yang menonjol misalnya satwa liar yang menarik

4. Kondisi sarana prasarana harus mendukung

5. Kawasan tersebut memiliki beberapa keistimewaan yang berbeda

6. Memiliki tambahan budaya yang sangat menarik serta beberapa atraksi wisata

7. Unik dalam penampilannya

8. Memiliki fasilitas rekreasi pantai atau tepian danau, sungai, air terjun, kolam renang

atau tempat rekreasi lainnya.

9. Kawasan cukup dekat dengan lokasi lain yang menarik wisatawan sehingga menjadi

bagian kegiatan wisatawan

10. Sekitar kawasan tersebut memiliki pemandangan indah

11. Keadaan makanan dan akomodasi tersedia

Yoeti (1985) menyatakan bahwa suatu daerah untuk menjadi daerah tujuan wisata

(DTW) yang baik harus mengembangkan 3 hal agar daerah tersebut menarik untuk

dikunjungi yakni:

a)

Adanya something to see yaitu adanya sesuatu yang menarik untuk dilihat yang

dalam hal ini objek wisata yang berbeda dengan tempat-tempat lain (mempunyai

keunikan tersendiri)

b)

Adanya something to buy yaitu terdapat sesuatu yang menarik untuk dibeli. Dalam

(6)

sehingga di daerah tersebut harus ada fasilitas untuk dapat berbelanja atau shopping

yang menyediakan souvenir maupun kerajinan tangan lainnya

c)

Adanya something to do yaitu suatu aktivitas yang dapat dilakukan di tempat itu yang

dapat membuat orang yang berkunjung merasa betah di tempat tersebut

Analisis Kesiapan Masyarakat

Pendekatan yang dipakai untuk mengkaji analisis kesiapan masyarakat

dalam pengembangan secara partisipatif adalah 'Participatory Rural Appraisal'

atau PRA. Participatory Rural Appraisal ini adalah sekumpulan teknik dan alat

yang mendorong masyarakat desa untuk turut serta meningkatkan dan

menganalisa pengetahuannya mengenai hidup dan kondisi mereka sendiri, agar

mereka dapat membuat rencana dan tindakan.

Kajian keadaan pedesaan secara

partisipatif dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dan percaya diri

masyarakat dalam mengidentifikasi serta menganalisa situasinya, baik potensi

maupun permasalahannya (Hikmat, 2001).

PRA mengutamakan masyarakat agar memperoleh kesempatan untuk

memiliki peran dan mendapat manfaat dalam kegiatan program pengembangan.

PRA terdiri dari sekumpulan teknik atau alat yang dapat dipakai untuk mengkaji

keadaan pedesaan. Teknik ini berupa visual (gambar, tabel, bentuk) yang dibuat

oleh masyarakat sendiri dan dipergunakan sebagai media diskusi masyarakat

tentang keadaan mereka sendiri serta lingkungannya. Beberapa teknik yang

terkenal meliputi:

1.

Pemetaan kawasan desa

2.

Kalender musim

3.

Transek (penelusuran desa)

(7)

PRA biasanya sudah diawali dengan proses sosialisasi pemberdayaan

masyarakat. Kualitas informasi yang digali dengan PRA biasanya tinggi, namun

kuantitatif kadang-kadang kurang tepat. Walaupun kita tidak tahu apakah

informasi seratus persen benar, yang penting bahwa informasi itu cenderung

mendekati kebenaran. Untuk itu, dimanfaatkan prinsip triangulasi atau

pengecekan kembali dan pemeriksaan ulang. Kajian keadaan pedesaan Partisipatif

tahap pertama adalah dalam siklus pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.

Setelah kajian, masyarakat akan masuk tahap perencanaan kemudian pelaksanaan

dan monitoring dan evaluasi. Setelah itu, mereka lanjutkan dengan ulang

mengkaji sebagai dasar untuk rencana baru (Mustafa, 1988).

Pengembangan desa wisata

Perencanaan merupakan proses pembuatan keputusan tentang apa yang harus

dikerjakan dimasa depan dan bagaimana melakukannya. Perencanaan harus

memperhatikan keadaan sekarang secara realistis dan faktor potensial yang dapat

dikembangkan. Perencanaan usaha harus dimulai dengan survei terperinci mengenai sifat

dan bentuk pengembangan yang direncanakan terutama dalam hal sumberdaya yang

dimiliki (Kusmayadi, 2004).

Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia (2003) menyatakan

bahwa secara konseptual ekowisata dapat didefinisikan sebagai suatu konsep

pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya

pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat

dalam pengelolaan sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat dan

pemerintah setempat.

Berdasarkan segi pengelolaannya ekowisata dapat didefinisikan sebagai

penyelenggaraan kegiatan wisata yang bertanggung jawab di tempat-tempat alami dan

(8)

berkelanjutan dan mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya)

serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Sumberdaya kawasan pedesaan

yang di dalamnya mencakup sumberdaya fisik, sosial dan budaya ternyata dapat

dimanfaatkan sebagai daya tarik wisata. Seringkali masyarakat pedesaan tidak menyadari

bila wilayahnya memiliki nilai lebih yang tidak dimiliki wilayah lainnya (Fauzi, 2004).

Pengembangan adalah upaya memperluas atau mewujudkan potensi-potensi,

membawa suatu keadaan secara bertingkat pada suatu keadaan yang lebih lengkap, lebih

besar, lebih baik, dan memajukan sesuatu yang lebih awal kepada yang lebih akhir

atau dari yang sederhana kepada yang lebih kompleks. Dari segi kualitatif,

pengembangan berfungsi sebagai upaya peningkatan yang meliputi penyempurnaan

program ke arah yang lebih baik, di mana hal-hal yang dikembangkan meliputi

aktivitas manajemen yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan

evaluasi (Ramly, 2007).

Aspek-aspek yang perlu diketahui dalam pengembangan pariwisata menurut

Dimjati (1999) adalah :

1. Wisatawan (tourist) dengan melakukan penelitian tentang wisatawan sehingga dapat

diketahui karakteristik wisatawan yang diharapkan datang.

2. Pengangkutan (transportasi) adalah bagaimana fasilitas transportasi yang tersedia

baik dari negara asal atau angkutan ke obyek wisata.

3. Atraksi/obyek wisata (attraction) mengenai apa yang dilihat, dilakukan dan dibeli di

daerah tujuan wisata (DTW) yang dikunjungi.

4. Fasilitas pelayanan (service facilities).

5. Informasi dan promosi (information) yaitu cara-cara promosi yang akan dilakukan

baik melalui iklan atau paket yang tersedia.

Desa wisata merupakan suatu bentuk lingkungan permukiman yang sesuai

dengan tuntutan wisatawan dalam menikmati, mengenal dan menghayati atau

(9)

kegiatan hidup masyarakatnya (mencakup kegiatan hunian, interaksi sosial, kegiatan adat

setempat dan sebagainya), sehingga terwujud suatu lingkungan yang harmonis, rekreatif,

dan terpadu dengan lingkungannya (Ikaputra, 1985).

Desa wisata merupakan bentuk desa yang memiliki ciri khusus di

dalamnya, baik alam dan budaya, serta berpeluang dijadikan komoditi bagi

wisatawan. Wujud desa wisata itu sendiri bahwa desa sebagai obyek dan subyek

pariwisata. Sebagai objek, merupakan tujuan kegiatan pariwisata, sedangkan

sebagai subyek adalah sebagai penyelenggara, apa yang dihasilkan oleh desa akan

dinikmati oleh masyarakatnya secara langsung dan peran aktif masyarakat sangat

menentukan kelangsungan desa wisata itu sendiri (Soebagyo, 1991).

Sebagai suatu bentuk struktur dari kegiatan pariwisata, desa wisata erat

kaitannya dengan kegiatan tinggal menetap di dalam atau dekat dengan kehidupan

masyarakat pedesaan, belajar mengenai desa dan budaya lokal serta cara hidup

masyarakat serta seringkali turut berpartisipasi dalam aktivitas pedesaan. Dalam

perencanaan dan pengembangan serta pengelolaan masyarakat terlibat secara

penuh sehingga dengan demikian diharapkan keuntungan dapat diterima oleh

penduduk itu sendiri (Basuki, 1992).

Menurut Romani (2006) tindakan bijaksana dengan memperhatikan

kepentingan serta kondisi lingkungan perlu diperhatikan dalam mengembangkan

sebuah desa wisata, khususnya di wilayah yang masih memiliki ikatan serta sifat

tradisional. Sebagai model dasar pembentukan sebuah desa wisata, harus

memperhatikan pemilihan site dalam merencanakan fasilitas yang hendak

digunakan. Perlu koordinasi dengan penduduk serta kerjasama antara mereka

sendiri untuk melakukan pengembangan dan pengelolaan serta pemasaran yang

(10)

menomersatukan proses pelibatan penduduk setempat dalam tukar gagasan,

tindakan, pengambilan keputusan, dan kontrol dalam mengembangkan kegiatan

pariwisata pedesaan. Dengan demikian diharapkan dari kegiatan yang lahir

nantinya dapat memberikan kerangka kerja yang simboisis mutualisme, saling

menguntungkan antara masyarakat dan wisatawan.

Terdapat beberapa kriteria desa wisata yaitu :

1.

Atraksi wisata adalah semua yang mencakup alam, budaya, dan hasil

ciptaan manusia. Atraksi yang dipilih adalah yang paling menarik dan

atraktif di desa

2.

Jarak tempuh adalah jarak tempuh dari kawasan wisata terutama tempat

tinggal wisatawan dan juga jarak tempuh dari ibukota provinsi

3.

Besaran desa biasanya menyangkut masalah-masalah jumlah rumah, jumlah

penduduk, karakteristik dan luas wilayah desa. Kriteria ini berkaitan dengan

daya dukung kepariwisataan pada suatu desa

4.

Sistem

kepercayaan

dan

kemasyarakatan merupakan aspek penting

mengingat adanya aturan-aturan yang khusus pada komunitas sebuah desa.

Perlu dipertimbangkan adalah agama yang menjadi mayoritas dan sistem

kemasyarakatan yang ada (Mukaryanti dan Saraswati, 2005).

Strategi melibatkan peran serta masyarakat dapat dilakukan antara lain

dengan:

1.

Menginformasikan kepada penduduk setempat tentang apa yang akan terjadi

bila pariwisata pedesaan masuk ke desa mereka

(11)

3.

Menghargai pendapat dan melibatkan masyarakat setempat dalam

pengambilan keputusan

4.

Meningkatkan pemahaman tentang pariwisata dan dampaknya

5.

Mendorong hubungan antar wisatawan dan penduduk setempat

(Ahimsa-putra, dkk, 2000).

Prinsip penting lainnya yang patut diperhatikan dalam pengembangan desa

wisata:

1.

Mengembangkan fasilitas-fasilitas wisata dalam skala kecil beserta

pelayanannya yang dekat atau di dalam desa itu sendiri

2.

Fasilitas dan pelayanan tersebut dimiliki dan dikerjakan oleh penduduk,

secara individu atau bekerjasama

3.

Pengembangan yang didasarkan kepada sifat budaya tradisional suatu desa

(human life) atau sifat atraksi yang dekat dengan alam (nature based).

Untuk itu pada beberapa wilayah pedesaan yang telah menjadi bagian dari

kegiatan wisata desa perlu diupayakan peningkatan aspek yang telah disebutkan di

atas, yakni aspek fisik, sosial dan budaya serta kelembagaannya agar dapat menjadi

desa-desa wisata (Ahimsa-Putra, 2000).

Kondisi Kawasan Wisata Danau Linting

Kawasan Danau Linting merupakan danau vulkanik yang sangat indah dan unik

memiliki luas permukaan danau sekitar 5.512 m² dengan total luas kawasan lebih kurang

3 hektar. Dibandingkan dengan Danau Toba yang sudah terkenal sebagai icon wisata

Sumatera Utara, masih banyak orang yang belum mengenal pesona Danau Linting. Selain

danau yang indah, disekitar danau terdapat pohon-pohon besar yang rimbun sehingga

menghadirkan landscape yang sangat menarik. Jarak Danau Linting dari Medan sekitar

(12)

kendala orang untuk mengunjungi danau ini adalah kondisi jalan menuju lokasi yang

masih kurang baik dan transportasi yang kurang lancar.

Secara administratif Danau Linting berada di Desa Sibunga-bunga Hilir,

Kecamatan Sinembah Tanjung Muda (STM) Hulu. Pemerintah Kabupaten Deli Serdang

menetapkan kawasan Danau Linting ini sebagai kawasan wisata melalui Surat Keputusan

Bupati Deli Serdang Nomor 556/272/DS/Tahun 1999 tentang Pelestarian dan Pengelolaan

Kawasan Wisata Danau Linting di Kecamatan Sinembah Tanjung Muda (STM) Hulu

Kabupaten Daerah Tingkat II Deli Serdang. Dalam surat keputusan bupati tersebut, radius

100 meter dari pinggir danau dinyatakan sebagai kawasan lokasi wisata. Meskipun sudah

ditetapkan sebagai kawasan wisata, namun Danau Linting baru dikelola secara serius oleh

Perangkat Desa Sibunga-bunga terhitung sejak awal September baru-baru ini.

Danau Linting memiliki keunikan dengan warna air hijau kebiru-biruan, airnya

yang terasa panas, dan mengandung belerang. Secara geologis, kawasan Danau Linting

memiliki struktur batuan kapur dengan semburan air panas sebagai hasil dari proses

geothermal. Pada hari sabtu dan minggu atau hari libur nasional, Danau Linting banyak

dikunjungi pengunjung lokal khususnya dari daerah Medan dan sekitarnya. Masyarakat di

luar Desa Sibunga-bunga Hilir ternyata sudah banyak yang mengetahui keberadaan lokasi

ini. Dari sisi pemasaran, adanya pengunjung yang rutin datang pada hari libur

menunjukkan bahwa Danau Linting cukup marketable dan akan cukup menjanjikan

apabila dikelola secara professional.

Melihat dari karakteristik Danau Linting, sepertinya danau ini dulunya adalah

sebuah kawah atau retakan dari peristiwa vulkanik. Hal ini dilihat dari beberapa hal yang

bisa ditemui di danau ini seperti kandungan belerangnya yang cukup tinggi, serta

kedalamannya yang masih menjadi misteri hingga saat ini.

Berdasarkan hasil penelusuran melalui google earth, kawasan Danau Linting yang

(13)

secara geografis berada pada koordinat 3º13’46,10’’LU dan 98º43’34,15’’BT. Kawasan

yang berbatasan langsung dengan Danau Linting adalah sebagai berikut:

a. Sebelah utara berbatasan dengan desa Durian IV Mbelang

b. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Simalungun

c. Sebelah selatan berbatasan dengan desa Rumah Rih

d. Sebelah barat berbatasan dengan desa Rumah Rih

Pihak Kecamatan STM Hulu memposisikan Danau Linting dengan mengintegrasikan

pengelolaan kawasan bersama desa-desa yang memiliki lahan pertanian yang berbatasan

langsung dengan Danau Linting khususnya yang berasal dari ketiga desa tersebut agar

Referensi

Dokumen terkait

Programming languages always have commands for getting data into and out of variables and for doing computations with data. For example, the following “assignment statement,”

Jaringan SUTM adalah jaringan distribusi tenaga listrik 3 fasa 20 KV yang merupakan jaringan pendistribusian tenaga listrik tegangan menengah yang keluar dari Gardu induk

Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses pembayaran tagihan rekening Pembangkit Listrik Tenaga Diesel

Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapangan, yaitu Mengetahui prosedur penyusunan laporan keuangan PT. Indonesia Power dan

(2) Sub Bidang Verifikasi dan Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi mempunyai tugas membantu Kepala Bidang dalam mengumpulkan bahan, memverifikasi, dan

[r]

Dalam melaksankan prosedur penggajian pada PT.PERTAMINA UPMS III Instalasi Tanjung Priok ( Plumpang ), Jakarta telah dilaksanakan dengan ketentuan yang berlaku dengan

[r]