BAB I PENDAHULUAN
Sindroma nefrotik (SN) merupakan suatu kumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria masif, hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia dan edema.1 Sindroma nefrotik pada anak merupakan penyakit ginjal anak yang paling sering ditemukan. Insiden di Amerika Serikat dan Inggris adalah 2-7 kasus baru per 100.000 anak. Di Indonesia insidennya berkisar 6 kasus per 100.000 anak pada anak berusia kurang dari 14 tahun. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah dua berbanding satu.2
Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik dan sekunder mengikuti penyakit sistemik, antara lain sistemik lupus eritematosus (SLE), purpura Henoch Schonlein dan lain-lain.2 Pada SN idiopatik pada anak, sebagian besar (80-90%) mempunyai gambaran patologi anatomi berupa kelainan minimal (SNKM), glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) 7-8%, mesangial proliferatif difus (MPD) 1,9-2,3%, glomerulonefritis membranoproliferatif (GNMP) 6,2% dan nefropati membranosa (GNM) 1,3%.2-4
Pada umumnya, penderita SN datang dengan edema. Edema bersifat
generalisata dan distribusinya dipengaruhi gravitasi. Pada pagi hari, edema terutama
di wajah dan periorbita dan di sore hari terutama pada pretibia. Edema dapat berlanjut
menjadi asites, efusi pleura, edema skrotum dan edema anasarka.
1Pada pasien SN
sering juga ditemukan gangguan gastrointestinal berupa diare, nyeri perut, dan
hepatomegali. Gangguan pernafasan juga dapat terjadi pada pasien SN akibat distensi
abdomen ataupun efusi pleura.
3Tatalaksana SN meliputi pengobatan dengan steroid, penanggulangan edema, pengaturan diet dan edukasi orang tua.2Prognosis pasien SN tergantung pada respon terhadap terapi steroid.4