• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Tata Guna Lahan Dalam Memitigasi Daerah Rawan Tanah Longsor Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG) (Studi Kabupaten Simalungun)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Tata Guna Lahan Dalam Memitigasi Daerah Rawan Tanah Longsor Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG) (Studi Kabupaten Simalungun)"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

1. Berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh Gigih Prastyo Indrasmoro (Program

Studi Sistem Informasi S-1, Fakultas Ilmu Komputer Universitas Dian Nuswantoro

Semarang Tahun 2013 didalam jurnalnya yang berjudul Geographic Information

System (GIS) Untuk Deteksi Daerah Rawan Longsor Studi Kasus di Keurahan

Karang Anyar Gunung Semarang dari apa yang telah dibahas pada penelitian ini

maka dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara lain sebagai berikut:

a. Tingkat kerawanan tanah longsor dibagi ke dalam tiga klasifikasi yaitu kurang

rawan longsor sebesar 23.095 Ha (29.91%), rawan longsor sebesar 44.976 Ha

(58.24%) dan sangat rawan longsor sebesar 9.156 Ha (11.86%).

b. RW III, VI dan VI merupakan daerah yang memiliki wilayah sangat rawan

longsor dengan luasan masing-masing wilayah sebesar 0.386 Ha, 7.116 Ha dan

1.654 Ha.

c. Tiap parameter penyebab terjadinya longsor memiliki karakteristik yang

berbeda-beda.

1) Faktor curah hujan yang tergolong agak tinggi yang mendominasi seluruh

wilayah kelurahan yaitu sebesar 2000 mm/tahun.

2) Daerah kelurahan didominasi dengan tingkat kemiringan lereng yang

relatif tinggi, hal ini dapat dilihat dari daerah yang memiliki tingkat

kemiringan lereng di bawah rata-rata 14% hanya sebesar 22.269 Ha atau

(2)

3) Penggunaan lahan yang didominasi dengan pemukiman dengan luas

42.239Ha atau sebesar 54,69% dari total luas wilayah. Sedangkan semak

belukar yang menjadi parameter yang memiliki skor tertinggi dalam

penentuan daerah rawan adalah sebesar 3.727 Ha (4.83%) dari total luas

wilayah.

4) RW VI memiliki tingkat kepadatan penduduk yang sangat tinggi dengan

rata-rata total penduduk mencapai angka 420 Jiwa/Ha.

2. Kemudian Pada Penelitian selanjutnya, Penelitian yang dilakukan Mubekti, dan

Fauziah Alhasanah Peneliti di Pusat Teknologi Inventarisasi Sumberdaya Alam

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi yang berjudul Mitigasi daerah rawan

tanah longsor menggunakan teknik pemodelan sistem informasi geografis Studi

Kasus: Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan maka dapat dihasilkan

sebagai berikut:

a. Lebih dari separuh wilayah Sumedang Utara dan Sumedang Selatan

merupakan daerah yang rawan terhadap tanah longsor

b. Wilayah yang memiliki potensi bahaya longsor pada tingkat sangat rawan

adalah Desa Ciherang, Sukajaya, Pasanggrahan, dan Citengah

c. Wilayah yang memiliki tingkat bahaya tanah longsor yang tinggi belum

(3)

2.2 Teori tentang Analisis

Uraian teoritis merupakan landasan berpikir yang dapat kita terterakan melalui

beberapa referensi dan pendapat para ahli yang mendukung tentang teori yang akan kita

bahas, akan tetapi landasan teori harus di sesuaikan dengan pengetahuan secara

individual dalam menguraikan masalah masalah yang akan kita temui baik dalam

pengolahan kosakata ataupun di dalam penelitian di lapangan.

2.2.1 Pengertian Analisis

Menurut Wiradi (2000), Analisis merupakan sebuah aktivitas yang memuat

kegiatan memilah, mengurai, membedakan sesuatu untuk digolongkan dan

dikelompokkan menurut kriteria tertentu lalu dicari ditaksir makna dan kaitannya.

Sedangkan Menurut Komaruddin Analisis merupakan suatu kegiatan berfikir untuk

menguraikan suatu keseluruhan menjadi komponen sehingga dapat mengenal

tanda-tanda komponen, hubungan satu sama lain dan fungsi masing-masing dalam satu

keseluruhan yang terpadu.

Menurut Umar (2010), Analisa adalah suatu proses kerja dari rentetan tahapan

pekerjaan sebelum riset didokumentasikan melalui tahapan penulisan laporan.

2.3 Teori tentang Tata Ruang

2.3.1 Pengertian Ruang, Wilayah dan Perencanaan 2.3.1.1 Pengertian Ruang

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Penataan Ruang, yang dimaksud dengan ruang adalah: “Wadah yang meliputi ruang

(4)

wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara

kelangsungan hidupnya”.

Sedangkan menurut D. A. Tisnaamidjaja, yang dimaksud dengan pengertian

ruang adalah “wujud fisik wilayah dalam dimensi geografis dan geometris yang

merupakan wadah bagi manusia dalam melaksanakan kegiatan kehidupannya dalam

suatu kualitas hidup yang layak”. Ruang sebagai salah satu tempat untuk

melangsungkan kehidupan manusia, juga sebagai sumber daya alam merupakan salah

satu karunia Tuhan kepada bangsa Indonesia. Dengan demikian ruang wilayah

Indonesia merupakan suatu aset yang harus dapat dimanfaatkan oleh masyarakat dan

bangsa Indonesia secara terkoordinasi, terpadu dan seefektif mungkin dengan

memperhatikan faktor-faktor lain seperti, ekonomi, sosial, budaya, hankam, serta

kelestarian lingkungan untuk mendorong terciptanya pembangunan nasional yang serasi

dan seimbang.

Selanjutnya, dalam Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah No.

327/KPTS/2002 tentang Penetapan Enam Pedoman Bidang Penataan Ruang, yang

dimaksud dengan ruang adalah: “Wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan,

ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan makhluk hidup lainnya

dan melakukan serta memelihara kelangsungan hidupnya.”

2.3.1.2 Pengertian Wilayah

Menurut pasal 1 angka 17 dan 18 Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang

penataan ruang, yang dimaksud dengan wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan

geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan

(5)

undang nomor 26 tahun 2007 dijelaskan bahwa Sistem wilayah adalah struktur ruang

dan pola ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan pada tingkat wilayah.

Wilayah dilihat dari sudut sumberdaya alam dibedakan antara kawasan lindung

dan kawasan budidaya. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi

utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya buatan.

Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk

dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia

dan sumber daya buatan.

Ruang/wilayah dinyatakan sebagai tempat dimana kegiatan ekonomi dan

aktifitas lainnya dijalankan. Ruang/wilayah memiliki resource yang dapat diolah dan

dimanfaatkan bagi kehidupan manusia. Ruang/wilayah sebagai faktor kunci dalam

aktifitas ekonomi dan kehidupan. Tidak ada aktifitas manusia tanpa ruang/wilayah.

Didalam wilayah ditemukan berbagai potensi (resource), antara lain sumber daya alam,

sumber daya manusia, modal (capital equipment), teknologi, budaya (culture, prilaku

rasional).

2.3.1.3 Pengertian Perencanaan Ruang dan Wilayah

Menurut pasal 1 angka 13 Undang- undang Nomor 26 tahun 2007 tentang

penataan ruang, perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur

ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang.

Perencanaan menyangkut pada tugas masa mendatang yang ditetapkan pada saat

ini yang berjalan secara bertahap/berproses, dalam kurun waktu tertentu dan mempunyai

tujuan tertentu.sehubungan dengan tata ruang haruslah juga memperhatikan potensi

(6)

Wilayah harusnya dimanfaatkan dan direncanakan dengan baik untuk

kepentingan manusia, dengan proses dan tahapan yang berorientasikan kepada kebaikan

pada masa datang dalam rencana pembangunan (tahunan, menengah dan panjang),

diharapkan menciptakan regulasi yang terintegrasi dengan baik, dalam menentukan

kawasan strategis dan menentukan zonasi yang baik.

2.3.2. Pengertian Pemanfaatan Ruang

Menurut pasal 1 angka 14 Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang

penataan ruang, pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan

pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan

program beserta pembiayaannya. Dan diharuskan juga ruang dapat dikendalikan,

diharapkan untuk mewujudkan tertib tata ruang.

Semua resource yang terdapat pada ruang atau wilayah adalah penting tetapi

posisi sumberdaya alam adalah sumber dai segalanya. Wilayah atau ruang diharapkan

dapat dimanfaatkan dengan baik untuk kemaslahatan umat, dikarenakan wilayah yang

tidak baik dimanfaatkan akan dapat menimbulkan suatu bencana baik alam maupun

buatan manusia.

2.3.3. Pengembangan Wilayah dengan Tata Ruang

Menurut adisasmita (2005), pengembangan wilayah merupakan suatu tindakan

mengembangkan wilayah atau membangun daerah atau kawasan dalam rangka usaha

memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup manusia. Sedangkan menurut Anwar (1999),

pengembangan wilayah merupakan program menyeluruh dan terpadu dari semua

kegiatan dengan memperhitungkan sumber daya ada untuk memberikan kontribusi pada

(7)

dalam mewujudkan keterpaduan penggunaan sumber daya dengan penyeimbang dan

penyerasian pembangunan antar daerah, antar sektor serta antar pelaku pembangunan

dalam mewujudkan tujuan pembangunan daerah.

Oleh sebab itu, dapat diketahui dari pendapat di atas bahwasannya

pengembangan wilayah dengan tata ruang merupakan upaya baik dalam suatu kebijakan

dalam memanfaatkan, mengatur dan menggunakan wilayah dengan tata ruang.

Memberdayakan ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam

bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup,

melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya untuk pembangunan antar

sektor dan antar daerah.

2.3.4. Ruang Lingkup Tata Ruang

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Penataan Ruang, yang dimaksud dengan ruang adalah: “Wadah yang meliputi ruang

darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan

wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara

kelangsungan hidupnya. Didalam pasal 1 angka 3 dijelaskan kembali bahwasannya

struktur ruang merupakan susunan pusat-pusat pemukiman dan sistem jaringan

prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi

masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional. Seperti halnya,

kawasan lindung, pemukiman, perkebunan, kawasan budidaya, kawasan perdesaan,

kawasan agropolitan, kawasan perkotaan, kawasan metropolitan, kawasan megapolitan,

(8)

2.3.5. Pembangunan Penataan Tata Ruang

Menurut Hermit klasifikasi penataan ruang bukan merupakan hal baru dalam

pengaturan sistem penataan ruang kita. Pasal UU Penataan ruang ini berbunyi,

“Penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan kawasan,

wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategi kawasan”. Menurut

Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang klasifikasi penataan ruang adalah:

Pasal 4 :

Penataan ruang diklasifikasikan berdasarkan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah

administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan.

Pasal 5 :

1. Penataan ruang berdasarkan sistem terdiri atas sistem wilayah dan sistem internal

perkotaan.

2. Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri atas kawasan lindung dan

kawasan budi daya.

3. Penataan ruang berdasarkan wilayah administratif terdiri atas penataan ruang

wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah

kabupaten/kota.

4. Penataan ruang berdasarkan kegiatan kawasan terdiri atas penataan ruang kawasan

perkotaan dan penataan ruang kawasan perdesaan.

5. Penataan ruang berdasarkan nilai strategis kawasan terdiri atas penataan ruang

kawasan strategis nasional, penataan ruang kawasan strategis provinsi, dan

(9)

Pasal 6 :

1. Penataan ruang diselenggarakan dengan memperhatikan:

a. Kondisi fisik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan

terhadap bencana;

b. Potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan;

kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan,

lingkungan hidup, serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan;

dan

c. Geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi.

2. Penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan

ruang wilayah kabupaten/kota dilakukan secara berjenjang dan komplementer.

3. Penataan ruang wilayah nasional meliputi ruang wilayah yurisdiksi dan wilayah

kedaulatan nasional yang mencakup ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan.

4. Penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota meliputi ruang darat, ruang

laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

5. Ruang laut dan ruang udara, pengelolaannya diatur dengan undang-undang

tersendiri.

Dari pasal-pasal tersebut telah jelas klasifikasi penataan ruang baik berdasarkan

sistem, fungsi utama kawasan-kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan

(10)

2.3.6 Peran Perencana dan Pemerintah terhadap Tata Ruang

Makin tinggi taraf hidup manusia, makin bertambah pula macam dan ragam

kebutuhannya. Hal ini ditambah pula dengan tersedianya ilmu dan teknologi yang

memungkinkan ragam dan macam kebutuhan itu dipenuhi. Upaya untuk memenuhi

kebutuhan di atas dilakukan dengan memanfaatkan berbagai sumber daya alam yang

tersedia di sekitarnya dengan melakukan berbagai macam kegiatan, baik langsung

maupun tidak. Kegiatan tersebut memerlukan ruang atau tempat.

Pada umumnya, suatu ruang tertentu dapat digunakan untuk berbagai alternatif

kegiatan, seperti pemukiman, industri, pertanian dan sebagainya. Apabila suatu kegiatan

tertentu telah dilakukan di suatu ruang tertentu, pada waktu yang sama tidak dapat

dilakukan suatu kegiatan lain. Karena itu, dapat terjadi persaingan. Bahkan, terjadi

konflik dalam pemanfaatan ruang antara berbagai macam kegiatan, yang dapat

menghambat kelancaran kegiatan itu. Hak guna usaha, misalnya kegiatan pertanian,

yang terdapat dalam suatu ruang dapat terjadi tumpang tindih dengan kegiatan

pertambangan berdasarkan hak kuasa pertambangan. Di samping itu, sutu kegiatan

dapat mengganggu atau merugikan kegiatan lain yang berada di dekatnya, seperti

pengaruh kebisingan, asap tebal dan debu pada tempat kediaman/pemukiman. Bahkan,

suatu kegiatan wilayah meskipun jaraknya cukup jauh, misalnya pengaruh industri di

hulu sungai terhadap pemukiman atau penggundulan hutan terhadap pemukiman di

bawahnya karena erosi dan menurunnya air bawah tanah.

Menurut M. Dauh Silalahi perubahan terhadap peruntukan lahan yang tidak

disertai dengan perencanaan yang matang dapat menimbulkan dampak yang merugikan

(11)

contoh konkret mengena hal ini timbulnya masalah tata ruang di kawasan Puncak.

Sebagai objek wisata yang banyak dikunjungi orang, di daerah ini banyak pembangunan

fasilitas seperti bungalau, restoran yang tidak cocok untuk itu. Hal ini tidak saja

menimbulkan konflik-konflik dalam berbagai pemanfaatan yang berbeda, tetapi juga

dapat mengancam rusaknya keindahan alam yang menjadi objek utama dari para

wisatawan. Masalah tata ruang di kota-kota besar seperti di Jakarta, Surabaya, Bandung,

dan Medan merupakan contoh yang dapat disaksikan setiap hari. Berbaurnya kegiatan

primer dan kegiatan sekunder sekiat pusat kota menyebabkan campur baurnya

lalu-lintas antar kota dengan lalu-lalu-lintas menimbulkan kemacetan dan berbagai gangguan

kegiatan lainnya.

Oleh karena itu, kebijakan penataan urang yang dilakukan oleh Pemerintah

Daerah harus memperhatikan aspek lingkungan hidup, sebagaimana Mochtar

Kusumaatmadja di dalam buku M. Daud Silalahi: “karena pemerintah merupakan

pengemban dan penjaga kepentingan umum masyarakat, maka melalui

pemerintahannya, masyarakat harus menuntut agar ongkos-ongkos sosial ini

diperhitungkan dengan seksama dan ditentukan pula siapa-siapa saja yang harus

membayar ongkos-ongkos sosial ini”.

Selanjutnya M. Daud Silalahi mengatakan agar hal ini dapat terintegrasi dalam

suatu proses keputusan yang berwawasan lingkungan, beberpa hal perlu

dipertimbangkan, antara lain, sebagai berikut:

1. Kuantitas dan kualitas sumber kekayaan alam yang diketahui dan diperlukan;

2. Akibat-akibat dari pengambilan sumber kekayaan alam, di darat maupun di laut,

(12)

3. Alternatif cara pengambilan kekayaan hayati laut dan akibatnya terhadap keadaan

sumber kekayaan itu;

4. Ada tidaknya teknologi pengganti;

5. Kemungkinan perkembangan teknologi-teknologi pengganti termasuk biayanya

masing-masing;

6. Adanya lokasi lain yang sama baiknya atau lebih baik;

7. Kadar pencemaran air dan udara, kalau ada;

8. Adanya tempat pembuatan zat sisa dan kotoran serta pengolahannya kembali

(recycling) sebagai bahan mentah; dan

9. Pengaruh proyek pada lingkungan, kecepatan dan sifat pemburukan lingkungan,

kemungkinan penghentian proses pemburukan lingkungan dan biaya alternatif

lainnya.

Karena mengingat kenyataan bahwa di negara yang sedang berkembang

sebagian besar kegiatan pembangunan berada di bawah penguasan dan bimbingan

pemerintah, sudah selayaknya bahwa masalah perlindungan lingkungna ini

diintegrasikan ke dalam proses perencanaan pembangunan. Salah satu alat perlindungan

dan pelestarian lingkungan dalam rencana pembangunan adalah keharusan untuk

melakukan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) yang merupakan konsep

pengaturan hukum di bidang hukum. Berkaitan dengan kebijakan penataan ruang

Handiman Rico Handiman Rico dalam makalahnya mengatakan: Dalam rangka

menerapkan penataan ruang untuk pada akhirnya mewujudkan pengembangan wilayah

seperti yang diharapkan, maka terdapat paradigma yang harus dikembangkan sebagai

(13)

1. Otonomi Daerah (UU No.22/1999)/( UU 32/2004), mengatur kewenangan

Pemerintah Daerah dalam pembangunan Globalisasi;

2. Pembangunan wilayah tidak terlepas dari pembangunan dunia, investor akan

menanamkan modalnya di daerah yang memiliki kondisi politik yang stabil dan

didukung sumberdaya yang memadai;

3. Pemberdayaan masyarakat;

4. Pendekatan pemberdayaan masyarakat merupakan tuntutan yang harus dipenuhi

Good Governance;

5. Iklim dan kinerja yang baik dalam pembangunan perlu dijalankan. Karakteristiknya

adalah partisipasi masyarakat, transparasi, responsif dan akuntabilitas.

2.3.7. Landasan Hukum terhadap Tata Ruang

Mochtar Koesoemaatmadja mengatakan bahwa tujuan pokok penerapan hukum

apabila hendak direduksi pada satu hal saja adalah ketertiban (order). Ketertiban adalah

tujuan pokok dan pertama dari segala hukum, kebutuhan akan ketertiban ini, merupakan

syarat pokok (fundamental) bagi adanya masyarakat teratur: di samping itu tujuan

lainnya adalah tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya, menurut

masyarakat pada zamannya. Menurut Juniarso Ridwan konsep dasar hukum penataan

ruang, tertuang di dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke 4 yang berbunyi: ”melindungi

segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan

ketertiban dunia”. Selanjutnya dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 amandemen ke

empat, berbunyi: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

(14)

Menurut M. Daud Silalahi salah satu konsep dasar pemikiran tata ruang menurut

hukum Indonesia terdapat dalam UUPA No. 5 Tahun 1960. Sesuai dengan Pasal 33 ayat

3 UUD 1945, tentang pengertian hak menguasai dari negara terhadap konsep tata ruang,

Pasal 2 UUPA memuat wewenang untuk:

1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan penggunaan, persediaan, dan

pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa.

2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang dengan bumi,

air, dan ruang angkasa.

3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang dan

perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.

Konsep tata ruang dalam tiga dimensi tersebut di atas terkait dengan mekanisme

kelembagaan dan untuk perencanannya diatur dalam Pasal 14 yang mengatakan:

1. Pemerintah dalam rangka membuat suatu rencana umum mengenai persediaan,

peruntukan, dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa, dan

2. Berdasarkan rencana umum tersebut Pemda mengatur persediaan, peruntukkan dan

penggunaan bumi, air, dan ruang angkasa.

Selanjutnya, Pasal 15 mengatur tentang pemeliharaan tanah, termasuk

mengambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya yang merupakan kewajiban

setiap orang, badan hukum, atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan

tanah itu dengan memperhatikan pihak ekonomi lemah. Ketentuan tersebut memberikan

hak penguasan kepada negara atas seluruh sumber daya alam Indonesia, dan

memberikan kewajiban kepada negara untuk menggunakan sebesar-besarnya bagi

(15)

kewenangan untuk melakukan pengelolaan, mengambil dan memanfaatkan sumber daya

alam guna terlaksananya kesejahteraan rakyat yang dikehendaki.

Untuk dapat mewujudkan tujuan negara tersebut, khususnya untuk

meningkatkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa berarti negara

harus dapat melaksanakan pembangunan sebagai penunjang dalam tercapainya tujuan

tadi dengan suatu perencanaan yang cermat dan terarah. Apabila dicermati dengan

seksama, kekayaan alam yang ada dan dimiliki oleh negara, yang kesemuanya itu

memiliki suatu nilai ekonomis, maka dalam pemanfaatannya pun harus diatur dan

dikembangkan dalam pola tata ruang yang terkoordinasi, sehingga tidak akan adanya

perusakan terhadap lingkungan hidup. Upaya pelaksanaan perencanaan penataan ruang

yang bijaksana adalah kunci dalam pelaksanaan tata ruang agar tidak merusak

lingkungan hidup, dalam konteks penguasaan negara atas dasar sumber daya alam,

menurut Juniarso Ridwan”melekat di dalam kewajiban negara untuk melindungi,

melestarikan dan memulihkan lingkungan hidup secara utuh. Artinya, aktivitas

pembangunan yang dihasilkan dari perencanaan tata ruang pada umumnya bernuansa

pemanfaatan sumber daya alam tanpa merusak lingkungan.

Untuk lebih mengoptimalkan konsep penataan ruang, maka peraturan-peraturan

peundang-undangan telah banyak diterbitkan oleh pihak pemerintah, dimana salah satu

peraturan perundang-undangan yang mengatur penataan ruang adalah Undang-undang

No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Undang-undang No. 26 Tahun 2007

merupakan undang-undang pokok yang mengatur tentang pelaksanaan penataan ruang.

(16)

dalam melaksanakan perencanaan tata ruang, juga diharapkan dapat digunakan sebagai

bahan acuan pemerintah dalam penataan dan pelestarian lingkungan hidup.

2.4 Teori tentang Mitigasi 2.4.1 Pengertian Mitigasi

Mencegah bahaya longsor lebih murah daripada menanggulangi atau

membangun kembali bangunan dan infrastruktur yang rusak. Carter (1992), menyatakan

bahwa upaya pencegahan terjadinya bencana disebut dengan mitigasi, yang

didefinisikan sebagai tindakan yang dilakukan untuk mengurangi dampak dari suatu

bencana (alam maupun disebabkan oleh manusia) terhadap suatu bangsa atau

komunitas, agar masyarakat merasa aman dalam beraktivitas ditempatnya. Salah satu

bentuk mitigasi dalam rangka menghadapi terjadinya bencana alam dan sekaligus untuk

mengurangi dampak yang ditimbulkannya adalah tersedianya sistem peringatan dini

(early warning system) termasuk didalamnya tersedia data dan informasi mengenai

wilayah yang rentan terhadap bahaya longsor. Mitigasi dalam manajemen bencana

longsor terdiri dari beberapa elemen, antara lain mulai dari penyusunan database daerah

potensi bahaya longsor hingga pembuatan peta zonasi bencana (hazard map).

Hal tersebut menjadi sangat penting, sehingga seluruh proses dan

prosedur penataan ruang wilayah dan kota di Indonesia harus mempertimbangkan

aspek kebencanaan dan konsep mitigasi bencana. Pada saat ini upaya manajemen

bencana longsor di Indonesia masih menitikberatkan pada tahap “saat terjadi bencana”

dan “pasca bencana” saja, sehingga untuk ke depan peran dan fungsi penataan ruang

sebagai aspek mitigasi bencana sebenarnya menjadi sangat strategis berdasarkan

(17)

tersebut sebagai upaya untuk mencegah atau paling tidak dapat meminimalkan

korban yang diakibatkan oleh adanya bencana (Karnawati,2003).

Selanjutnya Karnawati (2003), berpendapat bahwa dalam manajemen bencana

alam tanah longsor perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut :

a. Memahami fenomena gerakan tanah, yang menyangkut jenis dan mekanisme,

penyebabnya, dan pemicu terjadinya;

b. Identifikasi permasalahan yang terjadi dalam manajemen;

c. Identifikasi akar permasalahan yang mendorong terjadinya penyebab bencana;

d. Penetapan strategi, sistem dan unsur pelaksana manajemen;

e. Penetapan program manajemen, prioritas dan jangka waktu pencapaiannya.

Sedangkan sistem manajemen bencana dikelompokan ke dalam beberapa tahap,

yaitu:

a. Tahap preferensi (pencegahan)

Tahap ini dilakukan sebelum bencana terjadi dengan tujuan meminimalisir

potensi bencana alam tanah longsor, serta meminimalkan atau mencegah

resiko yang terjadi akibat bencana alam tersebut. Sebagai contoh bahwa

bencana alam tanah longsor dapat dicegah atau paling tidak diminimalkan

kemungkinan terjadinya korban apabila faktor-faktor penyebab dan pemicunya

dapat dikontrol dan dikendalikan, seperti tata guna lahan dan vegetasi

penutup.

b. Tahap kesiapsiagaan

Tahap ini merupakan tahap menjelang terjadinya bencana seperti bencana

(18)

musim penghujan, karena bencana longsor biasanya terjadi pada saat tanah

mulai jenuh air, yaitu pada pertengahan sampai akhir musim penghujan.

c. Tahan penanggulangan (pasca bencana)

Tahap penanggulanan ini merupakan tahapan rehabilitasi dan rekonstruksi

dari kejadian bencana alam tanah longsor. Tahap ini perlu dilakukan up-

dating pemetaan dan inventarisasi bencana tanah longsor serta mengkaji penyebab

dan mekanisme terjadinya bencana tersebut, sehingga dapat diketahui

zona-zona baru yang rawan bencana tanah longsor.

Tujuan pertimbangan potensi rawan bencana alam tanah longsor selama

tahap perencanaan pembangunan berdasarkan Pedoman Penataan Ruang dan

Pengembangan Kawasan adalah:

a. Meminimalisir resiko dan pengaruh potensi rawan tanah longsor pada

kawasan permukiman, sarana dan prasarana umum

b. Memastikan berbagai jenis kegiatan pembangunan tidak harus dilakukan di

daerah rawan bencana tanah longsor tanpa tindakan pengamanan yang

memadai

c. Mengembalikan fungsi lahan rawan tanah longsor, bila memungkinkan,

menjadi tanah yang produktif dan

d. Membantu pengamanan masyarakat dan investasi swasta

2.5 Teori tentang lahan 2.5.1. Pengertian Lahan

Lahan adalah bagian dari landscape yang mencakup lingkungan fisik termasuk

(19)

semuanya mempengaruhi potensi penggunaannya (FAO: 1976, dalam Rayes: 2007).

Pengertian kesesuaian lahan (land suitability) berbeda dengan kemampuan lahan (Land

capability). Kesesuaian lahan adalah kesesuaian sebidang lahan untuk tujuan

penggunaan atau komoditi spesifik. Adapun kemampuan lahan lebih menekankan pada

kapasitas berbagai penggunaan lahan secara umum yang dapat diusahakan di suatu

wilayah. Semakin banyak jenis tanaman yang dapat dikembangkan berarti kemampuan

lahan tersebut semakin tinggi (PUSLITTANAK, 1993). Menurut buku Pembangunan

kawasan dan tata ruang yang di terterakan oleh (Rahardjo Adisasmita) menyatakan

bahwa :

1. Kawasan Hutan Produksi

a. Kawasan hutan produksi terbatas adalah Kawasan yang diperuntukkan bagi

hutan produksi terbatas,dimana eksploitasinya hanya dapat dengan tebang pilih

dan tanam dan memiliki kriteria Kawasan dengan faktor-faktor lereng lapangan,

jenis tanah, curah hujan yang mempunyai nilai skor 125-174 diluar hutan suaka

alam, hutan wisata dan hutan konversi lainnya (SK mentran

No.683/kpts/um/8/1981dan 837/kpts/Um/1980).

b. Kawasan hutan produksi tetap adalah Kawasan yang diperuntukkan bagi hutan

produksi tetap dimana eksploitasinya dapat dengan tebang pilih atau tebang

habis dan tanam dengan kriteria Kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng

lapangan, jenis tanah, curah hujan yang mempunyai nilai skor 124 atau kurang,

diluar hutan suaka alam,hutan wisata dan hutan konversi lainnya ( SK

(20)

c. Kawasan hutan produksi konversi

Kawasan hutan yang bilamana di perlukan dapat dialih gunakan dengan kriteria

Kawasan hutan dengan faktor-faktor lereng lapangan, jenis hutan, curah hujan

yang mempunyai nilai skor 124 atau kurang, di luar hutan suaka alam, hutan

wisata, hutan produksi tetap, hutan produksi terbatas dan hutan konversi lainnya

( SK mentan No.683/kpts/um/8/1981dan 837/kpts/Um/1980)

2. Pertanian

a. Kawasan tanaman pangan lahan basah

Kawasan yang diperuntukkan bagi tanaman pangan lahan basah dimana

pengairannya dapat diperoleh secara alamiah maupun teknis Tanaman yang

sesuai untuk tanaman pangan lahan basah adalah yang mempunyai sistem dan

atau potensi pengembangan pengairan yang meliputi:

1. Ketinggian < 1.000 Meter

2. Kelerengan < 40%

3. Kedalaman efektif lapisan tanah atas > 30 cm

4. Curah hujan antara 1.500-4000 mm per tahun

b. Kawasan tanaman pangan lahan kering

Kawasan yang diperuntukkan bagi tanaman pangan lahan kering untuk tanaman

palawija,holtikultura atau tanaman pangan tahunan Kawasan yang tidak

mempunyai sistem atau potensi pengembangan pengairan dan memiliki:

1. Ketinggian < 1.000 Meter

2. Kelerengan < 40%

(21)

4. Curah hujan antara 1.500-4000 mm per tahun

c. Kawasan tanaman tahunan/perkebunan

Kawasan yang diperuntukkan bagi tanaman tahunan/perkebunan yang

menghasilkan baik bahan pangan dan bahan baku industri Kawasan yang sesuai

untuk tanaman tahunan/perkebunan dengan mempertimbangkan faktor-faktor:

a. Ketinggian < 2.000 Meter

b. Kelerengan < 40%

c. Kedalaman efektif lapisan tanah atas > 30 cm

d. Curah hujan antara 1.500 mm per tahun

d. Kawasan peternakan

Kawasan yang diperuntukkan bagi peternakan hewan besar dan padang

pengembalaan ternak Kawasan yang sesuai untuk peternakan/penggembalaan

hewan besar ditentukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor:

a. Ketinggian < 1.000 Meter

b. Kelerengan < 15%

c. Jenis tanah dan iklim yang sesuai untuk padang rumput alamiah

e. Kawasan perikanan

Kawasan yang diperuntukkan bagi perikanan, baik berupa pertambakan/kolam

dan perairan darat lainnya Kawasan yang sesuai dengan perikanan ditentukan

dengan mempertimbangkan faktor-faktor:

a. Kelerengan < 8%

b. Persediaan air cukup

(22)

Kawasan yang diperuntukkan bagi pertambangan, baik wilayah yang sedang

maupun yang akan segera dilakukan kegiatan pertambangan Kriteria lokasi sesuai

dengan yang ditetapkan departemen pertambangan untuk daerah masing-masing

yang mempunyai potensi bahan tambang bernilai tinggi

d. Kawasan Perindustrian

Kawasan yang diperuntukkan bagi industri,berupa tempat pemusatan kegiatan

industri Kawasan yang memenuhi persyaratan lokasi industri dengan kriteria

a. Tersedia sumber air baku yang cukup

b. Adanya sistem pembuangan limbah

c. Tidak menimbulkan dampat sosial negatif yang berat

d. Tidak terletak di kawasan tanaman pangan lahan basah yang beririgasi atau yang

berpotensi untuk pengembangan irigasi, kawasan berfungsi lindung dan atau

kawasan hutan produksi tetap dan terbatas

e. Kawasan Pariwisata

Kawasan yang diperuntukkan bagi kegiatan pariwisata Kawasan yang mempunyai:

a. Keindahan alam dan keindahan panorama

b. Masyarakat dengan kebudayaan bernilai tinggi dan diminati oleh wisatawan

c. Bangunan peninggalan budaya dan atau mempunyai nilai sejarah yang tinggi

f. Kawasan Permukiman

Kawasan yang diperuntukkan bagi permukiman dengan kriteria :

1. Kesesuaian lahan dengan masukan teknologi yang ada

2. Ketersediaan air terjamin

(23)

4. Tidak terletak di kawasan tanaman pangan lahan basah,kawasan berfungsi

lindung, di kawasan hutan produksi tetap dan hutan produksi terbatas.

2.5.2. Perencanaan Penggunaan Lahan

Urutan kegiatan perencanaan penggunaan lahan adalah sebagai berikut:

1. Diketahuinya akan perubahan.

2. Identitas tujuan.

3. Memformulasikan usulan, termasuk pilihan penggunaan lahan dan pengenalan

mengenai persyaratannya.

4. Pengenalan dan definisi berbagai tipe lahan.

5. Melakukan perbandingan dan evaluasi dari setiap tipe lahan dari peruntukan

berbagai penggunaan.

6. Melakukan pemilihan yang paling cocok bagi setiap tipe lahan.

7. Desain proyek dapat berupa suatu Feasibility study.

8. Keputusan untuk implementasi.

9. Implementasi.

10. Pemantauan pekerjaan.

2.5.3. Kemampuan Lahan

Menurut Arsyad (2006), Klasifikasi kemampuan lahan (land capability

classification) merupakan penilaian lahan atau komponen-komponen lahan secara

sistematik dan pengelompokannya ke dalam beberapa kategori berdasarkan atas

sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaannya secara lestari.

Sistem klasifikasi kemampuan lahan yang banyak digunakan adalah sistem USDA

(24)

Montgomery (1973). Menurut sistem ini lahan dikelompokkan ke dalam tiga kategori

yaitu kelas, sub-kelas, dan satuan pengelolaan (management unit). Penggolongan ke

dalam kelas, sub-kelas dan unit/satuan pengelolaan didasarkan atas kemampuan lahan

tersebut untuk memproduksi pertanian secara umum, tanpa menimbulkan kerusakan

dalam jangka panjang. Pengelompokan di dalam kelas didasarkan atas intensitas faktor

penghambat. Jadi kelas kemampuan adalah kelompok unit lahan yang memiliki tingkat

pembatas atau penghambat yang sama jika digunakan untuk pertanian secara umum. Di

dalam sistem klasifikasi ini, tanah dikelompokkan ke dalam delapan kelas yang ditandai

dengan huruf Romawi dari I sampai VIII; dimana ancaman kerusakan atau hambatan

meningkat berturut-turut dari kelas I meningkat sampai kelas VIII (Klingebiel &

Montgomery, 1973; Arsyad, 2006).

2.6. Teori tentang bencana 2.6.1. Pengertian Bencana

Jika dilihat dari Buku Karakteristik Bencana yang dikeluarkan oleh

BAKORNAS PB, maka yang termasuk dalam bencana alam yaitu banjir, tanah longsor,

kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, angin badai, gelombang badai/pasang, gempa

bumi, tsunami, dan letusan gunung api. Jenis dan karakteristik bencana alam yang

terjadi tentunya berbeda antar satu jenis bencana dengan bencana alam lainnya.

Terkadang terdapat beberapa bencana alam yang terjadi dalam satu kejadian seperti

misalanya angin badai/angin topan/puting beliung disertai dengan banjir, atau banjir

disertai dengan tanah longsor dan lainnya. Bencana Alam adalah bencana yang

diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam

(25)

topan, dan tanah longsor (menurut Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang

Penanggulangan Bencana).

Pengertian bencana atau disaster menurt Wikipedia: disaster is the impact of a

natural or man-made hazards that negatively effects society or environment (bencana

adalah pengaruh alam atau ancaman yang dibuat manusia yang berdampak negatif

terhadap masyarakat dan lingkungan). Dalam Undang-Undang No 24 Tahun 2007

tentang Penanggulangan Bencana, dikenal pengertian dan beberapa istilah terkait

dengan bencana.

Definisi Bencana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang

Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana sebagai berikut:

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu

kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam

dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya

korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak

psikologis. Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam,

non alam, dan manusia.

Tabel 2. 1 Jenis kawasan rawan bencana Jenis

(26)

Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut juga

mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.

2.6.1.1. Bencana Alam

Menurut Undang-undang nomor 24 tahun 2007 yang dimaksud dengan Bencana

alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang

disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir,

kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.

2.6.1.2. Bencana Buatan (Non Alam)

Menurut Undang-undang nomor 24 tahun 2007 Bencana buatan (non

alam) adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam

yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemis, dan wabah

penyakit.

2.6.1.3. Bencana Sosial

Menurut Undang-undang nomor 24 tahun 2007 Bencana Sosial adalah bencana

yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh

manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat,

dan teror.

2.7 Teori tentang degradasi 2.7.1. Pengertian Degradasi

Degradasi merupakan kerusakan bentuk tanah, lahan dan bentuk bumi yang

disebabkan tidak stabilnya kualitas dan fungsi lahan tersebut.Degradasi tanah adalah

suatu proses yang menjelaskan fenomena penurunan kapasitas tanah pada saat sekarang

(27)

aktifitas manusia (Oldeman et.al., 1991 dalam van Lynden, 2000). Secara umum,

degradasi tanah berarti penurunan kualitas tanah, dalam arti menghilangnya satu atau

lebih fungsi tanah (Blumm, 1988 dalam van Lynden, 2000). Kualitas tanah dapat dinilai

berdasarkan fungsi tanah yang berhubungan dengan ekologi dan fungsi tanah yang

berhubungan dengan aktivitas manusia. Degradasi Lahan adalah hasil satu atau lebih

proses terjadinya penurunan kemampuan tanah secara aktual maupun potensial untuk

memproduksi barang dan jasa. Faktor-faktor yang mempengaruhi Degradasi Tanah

adalah antara lain, faktor alami dan faktor manusia. Faktor alami mencakup areal

berlereng curam, tanah mudah rusak, erosi, kebakaran hutan, curah hujan yang intensif.

Sedangkan faktor manusia yaitu perubahan populasi, marjinalisasi penduduk,

kemiskinan penduduk, masalah kepemilikan lahan, ketidakstabilan politik dan kesalahan

pengelolaan, kondisi sosial dan ekonomi, deforestrasi dan pengembangan pertanian

yang tidak tepat.

2.7.2. Faktor-faktor Penyebab Degradasi

Oldeman (1994), menyatakan 5 (lima) faktor penyebab degradasi tanah akibat

campur tangan manusia secara langsung, yaitu: deforestasi, overgrazing, aktivitas

pertanian, eksploitasi berlebihan, dan aktivitas industri dan bioindustri. Sejalan dengan

pendapat sebelumnya, Lal (1986), mengemukakan bahwa faktor penyebab tanah

terdegradasi dan rendahnya produktivitas, antara lain: deforestasi, mekanisasi dalam

usahatani, kebakaran, penggunaan bahan kimia pertanian, dan penanaman secara

monokultur. Faktor-faktor tersebut di Indonesia umumnya terjadi secara simultan, sebab

deforestasi umumnya adalah langkah permulaan degradasi lahan, dan umumnya

(28)

perkebunan maka akan terjadi pembakaran akibat campur tangan manusia yang tidak

terkendali. Umumnya telah sepakat bahwa faktor-faktor penyebab degradasi baik secara

alami maupun campur tangan manusia menimbulkan kerusakan dan menurunnya

produktivitas tanah. Lima proses utama yang terjadi timbulnya tanah terdegradasi, yaitu:

menurunnya bahan kandungan bahan organik tanah, perpindahan liat, memburuknya

struktur dan pemadatan tanah, erosi tanah, deplesi dan pencucian unsur hara (Lal, 1986).

Khusus untuk tanah-tanah tropika basah terdapat tiga proses penting terjadinya

degradasi tanah, yaitu:

1. Degradasi fisik berhubungan dengan memburuknya struktur tanah sehingga

memicu pergerakan, pemadatan, aliran banjir berlebihan, dan erosi dipercepat

2. Degradasi kimia berhubungan dengan terganggunya siklus C, N, P, S dan unsur

lainnya

3. Degradasi biologi berhubungan dengan menurunnya kualitas dan kuantitas bahan

organik tanah, aktivitas biotik dan keragaman spesies fauna tanah

2.8. Teori tentang Erosi atau Longsor 2.8.1. Pengertian Erosi atau Longsor

Erosi adalah pengikisan dan perpindahan tanah dari suatu tempat ke tempat lain

yang diakibatkan oleh media alami. Menurut Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana

Geologi, Tanah longsor adalah perpindahan material tanah atau material pembentuk

lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah atau mineral campuran yang bergerak ke

bawah atau ke luar lereng. Proses terjadinya tanah longsor diawali oleh air yang

meresap kedalam tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus

(29)

dan tanah pelapukan diatasnya akan bergerak mengikutu lereng dan keluar lereng.

Kekuatan-kekuatan gravitasi yang dipaksakan pada tanah miring melebihi kekuatan

memecah kesamping yang mempertahankan tanah-tanah tersebut pada posisinya,

kandungan air yang tinggi menjadikan tanah menjadi lebih berat yang meningkatkan

beban dan mengurangi kekuatan memecah kesamping.

Erosi dan sedimentasi merupakan penyebab-penyebab utama dalam terjadinya

kemerosotan produktivitas tanah-tanah pertanian, dan kemerosotan kuantitas serta

kualitas air. Erosi itu sendiri meliputi proses: pelepasan partikel-partikel tanah

(detachment), penghanyutan partikel-partikel tanah (transportation), dan pengendapan

partikel-partikel tanah yang telah terhanyutkan (deposition) (Foster and Meyer, 1973)

dalam Arsyad S, (2010). Erosi merupakan salah satu penyebab utama dari degradasi

lahan. Besarnya erosi pada suatu lahan ditentukan oleh 5 (lima) faktor, yaitu:

1. Jumlah dan intensitas hujan (erosivitas hujan),

2. Kepekaan tanah terhadap erosi (erodibilitas tanah),

3. Bentuk lahan (kemiringan dan panjang lereng),

4. Vegetasi penutup tanah, dan

5. Tingkat pengelolaan tanah

Erosi tanah bukan saja disebabkan oleh penduduk sekitar hutan, tetapi secara

menyeluruh penyebab erosi tanah adalah meningkatnya kebutuhan manusia akan

sumber daya alam yang tersedia makin tertekan, terutama hutan, sehingga menyebabkan

tingkat erosi tanah makin tinggi dan secara otomatis diikuti kehilangan air (Arsyad S,

2010). Sedangkan menurut Arief (2001), Erosi merupakan proses dimana tanah, bahan

(30)

batu-batuan berjatuhan (mass wastage) merupakan akibat dari gaya berat yang makin

ditingkatkan oleh air. Erosi merupakan proses alam yang terjadi di banyak lokasi yang

biasanya semakin diperparah oleh ulah manusia. Proses alam yang menyebabkan

terjadinya erosi merupakan karena faktor curah hujan, tekstur tanah, tingkat kemiringan

dan tutupan tanah. Intensitas curah hujan yang tinggi di suatu lokasi yang tekstur

tanahnya merupakan sedimen, misalnya pasir serta letak tanahnya juga agak curam

menimbulkan tingkat erosi yang tinggi. Selain faktor curah hujan, tekstur tanah,

kemiringannya dan penutupan tanah juga mempengaruhi tingkat erosi. Tanah yang

gundul tanpa ada tanaman pohon atau rumput akan rawan erosi.

Tabel 2. 2. Jenis Longsoran

No

Jenis

Longsoran Sketsa Keterangan

1 2 3 4

1 Longsoran Translasi

Longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. 2 Longsoran

Rotasi

Longsoran rotasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung.

3 Pergerakan Blok

.

Pergerakan blok adalah bergeraknya batuan pada bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut longsoran translasi blok batu

4 Runtuhan Batu

(31)

5 Rayapan Tanah

Rayapan tanah adalah jenis gerakan tanah yang bergerak lambat. Jenis gerakan tanah ini hampir tidak dapat dikenali. Rayapan tanah ini bisa menyebabkan tiang telepon, pohon, dan rumah miring.

6 Aliran Bahan Rombakan

Gerakan tanah ini terjadi karena massa tanah bergerak didorong oleh air.

Kecepatan aliran dipengaruhi kemiringan lereng, volume dan tekanan air, serta jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai ribuan meter.

Sumber : Subowo (2003)

2.8.2. Faktor-faktor penyebab Erosi atau Longsor

Pada dasarnya erosi dipengaruhi oleh iklim, sifat tanah, panjang dan kemiringan

lereng, adanya penutup tanah berupa vegetasi dan aktivitas manusia.

1. Faktor iklim

Pengaruh iklim terhadap erosi dapat bersifat langsung atau tidak langsung.

Pengaruh langsung adalah melalui tenaga kinetik air hujan, terutama intensitas dan

diameter butiran air hujan. Pada hujan yang intensif dan berlangsung dalam waktu

pendek, erosi yang terjadi biasanya lebih besar dari pada hujan dengan intensitas lebih

kecil dengan waktu berlangsungnya hujan lebih lama. Pengaruh iklim tidak langsung

ditentukan melalui pengaruhnya terhadap pertumbuhan vegetasi. Dengan kondisi iklim

yang sesuai, vegetasi dapat tumbuh secara optimal. Sebaliknya, pada daerah dengan

(32)

tidak memadainya intensitas hujan. Tetapi, sekali hujan turun, intensitas hujan tersebut

umumnya sangat tinggi (Asdak, 2002).

Hujan merupakan faktor yang paling penting di daerah tropika sebagai agensi

yang mampu merusak tanah melalui kemampuan energi kinetiknya yang dijabarkan

sebagai intensitas, durasi, ukuran butiran hujan dan kecepatan jatuhnya. Faktor iklim

dibedakan dalam dua kategori yakni bila curah hujan tahunan <2500 mm

diperhitungkan daya rusaknya akan lebih kecil dari pada >2500 mm (Kementrian

Lingkungan Hidup, 2008). Proses erosi bermula dengan terjadinya penghancuran

agregat-agregat tanah sebagai akibat pukulan air hujan yang mempunyai energi lebih

besar daripada daya tahan tanah. Hancuran dari tanah ini akan menyumbat pori-pori

tanah, maka kapasitas infiltrasi tanah akan menurun dan mengakibatkan air mengalir di

permukaan tanah dan disebut sebagai limpasan. Limpasan permukaan mempunyai

energi untuk mengikis dan mengangkut pertikel-partikel tanah yang telah dihancurkan.

Selanjutnya jika tenaga limpasan permukaan sudah tidak mampu lagi mengangkut

bahan-bahan ini akan diendapkan. Dengan demikian ada tiga proses yang bekerja secara

berurutan dalam proses erosi, yaitu diawali dengan penghancuran agregat-agregat,

pengangkutan, dan diakhiri dengan pengendapan (Utomo, 1989).

Curah hujan tinggi dalam suatu waktu mungkin tidak menyebabkan erosi jika

intensitasnya rendah. Demikian pula bila hujan dengan intensitas tinggi tetapi terjadi

dalam waktu singkat. Hujan akan menimbulkan erosi jika intensitasnya cukup tinggi

dan jatuhnya dalam waktu yang relatif lama. Ukuran butir hujan juga sangat berperan

dalam menentukan erosi. Hal tersebut disebabkan karena dalam proses erosi energi

(33)

Besarnya energi kinetik hujan tergantung pada jumlah hujan, intensitas dan kecepatan

jatuhnya hujan. Kecepatan jatuhnya butir hujan itu sendiri ditentukan ukuran

butir-butir hujan dan angin (Utomo, 1989).

2. Faktor tanah

Secara fisik, tanah terdiri dari partikel-partikel mineral dan organik dengan

berbagai ukuran, partikel-partikel tersusun dalam bentuk materi dan pori-porinya kurang

lebih 50% sebagian terisi oleh air dan sebagian lagi terisi oleh udara. Secara esensial,

semua penggunaan tanah dipengaruhi oleh sifat fisik tanah (Suripin, 2002). Kerusakan

yang dialami pada tanah tempat erosi terjadi berupa kemunduran sifat-sifat kimia dan

fisika tanah seperti kehilangan unsur hara dan bahan organik, dan meningkatnya

kepadatan serta ketahanan penetrasi tanah, menurunnya kapasitas infiltrasi tanah serta

kemampuan tanah menahan air. Akibat dari peristiwa ini adalah menurunnya

produktivitas tanah, dan berkurangnya pengisian air dalam tanah (Asdak, 2002).

Adapun sifat-sifat tanah yang mempengaruhi erosi adalah tekstur, struktur,

bahan organik, kedalaman, sifat lapisan tanah, dan tingkat kesuburan tanah. Berbagai

tipe tanah mempunyai kepekaan terhadap erosi yang berbeda-beda. Kepekaan erosi

tanah atau mudah tidaknya tanah tererosi adalah fungsi berbagai interaksi sifat-sifat fisik

dan kimia tanah. Sifat-sifat fisik dan kimia tanah yang mempengaruhi erosi adalah (1)

sifat-sifat tanah yang mempengaruhi infiltrasi, permeabilitas, dan kapasitas menahan air,

dan (2) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur, terhadap dispersi, dan

penghancuran agregat tanah oleh tumpukan butir-butir hujan dan aliran permukaan

(34)

Tekstur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang sangat menentukan

kemampuan tanah untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Tekstur tanah akan

mempengaruhi kemampuan tanah menyimpan dan menghantarkan air, menyimpan dan

menyediakan unsur hara tanaman. Untuk keperluan pertanian berdasarkan ukurannya,

bahan padatan tanah digolongkan menjadi tiga partikel yaitu pasir, debu, dan liat. Tanah

berpasir yaitu tanah dengan kandungan pasir >70%, porositasnya rendah <40%, aerasi

baik, daya hantar air cepat, tetapi kemampuan menyimpan air dan zat hara rendah.

Tanah berliat, jika kandungan liatnya >35%, kemampuan menyimpan air dan hara

tanaman tinggi (Utomo, 1989).

Menurut Asdak (2002), Empat sifat tanah yang penting dalam menentukan

erodibilitas tanah (mudah tidaknya tanah tererosi) adalah:

a. Tekstur tanah, biasanya berkaitan dengan ukuran dan porsi partikel-partikel tanah

dan akan membentuk tipe tanah tertentu. Tiga unsur utama tanah adalah pasir

(sand), debu (silt), dan liat (clay). Di lapangan, tanah terbentuk oleh kombinasi

ketiga unsur tersebut. Misalnya, tanah dengan unsur dominan liat, ikatan antar

partikel-partikel tanah tergolong kuat dan dengan demikian tidak mudah tererosi.

Sebaliknya, pada tanah dengan unsur utama debu dan pasir lembut serta sedikit

unsur organik, memberikan kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya erosi.

b. Unsur organik, terdiri atas limbah tanaman dan hewan sebagai hasil proses

dekomposisi. Unsur organik cenderung memperbaiki struktur tanah dan bersifat

meningkatkan permeabilitas tanah. Kumpulan unsur organik diatas permukaan

tanah dapat menghambat kecepatan air larian, dan dengan demikian menurunkan

(35)

c. Struktur tanah, adalah susunan partikel-partikel tanah yang membentuk agregat.

Struktur tanah mempengaruhi kemampuan tanah dalam menyerap air tanah.

Misalnya struktur tanah yang mempunyai kemampuan besar dalam meloloskan air

larian, dan dengan demikian, menurunkan laju air larian dan memacu

pertumbuhan tanaman.

d. Permeabilitas tanah, menunjukan kemampuan tanah dalam meloloskan

air.Struktur dan tekstur tanah serta unsur organik lainnya ikut ambil bagian dalam

menentukan permeabilitas tanah. Tanah dengan permeabilitas tinggi menaikkan

laju infiltrasi dan dengan demikian, menurunkan laju air larian.

3. Faktor topografi

Topografi yang dipertimbangkan dalam evaluasi lahan adalah bentuk wilayah

(relief) atau lereng dan ketinggian tempat di atas permukaan laut. Relief erat

hubungannya dengan faktor pengelolaan lahan dan bahaya erosi. Sedangkan faktor

ketinggian tempat di atas permukaan laut berkaitan dengan persyaratan tumbuh tanaman

yang berhubungan dengan temperatur udara dan radiasi matahari. Kemiringan lereng

dinyatakan dalam derajat atau persen. Dua titik yang berjarak horizontal 100 m yang

mempunyai selisih tinggi 10 m membentuk lereng 10 %. Kecuraman lereng 100 % sama

dengan kecuraman 45º. Selain dari memperbesar jumlah aliran permukaan, makin

curamnya lereng juga memperbesar kecepatan aliran permukaan yang dengan demikian

memperbesar energi angkut air. Dengan makin curamnya lereng, jumlah butir-butir

(36)

permukaan dua kali lebih curam, banyaknya erosi 2 sampai 2,5 kali lebih besar

(Sinukaban, 1986).

Kemiringan dan panjang lereng adalah dua faktor yang menentukan karakteristik

topografi suatu daerah aliran sungai. Kedua faktor tersebut penting untuk terjadinya

erosi karena faktor-faktor tersebut menentukan besarnya kecepatan dan volume air

larian. Kecepatan air larian yang besar umumnya ditentukan oleh kemiringan lereng

yang tidak terputus dan panjang serta terkonsentrasi pada saluran-saluran sempit yang

mempunyai potensi besar untuk terjadinya erosi alur dan erosi parit. Kedudukan lereng

juga menentukan besar-kecilnya erosi. Lereng bagian bawah lebih mudah tererosi dari

pada lereng bagian atas karena momentum air larian lebih besar dan kecepatan air larian

lebih terkonsentrasi ketika mencapai lereng bagian bawah. Daerah tropis dengan

topografi bergelombang dan curah hujan tinggi sangat potensial untuk terjadinya erosi

dan tanah longsor (Asdak, 2002).

Tabel 2. 3. Kelerengan

NO KELERENGAN (%) DESKRIPSI SATUAN MORFOLOGI

1 0 – 8 Datar Dataran

2 8 – 15 Landai Perbukitan berelief halus

3 15 – 25 Agak Curam Perbukitan berelief sedang

4 25 – 45 Curam Perbukitan berelief kasar

5 > 45 Sangat Curam Perbukitan berelief sangat kasar

Sumber : van Zuidam (1983

4. Faktor vegetasi

(37)

akan menghilangkan pengaruh hujan dan topografi terhadap erosi. Bagian vegetasi yang

ada diatas permukaan tanah, seperti daun dan batang, menyerap energi perusak hujan,

sehingga mengurangi dampaknya terhadap tanah. Sedangkan bagian vegetasi yang ada

didalam tanah, yang terdiri atas sistem perakaran akan meningkatkan kekuatan mekanik

tanah (Styczen and Morgan, 1995 dalam Arsyad S, 2010).

Vegetasi mempengaruhi erosi karena vegetasi melindungi tanah terhadap kerusakan

tanah oleh butir-butir hujan. Pada dasarnya tanaman mampu mempengaruhi erosi karena

adanya:

a. Intersepsi air hujan oleh tajuk dan adsorpsi melalui energi air hujan, sehingga

memperkecil erosi. Daun tanaman contohnya daun jagung adalah daun

sempurna. Karena bentuknya yang memanjang. Setiap stomata dikelilingi

sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting dalam respon

tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun.

b. Pengaruh terhadap struktur tanah melalui penyebaran akar-akarnya.

c. Pengaruh terhadap limpasan permukaan yang dihalangi oleh jenis vegetasi

yang tumbuh kokoh dan kuat. Dengan jarak tanam tertentu maka laju air

limpasan dapat tertahan.

d. Peningkatan aktivitas biologi dalam tanah. Dengan adanya hewan-hewan mikro

di dalam tanah membantu menambah kadar bahan organik dalam tanah yang

mampu membentuk pori-pori tanah untuk peresapan air hujan yang turun.

e. Peningkatan kecepatan kehilangan air karena transpirasi. Pengaruh vegetasi

tersebut berbeda-beda tergantung pada jenis tanaman, perakaran, tinggi

(38)

pengaruh vegetasi terhadap mudah tidaknya tanah tererosi, harus diliat apakah

vegetasi penutup tanah tersebut mempunyai struktur tajuk yang berlapis

sehingga dapat menurunkan kecepatan terminal air hujan dan memperkecil

diameter tetesan air hujan (Sukmana dan Soewardjo, 1978).

Tabel 2. 4. Vegetasi dan Pemanfaatan Lahan

NO PEMANFAATAN LAHAN KETERANGAN

1 Hutan tidak sejenis Tidak peka terhadap erosi

2 Hutan sejenis Kurang peka terhadap erosi

3 Perkebunan Agak peka terhadap erosi

4 Permukiman, Sawah, Kolam Peka terhadap erosi

5 Tegalan, Tanah terbuka Sangat peka terhadap erosi

Sumber : Karnawati (2003)

5. Faktor manusia

Pada akhirnya manusialah yang menentukan apakah tanah diusahakannya akan

rusak dan menjadi tidak produktif atau menjadi baik dan produktif secara lestari

(Arsyad, 2010). Perbuatan manusia yang mengelola tanahnya dengan cara yang salah

telah menyebabkan intensitas erosi semakin meningkat. Misalnya pembukaan hutan,

pembukaan areal lainnya untuk tanaman perladangan, dan lain sebagainya. Maka

dengan praktek konservasi, tanaman diharapkan dapat mengurangi laju erosi yang

terjadi. Faktor penting yang harus dilakukan dalam usaha konservasi tanah, yaitu teknik

inventarisasi dan klasifikasi bahaya erosi dengan tekanan daerah hulu. Untuk

menentukan tingkat bahaya erosi suatu bentang lahan diperlukan kajian terhadap empat

faktor, yaitu jumlah, macam dan waktu berlangsungnya hujan serta faktor-faktor yang

berkaitan dengan iklim, jumlah dan macam tumbuhan, penutup tanah, tingkat

(39)

6. Das dan Sub Das

a. Kawasan Daerah Aliran Sungai

Dalam mempelajari ekosistem DAS ( Daerah Aliran Sungai) biasanya dibagi

menjadi daerah hulu, daerah tengah dan daerah hilir. Secara biogeofisik, daerah hulu

DAS dicirikan oleh hal – hal sebagai berikut :

1) Merupakan daerah Konservasi

2) Mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi

3) Merupakan daerah dengan kemiringan lereng besar ( lebih besar dari 15

%)

4) Bukan merupakan daerah banjir, pengaturan pemakaian air pola drainase,

dan

5) Jenis vegetasi umumnya merupakan tegakan hutan

Sementara daerah hilir DAS dicirikan oleh hal – hal sebagai berikut:

1) Merupakan daerah pemanfaatan, kerapatan drainase lebih kecil.

2) Merupakan daerah dengan kemiringan lereng kecil sampai dengan sangat

kecil ( kurang dari 8 %)

3) Pada beberapa tempat merupakan daerah banjir (genangan), pengaturan

pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi.

4) Jenis vegetasi di dominasi tanaman pertanian kecuali daerah estuaria yang

di dominasi hutan bakau/gambut.

Daerah aliran sungai bagian tengah merupakan daerah transisi kedua

karakteristik biogefisik DAS yang berbeda. Ekosistem DAS hulu merupakan bagian

(40)

Perlindungan ini antara lain,dari segi fungsi tata air,oleh karena DAS hulu sering kali

menjadi fokus perencanaan pengelolaan DAS mengingat bahwa dalam suatu DAS,

daerah hulu dan Hiir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi

Kegiatan reboisasi (penanaman pohon) dalam luasan tertentu misalnya,dapat

menurunkan hasil air (water yield), akan tetapi kegiatan tersebut dapat meningkatkan

kualitas air permukaan,dan terutama air tanah. Sedangkan aktifitas pembalakan hutan

(logging) atau deforestasi pengurangan areal tegakan hutan) yang dilakukan di daerah

hulu DAS. Juga dapat memberikan dampak dalam bentuk meningkatnya hasil air.

Kegiatan pembalakan hutan juga meningkatkan terjadinya erosi karena terjadinya

pembukaan permukaan tanah,dan terutama oleh aktivitas-aktivitas pendukungnya.

Kegiatan-kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam yang dilakukan di daerah hulu

tersebut akan menimbulkan dampak terhadap DAS Bagian Tengah dalam bentuk

penurunan kapasitas simapan waduk yang pada gilirannya dapat menurunkan kualitas

dan kuantitas air irigasi.secara biofisik daerah hulu dan hilir DAS mempunyai

keterkaitan. Oleh adanya keterkaitan antara daerah hulu dan hilir suatu, DAS inilah yang

kemudian dijadikan landasan untuk memanfaatkan DAS sebagai suatu perencanaan dan

evaluasi yang logis terhadap pelaksanaan program-program pengelolaan DAS. Dengan

argumentasi yang sama,adanya keterkaitan biofisik antara daerah hulu hilir DAS dapat

dijadikan landasan untuk menyusun suatu perencanaan DAS terpadu (terpadu dalam hal

program, kelembagaan,dan daerah studi,yaitu daerah hulu hili DAS yang bersangkutan).

b. Degradasi Lingkungan

Masalah degradasi lingkungan yang sering terjadi akhir-akhir ini berpangkal pada

(41)

antara jumlah penduduk dengan lahan pertanian tidak seimbang. Hal ini telah

menyebabkan pemilikan lahan pertanian semakin sempit. Keterbatasan lapangan kerja

dan kendala keterampilan yang terbatas telah menyebabkan kecilnya pendapatan petani.

Keadaan tersebut mendorong sebagian petani untuk merambah hutan dan lahan tidak

produktif lainnya sebagai lahan pertanian. Lahan yang kebanyakan marginal apabila

diusahakan dengan cara-cara mengabaikan kaidah-kaidah konservasi tanah menjadi

rentan terhadap erosi dan tanah longsor. Meningkatnya erosi dan tanah longsor di

daerah tangkapan air pada gilirannya akan meningkatkan muatan sendimen disungai

bagian hilir.

Perambahan hutan untuk kegiatan pertanian telah meningkatkan koefisien air larian,

yaitu meningkatkan jumlah air hujan yang menjadi air larian,dan dengan demikian,

meningkatkan debit sungai. Perambatan hutan juga menyebabkan hilangnya humus

yang menyerap air hujan. Dalam skala besar,dampak kejadian tersebut diatas adalah

terjadi gangguan prilaku aliran sungai, pada musim air hujan debit air meningkat tajam

sementara pada musim kemarau debit air sangat rendah, dengan demikian, resiko banjir

pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau meningkat.

c. Sasaran Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

Secara garis besar ada tiga sasaran utama yang ingin dicapai dalam pengelolaan

DAS, yaitu :

1) Rehabilitasi lahan terlantar atau lahan yang masih produktif tetapi digarap

(42)

2) Perlindungan terhadap lahan-lahan yang umumnya sensitif terhadap terjadinya

erosi dan tanah longsor atau lahan-lahan yang diperkirakan memerlukan

tindakan rehabilitasi dikemudian hari.

3) Peningkatan atau pengembangan sumberdaya air.

4) Sasaran tersebut diatas digunakan untuk tujuan pengelolaan DAS yaitu :

5) Meningkatkan stabilitas tata air

6) Meningkatkan stabilitas tanah

7) Meningkatkan pendapata petani

8) Meningkatkan perilaku masyarakat ke arah kegiatan konservasi.

Tabel 2. 5. Jenis kawasan sempadan sungai Jenis meter dikiri kanan sungai anak sungai yang berada diluar pemukiman (SK mentan No. 837/ktps/UM/

(43)

2.9. Peran Perencana dan Pemerintah dalam Menyusun Tata Guna Lahan 2.9.1. Dalam Aspek Erosi dan Longsor

Mencegah terjadinya erosi di daerah rawan erosi (kemiringan lereng terjal,

pinggir sungai) atau di tempat dimana praktek-praktek pertanian dilakukan tanpa

mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air, adalah usaha yang paling

ekonomis dan efektif untuk dilaksanakan dalam rangka menurunkan laju erosi. Hal

prinsip yang harus dilakukan adalah dengan memberikan pengertian kepada petani

bahwa kerusakan tanah akibat erosi yang terjadi dilahan-lahan pertanian mereka akan

menurunkan tingkat produktivitas lahan tersebut. Dengan adanya pengertian tersebut,

maka diharapkan lebih mudah mengarahkan petani pemakai tanah untuk selalu

bertindak dalam perspektif usaha konservasi tanah dan air (Asdak, 2002).

Adapun prinsip-prinsip pengendalian erosi adalah untuk:

1. Menggunakan lahan sesuai dengan kemampuan lahan

2. Melindungi permukaan tanah dengan beberapa bentuk penutup lahan

3. Mengendalikan limpasan sebelum berkembang menjadi sebuah kekuatan yang

menyebabkan longsor.

4. Tindakan konservasi tertentu dapat mengurangi erosi tanah oleh air dan angin.

Budidaya dan praktik tanam, serta praktek-praktek pengelolaan tanah, secara

langsung mempengaruhi erosi tanah. Keseluruhan masalah dan solusi di pertanyakan.

Ketika rotasi tanaman atau mengubah praktik tanah yg dikerjakan tidak cukup untuk

mengendalikan erosi di lapangan, kombinasi pendekatan atau lebih ekstrim mungkin

diperlukan. Sebagai contoh, kontur membajak, strip cropping, atau terasering dapat

(44)

Menurut Suripin (2002), ada beberapa macam metode dalam pengawetan tanah

antara lain adalah:

1. Metode vegatatif, dapat dilakukan dengan cara:

a. Metode vegetatif penghijauan kembali

b. Menanam tanaman penutup tanah (cover crop)

2. Cara mekanik, dapat dilakukan dengan cara :

a. Pengolahan tanah menurut kontur

b. Galengan dan saluran menurut kontur

c. Perbaikan drainase dan perbaikan irigasi

3. Metode kimia

a. Metode ini dilakukan dengan menggunakan bahan kimia untuk memperbaiki

struktur tanah, yaitu meningkatkan kemantapan agregat tanah. Tanah dengan

struktur tanah yang mantap tidak mudah hancur oleh air hujan.

b. Penggunaan bahan kimia untuk pengawetan tanah belum banyak dilakukan.

Walaupun cukup efektif tetapi biayanya mahal. Pada waktu sekarang ini

umumnya masih dalam tingkat percobaan.

2.10. Pengertian Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis (bahasa Inggris: Geographic Information System

disingkat GIS) adalah sistem informasi khusus yang mengelola data yang memiliki

informasi spasial (bereferensi keruangan). Atau dalam arti yang lebih sempit, adalah

sistem komputer yang memiliki kemampuan untuk membangun, menyimpan, mengelola

dan menampilkan informasi berefrensi geografis, misalnya data yang diidentifikasi

(45)

ini.Berdasarkan definisi diatas maka dapat ditarik suatu manfaat tentang GIS

(Geographic Information System) antara lain:

1. Manajemen tata guna lahan.

2. Inventarisasi sumber daya alam.

3. Untuk pengawasan daerah bencana alam.

4. Bagi perencanaan Wilayah dan Kota.

Sistem Informasi Geografis atau Gegoraphic Information Sistem (GIS)

merupakan suatu sistem informasi yang berbasis komputer, dirancang untuk bekerja

dengan menggunakan data yang memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan).

Sistem ini mengcapture, mengecek, mengintegrasikan, memanipulasi, menganalisa dan

menampilkan data yang secara spasial mereferensikan kepada kondisi bumi. Teknologi

SIG mengintegrasikan operasi-operasi umum database, seperti query dan analisa

statistik, dengan kemampuan visualisasi dan analisa yang unik yang dimiliki oleh

pemetaan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dengan Sistem Informasi lainya

yang membuatnya menjadi berguna berbagai kalangan untuk menjelaskan kejadian,

merencanakan strategi, dan memprediksi apa yang terjadi. Sistem Informasi Geografis

(SIG)/Geographic Information System (GIS) adalah suatu sistem informasi berbasis

komputer, yang digunakan untuk memproses data spasial yang ber-georeferensi (berupa

detail, fakta, kondisi, dsb) yang disimpan dalam suatu basis data dan berhubungan

dengan persoalan serta keadaan dunia nyata (real world). Manfaat SIG secara umum

memberikan informasi yang mendekati kondisi dunia nyata, memprediksi suatu hasil

dan perencanaan strategis. Secara umum SIG bekerja berdasarkan integrasi 5

(46)

1. Hardware

SIG membutuhkan hardware atau perangkat komputer yang memiliki spesifikasi

lebih tinggi dibandingkan dengan sistem informasi lainnya untuk menjalankan

software-software SIG, seperti kapasitas Memory (RAM), Hard-disk, Prosesor serta

VGA Card. Hal tersebut disebabkan karena data-data yang digunakan dalam SIG

baik data vektor maupun data raster penyimpanannya membutuhkan ruang yang

besar dan dalam proses analisanya membutuhkan memory yang besar dan prosesor

yang cepat.

2. Software

Sebuah software SIG haruslah menyediakan fungsi dan tool yang mampu

melakukan penyimpanan data, analisis dan menampilkan informasi geografis.

Dengan demikian elemen yang harus terdapat dalam komponen software SIG

adalah:

a. Tools untuk melakukan input dan transformasi data geografis

b. Sistem manajemen basis data

c. Tool yang mendukung query geografis, analisis dan visualisasi

d. Graphical User Interface (GUI) untuk memudahkan akses pada tool geografi.

3. Data

Hal yang merupakan komponen penting dalam SIG adalah data. Secara

fundamental SIG bekerja dengan dua tipe model data geografis yaitu model data

vektor dan model data raster.

Gambar

Tabel 2. 1 Jenis kawasan rawan bencana
Tabel  2. 2.  Jenis Longsoran
Tabel  2. 4. Vegetasi dan Pemanfaatan Lahan
Tabel 2. 5.  Jenis kawasan sempadan sungai

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikanskripsi dengan judul

Penelitian ini bersifat deskriptif yang menggunakan satu variabel yaitu subjective well-being yang bertujuan untuk memberikan gambaran deskriptif subjective well-being yang

Komunikasi KDQ\D EHUODQJVXQJ VDWX DUDK ³ guru mengajar dan siswa belajar ´ , dalam pola belajar ini intruksi belajar dari guru masih kurang, karena guru cenderung

Analisis regresi adalah studi mengenai hubungan antara variabel terikat (variabel dependent, Respon, Y) pada satu atau lebih variabel bebas (variabel independent, pediktor,

Simpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara disiplin belajar dan kemandirian belajar dengan hasil belajar

Dengan demikian yang dimaksud peserta didik (murid) adalah manusia yang sedang mengalami perrtumbuhan dan perkembangan jasmani maupun rohani. Pendidikan dirancang dan

i.e Development of learning model on TVET, Workplace Learning and entrepreneurship, Innovationon applied engineering and information technology, Management and

Gambar 8 menjelaskan ilustrasi penyisipan pesan. Warna kuning merupakan tempat yang digunakan untuk menyimpan file format media sebesar 56 bytes, warna biru digunakan