BAB III
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan tahapan penelitian yaitu pengumpulan tumbuhan, identifikasi tumbuhan, pembuatan simplisia, pemeriksaan karakteristik tumbuhan, pembuatan ekstrak, pengujian efek toksik secara oral terhadap mencit jantan, pengamatan gejala toksik, berat badan, kematian mencit dan penentuan nilai LD50. Data hasil penelitian dianalisis
secara statistik dengan metode ANOVA (One Way Analisis of Variance) menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) 17. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fitokimia dan Laboratorium Farmakologi, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara.
3.1 Alat dan Bahan 3.1.1Alat
Alat–alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas laboratorium, alumunium foil, blender (Miyako), oven, alat perkolasi, waterbath, kertas saring, cawan porselin, krus porselin, kandang mencit, lemari pengering, mortir dan stamfer, neraca hewan (Presica GeinweigherGW-1500), neraca analitik, oral sonde, rotary evaporator (Heidolph VV-300) dan spuit ukuran 1 ml (Terumo).
3.1.2Bahan
3.2 Penyiapan Sampel
3.2.1 Pengumpulan tumbuhan
Pengambilan tumbuhan dilakukan secara purposif yaitu tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Tumbuhan yang digunakan adalah bawang bombay (Allium cepa L.) yang diperoleh dari Pajak Sore Padang Bulan, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.
3.2.2 Identifikasi Tumbuhan
Identifikasi bawang bombay (Allium cepa L.) dilakukan di Herbarium MedanenseUniversitas Sumatera Utara Medan.
3.3 Pembuatan simplisia
Pembuatan simplisia dilakukan dengan cara bawang bombay (Allium cepa L.) yang masih segar dikupas kulit bagian luarnya, dicuci kemudian ditiriskan hingga tipis lalu ditimbang beratnya sebagai berat basah. Selanjutnya dikeringkan di lemari pengering hingga kering dan ditimbang berat keringnya, kemudian diblenderdan ditimbang sebagai berat serbuk simplisia.
3.4Pemeriksaan KarakteristikBawang Bombay 3.4.1 Pemeriksaan Makroskopik
Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati bentuk luar dari bawang bombay.
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan pada simplisia bawang bombay.Serbuk simplisia bawang bombay yang telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat, ditutup dengan kaca penutup dan diamati di bawah mikroskop.
3.4.3 Penetapan kadar air
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluena). Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Labu yang berisi toluen jenuh tersebut kedalamnya dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes tiap detik, hingga sebagian air tersuling, kemudian naikkan kecepatan penyulingan hingga 4 tetes tiap detik. Setelah semua air tersuling, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Penyulingan dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa (WHO, 1998).
3.4.4 Penetapan kadar abu total
Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 1995).
Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml asam klorida encer selama 5 menit. Bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring, dipijarkan, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 1995).
3.4.6 Penetapan kadar sari yang larut dalam air
Sebanyak 5 g serbuk simplisia, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah ditara dan sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai diperoleh bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 1995). 3.4.7Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol
Sebanyak 5 g serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml etanol 96% dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Larutan tersebut disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai diperoleh bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam etanol 96% dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM, 1995).
Sebanyak 0,5 g Na-CMC dimasukkan kedalam lumpang yang telah berisi air panas sebanyak 1 ml, dibiarkan selama 15 menit sehingga mengembang, digerus hingga diperoleh massa yang transparan, lalu diencerkan dengan aquades, dimasukkan kedalam wadah, dan dicukupkan dengan aquades hingga 100 ml. 3.6 Pembuatan Ekstrak Etanol Bawang Bombay (EEBB)
Pembuatan EEBB dilakukan dengan cara perkolasi menggunakan etanol 96%. Prosedur pembuatan EEBB adalah sebagai berikut:
Sebanyak 500 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam wadah kaca dan dibasahi dengan etanol 96% dan dilakukan maserasi selama 3 jam. Massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali ditekan dengan hati-hati, kemudian cairan penyari dituangkan secukupnya sampai cairan mulai menetes dan di atas simplisia masih terdapat selapis cairan penyari, perkolator ditutup dan dibiarkan 24 jam. Cairan dibiarkan menetes dengan kecepatan 1 ml tiap menit. Cairan penyari ditambahkan berulang-ulang secukupnya dengan memasang botol cairan penyari diatas perkolator dan diatur kecepatan penetesan cairan penyari sama dengan kecepatan tetes perkolat, sehingga selalu terdapat selapis cairan penyari di atas simplisia. Perkolasi dihentikan jika perkolat yang keluar terakhir diuapkan, tidak meninggalkan sisa.Ekstrak yang diperoleh digabung dan disaring, lalu pelarut diuapkan pada tekanan rendah dengan suhu tidak lebih dari 40oC menggunakan rotary evaporator, sehingga didapat ekstrak kental. Ekstrak kental yang diperoleh dikeringbekukan dengan freeze dryer(Ditjen POM, 1979).
Pengujian dilakukan dengan lima variasi dosis, yaitu dosis 1, 10, 100, 1000 dan 10.000 mg/kg bb. Prosedur pembuatan suspensi ekstrak sebagai berikut: a. Pembuatan suspensi ekstrak dosis 10.000 mg/kg bb:
Ekstrak ditimbang sebanyak 5 g, kemudian dibuat dalam 25 ml Na-CMC. Suspensi ekstrak ini digunakan sebagai larutan baku induk.
b. Pembuatan suspensi ekstrak dosis 1000 mg/kg bb:
Dipipet 2,5 ml dari dosis 10.000 mg/kg bb, dan di ad kan dalam labu25 ml. c. Pembuatan suspensi ekstrak dosis 100 mg/kg bb:
Dipipet 2,5 ml dari dosis 1000 mg/kg bb, dan di ad kan dalam labu 25 ml. d. Pembuatan suspensi ekstrak dosis 10 mg/kg bb:
Dipipet 2,5 ml dari dosis 100 mg/kg bb, dan di ad kandalam labu 25 ml. e. Pembuatan suspensi ekstrak dosis 1 mg/kg bb:
Dipipet 2,5 ml dari dosis 10 mg/kg bb, dan di ad kan dalam labu 25 ml.
3.8Hewan Percobaan
3.8.1 Determinasi Hewan Percobaan
Determinasi hewan uji dilakukan di Laboratorium Sistematika Hewan Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas Sumatera Utara, Medan.
3.8.2 Jumlah Hewan Percobaan
3.9Pengujian LD50
Penelitian ini dilakukan berdasarkan metode Farmakope Indonesia Edisi III dengan menggunakan logaritma dosis yang berurutan. Mencit dikelompokkan menjadi 6 kelompok, masing-masing terdiri dari 10 ekor mencit jantan yaitu: kelompok kontrol (K) dan kelompok perlakuan (2-6).
a. Kelompok 1 (P1):Kontrol, diberi larutan suspensi Na-CMC 0,5% b/v. b. Kelompok 2 (P2):Perlakuan, diberikan EEBB dengan dosis 1 mg/kg bb. c. Kelompok 3 (P3):Perlakuan, diberikan EEBB dengan dosis 10 mg/kg bb. d. Kelompok 4 (P4): Perlakuan, diberikan EEBB dengan dosis 100 mg/kg bb. e. Kelompok 5 (P5): Perlakuan, diberikan EEBB dengan dosis 1000 mg/kg bb. e. Kelompok 6 (P6): Perlakuan, diberikan EEBB dengan dosis 10000 mg/kg bb. 3.9.1 Pengamatan
Penimbangan mencit dilakukan pada hari ke-0, kemudian pada hari ke-1 diberi sediaan uji secara oral dan dilakukan pengamatan selama 14 hari (Angelina,dkk., 2008).
3.9.2 Gejala Toksik
Pengamatan terhadap gejala toksik berupa tremor, diare, salivasi, lemas, jalan mundur, dan jalan dengan perut diamati selama 14 hari (OECD, 2001). 3.9.3Kematian Hewan
Parameteryang diamati dalam perlakuan ini adalah kematian mencit dari hari pertama sampai hari terakhir, nilai LD50 ekstrak etanol bawang bombay dan
kisaran nilai LD50.
3.9.4Nilai LD50
Perhitungan nilai LD50 berdasarkan metode Farmakope Indonesia Edisi
Keterangan: m = log LD50
a = logaritma dosis terendah yang masih menyebabkan jumlah kematian 100% tiap
kelompok
b =beda log dosis yang berkelipatan
pi = jumlah hewan yang mati menerima dosis i, dibagi dengan jumlah hewan seluruhnya yang menerima dosis i (Ditjen POM, 1979).
3.9.5 Berat Badan
Perubahan berat badan mencit diamati sebelum dan sesudah pemberian sediaan uji.
3.10Analisis Statistik
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan
Tumbuhan yang digunakan telah diidentifikasi di Herbarium Medanense (MEDA) Universitas Sumatera Utara. Hasil identifikasi tumbuhan yang diteliti adalah bawang bombay (Allium cepa L.), suku Liliaceae. Surat hasil identifikasi tumbuhandisajikan pada Lampiran 1, Halaman 43.
4.2 Hasil Determinasi Hewan
Hewan yang digunakan telah dideterminasi di “Laboratorium Sistematika Hewan” Departemen Biologi Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara. Surat hasil determinasi hewandisajikan pada Lampiran 2, Halaman 44.
4.3 Hasil Karakterisasi Tumbuhan
Hasil pemeriksaan makroskopik terhadap bawang bombay segar diperoleh bentuk bulat/bulat lonjong, permukaan licin, panjang 6-9 cm, lebar 4-5 cm, dengan organoleptik warna kuning/kuning kehijauandan memiliki bau yang agak tajam. Gambar bawang bombay segar disajikan pada Lampiran 5,Halaman 49.
Menurut Ditjen POM (2000), standarisasi suatu simplisia adalah pemenuhan terhadap persyaratan sebagai bahan obat dan menjadi penetapan nilaiuntuk berbagai parameter produk. Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia bawang bombay disajikan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia bawang bombay
No. Parameter Hasil (%)
1. Kadar air 8,66
2. Kadar sari larut dalam air 52,72
3. Kadar sari larut dalam etanol 20,05
4. Kadar abu total 8,20
5. Kadar abu tidak larut dalam asam 1,88
Hasil penetapan kadar air simplisia bawang bombay diperoleh 8,66%. Hal ini sesuai dengan standarisasi kadar air simplisia secara umum dengan syarat tidak lebih dari 10%. Penetapan kadar air dilakukan untuk memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air dalam simplisia karena tingginya kandungan air menyebabkan ketidakstabilan sediaan obat, memicu pertumbuhan mikroba, adanya jamur atau serangga (WHO, 1998).
Hasil penetapan kadar abu tidak larut asam simplisia bawang bombay diperoleh 1,88%. Hal ini sesuai dengan standarisasi kadar abu yang tidak larut dalam asam secara umum dengan syarat, kecuali dinyatakan lain tidak boleh lebih dari 2% (Ditjen POM, 1995).
Penetapan kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam bertujuan untuk memberikan jaminan bahwa simplisia tidak mengandung logam berat tertentu melebihi nilai yang ditetapkan karena dapat berbahaya (toksik) bagi kesehatan. Penetapan kadar abu total menyatakan jumlah kandungan senyawa anorganik dalam simplisia misalnya Mg, Ca, Na, Zn, dan K. Abu total terbagi dua, yaitu abu fisiologis dan abu non fisiologis. Abu fisiologis adalah abu yang berasal dari jaringan tumbuhan itu sendiri, sedangkan abu non fisiologis adalah sisa setelah pembakaran yang berasal dari bahan-bahan luar yang terdapat pada permukaan simplisia (WHO, 1998).
Penetapan kadar sari yang larut dalam air dan etanol dilakukan untuk mengetahui jumlah senyawa yang dapat tersari dalam air dan etanol dari suatu simplisia. Senyawa yang bersifat polar dan larut dalam air akan tersari oleh air, sedangkan senyawa-senyawa yang tidak larut dalam air dan larut dalam etanol akan tersari oleh etanol (Ditjen POM, 1995).
4.4Hasil Pengujian LD50
Pengujian LD50 ekstrak bawang bombay (Allium cepa L.) dilakukan
terhadap mencit jantan. Pada penelitian ini, dosis ekstrak bawang bombay yang digunakan: 1, 10, 100, 1000, 10000 mg/kg bb. Pengamatan dilakukan selama 14 hari meliputi pengamatan gejala toksik, berat badan dan kematian hewan.
4.4.1 Hasil Pengamatan Gejala Toksik
Tabel 4.2 Hasil pengamatan gejala toksik
Kelompok Tremor Diare Salivasi Lemas Jalan Mundur
Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui bahwa setelah pemberian ekstrak etanol bawang bombay tidak ditemukan adanya gejala toksik pada kelompok kontrol, perlakuan pada dosis 1, 10 dan 100 mg/kg bb. Gejala toksik ditemukan pada dosis 1.000 mg/kg bb dan 10.000 mg/kg bb dimana pada dosis 1.000 mg/kg bb gejala toksik yang timbul yaitu diare, salivasi, lemas, dan jalan dengan perut pada mencit sedangkan pada dosis 10.000mg/kg bb gejala toksik yang timbul yaitutremor, diare, salivasi, lemas, jalan mundur dan jalan dengan perut pada mencit. Hal tersebut menunjukkan adanya hubungan antara dosis dan efek toksik, dimana semakin besar dosis yang diberikan maka semakin besar pula efek toksik yang timbul. Setiap zat bila diberikan dengan dosis yang cukup besar akan menimbulkan gejala-gejala toksik (Lu, 1994; Wirasuta dan Niruri, 2006).
pada perilaku meliputi gelisah, depresi berat, sikap agresif atau defensif, ketakutan, dan bingung (Lu, 1994).
Evaluasi toksisitas akut tidak hanya mengenai LD50, tetapi juga terhadap
kelainan tingkah laku, stimulasi, aktivitas motorikuntuk mendapatkan gambaran tentang sebab kematian hewan uji. Data yang dikumpulkan dalam uji toksisitas akut berupa tolok ukur ketoksikan kuantitatif yaitu kisaran dosis letal/toksik dantolok ukur ketoksikan kualitatif yaitu gejala klinis (Maria, dkk., 2012).
4.4.2 Hasil Pengamatan Berat Badan
Hasil rerata berat badan tiap kelompok mencit sebelum dan sesudah diberi ekstrak etanol bawang bombay disajikan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3Hasil rerata berat badan mencit
Rata-rata berat badan g ± SD
K P2 P P3 p P4 P P5 P P6 P
dengan bertambahnya umur. Hal ini memperlihatkkan pertumbuhan mencit berkembang secara normal sehingga menunjukkan tidak adanya pengaruh pemberian ekstrak etanol bawang bombay terhadap berat badan.
Salah satu parameter yang merupakan indikator sensitif untuk mengetahui efek toksik dari suatu zat yaitu berat badan.Penurunan berat badan yang cepat dan bermakna biasanya merupakan pertanda kesehatan yang buruk. Penurunan berat badan dapat disebabkan oleh kurangnya konsumsi makanan dan minuman, penyakit ataupun tanda toksik spesifik (Lu, 1994; Wilson, dkk., 2001).
4.4.3 Hasil Pengamatan Kematian Mencit
Hasil pengamatan kematian hewan setelah pemberian sediaan uji selama 14 hari disajikan pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Data pengamatan kematian mencit selama 14 hari. Dosis
Mencit yang mati (ekor)
Pengulangan 1 Pengulangan 2 Pengulangan 3
0 10 0 0 0
Pengujian nilai LD50ekstrak etanol bawang bombaydilakukan sebanyak 3
pengulangan kedua dan ketiga. Ekstrak etanol bawang bombay dengan dosis 10.000 mg/kg bb menyebabkan kematian terbesar dari semua kelompok yaitu 6 ekor pada pengulangan pertama, 4 ekor pada pengulangan kedua dan 5 ekor pada pengulangan ketiga. Hal tersebut dikarenakan besarnya dosis ekstrak etanol bawang bombay yang menyebabkan kematian pada mencit karena efek toksikakan bertambah dengan naiknya dosis. Efek toksik merupakan efek yang sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kematian (Lu, 1994; Wirasuti dan Niruri, 2006).
Menurut penelitian sebelumnya oleh Thomson (1998), pemberian ekstrak air bawang bombay pada dosis 50 dan 500 mg/kg bb tidak menunjukkan kematian pada hewan uji namun menyebabkan perubahan pada gambaran histopatologi hati dan paru-paru tikus berupa degenerasi dan vakuolasi pada hati,serta penebalan alveoli dan edema di sekitar jaringan paru-paru tikus.
4.4.4Hasil Nilai LD50 EEBB terhadap Mencit Jantan
Hasil nilai LD50ekstrak etanol bawang bombay terhadap kematian mencit
jantan disajikan pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5Hasil nilai LD50 EEBB terhadap mencit jantan
Pengulangan LD50 (mg/kg bb) Rata-rata ± SD
Perbandingan Nilai (mg/kg bb) 1 5011,87 1 dan 2 7505,94 ± 3527,14
2 10.000 1 dan 3 6477,58 ± 2072,82
3 7943,28 2 dan 3 8971,64 ± 1454,32 Keterangan : SD = Standar Deviasi
Perhitungan nilai LD50 ekstrak bawang bombay menggunakan rumus dari
Farmakope Indonesia Edisi III. Nilai LD50 dapat dihitung dengan
rupa sehingga memberikan efek dari 0% sampai 100%. Takaran dosis yang dianjurkan pada penentuan LD50 paling tidak terdapat empat peringkat dosis dari
dosis terendah yang tidak atau hampir tidak mematikan seluruh hewan uji sampai dengan dosis tertinggi yang dapat mematikan seluruh atau hampir seluruh hewan uji. Dosis diatur sedemikian rupa hingga diperoleh data kematian yang signifikan (Ditjen POM, 1979; Retnomurti, 2008).
Berdasarkan Tabel 4.5, nilai LD50 akhirdiperoleh dengan menghitung nilai
rerata dan membandingkan nilai standar deviasi tiap pengulangan. Nilai standar deviasi diperoleh dengan membandingkan pengulangan 1 dan 2, 1 dan 3 serta 2 dan 3 sehingga diperoleh nilai rata-rata tiap perbandingan dan standar deviasi yaitu sebesar 7505,94± 3527,14mg/kg bb; 6477,58± 2072,82mg/kg bb dan 8971,64± 1454,32mg/kg bb. Perbandingan antara 2 dan 3 memiliki standar deviasi yang terkecil dari perbandingan lainnya. Nilaistandar deviasi terkecil dipakai sebagai nilai LD50 rata-rata yaitu pada perbandingan 2 dan 3. Maka dapat
disimpulkan bahwa nilai LD50 EEBB adalah 8971,64 mg/kg bb. Perhitungan nilai
LD50 berdasarkan standar deviasi disajikan pada lampiran 4.Menurut klasifikasi
toksisitas sediaan uji oleh Lu (1994), senyawa yang terkandung dalam ekstrak bawang bawang bombay diklasifikasikan sebagai bahan yang bersifat toksik ringan sebab nilai LD50berada diantara 5-15 g/kg bb yaitu 8971,64 mg/kg bb.
Nilai ini sesuai dengan penelitian terdahulu oleh Oyewusi (2015) bahwa nilai LD50 dari ekstrak metanol bawang bombay di atas 4800 mg/kgbb dimana
nilai ini berdasarkan klasifikasi toksisitas bahan menurut Hodge dan Sterner termasuk kategori toksik ringan. Nilai LD50merupakan tolok ukur toksisitas akut
toksisitas akut suatu bahan dan semakin besar nilai LD50 maka semakin rendah
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
a. EEBBdosis 1000dan 10.000 mg/kg bbmenimbulkan gejala toksik pada mencit jantan. Gejala toksik yang muncul setelah pemberian EEBB dosis 1000 mg/kg bb yaitu: diare, salivasi, lemas dan jalan menggunakan perut sedangkan pada dosis 10.000 mg/kg bb gejala toksik yang timbul berupa tremor, diare, salivasi, lemas, jalan mundur dan jalan menggunakan perut.
b. EEBBmenyebabkan perubahan berat badan mencit jantan yaiu peningkatan berat badan.
c. EEBB termasuk kategori “toksik ringan”dengan nilai LD50EEBB adalah
8971,64±1454,32mg/kg bb yaitu sebesar 7517,32 – 10.425,96 mg/kg bb.
5.2 Saran
Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan dari penelitian diharapkan agar: a. peneliti selanjutnya menggunakan metode lain dalam menentukan nilai LD50
sehingga dapat dilihat perbandingan.